MAKALAH ALFIYAH IBNU MALIK Peranan Kaidah kaifiyyatu at-tasniyah lil-maqṣūr wal-mamdūd wa jam‘ihā tashḥīḥan dalam Struktur Kata dan Kalimat Bahasa Arab Untuk Memenuhi Tugas Takhasus An-Nasryi’ Kelas 5 Ust Pengampu : Ust.Falih Sirojuddin Nama Anggota : Muhammad Purnomo Hamid Jamaluddin KELAS 5 TAKHASUS AN-NASYRI’ PONDOK PESANTREN DARUL FALAH JEKULO KUDUS i KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, kelompok kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Peranan Kaidah kaifiyyatu at-tasniyah lil-maqṣūr wal-mamdūd wa jam‘ihā tashḥīḥandalam Struktur Kata dan Kalimat Bahasa Arab” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai salah satu Tugas Takhasus An-Nasyri Kelas 5 , dengan tujuan untuk menambah wawasan Santri mengenai konsep Kaidah kaifiyyatu at-tasniyah lil-maqṣūr wal-mamdūd wa jam‘ihā tashḥīḥan dalam Struktur Kata dan Kalimat Bahasa Arab Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan makalah di masa yang akan datang. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Guru Pengampu Pelajaran Alfiyah Ibnu Malik Kelas 5 Tahasus An-Nasyri Ponpes Darul Falah Ustadz Falih Sirojuddin yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini, serta kepada semua anggota kelompok yang telah bekerja sama dengan baik. Kudus, 8 Desember 2025 Penyusun . ii DAFTAR ISI COVER ................................................................................................................................ i KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii BAB I .................................................................................................................................. 1 PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2 C. Tujuan Masalah ...................................................................................................... 2 BAB II................................................................................................................................. 3 PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3 A. Pengertian Ta’ta’nis ............................................................................................... 3 B. Menjelaskan Tanda tanda Ta’ta’nis ........................................................................ 3 C. Pengaruh Ta’ta’nis Terhadap Suatu Susunan Kalimat ........................................... 6 BAB III ............................................................................................................................... 8 PENUTUP .......................................................................................................................... 8 A. KESIMPULAN ...................................................................................................... 8 B. SARAN .................................................................................................................. 8 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 10 iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Struktur kata dan kalimat merupakan fondasi utama dalam sistem bahasa Arab. Kejelasan suatu makna sangat dipengaruhi oleh ketelitian dalam membentuk kata, khususnya ketika sebuah kata berubah dari bentuk tunggal ke bentuk ganda atau jamak. Dalam kerangka ini, pembahasan mengenai kaifiyyatu at-tasniyah lil-maqṣūr wal-mamdūd wa jam‘ihā tashḥīḥan memiliki peranan yang sangat penting. Bab ini tidak sekadar membahas perubahan teknis pada huruf terakhir sebuah kata, tetapi juga menjelaskan bagaimana perubahan tersebut berfungsi menjaga keselarasan lafal, kestabilan tanda i‘rāb, serta keakuratan makna dalam konteks kalimat. Oleh karena itu, pemahaman mendalam terhadap kaidah ini menjadi kebutuhan bagi siapa pun yang mempelajari nahwu, morfologi, maupun linguistik Arab secara lebih serius. Dalam tradisi keilmuan Arab klasik, Alfiyah Ibn Malik dan syarahsyarahnya menjadi rujukan utama dalam membahas perubahan bentuk kata, termasuk isim maqṣūr dan isim mamdūd. Kaidah-kaidah tentang bagaimana kedua jenis kata tersebut ditatsniyahkan dan dijamak secara tashḥīḥan dijelaskan dengan rinci oleh para ulama, salah satunya Ibn ‘Aqīl. Ia menegaskan bahwa perubahan huruf akhir pada isim maqṣūr—yakni berubahnya alif menjadi yā’—bukanlah perubahan bebas, melainkan ketentuan kaidah baku yang muncul karena alif tidak dapat menerima tanda i‘rāb.1 Penjelasan seperti ini menunjukkan bahwa tasniyah dan jamak bukan sekadar penambahan huruf, tetapi merupakan proses linguistik yang mempertimbangkan struktur fonologis dan morfologis kata. Peranan kaidah tersebut semakin tampak ketika diterapkan dalam struktur kalimat yang lebih luas. Ketepatan dalam membentuk bentuk ganda dan jamak pada isim maqṣūr dan mamdūd menentukan kejelasan relasi gramatikal dalam kalimat, seperti subjek, objek, atau keterangan. Kesalahan dalam pembentukan bentuk ini sering kali berdampak langsung pada kekeliruan i‘rāb dan pemaknaan. Karena itu, kajian tentang kaifiyyatu attasniyah menjadi sangat relevan bukan hanya dalam teori, tetapi juga dalam praktik berbahasa, baik dalam membaca teks klasik, menyusun kalimat, maupun memahami variasi bentuk dalam literatur Arab. Kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan pemahaman 1 Ibn ‘Aqīl, Sharḥ Ibn ‘Aqīl ‘alā Alfiyah Ibn Malik, jld. 1, Bāb Kayfiyyat al-Tatsniyah li al-Maqṣūr wa al-Mamdūd, (Beirut: Dār al-Fikr), 128–130. 1 mahasiswa dan peneliti tentang bagaimana perubahan bentuk kata bekerja dalam bahasa Arab secara sistematis dan konsisten. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengertian Kaifiyyatu at-tasniyah lil-maqṣūr wal-mamdūd wa jam‘ihā tashḥīḥan dalam kitab Alfiyah Ibnu Malik? 2. Bagaimana bentuk dan mekanisme perubahan kata pada isim maqṣūr dan isim mamdūd ketika ditatsniyahkan serta dijamak menurut Alfiyah Ibn Malik? 3. Mengapa kajian atas kaidah ini penting dalam memahami sistem pembentukan kata dan konstruksi kalimat berdasarkan perspektif Alfiyah Ibn Malik? C. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Kaifiyatul Maqsur dalam kitab Alfiyah Ibnu Malik 2. Untuk mengetahui Bagaimana bentuk dan mekanisme perubahan kata pada isim maqṣūr dan isim mamdūd ketika ditatsniyahkan serta dijamak menurut Alfiyah Ibn Malik 3. Untuk menganalisis pengaruh kaidah tatsniyah isim maqṣūr terhadap ketepatan struktur kata dan kalimat dalam bahasa Arab 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ta’ta’nis Kaifiyyatu at-tasniyah lil-maqṣūr wal-mamdūd wa jam‘ihā tashḥīḥan dalam Alfiyah Ibn Malik menjelaskan cara atau metode perubahan bentuk kata (isim) ketika dibentuk menjadi tatsniyah (bentuk ganda) dan jama‘ khusus bagi dua jenis kata, yaitu isim maqṣūr (kata yang diakhiri alif lazim) dan isim mamdūd (kata yang diakhiri hamzah yang didahului alif tambahan). Bab ini memberi pedoman sistematis mengenai bagaimana suatu kata mengalami perubahan fonologis dan morfologis ketika bergeser dari bentuk mufrad menuju bentuk tatsniyah dan jama‘. Ibn Malik menekankan bahwa perubahan-perubahan ini bersifat kaidah baku, bukan pilihan bebas, sehingga penting dipahami untuk menjaga ketepatan struktur kata dan kalimat. Dalam nadhomnya, Ibn Malik menjelaskan bahwa isim maqṣūr ketika ditatsniyahkan harus diganti huruf akhirnya (alif maqṣūr) menjadi yā’ karena alif bukan huruf yang mampu membawa tanda i‘rāb. Ia berkata: ا َمو َ َا َقو رَْ َ ََ ا ق أل َطمو َِ أَ ب اَأَِّيَت َأِ َاا أَلم َِ ي َنت َْا يَ َفف Artinya: *“Setiap isim yang diakhiri alif secara mutlak, maka ketika ditatsniyahkan atau dijamak, huruf akhirnya harus diubah.”2 Penjelasan ini dipaparkan lebih rinci oleh Ibn ‘Aqīl bahwa alif maqṣūr dalam tatsniyah selalu berubah menjadi yā’, baik alif itu asalnya wāw maupun yā’. Contoh: َيَ ف ىًىيىي ََت → ىًت َ ىًىيى ُيَ ف ىًىاىي ََت → ىًت َ ىًىاى Menurut Ibn ‘Aqīl, perubahan ini dilakukan karena alif merupakan huruf lemah yang tidak dapat menerima tanda i‘rāb, sehingga diganti dengan yā’ yang lebih stabil.3 Sementara itu, isim mamdūd memiliki aturan berbeda. Jika hamzahnya muqtabasah (berasal dari fi‘il), maka ketika ditatsniyahkan hamzah berubah menjadi huruf asalnya (waw atau ya’). Contoh: ء ىَيس ( ىasalnya samaw) → ََ ى َ ء ىَ ىيو Namun jika hamzahnya lāzimah (tidak berubah), maka tetap dipertahankan ketika menjadi tatsniyah: 2 Ibn Malik, Alfiyah Ibn Malik, Bait tentang perubahan alif dalam tatsniyah dan jama‘, edisi umum. Ibn ‘Aqīl, Sharḥ Ibn ‘Aqīl ‘alā Alfiyah Ibn Malik, jld. 1, اروصصلاو روصقملا ةينثت باب، (Beirut: Dār alFikr), hlm. 128–130. 3 3 ََ → ءاَس ى َ ءاَ ىس Adapun mengenai jam‘ tashḥīḥ (jama‘ salim), baik untuk maqṣūr maupun mamdūd, Ibn Malik mengatur bahwa keduanya mengalami perubahan akhir huruf, namun tetap mengikuti pola yang konsisten. Isim maqṣūr ketika dijamak muannats salim akan berubah alifnya menjadi yā’ sebelum tambahan: ًَََيىيف → ىًت Sedangkan isim mamdūd mempertahankan hamzahnya selama tidak bertentangan dengan kaidah asal huruf. Dengan demikian, konsep kaifiyyatu at-tasniyah pada bab ini mencakup: 1. 2. 3. 4. identifikasi jenis kata (maqṣūr atau mamdūd), mengetahui asal huruf terakhir, menentukan bentuk perubahan (tabdīl) yang sesuai, dan memastikan pembentukan tatsniyah serta jama‘ mengikuti pola baku. Keseluruhan aturan ini bertujuan menjaga kesesuaian gramatikal dan fonologis dalam struktur bahasa Arab sehingga kata tetap mudah dibaca, seimbang secara lafal, dan benar secara i‘rāb. B. Menjelaskan Tanda tanda Ta’ta’nis Tanda-tanda muanast itu di perinci ada yang goiru muqodaroh dan muqodaroh4,pembahasan pertama merujuk ke tanda-tanda muanast yang goiru muqodaroh menurut alfiyah ibnu malik pada bait ke 758 tanda-tanda muanast goiru muqodaroh tidak terlepas dari salah satu dua perkara berikut: Ta’ta’nis Contoh : ُ( ىٌ َة َم ىَسseorang wanita Muslim) Alif mamdudah Contoh : ( ىٌ ََ ىاَ ُسmerah). Alif maqsuroh Contoh : َ( ىى َيمىkuda betina) Alif maqsuroh فyang biasa kita kenal dengan sebutan isim maqsur itu memiliki wazan atau sighot tertentu agar seorang pelajar mudah membedakan antara isim maqsur dan manqush,wazan isim maqsush terdiri dari 18 bentuk sedangkan wazan isim maqsur terdiri dari 12 bentuk antara lain : Wazan isim maqsur : ىلى ُع, مىَ ى َل, ىلَّ ُع ىو َنَى, َ ىلىيعى, َ ى َلمى, ىلَّ ُع, ىلى َي ُع, َّ ُع ىل, ى ى ى ى ى ى َ َ لىيع, لى ُع, َ َلم, لَّ ُع ىونَى 4 Bait nadzom alfiyah ٧٥٨ أاأوأ ةات روناتلا ةمالـت ٧٥٩ باومصل رونقللي ارعيو ا مصل ف فاويو اتحلو رونم ا 4 فاولنأ رونما الاار أااأ ا ف Isim maqsur pasti mengikuti bentuk dari salah satu wazan 12 tersebut,hukumya boleh tidak mengikuti salah satu wazan tersebut tapi sadz5. Wazan isim manqush : ى َل ىَل ىس، ُ ى َ َل ىَل ىس، ُ ى َلى ىَل ىس، ُ ى َلى ىَل ىس، ى َلمى ىَل ىس، َلى ىيا ىس، ىس ى َلمى ىَل، ىيا ىََ ىا ىس، ىي َا ىَل ىس، لميي ىس، ىٌ َهلى ََ ىافى، ى ىل ىيا ىس، ىلى ََ ىا ىس، ى َلي ىََل ىس، ى ىل ىَل ىس، ى ىل ىَل ىس، َ ىل ىَل ىس. Sedangkan muanast yang alamati dengan ta’yang di kira-kirakan itu bisa di ketahui dengan melihat kembalinya dhomir atau dengan cara di tasghirkan,2 cara tersbut juga bisa untuk mengetahui status kalimatnya apakah muanats atau mudzakar. Contoh dengan dhomir : اهتًهي َعةساا Contoh dengan tasghir : غا فًا َفًيهس ام ْ َ ٌِّت ىىمىقى ىةخ عَّذَُٱ َّ نى َو ىج ىهي ٌَ َه ىهي ىو ىىمىخى ىو ًٌَى َّحف اَّ َه ف Di pembahasan subab kali ini ada catatan catatan penting terkait pemasangan ta’muanast apakah wajib atau jawaz atau bahkan tidak yang di klasifikasikan dalam bentuk-bentuk wazan tertentu ,aturan pemasangan ta’tersebut pastinya sesuai kaidah nahwu yang berada di dalam kitab khususnya alfiyah ibnu malik6. Seperti Ketika mauzun mengikuti wazan لَفbima’na ياعatau mengikuti wazan ٌهليفatau mengikuti wazan ٌهليع atau juga mengikuti wazan ٌهلعmaka kalimat\mauzunya tersebut wajib tidak untuk menggunakan ta’sebagai Alamat muanats contoh : لَف: ء ىة ََ ٌُ ىٌ ىج ُع ( ىseorang pria yang banyak bersyukur) ٌَ َل ى ٌَ َ ىلي ُف: ُ يٌ ىو ٌََ ىاُىح ُ َ ٌَ َهلى ُع: ُ ىٌ َل ََ ىاح ُ َ ٌََ ىاُىح Mauzun ini yang mengikuti ليعbima’na ٌهلَفKetika mengikuti mausufnya 7 dengan secara maka tidak boleh di pasangi ta’ contoh: جااج ٌَاُح جيف 5 ج(ةقثع ربا ةع روضخا ةاشثت٢/ص١٤٤) Nadzom Alfiyah ةـثمت اـا ــعمع كلوك ذثت ذوملاي يا ـا روـيا ةا٧٦١ َ َ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ ََ َ َ ل ل ِ 7 أ فاا َـاير ذلوصع رون َح َّل لن رونعا ة لملص و بثاتا أا أاَاو ة ْلر رولص. ج(ةقثع ربا ةع روضخا ةاشثت٢/ص١٤٦) 6 5 Kesimpulan dari subab ini ialah sangatlah penting bagi seorang pelajar khususnya santri yang sedang mempelajari ilmu nahwu untuk mengetathui Alamat muanast dan pemasangan ta’ta’nis. C. Pengaruh Ta’ta’nis Terhadap Suatu Susunan Kalimat Taʾ tanîts memiliki pengaruh yang sangat penting dalam membentuk keserasian (mutâbaqah) antara unsur-unsur kalimat bahasa Arab. Kehadiran atau ketiadaannya menentukan bentuk fi‘il, struktur i‘rab, hubungan na‘t– man‘ût, serta kesesuaian makna dalam sebuah susunan kalimat. Secara lebih rinci, pengaruh taʾ tanîts tampak pada beberapa aspek berikut: 1. Mempengaruhi Bentuk dan I’rab fiil. Ketika fa‘il bersifat muannats, fi‘il harus menyesuaikan diri dengan menambahkan tanda taʾ tanîts. Pada fi‘il mâdhi, tanda ini berupa ta’ َ ( ىفًىبىdia perempuan telah menulis). Pada sakinah di akhir kata seperti ت fi‘il mudhâri‘, tanîts dinyatakan dengan ta’ pada awal fi‘il, seperti ْ ُىسَ َم ى (dia perempuan duduk). Kesalahan dalam penggunaan tanîts pada fi‘il dapat membuat kalimat tidak mutâbaqah karena tidak sesuai dengan jenis fa‘ilnya. 2. Menentukan Wajib Atau Tidaknya Pemasangan Ta’ta’nis Pada Fiil. Pada muannats ḥaqîqî (yang benar-benar perempuan), penggunaan taʾ tanîts pada fi‘il adalah wajib, karena subjeknya jelas bersifat perempuan8. Namun pada muannats majâzî seperti َْ( َعتmatahari) atau ( َعااجangin), hukum penggunaannya menjadi jaiz (boleh. 3. Mempengaruhi Kesesuaian Na’at Dan Man’ut 8 ٢٣٠ ةال ةيتلا اةات اير روصاا ف ف رىيا دنل فيبا ن ىتث فاا 6 Dalam tata bahasa Arab, na‘t harus selalu mengikuti man‘ût dari segi jenis (mudzakkar atau muannats)9. Jika man‘ût berbentuk muannats, maka na‘tnya juga harus memakai taʾ tanîts, misalnya: ُ ( ىءسُ ى ي َع ىٌ َاُىحseorang perempuan yang salehah). Ketidaksesuaian antara na‘t dan man‘ût akan menyebabkan cacat gramatikal. Pengaruh ini menjadikan taʾ tanîts sebagai penanda penting dalam relasi deskriptif antara kata sifat dan kata benda. 4. Berpengaruh Pada Kesesuaian Mubtada’ Dan Hobar Jika mubtada’ dalam sebuah jumlah ismiyah bersifat muannats, maka khabarnya juga perlu disesuaikan, terutama bila khabar tersebut berupa sifat, ism fâ‘il, atau ism maf‘ûl. Contohnya: َي َعبىسى َّ ( ىٌسَ ً ى َهًىح ُ َعsiswi itu rajin). Kesesuaian ini diperlukan agar struktur kalimat tetap jelas dan sifat yang diterangkan tepat merujuk kepada mubtada‘ yang dimaksud. 5. Membedakan Makna,Bentuk,dan Jenis Kata Taʾ tanîts memiliki pengaruh semantis, yaitu membedakan antara bentuk mudzakkar dan muannats suatu kata. Pada isim, taʾ tanîts mengubah makna dari umum menjadi spesifik untuk perempuan, seperti ( ىٌ َة َمخlakilaki muslim) menjadi ( ىٌ َة َم ىَسperempuan muslim). Demikian pula pada fi‘il, perbedaan makna terlihat secara jelas: ىا َم ىخberarti “dia laki-laki َ َ ىا َم ىberarti “dia perempuan mengetahui”. mengetahui”, sedangkan ت Dengan demikian, taʾ tanîts memiliki peran penting sebagai penanda makna dan jenis subjek dalam kalimat. َِ َ َ َ َ ِ ل َِ َ َ َِ َ ِ َ َ َ َ َ َ م َََ َِ َ ََََ ل ل ََل لة لت ـت لص لل َِ َا ل ة لاب َا رون َ معا ر ل ة َي، رأ اروَص َّا ي لنث لتارون ارونل لَ ل، ارونل لك ا َّل ـنِ ل، أاعع َت ل ف ارعبعت: رب ل ف ارونن لل ا َّل ارونع ََّّ ل، ثل ل ِ َ لا اروني لت ل. ر ريمياـثت حش/ رونحنرت روصنلا وأا ووثت 9 7 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan mengenai bab ta’nîts dalam Alfiyah Ibn Mâlik, dapat disimpulkan bahwa konsep ta’nîts merupakan salah satu aspek penting dalam kajian nahwu yang berfungsi menentukan kesesuaian (mutâbaqah) antara fi‘l, fâ‘il, dan isim-isim dalam struktur kalimat bahasa Arab. Ta’nîts tidak hanya berkaitan dengan jenis kelamin makhluk hidup, tetapi juga dengan bentuk lafadz, makna, dan kebiasaan penggunaan (istilah nahwu). Ta’nîts ḥaqîqî berlaku pada makhluk hidup yang benar-benar perempuan, sedangkan ta’nîts majâzî berlaku pada benda-benda yang dianggap feminin berdasarkan kebiasaan ulama bahasa Arab, meskipun tidak memiliki jenis kelamin secara biologis. Selain itu, pembahasan mengenai alamat at-ta’nîts menunjukkan adanya dua tanda utama: tampak (zhâhir) dan perkiraan (muqaddarah). Alamat zhâhir ditandai oleh ta’ marbūṭah ( )حyang tampak jelas dalam tulisan, sedangkan alamat muqaddarah dinilai berdasarkan ketentuan makna atau konteks—meskipun tidak terdapat tanda tertulis.Pemahaman terhadap kaidah ta’nîts sangat berpengaruh dalam penerapan i‘râb dan struktur kalimat, karena perubahan pada ta’nîts dapat membawa konsekuensi terhadap bentuk fi‘l, kedudukan fâ‘il, dan kesesuaian dalam jumlah maupun jenis. Dengan demikian, pengetahuan tentang ta’nîts menjadi dasar penting dalam menguasai nahwu dan memahami teks-teks Arab, baik klasik maupun modern. B. SARAN Makalah ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya dengan memperluas pembahasan Bab Ta’nîts melalui penambahan data dari Al-Qur’an, hadis, serta puisi Arab klasik supaya analisisnya lebih mendalam. Para pelajar nahwu dianjurkan untuk memperhatikan secara serius perbedaan antara ta’nîts haqiqi dan majazi, 8 karena perbedaan ini menentukan bentuk fi‘il yang tepat dalam sebuah struktur kalimat. Pembelajaran bahasa Arab juga sebaiknya diperkaya dengan berbagai latihan untuk mengenali fi‘il yang harus atau boleh diberi tanda ta’nîts, sehingga kemampuan memahami pola-pola kalimat dapat berkembang lebih baik. Selain itu, guru atau penyusun kurikulum diharapkan menempatkan bab ini pada posisi yang strategis, karena ta’nîts merupakan fondasi penting untuk memahami bab-bab nahwu lainnya yang lebih kompleks. 9 DAFTAR PUSTAKA Ibn ‘Aqīl. (n.d.). Sharḥ Ibn ‘Aqīl ‘alā Alfiyah Ibn Malik (Vol. 1). Beirut: Dār alFikr. Ibn Malik. (n.d.). Alfiyah Ibn Malik. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 10