Modul 1 : APLIKASI BIOTEKNOLOGI TANAMAN DALAM PRODUKSI

advertisement
Modul 1 : APLIKASI BIOTEKNOLOGI TANAMAN DALAM PRODUKSI
SENYAWA METABOLIT SEKUNDER
Topik : KULTUR KALUS DAN SUSPENSI SEL
1. Pendahuluan
Senyawa organik sintetik berkembang sangat pesat. Namun sintesis beberapa
senyawa masih sulit dilakukan karena struktur yang kompleks. Tumbuhan merupakan
sumber produk yang signifikan seperti metabolit sekunder. Keterbatasan utama
dalam penggunaan metabolit sekunder secara komersial adalah suplai dari
tumbuhan yang terbatas karena pertumbuhannya dipengaruhi beberapa faktor
antara lain, musim, genetik, variasi geografi dan iklim, serta serangan patogen dan
serangga. Variasi lingkungan menyebabkan perubahan tipe (kualitas) dan kuantitas
metabolit sekunder yang dihasilkan. Dalam hal ini, teknik kultur sel merupakan
alternatif yang mampu memberikan sistem produksi metabolit sekunder yang
kompetitif bila dibandingkan dengan ekstrasi langsung dari tumbuhan secara
keseluruhan. Berdasarkan sifat totipotensi maka sel-sel yang dikultur dari hasil
seleksi eksplan dan manipulasi kondisi kultur juga memiliki informasi genetik yang
berpotensi memproduksi senyawa-senyawa terapeutik dengan hasil yang meningkat.
Kultur sel memiliki beberapa keuntungan melebihi isolasi konvensional suatu
metabolit dari tanaman utuh, yaitu dapat menumbuhkan sejumlah besar jaringan
tanaman pada space minimal, suplai stabil, bebas penyakit dan tidak tergantung
iklim. Metode alternatif ini dapat menurunkan ‘tekanan’ pada populasi alami
sehingga menjaga tanaman dari kepunahan.
Mengkaji metabolit sekunder pada tanaman utuh membutuhkan pemahaman
terhadap lintasan biosintetisnya karena aktivitas biointesis metabolit sekunder hanya
diekpresikan pada tipe sel tertentu dalam organ spesifik atau pada suatu
waktu/musim tertentu. Kutur sel memiliki laju metabolisme yang lebih tinggi
daripada tanaman utuh hasil diferensiasi karena inisiasi pertumbuhan sel di kultur
menginduksi proliferasi massa sel yang cepat. Akibatnya produksi metabolit sekunder
dapat berlangsung dalam kurun waktu kultivasi yang pendek (sekitar 2-4 minggu.
Kultur sel ini dapat digunakan dalam skala besr untuk isolasi senyawa yang diinginkan
dalam jumlah banyak.
2. Inisiasi dan pemeliharaan kultur kalus dan suspensi sel
2.1. Kultur kalus
Ketika organ tanaman mengalami gangguan fisik atau pelukaan maka respon
perbaikan diinduksi pada bagiang yang mengalami pelukaan. Respon ini bersamsama dengan induksi pembelahan sel-sel utuh yang berada di dekat pelukaan untuk
menutup pelukaan. Tetapi jika pelukaan tersebut diikuti dengan kultur aseptis pada
medium tumbuh tertentu maka respon awal pembelahan dapat distimulasi dan
diinduksi untuk berlanjut secara terus-menerus melalui pengaruh eksogen senyawasenyawa kimia tertentu yang ditambahkan pada medium. Hasilnya adalah massa sel
yang membelah terus menerus tanpa diferensiasi dan organisasi tertentu. Massa
agregate sel yang mengalami proliferasi terus-menerus ini dinamakan kalus. Langkah
awal untuk membentuk kultur suspensi sel adalah menyediakan kalus dari eksplan
tumbuhan. Untuk memaksimalkan produksi senyawa metabolit perlu dilakukan
inisiasi kalus dari bagian tumbuhan yang berpotensi sebagai penghasil senyawa
metabolit.
Kalus umumnya ditumbuhkan pada medium yang dipadatkan dengan bahan
pemadat seperti agar, gelrite dan agarose di cawan petri, tabung reaksi kaca, botol
kaca atau Erlenmeyer berleher lebar. Secara morfologi kalus bervariasi, yaitu 1)
keras/kompak berwarna hijau atau hijau terang dimana antar sel mempunyai kontak
yang sangat kuat dan ekstensif (Gambar 1A), 2) friable yang tersusun dari aggregate
sel-sel berukuran kecil yang kurang berasosiasi dengan kuat dan berwarna
kecoklatan atau krem (Gambar 1B). Kalus friable memiliki pertumbuhan sel yang
cepat dan seragam sehingga sangat sesuai untuk inisiasi kultur suspense. Morfologi
kalus tergantung jenis eksplan dan spesies tetapi dapat diubah melalui modifikasi zat
pengatur tumbuh yang ditambahkan di medium.
Kultur kalus menunjukkan tingkat heterogenitas diwariskan dan ini diduga
disebabkan oleh ukuran dan sifat alaminya, suplai nutrisi medium (di sisi bawah
kalus) secara tidak langsung dan cahaya serta gas. Heterogenistas tidak
menguntungkan dalam produksi biomassa sel yang seragam tetapi sangat
bergmanfaat pada respon perkembangan kalus seperti regenerasi tunas.
Gambar 1. Kalus- A. Kalus kompak; B. Kalus friabel
2.2. Kultur Suspensi Sel
Karakteristik: Kultur suspensi sel diinisiasi dengan mentransfer/menginokulasi kalus
friable seperti pada Gambar 1B ke dalam medium cair (Gambar 2) dan dipelihara
pada aerasi, agitasi, cahaya, temperatur dan parameter fisik lain yang sesuai. Sel-sel
tanaman umumnya lebih besar dan tumbuh lebih lambat kebanyakan organisme
mikrobia. Sel-sel tersebut menyerupai sel-sel parenkim yang memiliki vakuola relatif
besar, lapisan sitoplasma yang tipis dan dikelilingi oleh dinding sel yang tipis.
Spesies/genotipe dan komposisi medium yang digunakan dapat mempengaruhi
morfologi sel in vitro dan tipe sel yang berbeda dengan sifat fisiologi/morfologi yang
berbeda dapat berdampingan dalam suatu kultur tunggal.
Gambar 2. Sel-sel dalam medium cair yang menunjukkan suspense sel yang baik
(fine)
Pertumbuhan sel: Jenis suspensi sel yang paling sering digunakan adalah tertutup
(atau batch) mana sel-sel ditumbuhkan dalam medium cair dengan volume tetap
yang secara rutin dipelihara dengan mentransfer sebagian (sekitar 10%) kultur
suspensi yang pertumbuhannya sedang dalam akhir fase logaritme ke medium segar
pada interval waktu tertentu. Kurva pertumbuhan kultur suspense (Gambar 3)
memiliki karakter bentuk yang terdiri dari empat fase esensial, yaitu 1) fase lag, 2)
eksponensial, 3) stasioner dan 4) kematian. Durasi masing-masing fase tergantung
pada spesies atau genotype yang diseleksi, jenis eksplan yang digunakan, medium
kultur dan subkultur. Fase lag cukup singkat bila digunakan inokulum relatif besar
walaupun secara paradox pertumbuhan akan berakhir lebih awal dan produksi
biomassa secara menyeluruh akan berkurang atau lebih sedikit.
Gambar 3. Kurva pertumbuhan kultur suspense sel yang ditumbuhkan pada system
tertutup. Empat fase pertumbuhan yang berbeda adalah : (1) fase lag, (2) fase
exponential phase, (3) fase linear, dan (4) fase stasioner.
Aggregasi: Karena sel tanaman berukuran besar maka mampu bertahan terhadap
regangan tarik tetapi sensitif terhadap tegangan geser. Agregasi umumnya terjadi
karena kegagalan sel untuk berpisah setelah terjadi pembelahan. Sekresi polisakarida
ekstraselular terutama pada fase akhir pertumbuhan selanjutnya dapat berkontribusi
dalam meningkatkan adhesi. Kecenderungan sel-sel tanaman tumbuh menjadi
‘clump’ menghasilkan sedimentasi/endapan, tidak bisa bercampur dan terjadi difusi
reaksi senyawa biokimia tertentu. Kultur suspensi sel halus terdiri dari mikro-koloni
sampai sub-makroskopik koloni yang terdiri dari sekitar 5-200 sel dan ditetapkan
sebagai agregat. Kultur yang terdiri dari aggregate yang lebih besar, misalnya
berdiameter 0,5-1 mm lebih mudah diperoleh, tumbuh dengan baik dan tergantung
pada tujuan dari penelitiannya kondisi ini aih sering dianggap sebagai kultur suspensi
sel yang “halus” (fine). Biosintesis berbagai senyawa metabolit sekunder oleh sel
tanaman di kultur suspensi sel membutuhkan kontak antar sel. Oleh karena itu
agregasi sel tanaman yang terkontrol pada beberapa kasus masih menarik untuk
dikaji.
Oksigen dan efek aerasi: Karbondioksida dianggap sebagai nutrisi esensial pada
kultur sel tumbuhan dan memiliki efek positif terhadap pertumbuhan sel. Kecepatan
sedang saat penggojokan yaitu, 90-120 rpm merupakan kondisi ideal untuk standar
aerasi. Sel tumbuhan sensitif terhadap gesekan dan pengaruh agitasi/penggojokan
dengan kecepatan tinggi adalah sel menjadi rusak, viabilitas sel menurun, dan
melepaskan senyawa intra seluler sementara agitasi dengan kecepatan rendah
(<90rpm) menghasilkan agregasi sel.
3. Kultur sel tumbuhan vz kultur mikroba
1. Sel tumbuhan sensitif terhadap stres gesekan karena selain berukuran besar (50100 μm) dibanding sel mikroba (2-10 m) juga memiliki dinding sel yang relative
rigid.
2. Kultur sel tanaman memiliki siklus pertumbuhan yang relatif panjang. Laju
pertumbuhan spesifik (massa sel meningkat per unit waktu) berkisar antara
0.12/hari - 0.05/hari; jadi, doubling time kultur sel tanaman diukur dalam satuan hari
sedangkan pada sistem mikrodiukur dalam satuan jam.
3. Pada sel tanaman vakuola merupakan tempat akumulasi produk dan sekresi
produk ekstraseluler jarang terjadi. Sementara pada sel mikroba akumulasi produk
seringkali terjadi ekstraseluler.
4. Sel-sel tanaman kebanyakan tumbuh sebagai agregat sementara sel mikroba
tumbuh sebagai sel tunggal.
5. Sel-sel tanaman pada kultur suspensi sel sering mengalami variasi genetik spontan
terkait akumulasi senyawa metabolit sekunder yang mengarah pada terbentuknya
populasi sel yang heterogen pada kultur suspensi sel. Pada kondisi ini sel-sel mikroba
secara genetis lebih stabil.
Materi presentasi dan diskusi
1. Apa yang dimaksud kalus in vivo / in vitro?
2. Bagaimana menginduksi kalus in vivo/ in vitro, faktor apa saja yang menentukan
pembentukan kalus in vitro?
3. Bagaimana perubahan morfologi, anatomi dan fisiologi saat proses induksi/inisiasi
dan perkembangan jaringan kalus?
4. Apa saja parameter pertumbuhan/perkembangan kalus? Bagaimana memonitor
pertumbuhan kalus?
5. Berdasarkan struktur anatomi/morfologi jelaskan jenis-jenis kalus.
6. Bagaimana metode pemeliharaan kalus?
7. Apa yang dimaksud kultur suspensi sel?
8. Bagaimana menginduksi kultur suspensi sel, faktor apa saja yang menentukan
pembentukan suspensi sel?
9. Bagaimana perubahan morfologi, anatomi dan fisiologi saat proses induksi/inisiasi
dan perkembangan suspensi sel?
10. Apa saja parameter pertumbuhan/perkembangan suspensi sel? Bagaimana
memonitor pertumbuhan suspensi sel?
11. Bagaimana metode pemeliharaan suspensi sel? Apa efek (kecepatan) rotasi pada
viabilitas sel pada kultur suspensi?
12. Bagaimana mengukur viabilitas sel?
13. Bagaimana pemnafaatn kultur kalus dansuspensi sel sebagai produk metabolit
sekunder?
Sumber : http://nptel.ac.in/courses/102103016/11
Download