PERKEMBANGAN PENELITIAN CVPD DI UNIVERSITAS GADJAH MADA (Growth of CVPD Research at Gadjah Mada University) Siti Subandiyah1, Toru Iwanami2 dan Andrew Beattie3 1 JURUSAN HAMA PENYAKIT TUMBUHAN FAK. PERTANIAN UGM NATIONAL INSTITUTE FOR FRUIT TREE SCIENCE (NIFTS), TSUKUBA, JAPAN 3 CENTER FOR HORTICULTURAL SCIENCES, UNIVERSITY OF WESTERN SYDNEY (UWS), AUSTRALIA 2 ABSTRAK CVPD atau Huanglongbing (HLB) disebabkan oleh candidatus Liberibacter asiaticus yang merupakan bakteri gram negative penginfeksi floem dan hanya bisa dikarakterisasi melalui teknik molekuler. Gejala luar meliputi berbagai penampilan daun dari gejala belang (blotching atau mottle), klorosis dengan belang hijau (’tiger stripping’) sampai klorosis merata. Ukuran dan bentuk daun bervariasi dari yang berukuran normal tetapi dengan gejala belang sampai ukuran daun yang semakin mengecil, laminar tidak semetris dan kaku. Kandungan unsur Fe dan Zn daun tanaman sakit CVPD lebih rendah dibandingkan yang ada di tanaman sehat. Pembuatan antibodi poliklonal maupun monoklonal untuk deteksi CVPD pernah dilakukan tetapi terbukti tidak mampu memberikan deteksi yang memuaskan. Tkenik PCR dan sekuensing hasil PCR telah berhasil mengkarakterisasi isolat CVPD dari Indonesia dan Jepang, dan berdasarkan sekuen DNA gene phage. DNA polymerase-like, infeksi CVPD di Indonesia sedikitnya disebabkan oleh dua strain. Penggunaan bibit jeruk bebas penyakit sangat disarankan untuk pencegahan CVPD. Pengendalian dengan intercropping menggunakan jambu biji sebagai tanaman sela dan tanaman kayu putih sebagai tanaman pelindung (’wind break’) dapat melindungi tanaman jeruk dari investasi D. citri ke dalam kebun Kata kunci : CVP, HLB, PCR, candidatus Liberibacter asiaticus, diagnosis, interaksi patogen dan tanaman inang, pengendalian. ABSTRACT CVPD or Huanglongbing (HLB) is caused by candidates Liberibacter asiaticus which is a bacteria gram negative that infects phloem and can only be characterized through molecular technique. Outside symptom appear on leaves including blotching/mottle, clorosis with tiger stripping to evenly distributed on leaves. Leaf size varies from normal to small size with blotching, asymmetric and firm shape. Fe and Zn concentration of sick plant are lower than those of health one. Either polyclonal or monoclonal antibodies have been produced to detect CVPD but they gave unsatisfied results. PCR technique and sequencing of PCR results success to characterize CVPD isolate from Indonesia and Japan, and based on DNA sequence gene phage. DNA polymerase-like CVPD infection in Indonesia at least caused Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007 53 by two strains. Using free disease citrus plants on orchard is highly recommended to prevent CVPD. Control with intercropping system with guava and eucalyptus as a windbreaker could protect citrus plant from D. citri in orchard. Keywords : CVPD, HLB, PCR, candidatus Liberibacter asiaticus, diagnosis, pathogen and host plant interaction, control. PENDAHULUAN CVPD atau nama resmi yang disepakati secara internasional adalah Huanglongbing (HLB) masih menjadi kendala utama produksi jeruk di Indonesia. Patogen penyebabnya adalah candidatus Liberibacter asiaticus merupakan bakteri gram negative penginfeksi floem yang hanya bisa dikharakterisasi melalui teknik molekuler (Jagoueix et al., 1994). Penyakit ini menjadi semakin penting setelah beberapa tahun terakhir ini ditemukan penyebarannya di Amerika Latin tahun 2004 (Texeira et al., 2005) kemudian di Florida tahun 2005 dan diperkiraan penyakit tersebut sudah beberapa tahun sebelumnya berkembang di benua tersebut. Ketika penyakit tersebut sudah menginvestasi di suatu daerah maka pengendaliannya sangat sulit untuk dapat dilakukan. Hal tersebut disebabkan adanya interaksi yang komplex antara patogen penyebab CVPD, tanaman inang, serangga vektor (Diaphorina citri), dan lingkungan. Lebih jauh lagi sulitnya pengendalian CVPD khususnya di Indonesia kemungkinan disebabkan karena kurangnya koordinasi dan pengertian yang benar mengenai aplikasi teknologi pengendalian CVPD di antara berbagai stakeholder. Identifikasi, deteksi pathogen atau diagnosis penyakit tanaman secara tepat dan cepat merupakan salah satu kunci keberhasilan untuk menentukan teknik pengendalian penyakit tersebut. Lebih lanjut, cara pengendalian yang praktis, ekonomis namun tepat sangat dibutuhkan khususnya bagi petani jeruk di Indonesia yang belum merupakan pelaku industri jeruk seperti di negara-negara maju di Amerika dan Eropa. Pada pemaparan ini akan didiskusikan perkembangan penelitian terhadap kharakterisasi pathogen CVPD yang selanjutnya diterapkan sebagai teknik deteksi atau diagnosis, kajian interaksi antara tanaman inang dan pathogen, dan pendekatan terhadap teknik pengendalian yang praktis dan ekonomis. 54 Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007 PERKEMBANGAN PENELITIAN CVPD DI UGM Fakultas Pertanian UGM sudah berpartisipasi dalam penelitian CVPD semenjak pertama kali dikenal dan ditelitinya penyakit tersebut di Indonesia. Sekitar 15 tahun terakhir ini ketika dimulainya program penelitian sentralisasi awal tahun 1990an melalui Depdikbud dan Menristek untuk perguruan tinggi dan lembaga riset di Indonesia, melalui riset Hibah Bersaing PT, Riset Unggulan Tepadu, dan Riset Unggulan Kemiteraan. Selain melalui pendanaan riset nasional juga telah dilakukan penelitian CVPD tersebut dengan dana riset internasional yaitu dengan program ABSP-USAID I (program selective competitive small grant research project), ACIAR research project (Australian Center for International Agricultural Research) bekerjasama dengan UWS, dan juga dengan joint research JSPSDGHE (Japan Society for Promotion of Science-Drektorat Jenderal Pendidikan Tinggi) bekerja sama dengan NIFTS. Sesuai dengan permasalahan yang ada, penyakit CVPD disebabkan oleh penyebab yang awalnya tidak jelas statusnya, maka penelitian yang dilakukan oleh Faperta UGM adalah mengenai diagnosis CVPD, dilanjutkan dengan interaksi antara pathogen, inang dan serangga vektor, dan akhirnya terhadap metoda pengendalian penyakit tersebut. Diagnosis CVPD dan Identifikasi cand. L. Asiaticus Diagnosis CVPD awalnya direkomendasikan oleh Prof. Sulaiman Tirtawidjaja UNPAD dengan pengamatan gejala luar dan gejala dalam (Tirtawidjaja, 1980). Gejala luar meliputi berbagai penampilan daun dari gejala belang (blotching atau mottle), khlorosis dengan belang hijau dikenal dengan tigger stripping sampai khlorosis merata. Ukuran dan bentuk daun juga bervariasi dari yang ukurannya masih serupa dengan ukuran daun normal tetapi dengan gejala khlorosis blotching, sampai ukuran daun yang semakin mengecil, laminar tidak simetris dan kaku. Gejala pada daun tersebut terjadi pada daun-daun dewasa yang terdapat pada ranting terujung atau di bawah ranting terujung yang mirip dengan gejala karena kekurangan unsur mikro khususnya defisiensi Zn. Bervarisainya gejala khlorosis pada daun dan kemiripannya dengan gejala karena defisiensi unsur mikro itulah yang menyebabkan gejala CVPD tidak spesifik dan harus dikonfirmasi terhadap adanya infeksi oleh pathogen penyebabnya, cand. L. Asiaticus. Pengamatan gejala dalam yaitu degenerasi pada jaringan phloem (Tirtawidjaja, 1980) hanya bisa diamati perbedaannya dengan phloem sehat apabila gejala tersebut sudah cukup parah. Namun demikian teknik tersebut merupakan cara yang cukup akurat karena degenerasi pada phloem memang spesifik karena infeksi pathogen CVPD. Kit peralatan Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007 55 lapang untuk deteksi CVPD yang terdiri atas alat pengiris untuk membuat irisan tipis tulang daun jeruk, gelas benda dan penutupnya, serta miroskop mini yang ditempatkan dalam suatu kopor kecil merupakan pendekatan penyediaan alat deteksi CVPD yang praktis. Pembuatan antibody baik yang bersifat poliklonal maupun monoklonal untuk deteksi CVPD pernah dilakukan. Immunogen untuk pembuatan antiserum pada mencit atau kelinci dipurifikasi secara parsial dari sap ibu tulang daun jeruk sakit. Namun demikian tingkat kemurnian immunogen yang diperoleh tidak cukup mampu untuk menghasilkan antibody poliklonal yang mantap namun masih menujukkan reaksi silang dengan tanaman sehat. Antibodi moklonal lebih diharapkan untuk memberikan reaksi yang lebih spesifik karena melalui seleksi hibridoma. Beberapa klon antibody monoclonal pernah dipublikasikan penggunaannya (Subandiyah et al., 2001) tetapi sekali lagi ternyata tidak mampu memberikan deteksi yang memuaskan karena labilnya reaksi yang diduga disebabkan oleh keragaman pathogen CVPD secara serologis dan antibody yang diperoleh terlalu sempit hanya mampu menditeksi kelompok atau strain pathogen tertentu saja. Semenjak berkembangnya teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) awal tahun 1990an, primer pelacak spesifik cand. L. asiaticus (Jagoueix et al 1996) telah digunakan untuk deteksi CVPD. Beberapa primer lainnya didesain untuk identifikasi lebih lanjut dan deteksi yang lebih tepat terhadap pathogen CVPD baik pada jaringan tanaman maupun pada serangga vektornya, Diaphorina citri (Subandiyah et al 2000, Hoy et al 2001). Primer spesifik cand. L. asiaticus selain digunakan untuk deteksi dengan PCR juga telah dilaporkan keakuratannya untuk deteksi menggunakan teknik LAMP khususnya dapat dilakukan di laboratorium-laboratorium yang ketersediaan mesin PCR belum terjangkau (Okuda et al 2005). Dengan teknik PCR kemudian diikuti program sekuensing hasil PCR telah memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam program kharakterisasi pathogen CVPD. Beberapa gena dan fragment DNA bakteri tersebut telah dikharakterisasi (Okuda et al 2005, Subandiyah et al 2007). Berdasarkan kharakterisasi tersebut telah ditemukan adanya perbedaan kharakter pada isolat-isolat CVPD dari Indonesia dan dari Jepang. Lebih lanjut dilaporkan bahwa berdasarkan sekuen DNA gena phage DNA polymerase-like, infeksi CVPD di Indonesia sedikitnya disebabkan oleh 2 macam strain yang berbeda dan infeksi tunggal ataupun ganda ditemukan di lapang (Subandiyah et al 2007). Keganasan infeksi yang disebabkan oleh isolate yang berbeda masih dalam proses penelitian. 56 Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007 Interaksi Pathogen dan Tanaman Inang Penelitian mengenai interaksi antara pathogen CVPD dan tanaman inang dilakukan untuk mempelajari lebih lanjut etiologi dan mekanisme perkembangan infeksi. Peranan toksin yang dihasilkan pada infeksi CVPD diduga bersosiasi dengan tingkat keparahan gejala kerusakan khloroplant yang ditunjukkan dengan khlorosis ketika ekstrak toksin dari tanaman sakit diinfiltrasikan kedalam jaringan daun jeruk dan menyebabkan respon hioersensitif ketika diinfiltrasikan ke dalam jaringan tanaman tembakau. Substansi toksin tersebut diduga berasosiasi dengan protein yang masih mampu beraktifitas setelah pemanasan pada suhu 60 oC tetapi kehilangan kemampuan aktifitas biologinya setelah pemanasan pada suhu 100 oC. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan khususnya mengarah pada pencarian atau pembuatan tanaman tahan yang mampu melakukan detoksifikasi apa bila terjadi infeksi oleh pathogen CVPD. Gejala CVPD yang mirip dengan kekurangan unsur mikro telah diteliti lebih lanjut dengan analisis 4 macam elemen mikro pada daun. Ditemukan adanya kandungan unsur Zn dan Fe yang jauh lebih rendah pada tanaman sakit dibandingkan dengan kandungan unsur tersebut pada tanaman sehat, tetapi tidak terjadi perbedaan antara kandungan Cu dan Mn pada tanaman sakit dan sehat. Hasil analisis tersebut mengkonfirmasi kenyataan bahwa gejala CVPD yang mirip dengan gejala karena kekurangan Zn memang disebabkan rendahnya kandungan unsure tersebut pada tanaman sakit. Di lain pihak, rendahnya kandungan Fe pada tanaman yang terinfeksi cand.L. asiaticus merupakan penemuan yang tidak diduga sebelumnya. Selanjutnya karena Fe merupakan elemen ayng esensial dibutuhkan dalam proses metabolisme melalui fotosintesis, transpirasi dan juga pertukaran ion maka penemuan ini sangat perlu untuk dilanjutkan dengan penelitian lebih jauh. Pengendalian CVPD Penelitian yang terkait untuk pengendalian CVPD dilakukan antara lain adalah perlakuan pemupukan dengan penambahan elemen Fe. Pada penelitian di tingkat rumah kaca, pemupukan Fe pada tanaman dengan konsentrasi rendah, optimum dan tinggi pada tanaman sehat dan tanaman yang terinfeksi CVPD dan parameter pengamatan dilakukan terhadap perkembangan gejala khlorosis. Hasilnya menunjukkan bahwa treatment pemupukan Fe menghambat perkembangan gejala khlorosis pada tanaman sakit selama 4 bulan, namun demikian tidak menyebabkan hilangnya infeksi oleh pathogen CVPD. Penelitian lebih lanjut terkait dengan unsur Fe asosianya dengan infeksi CVPD masih terus berlanjut. Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007 57 Pengkajian pengendalian CVPD dengan cara yang praktis telah dilakukan dengan teknik intercropping menggunakan tanaman lain selain jeruk. Jenis tanaman yang memberikan hasil yang memuaskan berfungsi menghambat investasi D. citri adalah tanaman jambu biji. Substansi yang menguap dan menyebabkan repelan terhadap D. citri dihasilkan oleh jambu biji. Sifat repelan tersebut hanya efektif terhadap D. citri betina, namun demikian karena tidak hadikrnya D. citri betina di kebun jeruk yang ditanam bersama jambu biji menyebabkan serangga jantan juga tidak hadir karena tidak adanya pasangannya di kebun tersebut walaupun repelan dari jambu biji tidak berpengaruh terhadap serangga jantan pada percobaan di laboratorium. Tanaman pagar dari jenis kayu putih juga memberikan pengaruh yang positif menghindari kunjungan D. citri ke dalam kebun jeruk sehingga terhindar dari infeksi CVPD. KESIMPULAN Penyakit CVPD masih tetap merupakan penyakit yang paling penting dalam budidaya tanaman jeruk baik di Asia, Afrika maupun Amerika. Karena pathogen penyebabnya yang belum bias dikulturkan dan kompleknya interaksi antara pathogen tanaman inang serangga vector, maka masih banyak misteri yang harus diungkaP melalui penelitian-penelitian lebih lanjut mengenai penyakit tersebut. Keragaman jenis dan juga strain nampaknya memang terjadi dalam hubungannya dengan lokasi geography dan kemungkinan juga kisaran tanaman inang di antara keluarga Rutaceae. Di Indonesia sudah ditemukan adanya 2 strain berbeda yang dapat menginfeksi secara tunggal maupun ganda. Kandungan unsur Fe dan Zn pada tanaman terinfeksi lebih rendah (signifikan) dibandingakan pada tanaman sehat. Khususnya elemen Fe merupakan nutrisi yang esensial bagi tanaman sehingga perlakuan terhadap tanaman terkait dengan pupuk Fe perlu dipertimbangkan walaupun tidak akan mengelimir tanaman yang sudah terinfeksi tetapi masih mampu memperlambat perkembangan gejala menjadi semakin parah. Pengendalian dengan intercropping menggunakan jambu biji sebagai tanaman sela dan juga tanaman kayu putih sebagai tanaman pelindung wind break akan melindungi tanaman jeruk dari investasi D. citri ke dalam kebun. Namun demikian penggunaan bibit tanaman bebas penyakit untuk setiap kali penanaman merupakan teknik pencegahan CVPD yang harus dilakukan. PENGHARGAAN Peneltian ini didanai oleh proyek ACIAR CS02/2000/043 dari Australia dan JSPSDGHE 2006 dari Jepang dan Dirjen Dikti Indonesia. 58 Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007 DAFTAR PUSTAKA Supriyanto, A. , Setiono, O. Endarto dan A. Triwiratno. 1998. Rakitan Teknologi Produksi Bibit Jeruk Bebas penyakit Dalam M. Sugiyarto, E. Widayati, W. Istuti, Yulfah, D. Setyorini dan S. Chanafi (penyunting). Monograf Rakitan Teknologi. BPTP Karangploso, Malang Hal. 69-79. Hoy, M.A., A.Jeyaprakash, and R. Nguyen. 2001. Long PCR Is a Sensitive Method for Detecting Liberobacter asiaticum in Parasitoids Unergoeing Risk Assessment in Quarantine. Biological Control. 22:278-287. Jagoueix, S., J.M. Bove, and M. Garnier. 1994. The Phloem Limited Bacterium of Greening disease of Citrus is the Member of the á-subdivision of Proteobacteri. Int. J. Syst. Bactriol. 44:379-386. Jagoueix, S., J.M. Bove, and M. Garnier. 1996. PCR Deteciton of the Two Candidatus Liberobacter species Associated with Greening Disease of citrus. Mol. And Cellular Probes. 10:43-50. Okuda, M. , M. Matsumoto, Y. Tanakan. S. Subandiyah and T. Iwanami. 2005. Characterization of the tufB-secE-musG-rplKAJL-rpoB gene cluster of citrus Greening (Huanglonbing) Organism in Japang and Indonesia and detection by Loop-mediated Isothermal Amplification. Plant Desease (accepted Feb 2005). Subandiyah, S., A. Himawan, Tri Joko, T. Iwanami, M. Okuda, P. Holford, and A. Beattie. 2007. Diversity of candidatus Liberibacter asiaticus from Indonesia based on the sequence of phage DNA polymerase like gene and grafting inoculation to separate the mixture strain infection. Asian Plant Pthology Conference Proceedings p. 165. Yogyakarta 20-24 August 2007. Subandiyah, S. R. Ediati, A. Himawan, Z. Hossain, P. Holford, T. Iwanami, A. Trisyono, and A. Wijonarko. 2004. Preliminary study of toxin associated with Huanglongbing disease on citrus : Future Research?. Proceeding of 10th International Congress for Culture Collection. Tsukuba Japan 10 15 October 2004. Subandiyah, S., Suprihanto, Makful, and S. Somowiyarjo. 2001 Serological diagnosis of citrus greening disease in Indonesia. Oral presentation on 13th Australian Plant Pathology Conf. Cairns Australia 26-28 Sept. 2001. Subandiyah, S, T. Iwanami, M. Kobayashi, H. Ieki, and S. Tsuyumu. 2000. Comparison of 16S rDNA and 16S/23S Intergenik Region Sequences Among Citrus Greening Organism in Asia. Plant Disease 84:15-18. Texeira, DC., J. Ayres, EW. Kitajima, L. Danet, S. Jagoueix-Everllard, C. Saillard, amd JM. Bove. 2005. First report a huanglongbing-like disease of citrus in Sao Paulo State, Brazil and association of a new Liberibacter species candidates Liberibacter americanus with the disease. Plant Disease 89:107. Tirtawidjaja, S. 1980. Citrus Virus Research in Indonesia, In Calavan, E.C, S,M. Garnsey, and IW. Timmer (Eds). Proc.9th IOCV. Riverside. Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007 59