Uploaded by common.user151539

Upaya Pemerintah & Masyarakat Melawan Hoax dan Misinformasi

advertisement
MAKALAH
“UPAYA PEMERINTAH SERTA MASYARAKAT DALAM MELAWAN HOAX
DAN MISINFORMASI
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu mata kuliah Literasi Teknologi dan
Informasi
Dosen Pengampu: Ilham Rohman Ramadhan, S.Pd,. M.Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 8
Wandi Aprizal
242171111001
Hendayani
242171111002
Maesarah
242171111006
Shifa Nurafni Rizky
242171111031
PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
i
2025
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah S WT yang melimpahkan Rahmat serta karunia-Nya,
Shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah mewarisi
kebenaran dan suri tauladannya.
Allhamdulillah berkat izin dan Ridho-Nya kelompok kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Upaya Pemerintah Serta Masyarakat Dalam Melawan Hoax
dan Misinformasi”, sebagai salah satu tugas matakuliah Literasi Teknologi dan Informasi.
Dalam menulis dan Menyusun makalah ini kami mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sampai akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini.
Kelompok kami menyadari bahwasayanya makalah yang kami buat masih
banayak sekali kekurangan, di karenakan keterbatasan kemampuan dalam Menyusun
makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun akan kami terima
dengan lapang dada. Semoga makalah ini bermanfaat khusunya bagi kami kelompok 8
dan umunya semua yang memerlukan makalah ini.
Tasikmalaya, 14 September 2025
Penulis
ii
iii
DAFTAR ISI
Cover
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ................................................................................................................... 3
1.4.1 Manfaat untuk mahasiswa ............................................................................... 3
1.4.2 Manfaat untuk Masyarakat .............................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 4
2.1 Definisi Hoax dan Misinformasi Serta Dampaknya ............................................... 4
2.2 Pihak yang berperan dalam Upaya Melawan Hoax dan Misinformasi .................. 5
2.3 Waktu yang tepat dalam dalam pencegahan hoax dan misinformasi ..................... 6
2.4 Hoax dan misinformasi paling sering tersebar, misalnya di media sosial, aplikasi
pesan instan, maupun lingkungan Masyarakat secara langsung................................... 9
2.5 Hoax dan Misinformasi sangat berbahaya, berikut ini langkah konkret yang dapat
dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam melawannya di internet? .................... 12
BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 15
3.2 Saran ..................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 16
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada beberapa tahun kebelakang banyak sekali bermunculan berita palsu
atau Hoax dari platform yang bervariasi. Berita palsu itu di hasilkan oleh oknumoknum yang tidak bertanggung jawab dimana biasanya menyebarkan Ketika
terdapat isu yang belum banyak hal terungkap atau menjadi pertanyaan, oknumoknum tersebut membuat Hoax dengan tujuan yang bermacam-macam. Hoax
dalam Bahasa inggris memiliki arti yaitu tipuan, menipu, berita bohonng, berita
palsu atau biasa disebut juga dengan berita burung, Berdasarkan KBBI Hoax
diartikan sebagai berita bohong. Sedangkan misinformasi adalah informasi yang
keliru, tetapi orang yang menyebarkan berita percaya bahwa itu. Misinformasi
disebarkan karena kesalahan atau tanpa ada maksud untuk menyesatkan. Kedua
fenomena ini sering kali bertumpu pada mediasosial yang memungkinkan
informasi menyebar dengan cepat tanpa adanya mekanisme validasi yang
memadai.
Di Indonesia, ancaman Hoax dan misinformasi semakin banyak terlihat
dalam konteks politik, terutama selama pemilu dan pilkada. Sebagai salah satu
contohnya adalah studi yang dilakukan oleh (Duile&Tamma,2021) mereka
menunjukan bahwasanya pada pemilu tahun 2019, terdapat banyak sekali
lonjakan penyebaran berita palsu dan narasi misinnformasi yang telah dirancang
untuk memecah belah Masyarakat. Penyebaran informasi itu tidak hanya merusak
integritas pemilu, akan tetapi juga menimbulkan ketidak percayaannya
Masyarakat terhadap institusi negara.
Kemajuan teknologi dan informasi, terutama media sosial, berperan besar
dalam mempercepat penyebaran hoax dan misinformasi. Algoritma media sosial
seperti
halnya
facebook,
twitter(x),
dan
Instagram
dirancang
untuk
memprioritaskan
konten
yang
menarik
perhatian,
seringkali
tanpa
mempertimbangkan viliditas informasi yang disebarkan (Vosoughi et al.,2018).
Dalam konteks ini juga, berita palsu yang senasional cenderung lebih banyak di
1
sebarkan dibandingkan informasi yang akurat, karena berita palsu yang sering kali
lebih menarik secara emosional, apalagi Masyarakat Indonesia kebanyakan yang
minim sekali literasi dan tidak mencaritahu Kembali terkait berita hoax yang
bermunculan itu. Vosoughi et al. (2018) menemukan bahwasanya banyak berita
palsu yang menyebar enam kali lebih cepat daripada berita yang benar dan akurat
di twitter. Ini menunjukan bahwasanya platform media sosial, dengan fitus
viralitasnya, berpotensi menjadi medan subur bagi penyebaran misinformasi. Di
Indonesia, pengguna media sosial yang tinggi, dengan lebih dari 170 juta
pengguna internet, menjadikan Masyarakat lebih rentan terhadap ancaman ini.
Untuk mengatasi masalah seperti ini, pemerintah Indonesia, melalui
kementrian komunikasi dan informatika (kominfo) telah mengambil berbagi
Langkah seperti pemblokiran konten hoax, edukasi literasi digital, dan Kerjasama
dengan
platform
media
sosial
untuk
membatasi
penyebaran
palsu
(Suharyanto,2019).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hoax dan misinformasi serta dampak yang
ditimbulkan?
2. Siapa saja pihak yang ikut berperan dalam Upaya melawan hoax dan
misinformasi?
3. Kapan waktu upaya yang tepat dalam pencegahan hoax dan misinformasi
dilakukan agar lebih efektif?
4. Dimana saja hoax dan misinformasi paling sering tersebar, misalnya di media
sosial, aplikasi pesan instan, maupun lingkungan Masyarakat secara
langsung?
5. Mengapa hoax dan misinformasi berbahaya, serta bagaimana langkah konkret
yang
dapat
dilakukan
pemerintah
melawannya di internet?
2
dan
masyarakat
dalam
1.3 Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas akademik sekaligus menambah wawasan mengenai
hoax dan misininformasi
2. Untuk mengidentifikasi pihak pihak mana saja yang ikut berperan aktif dalam
Upaya melawan hoax dan misinformasi
3. Untuk memberikan pemahan kepada pembaca tentang bahaya hoax dan
misinformasi dalam kehidupan bermasyarkat
4. Untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya peran aktif Masyarakat dalam
memilih dan menyaring informasi
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat untuk mahasiswa
1. Melatih kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis masalah sosial
2. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai hoax dan misinformasi
3. Mengasah keterampilan menulis karya ilmiah
1.4.2 Manfaat untuk Masyarakat
1. Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya memilih informasi yang baik dan
benar
2. Mendorong parsitifasi aktif Masyarakat dalam mencegah penyebaran hoax
3. Mundukungnya terciptanya lingkungan sosial yang sehat dan harmonis
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hoax dan Misinformasi Serta Dampaknya
Hoax dapat diartikan sebagai sebuah berita palsu yang sekarang sedang marak di
kalangan Masyarakat. Hoax ini bukan lagi hal yang biasa terjadi termasuk di Indonesia
khusus-nya di media sosial. Hoax dapat meresahkan Masyarakat karena informasi yang
tidak di ketahui akan kebenarannya, karena semakin berkmbangnya teknologi
komunikasi dan informasi membuat hoax dapat beredar dengan cepat di Masyarakat
melalui media sosial.
Adapun misinformasi dapat di artikan suatu informasi yang keliru, tetapi orang
yang yang menyebarkannya percaya bahwa itu benar. Misinformasi disebarkan karena
kesalahan atau tanpa adanya maksud untuk menyesatkan. Penyebarannya bisa dari berita
lawas yang awalnya dianggap benar dan disebarluaskan dengan itikad baik. Secara teknis
perbuatan itu benar tetapi menyesatkan, karena orang tersebut tidak tahu terkait fakta
terbarunya atau keliru perihal menangkap sebuah informasi. Adapun jenis misinformasi
yang perlu kita ketahui berikut ciri-cirinya adalah: a). Biasanya diawali dengan judul yang
sugestif, heboh, dan provoaktif, b). Biasanya diawali dengan huruf kapital dan tanda seru,
c). Biasanya foto yang di gunakan dalam berita itu memiliki kualitas yang kurang jelas,
d). Terkesan tidak masuk akal dan pada umumnya disertai dengan hasil penelitian palsu,
dan yang terakhir). tidak muncul dimedia berita arus pertama.
Adapun dampak dari adanya hoax dan misinformasi adalah dapat merugikan
berbagai aspek sosial, politik, ekonomi, budaya, dan Kesehatan Masyarakat di antaranya
yaitu, mulai tidak adanya kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang dimana
Masyarakat menjadi kurang percaya terhadap semua berita informasi resmi, sehingga
sangat sulit utuk membedakan berita yang benar dan hoax. Hal ini merusak kepercayaan
pihak Masyarakat dalam menerima informasi yang benar.
Dalam bidang Kesehatan, hoax atau bahkan misinformasi tentang penyakit atau
vaksinasi misalnya, bisa membuat Masyarakat tidak mau menerima layanan medis lagi
4
yang sebenarnya bermanfaat. Akibatnya muncul penolakan dari pihak Masyarakat
terhadap vaksin, atau pengobatan yang pada nantinya dapat meningkatkan resiko
penyebaran penyakit di lingkungan Masyarakat secara mudah dan cepat.
Selain itu, hoax dapat merusak kerja sama sosial. Masyarakat yang terus
mendapatkan berita palsu cenderung akan lebih mudah terprovokasi sehingga muncul
sikap intoleransi, diskriminasi, atau bahkan ujaran kebencian. Yang pada akhirnya media
sosial yang seharusnya menjadi tempat bertukar informasi yang positif kini berubah
menjadi tempat berita bohong dan arena konflik.
Misinformasi dapat memberikan pengaruh yang signifikan, baik pada diri sendiri
atau dalam konteks Masyarakat luas. Dampak utamanya adalah dapat mempengaruhi
Keputusan pribadi hingga dapat menciptakan suatu ketegangan sosial yang luas. Selain
itu, penyebaran informasi yang tidak akurat juga dapat merusak kepercayaan terhadap
institusi, memicu konflik. Pada sekala yang lebih besar misinformasi dapat menghambat
kemajuan, mempersulit Upaya penyelesaian masalah global dan menimbulkan
kridakstabilan di berbagai bidang, termasuk politik, ekonomi dan Kesehatan public. Oleh
karena ituUpaya untuk mengedukasi dan mencegah penyebarannya menjadi sangat
penting (Friggeri, 2014).
2.2 Pihak yang berperan dalam Upaya Melawan Hoax dan Misinformasi
1. Peran pemerintah
Dimulai dengan menertibkan dan memberantas berita palsu dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui kampanye literasi kepada
masyarakat, melakukan kaloborasi preventif untuk mengurangi suatu peristiwa
yang dapat mengurangi berita palsu. Upaya dari berbagai tindakan yang
ditunjukan adalah mengurangi penyebaran informasi yang salah, tujuan kola
boratif ini untuk mengurangi dampak penyebaran berita palsu (Dodda &
Dubbudu, 2019).
2. Peran Masyarakat
5
Masyarakat adalah peranan penting dalam melawan hoax dan
misinformasi karena mereka merupakan penerima akhir dari informasi tersebut.
Dengan memiliki pengetahuan yang kritis, Masyarakat dapat mencegah hoax
yang bisa menimbulkan berbagai masalah sosial, seperti konflik dan perpecahan.
Penting bagi Masyarakat untuk tidak langsung percaya dan menyebarkan
informasi tanpa informasi yang lebih jelas, Masyarakat juga harus harus berperan
aktif dalam mengedukasi lingkungan sekitar agar lebih waspada terhadap berita
hoax. Contohnya yaitu seperti yang dilakukan oleh Masyarakat aceh yang Dimana
saling mengingatkan dan tidak menyebarkan informasi yang tidak benar
kejelasannya. Selain itu ppemuda sebagai generasi intelektual diharapkan bisa
menjadi pendorong utama dalam menyaring suatu informasi secara bijak serta
memberikan contoh berinternet yang bernilai positif.
3. Peran media dan komunitas seperti mafindo (Masyarakat anti fitnah Indonesia)
Mafindo secara aktif melakukan berbagai kegiatan seperti verifikasi fakta
(fact-checking, edukasi public melalui seminar dan diskusi serta advokasi untuk
mendorong kesadaran akan bahayanya berita hoax. Mereka menggunakan media
sosial, khususnya facebook, sebagai platform utama untuk mendeteksi, melawan,
dan mecegah penyebaran hoax dengan mengelola halaman dan grup yang aktif.
Mafindo juga membangun teknologi dan sumber daya manusia untuk mendukung
aktivitas literasi digital anti hoax. Keberadaanya diakui oleh pemerintah dan
menjadi mitra strategis dalam kampanye literasi media dan digital.
2.3 Waktu yang tepat dalam dalam pencegahan hoax dan misinformasi
1. Pencegahan primer (Sebelum Hoax Menyebar)
Waktu yang paling tepat untuk mengimplementasikan pencegahan hoax
adalah sebelum hoax itu sendiri diciptakan atau mulai menyebar. Strategi ini
beripjak pada Pembangunan landasan literasi digital dari kesaran kritis di Tengah
Masyarakat, yang bertindak sebgai benteng pertahanan pertama. Konsep inni
sejalan dengan konsep kewaspadaan nasional (padnas). Dimana kemampuan
untuk melakukan deteksi dini dan cegah dini menjadi sangat kursial (Yani,2019).
Literasi media yang rendah di Indonesia merupakan salah satu penyebab utama
6
mengapa penyebaran hoax semakin sulit di elakkan, hal tersebut karena
permasalahannya bukan hanya pada penyebar, tapi lebih spesifik pada kurangnya
ketahanan pada level penerimaan informasi.
Literasi
digital
tidak
hanya
berhubungan
dengan
kemampuan
mengoprasikan teknologi, tetapi juga menyangkut keterampilan dasar berupa
kemampuan berpikir kritis, literasi media, dan kewargaan digital (Akbar &
Fahlevvi,2023).
Keterampilan ini membekali individu untuk secara pribadi
mengevaluasi informasi, membedakan antara sumber kredibel, dan tidak kredibel,
serta mengenali taktik manipulasi. Misinformasi sering kali disebarkan melalui
narasi yang sarat muatan emosional, judul yang menyesatkan untuk memancing
reaksi dan penyebaran yang cepat. Dengan literasi digital yang kuat, Masyarakat
akan lebih mampu mengidentifikasi pola dan menolak unntuk menyebarkannya.
Oleh karena itu, investasi pada program edukasi literasi digital yang dapat dimulai
sejak dari sekolah hingga di komunitas adalah Langkah pencegahan yang paling
mendasar dan efektif.
Pendidikan literasi digital yang efektif harus mencakup kurikulum yang
relevan dengan perkembangan teknologi.
Hal tersebut berarti tidak hanya
mengajarkan cara menggunakan platform digital saja, tetapi juga melatih siswa
dan
Masyarakat
untuk
menganalisis
infomasi
dari
berbagai
sumber,
memvefirikasi kebenaran sebuah klaim. Pendekatan ini juga penting untuk
menanamkan nilai-nilai kewargaan digital yang bertanggung jawab, dimana
setiap individu sadar bahwa setiap konten yang mereka bagikan memiliki dampak,
baik positif maupun negatif terhadap lingkungan sosialnya. Dengan adanya
pencegahan primer hal tersebut dapat menciptakan Masyarakat yang tidak hanya
kebal terhadap hoax tetapi juga menjadi agen aktif dalam melawan penyebaran
informasi yang salah.
2. Pencegahan Skunder (saat hoax menyebar)
Setelah hoax mulai beredar, waktu yang tepat untuk bertindak adalah
sesegera mungkin. Meskipun pencegahan primer sudah dilakukan, tetap ada
7
kemungkinan hoax berhasil menembus pertahanan awal dan menyebar. Pada
tahap ini kecepatan respon menjadi kunci karena penelitian menunjukan bahwa
informasi yang salah cenderung menyebar jauh lebih cepat dan luas dibandingkan
informasi yang benar (Harahap et al,2025). Jeda waktu yang singkat antara
penyebaran hoax dan klarifikasi adalah vital untuk meminimalkan dampak
negatif.
Intervensi yang diperlukan harus bersifat cepat dan terkoordinasi
melibatkan beberapa pihak. Organisasi atau Lembaga pengecekan fakta harus
segera menelusuri sumber dan kebenaran informasi yang viral, lalu menyebarkan
hasil verifikasi secara luas. Disisi lain, Lembaga atau pihak yang menjadi target
hoax harus segera mengeluarkan klarifikasi resmi dan menyampaikannya melalui
berbagai flatform yang kredibel, selain itu platform media sosial memiliki peran
penting dalam membatasi penyebaran hoax. Mereka dapat melakukan dengan
mengubah algoritma yang memprioritaskan konten emosional, memberikan label
peringatan pada konten yang dicurigai, mengurangi visibilitasnya, atau bahkan
menghapusnya jika melanggar kebijakan yang ada.
Respon yang cepat ini tidak hanya tentang memadamkan api yang sudah
menyala, tetapi juga tentang memberikan alternatif informasi yang akurat dan
kredibel kepada public. Dengan menyediakan klarifikasi yang mudah dipahami
dan disebarkan, Upaya pencegahan sukender dapat mencegah hoax memicu
kepanikan, perpecahan, atau tindakan berbahaya lainnya. Selain itu, kolaborasi
antara pemerintah, media dan platform digital sangat penting untuk memastikan
bahwa klarifikasi resmi dapat mencapai audiens yang seluas-luasnya, sehingga
dapat mengimbangi kecepatan penyebaran hoax tersebut.
3. Pencegahan Tersier (setelah hoax menyebar)
Meskipun sudah terlanjur menyebar dan berdampak, Upaya pencegahan
tetap penting untuk meminnimalkan kerusakan lebih lanjut dan mencegah
terulangnya Kembali kasus yang sama. Upaya inni dilakukan setelah hoax
menyebar luas dan terbukti berdampak negatif seperti polarisasi sosial dan
8
penurunan kepercayaan publik (Harahap et al,2025). Pencegahan tersier bertujuan
untuk memulihkan kerusakan yang telah terjadi dan membangun kesadaran
kolektif yang lebih luas. Upaya ini meliputi edukasi berkelanjutan dengan
menggunakan studi kasus nyata dari hoax yang telah terjadi sebagai bahan
pembelajaran publik. Analisis mengapa hoax tersebut berhasil menyebar dan
bagaimana dampaknya dapat menjadi Pelajaran berharga untuk masa depan.
Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap individua tau kelmpok yang
secara sengaja menyebarkan misinformasi dengan tujuan jahat juga diperlukan.
Pemberian sanksi yang memberikan efek jera dapat mengurangi motivasi pelaku
dan menunjukkan keseriusan dalam memerangi masalah ini. Pencegahan tersier
berfungsi sebagai pengingat bagi Masyarakat akan bahayanya hoax, mendorong
mereka untuk lebih berhati-hati dimasa depan.
Pencegahan tersier juga mencakup Upaya pemulihan sosial. Hoax dan
misinformasi sering kali meninggalkan luka yang mendalam, memecah belah
komunitas, dan merusak hubungan. Oleh karena itu, inisiatif yang berfokus pada
dialog, rekonsilasi, dan Pembangunan Kembali kepercayaan sangat diperlukan.
Hal tersebut bisa diwujudkan melalui kampanye publik, forum diskusi, atau
program-program yang mempromosikan toleransi dan pemahaman. Dengan
menginntegrasikan pendekatan sebelum, saat dan setelah hoax menyebar,
Masyarakat dan pihak terkait dapat membangun eksosistem yang lebih sehat,
Tangguh, dan tidak mudah terpengaruh oleh misinformasi.
2.4 Hoax dan misinformasi paling sering tersebar, misalnya di media sosial,
aplikasi pesan instan, maupun lingkungan Masyarakat secara langsung
1. Media Sosial
Media sosial teridentifikasi sebagai sumber utama penyebaran hoax
karena jangkauan audiensnya yang sangat luas dan algoritmanya yang cenderung
memprioritaskan konten dengan Tingkat interaksi yang tinggi, terlepas dari
kebenarannya (Akbar & Fahlevvi,2023). Survey dari mastel menunjukan bahwa
media sosial bertanggung jawab atas 92,4% penyebab hoax (yani ,2019). Hoax
dan misinformasi seringkali di rancang untuk memanifulasi emosi pengguna,
9
seperti rasa takut tau, marah, sehingga lebih cepat menyebar di bandingkan berita
yang akurat (Vosoughhi, Roy, & Aral, 2018). Fenomena menyebar hoax ini
diperparah oleh kurangnya literasi digital dan mentalitas era post-truth di kalangan
Masyarakat Indonesia. Sebagian besar orang belum mampu mendeteksi hoax dan
hanya segelintir orang saja yang terbiasa melakukan verifikasi informasi terlebih
dahulu (Akbar & Fahlevvi, 2023). Kondisi ini dikenal sebagai konfirmasi biasa,
pengguna secara tidak sadar hanya mencari dan memproses informasi yang
membenarkan keyakinan yang sudah ada pada diri mereka (Harap et al., 2025).
Pada akhirnya, penyebaran misinformasi yang massif di media sosial tidak
hanya memengaruhi opini publik tetapi juga dapat menimbulkan dampak yang
nyata, seperti konflik horizontal ditengah masyarakat. Informasi yang salah dapat
menciptakan presepsi keliru yang meluas, mengaburkan batas antara fakta dan
opini dan hal tersebut dapat merusak keharmonisan sosial.
2. Aplikasi pesan instan
Meskipun fokus utama riset seringkali pada media sosial, karakteristik
hoax yang disebutkan seperti pesan berantai, sangat relefan dengan penyebaran
melalui aplikasi pesan instan seperti whatsaap, dan telegram. Informasi yang tidak
di verifikasi terlebih dahulu dapat dengan cepat menyebar melalui pesan berantai,
dengan memanfaatkan lingkungan yang private dan tertutup. Hal tersebut
menyebabkan hoax menyebar luas dari 1 kontak ke kontak lain dan seringkali
mencapai ribuan orang dalam waktu yang cukup singkat. Sifat jaringan private
dalam aplikasi pesan instan membuat hoax sulit dilacak dan di perivikasi. Pesanpesan ini dikirim secara langsung dari satu pengguna ke pengguna lain atau
kedalam grup, sehingga tidak ada pengawasan publik yang bisa membatasi
penyebarannya. Kurangnya mekanisme pengawasan yang memadai ini
memungkinkan informasi yang tidak valid untuk menyebar tanpa kendali, hal
tersebut menjadi ancaman serius bagi ketenangan Masyarakat.
Kepercayaan personal memainkan peran besar dalam penyebar hoax di
flatform ini. Pengguna cenderung lebih mempercayai informasi yang diterima dari
10
orang lain mereka kenal seperti keluarga atau teman. Mereka menganggap bahwa
sumber yang dipercayai tidak akan menyebarkan berita yang tidak benar padahal
bisa jadi orang tersebut juga merupakan korban dari penyebar hoax. Siklus ini
membuat hoax terus menyebar berita hoax secara berantai dengan memanfaatkan
ikatan sosial yang ada. Penyebaran hoax melalui aplikasi pesan instan menjadi
fenomena yang sangat berbahaya. Meskipun ruang lingkupnya terlihat private,
penyebaran yang cepat dan berulang dalam grup-grup dapat memperkuat narasi
palsu dan menciptakan persefsi bahwa informasi tersebut adalah fakta yang telah
diverifikasi oleh orang banyak. Lingkungan tertutup ini juga membuat Tindakan
koreksi menjadi sangat sulit karena pesan tidak ddapat di tarik Kembali setelah
menyebar.
3. Lingkungan Masyarakat
Penyebaran hoax tidak hanya terbatas pada dunia digital saja, tetapi juga
terjadi di dunia nyata dan menimbulkan konflik horizontal di Tengah Masyarakat
(yani, 2019). Konflik inni bisa menyebabkan ketegangan, kebencian, bahkan
konflik komunal yang disertai kekerasan. Penyebab langsunng ini diperkuat oleh
faktor psikologis yang memengaruhi perilaku sosial. Faktor psikologis utama
adalah konfirmasi biasa. Teori ini menyatakan bahwa individu cenderung lebih
mudah mempercayai informasi yang membenarkan keyakinan yang sudah ada
pada diri mereka sebelumnya (Harap et al., 2025). Ketika hoax disampaikan
secara lisan dalam percakapan tatap muka, orang tersebut akan cenderung lebih
mudah menerimanya jika narasi tersebut sesuai dengan pandangan mereka dan
akan menolaknya jika bertentangan.
Selain itu, ada juga efek badwagon Effect yang di ungkapkan oleh
leibenstein. Teori ini menjelaskan bahwa individu melakukan sesuatu karena
orang lain juga melakukannya. Dalam konteks penyebaran hoax, sebagaian
Masyarakat turut menyebarkan informasi palsu dari mulut kemulut karena mereka
mengira berita tersebut itu benar berdasarkan informasi yang mereka ketahui
sebelumnya dan karena orang-orang disekitarnya yang mereka percayai juga
menyebarkan informasi tersebut. Hal tersebut menciptakan lingkaran setan
11
dimana hoax terus menyebar karena normalisasi sosial. Pada akhirnya penyebaran
hoax secara langsung ditengah Masyarakat membuktikan bahwa masalah ini
bukanlah semata-mata masalah digital. Kurangnya literasi digital dan pemikiran
kritis di Masyarakat membuat mereka rentan tidak hanya pada konten digital yang
menyesatkan, tetapi juga pada desas-desus yang beredar dari mulut kemulut. Oleh
karena itu, edukasi dan peningkatan kesadaran menjadi kunci utama untuk
membendung arus hoax baik secara online maupun offline.
2.5 Hoax dan Misinformasi sangat berbahaya, berikut ini langkah konkret yang
dapat dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam melawannya di internet?
Seiring berkembangnya zaman, Teknologi Informasi berkembang
semakin canggih, berbagai informasi tersebar ke seluruh dunia dengan pesat, dan
setiap individu memperoleh informasi itu dengan sangat cepat. Namun secanggih
canggihnya teknologi, ia tetap memiliki kelemahan dari hal itu lah teknologi dapat
memberikan kerugian yang menyeluruh kesegala aspek kehidupan manusia
seperti sosial budaya, politik, ekonomi bahkan mampu memberikan ancaman bagi
ketahanan atau keamanan nasional.
Hoaks adalah informasi yang salah atau menyesatkan yang di
sebarluaskan dengan tujuan untuk mempengaruhi persepsi publik atau
menyebarkan kebingungan. Serta Disinformasi adalah penyebaran informasi yang
salah dengan niat yang jahat untuk menipu atau merugikan pihak lain (Wardle &
Derakshsan, 2017).
Menurut Aris Sarjito (2024), dalam jurnalnya yang berjudul "Hoaks,
Disinformasi, dan Ketahanan Naasional: Ancaman Teknologi Informasi dalam
Masyarakat Digital Indonesia", Dampak Hoaks, Disinformasi atau Misinformasi
terdapat di berbagai bidang, yaitu:
1. Politik dan Demokrasi: Akibat hoax dan diainformasi atau misinformasi
dalam menyebabkan kepercayaan publik pada pemerintah dan Lembaga
negara menjadi berkurang sehingga memperburuk polarisasi politik,
terutama saat pemilu. Sebagai studi yang dilakukan oleh (Duile & Tamma,
12
2021) menunjukkan bahwa selama Pemilu 2019, terdapat lonjakan
penyebaran berita palsu dan narasi disinformasi yang dirancang untuk
memecah belah masyarakat.
2. Kesehatan: Informasi yang tidak benar juga menghambat program
pemerintah, mulai dari klaim tentang efektivitas obat hingga teori
konspirasi mengenai asal virus, menyebar dengan cepat di Indonesia. Hal
ini menimbulkan keresahan di masyarakat dan menghambat upaya
pemerintah dalam mengatasi pandemic, terutama dalam mempromosikan
vaksinasi.
3. Ekonomi: Hoaks seputar kebijakan subsidi atau nilai tukar dapat
menimbulkan kepanikan, antrian Panjang, bahkan instabilitas pasar.
(Nuzirwan & Sukandar, 2021) meneliti dampak hoaks ekonomi yang
mengganggu pasar keuangan Indonesia, terutama melalui penyebaran
rumor palsu tentang nilai tukar mata uang, inflasi, dan kebijakan ekonomi
pemerintah. Dalam era digital ini, hoaks semacam itu dapat menyulut
kepanikan publik yang berdampak buruk pada stabilitas pasar.
4. Sosial dan Keamanan: Hoax dapat menyebabkan kepanikan massal seperti
Hoax gempa susulan 7,5 SR di Palu pada bulan September 2018
menyebabkan kepanikan warga hingga melalukan mobilisasi masyarakat
yang tidak perlu. Hal tersebut mengnacam kohesi social dan menimbulkan
konflik horizontal di masyarakat.
5. Ketahanan Sosial: Secara keseluruhan hoax dapat memicu konflik
horizontal, turut melemahkan ketahanan nasional dengan menggerus
solidaritas kebangsaan dan menciptakan instabilitas di berbagai sektor
atau bidang.
Upaya mengatasi hoax dan disinformasi atau misinformasi ada kaitannya
dengan pentingnya literasi digital, hal itu menjadi kunci Utama agar masyarakat
dapat berpikir kritis dalam menganalisis informasi baik di media manapun.
Pemerintah Indonesia juga berupaya dalam mengatasi hoax dan misinformasi atau
disinformasi digital ini dengan mengeluarkan beberapa kebijakan seperti UU ITE
dan memberikan pengawasan media sosial melalui kolaborasi Bersama Platform
13
digital seperti Facebook, Instagram, dan Google serta WhatsApp untuk
menghapus konten hoax, meski tetap menjaga transparansi agara kebebasan
berekspresi tidak terancam. Selain itu, Unit Khusus Pemantauan Hoax yang
dipercayakan kepada kominfo sudah mencatat ribuan hoax terverifikasi dari tahun
2018-2023.
Kampanye publik melalui berbagai kanal media juga penting untuk
mensosialisaikan bahaya hoax dan mendorong masyarakat menganalisis serta
memverivikasi informasi sebelum menyebarkannya. Pemanfaatan teknologi
seperti algoritma kecerdasan buatan (AI) dapat membantu mendeteksi pola
penyebaran misinformasi atau disinformasi serta di support dengan fitur
peloporan hoaks yang di sediakan planform digital.
Upaya pemerintah dalam menanggulangi Hoax atau Informasi palsu dan juga
disinformasi adalah sebagai berikut:
1. Memblokir situs yang sering menyebarkan informasi yang tidak benar,
mengandung Provokasi, atau konten yang melampaui batas aturan.
2. Membentuk lembaga yang dapat menangani keamanan siber, memberikan
tekanan kepada penyebar hoax, menjaga pertahanan keamanan nasional serta
menertibkan aktivitas
digital
termasuk perdagangan
elektronik
seperti
Pembentukan Badan Siber Nasional. Sertakan para ahli IT sebagai regulator
utama di dunia siber.
3. Pemerintah juga berkolaborasi dengan Dewan Pers untuk melakukan verifikasi
media massa agar perusahaan pers dapat menjalankan fungsu secara profesional
sesuai dengah kode etik jurnalistik. hal ini bertujuan mengurangi berita tendensius
dan memperkuat kualitas informasi yang disampaikan media.
4. Pemerintah juga berkolaborasi dengan platform digital seperti Facebook dan
twitter, melalui kerjasama ini, berita yang dilaporkan pengguna yang dia anggap
hoax dapat di tandai sebagai "disputed" (diperselisihkan) dan dilengkapi dengan
tautan informasi klarifikasi. Langkah ini di mengikuti kebijakan Facebook di
amerika serikat yang melibatkan lembaga fact checking.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hoax dan misinformasi merupakan suatu fenomena yang sangat serius di era
digital yang memberikan dampak luas pada berbagai aspek kehidupan Masyarakat. Hoax
biasanya hadir dalam berita palsy yang sengaja dibuat untuk menyesatkan, sementara
misinformasi adalah informasi keliru yang disebarkan tanpa niat jahat. Keduanya juga
sama-sama berbahaya karena dapat merusak kepercayaan publik.
Strategi pencegahan dapat dilakukan pada tiga level, yaitu pencegahan primer
(sebelum hoax menyebar) dengan memperkuat literasi digital sejak dini, pencegahan
sekunder (saat hoax beredar) melalui klarifikasi cepat dan terkoordinasi, serta pencegahan
tersier (setelah hoax berdampak) dengan pemulihan sosial, edukasi berkelanjutan, dan
penegakan hukum. Hoax sendiri paling sering menyebar melalui media sosial, aplikasi
pesan instan, serta interaksi langsung di masyarakat.
3.2 Saran
1. Pemerintah perlu memperluas program literasi digital hingga ke sekolah dan
komunitas, serta memperketat regulasi dan penegakan hukum terhadap penyebar
hoax.
2. Masyarakat
diharapkan
lebih
aktif
memverifikasi
informasi
sebelum
membagikan, serta membudayakan diskusi kritis dalam lingkungan keluarga
maupun sosial.
3. Media dan platform digital sebaiknya lebih tegas dalam menyaring konten yang
menyesatkan, sekaligus menyediakan ruang edukasi tentang cara mengenali
informasi palsu.
4. Lembaga pendidikan dapat mengintegrasikan literasi media dan literasi digital
dalam kurikulum untuk membentuk generasi yang lebih cerdas, kritis, dan
tangguh menghadapi arus informasi.
15
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M. I., & Fahlevvi, M. R. (2023). CEGAH PENYEBARAN MISINFORMASI DI
MEDIA SOSIAL MENGGUNAKAN PERALATAN DAN FIUR LITERASI
DIGITAL RENATA Jurnal Pengabdian Masyarakat Kita Semua,1(1), 15-20.
Duile, T., & Tamma, S. (2021). Political language and fake news: Some considerations
from the 2019 election in Indonesia. Indonesia and the Malay World, 49(143), 82–
105.
Friggeri, A., Adamic, L., Eckles, D., & Cheng, J. (2014, May). Rumor cascades.
In proceedings of the international AAAI conference on web and social
media (Vol. 8, No. 1, pp. 101-110)
Harahap, H, R., Sinulingga, A, H., Marpaung,A. F.,Syafitri, A., Hafiz, N., Nasution,S.,&
Azri, N. (2025). Studi Kasus Mengenai Misinformasi Pada Media Sosial. Gudang
Jurnal Multidisiplin Ilmu,3(1),1102 -1106.
Nurlatun, R., Nayoan, H., & Pangemanan, F. (2021). Upaya Pemerintah Dalam
Mengatasi Penyebaran Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial (Studi Kasus Dinas
Kominfo Kota Manado). Governance, 1(2)
Nuzirwan, I., & Sukandar, R. (2021). The Impact of Hoaxes to the Business of Information
Technology Companies in Indonesia. Journal of Communication and Public
Relations, 1(1), 41–50.
Sarjito, A. (2024). Hoaks, Disinformasi, dan Ketahanan Nasional: Ancaman Teknologi
Informasi dalam Masyarakat Digital Indonesia. Jurnal Pemerintahan dan Politik
Lokal (JGLP) , 6 (2), 175-186.
Siswoko, K. H. (2017). Kebijakan pemerintah menangkal penyebaran berita palsu atau
‘hoax’. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 1(1), 13-19.
16
Suharyanto, C. E. (2019). Analisis berita hoaks di era post-truth: sebuah review. Jurnal
Masyarakat Telematika Dan Informasi, 10(2), 37–49.
Vosoughi, S., Roy, D., & Aral, S. (2018). The spread of true and false news online.
Science, 359(6380), 1146–1151.
Wardle, C., & Derakhshan, H. (2017). Information disorder: Toward an interdisciplinary
framework for research and policymaking (Vol. 27). Council of Europe
Strasbourg.
Yani, C. (2019). Pencegahan Hoax Di Media Sosial Guna Memelihara Harmoni Sosial.
Jurnal Kajian Lemhannas RI, Edisi 40, 15-22.
17
Download