45 penerapan metode resistivitas sounding untuk menentukan

advertisement
iteks Intuisi Teknologi dan Seni ISSN 1978‐2497 PENERAPAN METODE RESISTIVITAS SOUNDING UNTUK MENENTUKAN
KEDALAMAN POLUTAN DALAM AIR TANAH
(KASUS : KELURAHAN TELUKAN, KABUPATEN SUKOHARJO)
Oleh
Kartika Sari, S.Si, M.Si *)
Darsono, S.Si, M.Si **)
*)
Dosen FST Jurusan MIPA Program Studi Fisika Unsoed Purwokerto
**)
Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNS Surakarta
ABSTRACT
The writers had searched sounding resistivity in sub-district of Telukan,
Sukoharjo Regency. The measurement had been done by Schlumberger configuration
with current range of 40 meters. The sounding spots are 19 which spread out in the
area of research site. The sounding measurements in Telukan are namely: Perumahan
Guru Telukan (4 spots), Tanggul Barat (3 spots), Tanggul Timur (3 spots), Kutu Timur
(4 spots), Utara Kantor Desa Telukan, Persawahan, Desa Pandeyan and Telukan ( 5
spots).
The result of measurement based upon injected current quantity (I), measured
different pontential quantity (V), electroda current range (AB/2) and potential electroda
range (MN/2) are calculated. The next step is analyzing, that is calculating absurb
resistivity score to every sound spot and current large electroda range. To analyze
sounding spot, IPI2WIN program is used. The result is a real resistivity score, thickness
and layer depth. The mapping, then, is analyzed, that is to recognize polutant
spreading horisontally, namely with making a real resistivity iso contour in the depth of
5 meters, 20 meters, 40 meters and 70 meters. The sounding spots, then, is measured by
making trajectory correlating some sounding points namely crossecion AA with
trajectory from West to East, crossecion BB with trajectory from South to East and
trajectory CC from Southern to East.
The result shows horizontally, the area with resistivity score less than 5 ohm
which assumed containing polutant water is detected in West to South in the depth of 5
meters – 20 meters, in the depth of 40 meters can be detected in Eastern and in the
depth of 70 meters can be detected in middle and West-Western area.
Vertically, the area with resistivity score less than 5 ohm which assumed
containing water polutant resources can be detected from West to East (acrossion AA).
It is thicker and thicker from the depth of 10 meters to 180 meters and from North to
South (acrossion BB) in the depth of 45 meters to Eastern that proved narrower to the
depth of 12 meters, and acrossion ivity score CC’ to more East can not be detected in
the resistivity of 5 ohm meters.
PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, tanpa
air dipastikan tidak dapat hidup. Dalam memenuhi kebutuhan akan air sebagian
masyarakat mengambil langsung dari sumber air tanah dengan membuat sumur.
Peranan air tanah semakin lama semakin penting karena air tanah menjadi sumber air
utama untuk memenuhi kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak (common goods),
seperti air minum, rumah tangga, industri, irigasi, pertambangan, perkotaan dan lainnya,
serta sudah menjadi komoditi ekonomis bahkan di beberapa tempat sudah menjadi
45
iteks Intuisi Teknologi dan Seni ISSN 1978‐2497 komoditi strategis. Diperkirakan 70% kebutuhan air bersih penduduk dan 90%
kebutuhan air industri berasal dari air tanah.
Air tanah adalah semua air yang terdapat pada lapisan pengandung air (akuifer)
di bawah permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul di permukaan tanah. Air
tanah tersimpan dalam suatu wadah (akuifer) yaitu suatu formasi geologi yang jenuh air
yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan meluluskan air dalam jumlah
cukup ekonomis. Sumber air tanah berasal dari air yang ada di permukaan tanah (air
hujan, air danau dan sebagainya) kemudian meresap ke dalam tanah/akuifer di daerah
imbuhan (recharge area) danmengalir menuju ke daerah lepasan (discharge area)(R.I.
Kalinski dkk,--)
Perkembangan industri yang pesat di sekitar Kalurahan Telukan dan juga makin
padatnya daerah hunian penduduk. Bila masyarakat tidak disiplin dalam menjaga
lingkungan hidup, maka masalah yang terjadi adalah adanya suatu pencemaran
lingkungan misalnya pencemaran air tanah dari suatu limbah pembuangan dari rumah
tangga, pabrik dan lain sebagainya. Masuknya limbah pembuangan ke dalam sumber
air tanah akan menyebabkan suatu pencemaran air tanah atau disebut sebagai polutan air
tanah, hal ini akan mengakibatkan penurunan kualitas air tanah atau disebut sebagai
polutan air tanah, hal ini akan mengakibatkan penurunan kualitas air tanah. Penurunan
kualitas air semakin nampak dan dirasakan pengaruhnya oleh banyak orang, masyarakat
pada umumnya. Masalah memburuknya kualitas air semakin dirasakan pada saat
musim kemarau, ketika kuantitias air atau debit air berkurang.
Kebutuhan akan air meliputi kuantitas dan kualitas yang baik. Kuantitas air
diukur dari debit atau volume air yang terkandung di suatu tempat. Kualitas air diukur
dari kandungan unsur kimia. Kualitas air yang jelek tidak baik bagi kesehatan. Di
Kalurahan Telukan Kabupaten Sukoharjo sumber air tanah yang keluar ke sumur
penduduk, airnya berwarna kecoklatan dan terasa asin, sehingga penduduk di sekitar
daerah Telukan Kabupaten Sukoharjo, banyak memanfaatkan jasa PAM untuk
kebutuhan akan air setiap harinya. Tidak seperti daerah lain yang berdekatan dengan
Kalurahan Telukan yang mempunyai sumber air tanha yang bersih dan tak asin seperti
Kalurahan Sukoharjo, di mana daerah ini mempunyai sumber air tanah yang keluar dari
sumur bor atau sumur galian sangat bersih dan tak asin.
Penyebaran polutan yang terjadi dan bercampur dengan sumber air tanah, akan
menyebabkan sifat fisik dari air tanah berbeda yaitu nilai resistivitasnya. Maka sumber
air tanah yang sudah tercampur dengan polutan dengan sumber air tanah akan
mempunyai kontras/beda nilai resistivitasnya.
Dengan adanya perbedaan nilai
resistivitasnya, maka penyebaran polutan sumber air tanah dapat dideteksi dengan
metode geofisika resistivitas.
METODE RESISTIVITAS
Metode resistivitas adalah suatu metode geofisika yang mempelajari tentang
sifat resistivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan di dalam bumi. Metode
geolistrik resistivitas atau dikenal dengan metode resistivitas merupakan bagian dari
metode geolistrik dimana metode ini mempelajari sifat resistivitas listrik dari lapisan
batuan di dalam bumi atau dengan kata lain metode ini didasarkanpada
perbedaan/kontras resistivitas dengan lapisan di sekitarnya. Metode ini juga dapat
dipakai untuk penyelidikan terhadap keberadaan deposit mineral, pencarian ladang
sumber geotermal, pencarian reservoir air tanah, pendeteksian intrusi air laut dan
banyak dipakai untuk pekerjaan yang berhubungan dengan teknik sipil (geoteknik)
seperti menentukan struktur perlapisan batuan secara lokal (penentuan kedalam batuan
46
iteks Intuisi Teknologi dan Seni ISSN 1978‐2497 dasar). Metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi dalam, sebagai contoh eksplorasi
minyak.
Berdasarkan pada tujuan penyelidikan, metode resistivitas dapat dibagi menjadi
dua kelompok besar, yaitu :
1. Metode resistivitas mapping
2. Metode resistivitas sounding
Metode resistivitas mapping ini merupakan metode resistivitas yang bertujuan
untuk mempelajari variasi tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara horisontal.
Pada metode ini dipergunakan konfigurasi elektroda yang sama untuk semua titik
pengamatan di permukaan. Setelah itu dibuat kontur isoresistivitas.
Metode resistivitas sounding juga dikenal sebagai resistivitas drilling, resistivitas
probing. Metode ini bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan di bawah
permukaan bumi secara vertikal. (Hendrajaya, 1990)
Salah satu metode pengukuran geofisika adalah metode geolistrik resistivitas,
dimana metode ini mempelajari sifat resistivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan
batuan di dalam bumi. Caranya dengan mengalirkan arus ke dalam lapisan bumi
melalui2 elektrode arus, kemudian polarisasi arus tersebut yang menjalar di dalam bumi
diukur potensialnya melalui 2 elektrode potensia.
Berdasarkan letak (konfigurasi) elektrode potensial dan elektrode arus, dikenal beberapa
jenis konfigurasi metode resistivitas tahanan jenis, yaitu :
a. Konfigurasi Schlumberger
b. Konfigurasi Wenner
c. Konfigurasi Double Dipole
d. Konfigurasi Pole-dipole (three point)
e. Konfigurasi Pole-pole
Konfigurasi Schlumberger
Konfigurasi merupakan pengaturan letak dari elektrode arus dan elektrode
potensial. Pada konfigurasi Schlumberger, jarak antar elektrode arus AB harus jauh
lebih besar dibanding jarak antar elektrode potensial MN. Umumnya metode
Schlumberger ini dilakukan dengan jarak elektrode AB dibuat 10 kali atau lebih
terhadap jarak elektrode MN. Meskipun begitu metode ini dapat dilakukan dengan
jarak elektrode AB < 10 MN asalkan L ≥ 4l. Susunan konfigurasi Schlumberger seperti
pada gambar 2.1. Susunan Konfigurasi Schlumberger seperti pada Gambar 2.1.
I
V
A
M
P1
C1
N
TS/TM
Permukaan tanah
P2
a
b
Gambar 2.1 Susunan konfigurasi Schlumberger
47
B
C2
iteks Intuisi Teknologi dan Seni ISSN 1978‐2497 Keterangan :
C1 dan C2 tempat elektrode arus
P1 dan P2 tempat elektrode potensial
TS/TM tempat titik ukur sounding/mapping
Pada dasarnya metode ini, adalah dengan mengalirkan arus ke dalam bumi
melalui elektrode 2 arus sehingga akan menimbulkan agihan potensial yang diukur
melalui 2 elektrode potensial. Setelah diketahui besar arus dan besar potensial maka
dihitung resistivitas semunya dengan rumus :
ΔV
ρ semu = K
I
dengan :
ρsemu adalah resistivitas semu
ΔV
adalah beda potensial
K
adalah faktor geometri yang tergantung pada konfigurasi bentang
elektrode
I
adalah arus listrik
Faktor geometri (K) ini tergantung dari konfigurasi/susunan bentangan elektrode yang
dipakai dalam pengukuran (Telford dkk, 1976).
.
2π
2π
Ksc =
=
⎛ 1
1 ⎞ ⎛ 1
1 ⎞ ⎛ 1 − 1 ⎞−⎛ 1 − 1 ⎞
⎜⎜
⎟⎟ − ⎜⎜
⎟⎟ ⎜
⎟ ⎜
⎟
−
−
⎝ C1 P1 C 2 P1 ⎠ ⎝ C1 P2 C 2 P2 ⎠ ⎝ a − b a + b ⎠ ⎝ a + b a − b ⎠
⎛ a2 − b2
= π ⎜⎜
⎝ 2b
⎞
⎟⎟
⎠
(2.2)
Konsep Resistivitas Semu
Pada bagian awal telah disebutkan bahwa bumi diasumsikan bersifat homogen
isotropik. Dengan asumsi ini, resistivitas yang terukur merupakan resistivitas
sebenarnya dan tidak bergantung pada spasi elektrode. Pada kenyataannya, bumi terdiri
dari lapisan-lapisan dengan ρ yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur
merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Karenanya, harga resistivitas yang
diukur seolah-olah merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja (terutama untuk
spasi yang lebar).
ρ1
ρ1
ρ1
Gambar 2.2. Konsep resistivitas semu pada medium berlapis
48
iteks Intuisi Teknologi dan Seni ISSN 1978‐2497 Pada kenyataannya, bumi merupakan medium berlapis dengan masing-masing
lapisan mempunyai harga resistivitas yang berbeda. Resistivitas semu merupakan
resistivitas dari suatu medium fiktif homogen yang ekivalen dengan medium berlapis
yang ditinjau. Gambar 2.2 di bawah ini menunjukkan konsep resistivitas semu.
Anggapan medium berlapis yang ditinjau misalnya terdiri dari 2 lapis dan
mempunyai resistivitas berbeda (ρ1 dan ρ2). Dalam pengukuran, medium ini dianggap
sebagai medium satu lapis homogen yang memiliki satu harga resistivitas yaitu
resistivitas semu ρa. Konduktansi lapisan fiktif ini sama dengan jumlah konduktansi
masing-masing lapisan yaitu : σ a = σ 1 + σ 2
Tinjauan Geologi
Dalam kaitan dengan air tanah bahwa Surakarta dan sekitarnya, sebagai suatu
sistem cekungan air tanah, yang terkenal dengan cekungan air tanah Surakarta.
Wilayahnya meliputi di wilayah Kotamadya Dati II Surakarta, Kabupaten Sukoharjo,
Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten dan sebagian Kabupaten Karanganyar.
Cekungan air tanah Surakarta mempunyai batas di bagian Utara adalah K.Cemoro yang
mengalir dari puncak G.Merbabu sampai daerah Kabupaten Karanganyar, di bagian
Utara dan Selatan adalah K.Dengkeng dan di bagian Barat berimpitan dengan batas
pemisah air permukaan yang melewati puncak G.Merbabu dan G.Merapi.
Marfologi daerah Surakarta dibedakan menjadi 5 (lima) satuan marfologi. Satuan
daratan, menempati wilayah bagian timur di sepanjang tepi K.Begawan Solo, dibentuk
oleh endapan Alluvial, dengan pola aliran sungai umumnya sub parallel. Satuan kaki
gunungapi, menempati bagian tengah dan melebar dari Klaten sampai Kartosuro,
dibentuk oleh produk gunungapi muda (G.Merapi dan G.Merbabu) dengan pola aliran
sungani sub dendriktik. Satuan tubuh gunungapi, dibentuk oleh produk gunungapi
muda (G.Merapi dan G.Merbabu) dengan pola aliran sungai radial. Sementara satuan
perbukitan bergelombang lemah, menempati bagian tenggara, dibentuk oleh batuan
malihan, Formasi Gamping dan F.Wonosari dengan pola aliran Radial.
Lokasi penelitian terletak di sebelah selatan sungai Bengawan Solo yaitu
Kalurahan Telukan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Dengan letak geografis
70 37’00.7’’LS – 7037’43,8”LS dan 110048’09.2” BT – 110049’59,0” BT. Seperti
terlihat pada gambar 2.3.
49
iteks Intuisi Teknologi dan Seni ISSN 1978‐2497 Gambar 2.3 Lokasi Penelitian dan Lintasan Penampang
Data Hasil
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger.
Pengukuran sounding dan mapping dilakukan dengan konfigurasi Schlumberger pada
setiap titik sounding. Jumlah titik yaitu 19 titik sounding yang tersebar di daerah
penelitian. Titik ukur/sounding tersebar pada daerah Telukan yaitu : Perumahan Guru
Telukan (4 titik), Tanggul Barat (3 titik), Tanggul Timur (3 titik), Kutu Timur (4 titik),
utara kantor Desa Telukan, persawahan, Desa Pandeyan dan selatan Telukan (5 titik).
Tanda plus (+) pada gambar 2.3. menunjukkan letak dari titik sounding sekaligus titik
mapping.
Dari hasil pengukuran di lapangan yang diperolah data yaitu jarak bentangan
arus, jarak bentangan potensial, harga arus yang diinjeksi ke bumi dan beda potensial
yang ditimbulkan (AB/2, MN/2, I, V) selanjutnya dihitung harga resistivitas
sesungguhnya, ketebalan lapisan dan kedalaman lapisan dengan nilai error sekecil
mungkin, dilakukan untuk setiap titik sounding. Hal ini dilakukan untuk 19 data titik
sounding. Untuk memetakan secara horisontal dilakukan dengan program surfer versi 8
dan untuk memetakan secara vertikal dilakukan dengan program IPi2Win untuk titik
sounding yang melewati lintasan penampang. Hasil pengolahan pada titik sounding
TS18 seperti pada Gambar 2.4.
50
iteks Intuisi Teknologi dan Seni ISSN 1978‐2497 Gambar 2.4 Hasil Pengolah di TS18 dengan program Ipi2Win
Analisis Hasil Pengolahan Penampang Sounding
Penampang Vertikal
Pada daerah penelitian dibuat 3 penampang yaitu penampang AA’, penampang
BB’ dan penampang CC’. Penampang AA’ dimana penampang ini menghubungkan
titik-titik sounding (TS5, TS7, TS15, TS16, dan TS8) membentang dari Barat ke Timur
agak serong ke Tenggara. Penampang BB’ menghubungkan titik-titik sounding (TS2,
TS15, dan TS12) yang membentang dari arah Selatan ke Utara serong ke arah Timur
Laut. Penampang CC’ menghubungkan titik-titik sounding (TS17, TS18, dan TS19)
dari Tenggaran ke bagian tengah daerah penelitian (seperti Gambar 2.3.)
Penampang Vertikal AA’
Penampang AA’ ditarik dari posisi Tanggul sebelah Barat sekitar perumahan
Puri Indah ke arah Utara ± 300 meter Sungai Begawan Solo ke Timur agak serong ke
Tenggara. Pada bagian Barat, nilai resistivitas di bawah 5 ohm meter yang diduga
mempunyai sumber air tanah yang mengandung polutan terdapat pada kedalaman 100
meter, hal ini didukung dengan sumur penduduk pada kedalaman 20 – 30 meter sumber
air tanah baik artinya tidak mengandung polutan karena airnya tidak asin dan warna
jernih. Kemudian ke arah Timur nilai resistivitas di bawah 5 ohm meter terdapat makin
dangkal dari kedalaman 10 meter sampai 180 meter, dimana pada kedalaman 30 meter 180 meter terdapat nilai resistivitas di bawah 1 ohm meter. Hal dapat dikatakan sumber
polutan tidak hanya berasal dari limbah, ada sumber polutan yang berasal dari dalam
seperti jebakan air asin (Gambar 2.5.).
51
iteks Intuisi Teknologi dan Seni ISSN 1978‐2497 Gambar 2.5 Penampang Vertikal AA’
Penampang BB’
Penampang BB’ ditarik dari TS2 ke TS 12, dari sebelah Selatan daerah
penelitian ke arah Timur Laut. Menunjukkan bahwa nilai resistivitas rendah di bawah 5
ohm meter yang diduga sebelah sumber air tanah mengandung polutan di sebelah
selatan terdapat pada kedalaman ± 45 meter ke arah Timur Laut makin dangkal sampai
pada kedalaman ± 12 meter (Gambar 2.6.).
Gambar 2.6 Penampang Vertikal BB’
Penampang Vertikal CC’
Pada penampang CC’ ditarik dari Tenggara ke arah Timur dimana ± 150 meter
dari titik TS 19 ke arah TS 18 adalah sungai Cluringan dimana pada daerah sekitar titik
tersebut Sumur penduduk masih baik tidak asin. Atau dengan kata lain penyebaran
sumber air tanah mengandung polutan yang di bagian timur hanya sampai batas Sungan
Cluringan. Hal ini terlihat juga pada penampang CC’ yang diambil dari arah Tenggara.
Terlihat pada TS 19 yang berada dekat sungan Cluringan tidak muncul harga resistivitas
kurang dari 5 ohm meter yang diduga sebagai daerah penyebaran polutan.
52
iteks Intuisi Teknologi dan Seni ISSN 1978‐2497 Gambar 2.7 Penampang Vertikal CC’
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Secara horisontal daerah dengan harga resistivitas kurang dari 5 ohm meter yang
diduga sebagai sumber air yang mengandung polutan terdeteksi di sebelah Barat
sampai ke Selatan pada kedalaman 5 meter – 20 meter, pada kedalaman 40 meter
terdeteksi ke sebelah Timur Laut dan pada kedalaman 70 meter di Bagian tengah
dan sebelah Barat-Barat Daya daerah penelitian.
2. Secara Vertikal daerah dengan harga resistivitas kurang dari 5 ohm meter yang
diduga sebagai sumber air yang mengandung polutan terdeteksi dari Barat ke Timur
(penampang AA’) semakin menebal dan dangkal dari kedalaman 10 meter sampai
180 meter dan dari Utara ke Selatan (penampang BB’) pada kedalaman ± 45 meter
ke arah Timur Laut makin dangkal sampai pada kedalaman ± 12 meter serta
penampang CC’ ke Timur lagi sudah tidak terdeteksi harga resistivitas kurang dari 5
ohm meter.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000, Penyelidikan Potensi Cekungan Air Tanah Surakarta, Laporan Tahunan
DGTL.
Handono, a, 2004, Survei Geolistrik Untuk Akuifer Air Tanah di Kabupaten Sragen,
Laporan Survei, Jurusan Fisika, FMIPA UNS.
Hendrajaya lilik, Arif Idam, 1990, Geolistrik Tahanan Jenis, Lab. Fisika Bumi Jurusan
Fisika, FMIPA ITB.
R.J. Kalinski, W.E. Kelly, and I. Bogardi, Combined Use of Geoelectric Sounding and
Profiling to Quantify Aquifer Protection Properties, Published in Ground
Water, Vol. 31, No. 4, pp. 538-544.
R.J. Kalinski and W.E. Kelly, Estimating Water Content of Soils From Electrical
Resistivity, Published in ASTM Geotechincal Testing Journal, Vol. 16, No. 3,
pp. 323-329.
Soetrisno, S, Jakarta Bebas Intrusi Air Laut, JKT-Intrusi.Htm.
53
iteks Intuisi Teknologi dan Seni ISSN 1978‐2497 Waluyo, 2000, Teori dan Aplikasi Metode Resistivitas, Laboratorium Geofisika,
Program Study Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta.
Telford W.M., Geldart L.P., Sheriff R.E., Keys D.A., 1976, Applied Geophysics,
Cambridge University Press.
54
Download