Nama : GRACE ARRYASIH BERNADETH FLAFIANA NIM : 240611371 Kelas : PROTEKSI TANAMAN Matkul: DASAR-DASAR MANAJEMEN 1. Ringkasan Kasus Gratifikasi Indra Pomi Nasution Indra Pomi Nasution, mantan Sekda Kota Pekanbaru, bersama dua pejabat lainnya—Risnandar Mahiwa (mantan Penjabat Wali Kota) dan Novin Karmila (mantan Plt Kepala Bagian Umum Setdako)—didakwa menerima gratifikasi dan melakukan pemotongan dana operasional pemerintah daerah. Total dana yang diduga disalahgunakan mencapai Rp8,9 miliar, bersumber dari pencairan Ganti Uang Persediaan (GU) dan Tambahan Uang Persediaan (TU) APBD Kota Pekanbaru tahun 2024. Dalam persidangan yang digelar pada 29 April 2025 di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Indra Pomi didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp2,4 miliar. Sebagian dari dana tersebut diterima melalui perantara, termasuk ajudan dan pejabat lainnya. Penerimaan uang dilakukan secara tunai di berbagai lokasi, seperti rumah dinas dan kantor Sekretariat Daerah. Selain itu, Indra Pomi juga diduga menerima gratifikasi dari beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru. Misalnya, ia menerima uang dari Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Zulhelmi Arifin, serta dari Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Yulianis. Penerimaan ini tidak pernah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam jangka waktu yang ditentukan, sehingga dianggap sebagai gratifikasi yang tidak sah. Ketiga terdakwa mengakui perbuatan mereka dan tidak mengajukan eksepsi terhadap dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum dari KPK. Mereka didakwa melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Kasus ini mendapat perhatian luas dari masyarakat dan pengamat hukum, yang memperkirakan akan ada tersangka baru seiring dengan perkembangan persidangan dan pengungkapan lebih lanjut oleh KPK. Sumber : https://www.cakaplah.com/berita/baca/122824/2025/04/29/indra-pomiterima-gratifikasi-rp12-miliar-dari-pejabat-pemkopekanbaru/#sthash.G6XjPcH6.dpbs 2. Ringkasan Kasus Gratifikasi Muhammad Haniv Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Muhammad Haniv, mantan Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi senilai Rp21,5 miliar. Penetapan tersangka dilakukan pada 12 Februari 2025. Haniv diduga menerima gratifikasi selama menjabat pada periode 2015–2018. KPK menduga Haniv memanfaatkan jabatannya untuk meminta sejumlah uang kepada beberapa pihak, termasuk pengusaha yang merupakan wajib pajak. Dana tersebut digunakan untuk mendukung bisnis fesyen anaknya, Feby Paramita, yang memiliki merek pakaian pria "FH Pour Homme by Feby Haniv". Rincian gratifikasi yang diterima Haniv meliputi: a) b) c) d) Rp804 juta untuk mendukung acara fashion show anaknya. Valuta asing senilai Rp6,6 miliar. Deposito di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebesar Rp14 miliar. Total penerimaan gratifikasi mencapai Rp21,56 miliar. Pada 7 Maret 2025, Haniv dipanggil oleh KPK untuk diperiksa sebagai tersangka di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan. Namun, setelah pemeriksaan, KPK belum melakukan penahanan terhadap Haniv. Sebagai langkah pencegahan, KPK telah mengeluarkan surat larangan bepergian ke luar negeri bagi Haniv sejak 19 Februari 2025, yang berlaku selama enam bulan ke depan.Haniv dijerat dengan Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi terkait penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara. Sumber : https://news.detik.com/berita/d-7811300/kpk-panggil-eks-pejabat-pajaktersangka-kasus-gratifikasi-rp-21-5-m 3. Ringkasan Kasus Dugaan Gratifikasi Mohamad Haniv Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa General Manager PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAP), Irlandia Mugi Prakoso, pada 26 Februari 2025, terkait dugaan permintaan gratifikasi oleh Mohamad Haniv, mantan pejabat Ditjen Pajak. Pemeriksaan ini bertujuan mendalami informasi mengenai permintaan uang oleh Haniv kepada para wajib pajak. Kasus ini bermula ketika anak Haniv, Feby Pernama, yang memiliki bisnis pakaian pria bernama FH Pour Homme by Feby Haniv, berencana mengadakan acara peragaan busana pada 13 Desember 2025. Untuk mendukung acara tersebut, Haniv meminta bantuan mantan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing, Yul Dirga, untuk mencari sponsor. Melalui email, Haniv mengirimkan proposal yang menyebutkan kebutuhan dana sebesar Rp150 juta. Permintaan tersebut dikabulkan oleh sejumlah pihak, dan Haniv diduga menerima uang sebesar Rp804 juta untuk kebutuhan acara peragaan busana anaknya. Selain itu, KPK juga menemukan adanya penerimaan dalam bentuk valuta asing sebesar Rp6.665.006.000 dan penempatan dana pada deposito di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebesar Rp14.088.835.634. Total dugaan gratifikasi yang diterima Haniv mencapai Rp21.560.840.634. Dalam kasus ini, Haniv diduga melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sumber :https://www.metrotvnews.com/read/bVDCjl8w-eks-pejabat-ditjen-pajakdiduga-minta-gratifikasi-ke-map