Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika hal. 1 - 7 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS GAYA BELAJAR VAK (VISUAL,AUDITORIAL,KINESTETIK) Ade Lestari 1), Yarman2), Syafriandi 3) 1) FMIPA UNP email : [email protected] Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP 2,3) Abstract Lower activities of students in learning mathematics because of applying of strategy which not yet as according to style learn by student. In course of study only some student paying attention and listening while teacher giving study items. Students not focus to follow Iesson and finally students unable to comprehend given items, a more regular student " fiddle faddle" with its friend, or doing activities which not corelation with study of mathematics. This situation relate to the existence of difference of style learn by students. Style of learned is the way of which more like in think activities, processing, and understanding an information. Effort be able to increase activities students is by applying study strategy according to style of learned. Style of learned is visual, auditorial, kinestetik. Keywords: style of learned ; visual, auditorial, kinestetik PENDAHULUAN Dalam pembelajaran matematika sangat dibutuhkan aktivitas dan interaksi antara siswa dan guru yang baik. Selain itu dalam pembelajaran matematika siswa tidak hanya mendengarkan guru saja tapi juga diharapkan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran agar tujuan pembalajaran matematika dapat tercapai dan berjalan sebagaimana mestinya. Aktivitas merupakan syarat utama berlangsungnya proses pembelajaran. Paul B. Diedrich dalam Sadirman (2010) membagi aktivitas siswa menjadi delapan kelompok, yaitu: (a) visual activies, (b) oral activies, (c) listening activies, (d) writing activies, (e) drawing activies, (f) motor activies (g) mental activies, (h) emosional activies. Jadi klasifikasi aktivitas seperti di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa dalam belajar sangatlah penting, karena tampa aktivitas dari siswa, belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik. Aktivitas yang diamati dalam penelitian ini berpedoman pada pendapat Paul B. Diedrich yang berhubungan dengan gaya belajar visual, auditorial, kinestetik. Kegiatan siswa yang akan diamati visual activies, oral activies, listening activies, dan writing activies. Menurut Winkel (1996) “ Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap”. Dari defenisi tersebut jelas bahwa pada dasarnya belajar merupakan usaha yang menuntut terjadinya perubahan pada diri seseorang . Perubahan yang dimaksud adalah perubahan kearah yang lebih baik. Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa, sedangkan mengajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru. Guru juga bertugas untuk mendorong dan membimbing serta memberikan fasilitas belajar bagi siswa agar dapat mencapai pendidikan, karena diketahui bahwa dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil setidaknya pencapaian tujuan penididikan banyak bergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik. 1 Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika hal. 1 - 7 Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara berpikir (way of thinking) dalam memberikan strategi untuk mengatur, menganalisis dan mensintesis data atau semua yang ditemui dalam masalah sehari-hari. Pelajaran matematika berkenaan dengan ide-ide, konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarki dan penalaran deduktif. Oleh karena itu, pembelajaran matematika haruslah bertahap serta berkelanjutan agar dalam proses pembelajarannya terjadi proses berpikir. Dalam menyusun pembelajaran matematika diperlukan suatu strategi yang cocok agar tujuan pembelajaran matematika bisa tercapai dengan maksimal. Dalam menentukan strategi yang cocok sebaiknya melihat sejauh mana perbedaan siswa dalam memanfaatkan gaya belajar yang dimilikinya dalam proses belajar dapat berlangsung dengan baik. Gaya belajar menurut Adi W. Gunawan merupakan cara yang lebih disukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Tidak semua siswa memiliki gaya belajar yang sama, dimana setiap siswa memiliki gaya belajar yang alami dan nyaman bagi mereka masing-masing. Sebagian siswa lebih suka bila guru mereka mengajar dengan menuliskan segalanya di papan tulis, sehingga mereka dapat membacanya dan memahaminya. Tetapi sebagian siswa lain lebih suka guru menyampaikan materi secara lisan sehingga mereka dapat mendengarkan dan memahami. Juga ada siswa yang lebih suka membentuk kelompok kecil dan mendiskusikan materi pelajaran. Selain itu juga ada siswa yang lebih suka dengan pembelajaran yang menggunakan alat peraga. (Adi, 2007) ada berbagai pendekatan dalam gaya belajar yang dikembangkan oleh para ahli. Namun pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan yang berdasarkan pada Newro-Linguistic Programing yang dikembangkan oleh Richard Bandher, John Grinder dan Michael Grinder. Terdapat tiga tipe gaya belajar menurut pendekatan ini, yaitu tipe gaya belajar visual, gaya belajar auditori dan gaya belajar Kinestetik. (Rose dan Nicholl, 2002) Pada dasarnya setiap siswa memiliki gaya belajar tersebut namun tidak semuanya yang berkembang secara seimbang melainkan ada yang mendominasi dengan gaya belajar yang dimilikinya. Hal tersebut menyebabkan siswa akan menyukai pembelajaran yang bervariasi yang sesuai dengan gaya belajar yang dimilikinya. Keberagaman gaya belajar siswa memerlukan suatu pemilihan strategi mengajar yang cocok agar kekuatan gaya belajar siswa berkembang dengan baik. Dengan melibatkan aspek visual, auditorial, dan kinestetik diharapkan mampu meningkatkan aktifitas belajar. Gaya belajar visual adalah gaya belajar yang lebih banyak memanfaatkan penglihatan. Orang dengan gaya belajar visual akan melihat atau membayangkan apa yang sedang dibicarakan. Selain itu, ia memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, disamping mempunyai pemahaman yang cukup terhadap masalah artistic. Hanya saja ia memiliki kendala untuk berdialog secara langsung karena terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata atau ucapan (Hamzah, 2008). Menurut Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, (2001) cici-ciri siswa dengan gaya belajar visual adalah: a) rapi an teratur, b) berbicara dengan cepat, c) biasanya tidak terganggu oleh keributan, d) mengingat apa yang dilihat daripada apa di dengar, e) lebih suka membaca daripada di bacakan, f) pembaca cepat dan tekun, g) seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata, h) mengingat asosiasi visual, i) mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya, j) teliti terhadap detail. Siswa visual lebih cenderung untuk mengingat informasi dengan menyaksikan langsung sumber informasi tersebut. Dalam penelitian ini diambil item c, d, e, f, dan h untuk dikembangkan menjadi indikator lembar observasi karena indikator ini di anggap mewakili ciri siswa visual dalam belajar matematika. Siswa visual lebih mudah mengingat suatu konsep atau materi tertentu dengan 2 Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika hal. 1 - 7 mengoptimalkan kemampuan penglihatan. Fasilitas yang digunakan seperti chart, modul berwarna, hanout, grafik, poster, dan lain sebagainya. Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar yang memanfaatkan indera pendengaran untuk mempermudah proses belajar. Menurut Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, (2001) ciriciri siswa dengan gaya belajar auditorial sebagai berikut: (a) berbicara kepada diri sendiri saat bekerja, (b) mudah terganggu oleh keributan, (c) senang membaca dengan keras dan mendengarkan, (d) merasa kesulitan untuk menulis, namun hebat dalam bercerita, (e) belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat, (f) suka berbicara, suka berdiskusi dan menjelaskan sesuatu panjang lebar. Siswa auditori cenderung sebagai pembicara yang baik. Mereka mudah belajar dengan mendiskusikan dengan orang lain tentang suatu materi tertentu. Dalam penelitian ini item a, c, e, f, dan h untuk dikembangkan menjadi indikator lembar observasi karena item-item ini di anggap mewakili ciri-ciri siswa auditori dalam belajar matematika. Dalam kegiatan pembelajaran yang berdasarkan gaya belajar auditorial, siswa membutuhkan suasana yang bisa mengoptimalkan kemampuan pendengaran mereka. Salah satu cara adalah dengan memberikan kesempatan berdiskusi dalam kelompok dan menyajikan temuan-temuanya. Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar yang lebih mudah menyerap informasi dengan bergerak, berbuat, dan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Menurut Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, (2001) ciri-ciri siswa dengan gaya belajar kinestetik yaitu: a) berbicara dengan perlahan, b) sulit mengingat peta kecuali jika dirinya pernah berada ditempat itu, c) menghafal dengan cara berjalan dan melihat, d) menggunakan jari sebagai petunjuk saat membaca, e) tidak dapat duduk diam untuk waktu yang lama, f) kemungkinannya tulisannya jelek, g) selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak, h) ingin melakukan segala sesuatu. Jadi anak kinestetik cenderung mengingat informasi dengan melaksanakan sendiri aktivitas belajarnya. Dalam penelitian ini diambil item a, c, e, g, dan h, untuk dikembangkan menjadi indikator lembar observasi karena dianggap mewakili siswa kinestetik dalam belajar matematika. Dalam menerapkan pembelajaran matematika berdasarkan gaya belajar kinestetik dibutuhkan suatu media yang langsung di alami siswa dalam proses belajarnya. Hal ini akan membuat siswa aktif dalam belajar. Permasalahan yang dijumpai dalam kelas adalah saat guru menyampaikan materi pembelajaran, hanya beberapa orang siswa yang memperhatikan dan mendengarkannya, saat pembelajaran berlangsung siswa lebih sering “ngobrol” dengan temannya, tidur-tiduran atau berjalan-jalan tampa menghiraukan penjelasan guru. Sehinnga siswa tidak fokus untuk mengikuti pelajaran dan akhirnya siswa tidak mampu memahami materi yang diberikan. Kemudian setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menerima dan memproses suatu informasi, hal ini mengakibatkan siswa juga menempuh cara yang berbeda untuk menerima informasi tersebut. salah satunya adalah adanya perbedaan gaya belajar gaya belajar yang dimiliki siswa. Artinya ketika guru melakukan proses pembelajaran dengan metode ceramah di depan kelas, tanya jawab, dan mengerjakan latihan dalam hal ini akan menguntungkan siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial, padahal tidak semua siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial tersebut. Situasi ini tentu kurang mempertimbangkan aspek kecendrungan siswa yang bervariasi. Dalam penelitian ini, kajian utama difokuskan pada aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika. Aktivitas yang diteliti dibatasi pada materi matematika yang diajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran matematika berdasarkan gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Pada setiap pembelajaran visual, siswa divasilitasi dengan handout yang memuat simbol atau gambar. Selain itu materi pelajaran dijelaskan oleh guru menggunakan media 3 Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika hal. 1 - 7 pembelajaran untuk didemonstrasikan di depan siswa, media yang digunakan disesuaikan dengan materi yang di ajarkan. Pada pembelajaran visual, siswa kinestetik dan auditori mereka dibantu mengembangkan kemampuan visualnya dengan meminta siswa untuk mencatat hasil informasi dari peragaan yang telah ditampilakn kedalam catatan masing-masing, dan siswa diminta untuk melakukan tanya jawab dengan gambar yang terdapat pada handout. Pada setiap pembelajaran auditorial, guru menjelaskan konsep dasar materi didepan kelas, kemudian dilakukan tanya jawab tentang materi yang dijelaskan kepada siswa. Guru menyuruh siswa duduk berkelompok, kemudian membagikan soal-soal untuk didiskusikan dalam kelompok masing-masing. Guru meminta siswa menyelesaikan latihan secara berkelompok. Beberapa orang siswa diminta untuk mempresentasikannya di depan kelas. Siswa yang ditunjuk sebagai presentator adalah siswa auditori. Hal ini bertujuan untuk menfasilitasi siswa auditori dalam mengkomunikasikan pengetahuan atau ide-ide yang dimilikinya. Pada pembelajaran auditori, siswa visual dan kinestetik dibantu mengembangkan kemampuan auditorinya dengan memberikan motivasi untuk bertanya dan menjawab. Pada pembelajaran kinestetik, siswa dikelompokkan sesuai dengan gaya belajar siswa. Kemudian guru memberikan LKS, guru menyuruh siswa melakukan kegiatan yang terdapat pada LKS dan meminta siswa mengerjakan latihan yang terdapat dalam LKS dan menyelesaikannya secara berkelompok. Siswa auditori diminta untuk menjelaskan latihan yang telah dikerjakan ke depan kelas dan siswa lain diminta untuk menyimak dan mengomentari. Dari langkah-langkah pembelajaran di atas terlihat bahwa pembelajaran matematika berdasarkan gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan peran siswa di dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan siswa dapat menyimak/memperhatikan pelajaran yang didemonstrasikan oleh guru dengan menggunakan chart, dan terdapatnya fasilitas media seperti handout dan memanfaatkan handout yang yang diberikan, dan siswa diminta membuat alat bantu untuk belajar, dan pembelajaran dilaksanakan dengan pembentukan kelompok untuk berdiskusi. Hal ini dapat meningkatkan keinginan siswa untuk belajar matematika dan dapat menghilangkan rasa jenuh siswa dalam belajar matematika. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika selama diterapkan strategi pembalajaran matematika berdasarkan gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. METODE PENELITIAN Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, maka digunakan penelitian deskriptif untuk menggambarkan bagaimana aktivitas siswa setelah diterapkan strategi pembelajaran matematika berdasarkan gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Penelitian dilakukan di SMPN 2 Lubuk Basung pada kelas VII semester II tahun pelajaran 2011/2012. Model rancangan yang digunakan adalah The One Shot Case study. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 2 lubuk Basung yang terdaftar tahun pelajaran 2011/2012. Cara pengambilan sampel dengan purposive sampling kelas yang diambil sebagai sampel adalah kelas VII C. Prosedur dalam penelitian ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah dibuat pada kelas sampel yaitu kelas VII C. Setelah itu melakuan evaluasi terhadap proses pembelajaran dengan melakukan analisis terhadap hasil yang diperoleh dari lembar observasi. Dari data yang diperoleh melalui lembar observasi, dihitung persentase aktivitas belajar siswa dalam setiap kali pertemuan. Persentase aktivitas dihitung dengan rumus P = F/N x 100% (Sudjana, 2009). Setelah diperoleh persentase aktivitas siswa, kemudian dilihat kriteria aktivitas yaitu : (a) jika persentasenya berada pada 0% ≤ P ≤ 25% diklasifikasikan sedikit sekali, (b) jika persentasenya berada pada 25% ≤ P ≤ 50% diklasifikasikan sedikit, (c) jika persentasenya 4 Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika hal. 1 - 7 berada pada 50% ≤ P ≤ 75% diklasifikasikan banyak, (d) jika persentasenya berada pada 75% ≤ P ≤ 100% diklasifikasikan banyak sekali (Dimyati dan Mudijono, 2002). HASIL DAN PEMBEHASAN Data hasil observasi mengenai aktivitas belajar siswa pada proses pembelajaran matematika menggunakan strategi pembelajaran visual, auditorial, dan kinestetik selama dua belas kali pertemuan, disetiap pelaksanaan pembelajaran berdasarkan gaya belajar siswa masing-masing berjumlah empat kali pertemuan. Persentase aktivitas siswa selama 4 kali pertemuan dalam belajar matematika yang diajar menggunakan strategi pembelajaran visual dapat dilihat pada Lampiran hal 9. Aktiviats siswa pada pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi pembelajaran visual terlihat bahwa rata-rata aktivitas siswa dalam memperhatikan/menyimak demonstrasi guru pada pertemuan I, 53,13% berada dalam kriteria banyak, pada pertemuan II 59,38% berada dalam kriteria banyak, pada pertemuan III, 64,52% berada dalam kriteria banyak, sedangkan pada pertemuan ke IV, 77,42% berada dalam kriteria banyak sekali. Rata-rata aktivitas siswa dalam membaca handout pada pertemuan I, 56,25% berada dalam ktiteria banyak, pada pertemuan II, 59,38% berada dalam kriteria banyak, pada pertemuan III, 70,97% berada dalam kriteria banyak, pada pertemuan IV, 87,10% berada dalam kriteria banyak sekali. Rata-rata aktivitas siswa dalam memanfaatkan handout pada pertemuan I, 56,25% berada dalam kriteria banyak, pada pertemuan II, 59,38% berada dalam kriteria banyak, pada pertemuan III, 58,06% berada dalam kriteria banayak, sedangkan pertemuan IV, 77, 42% berada dalam kriteria banyak sekali. Selama 4 kali pertemuan Jumlah siswa yang melakukan aktivitas untuk indikator A menperhatikan/menyimak demonstrasi guru, dan B membaca handout cendrung mengalami peningkatanm sedangkan untuk indikator C memanfaatkan handout mengalami penurunan pada pertemuan III, hal ini disebabkan oleh adanya satu orang siswa yang terlihat tidak hadir pada hari itu. Menggunakan strategi pembelajaran visual dapat membantu siswa dalam memahami pelajaran, karena siswa difasilitasi dengan media chart dan handout sehingga siswa tidak jenuh dalam belajar matematika. Persentase aktivitas siswa selama 4 kali pertemuan dalam belajar matematika menggunakan strategi pembelajaran kinestetik dapat dilihat pada Lampiran hal 9. Aktivitas siswa pada pembelajaran matematika menggunakan strategi pembelajaran kinestetik terlihat bahwa rata-rata aktivitas siswa dalam membuat alat bantu untuk belajar pada pertemuan V, 46,88% berada dalam kriteria sedikit, pada petemuan VI, 50% berada dalam kriretia sedikit, untuk pertemuan VII, 58,06% berada dalam kriteria banyak, sedangkan untuk pertemuan VIII,62,5% berada dalam kriteria banyak. Rata-rata aktivitas siswa dalam memanipulasi alat bantu (mengukur, melipat, memotong) pada pertemuan V, 53,13% berada dalam kriteria banyak, pada pertemuan VI, 68,75% berada dalam kriteria banyak, untuk pertemuan VII, 58,06% berada dalam kriteria banyak, sedangkan pada pertemuan VIII, 62,5% berada dalam kriteria banyak. Rata-rata aktivitas siswa dalam memanfaatkan alat bantu untuk belajar pada pertemaun V, 43,75% berada dalam kriteria sedikit, pada pertemuan VI, 53,13% berada dalam kriteria banyak, untuk pertemuan VII, 54,84% berada dalam kriteria banyak, sedangkan untuk pertemuan VIII,71, 88% berada dalam kriteria banyak. Selama 4 kali pertemuan jumlah siswa melakukan aktivitas secara umum menunjukan peningkatan untuk indikator D, membuat alat bantu untuk belajar, dan F, memanfaatkan alat bantu untuk belajar, sedangkan untuk indikator E, memanipulasi alat bantu (mengukur, melipat, memotong) mengalami penuruanan ke VII, hal ini disebabkan oleh adanya siswa yang tidak hadir pada hari itu dan adanya beberapa orang siswa yang minta izin keluar pada saat pembelajaran berlangsung. Menggunakan strategi pembalajaran kinestetik dalam belajar matematika siswa lebih 5 Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika hal. 1 - 7 dihadapkan pada objek nyata yaitu mengarahkan siswa membuat alat bantu untuk belajar seperti memindahkan bangun yang diberikan kekertas lain. Kegiatan seperti ini mendorong siswa untuk lebih termotivasi dalam mengikuti pelajaran, terutama bagi siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik,. Aktivitas siswa pada pembelajaran matematika menggunakan strategi pembelajaran auditorial rata-rata aktivitas siswa dalam mendengarkan penjelasan guru pada pertemuan IX, 62,5% berada dalam kriteria banyak, pada pertemuan X, 67,74% berada dalam kriteria banyak, untuk pertemuan XI, 78,13% berada dalam kriteria banyak sekali, sedangkan pada pertemuan XII, 87, 5 berada dalam kriteria banyak sekali. Rata-rata aktivitas siswa dalam menanggapi pertanyaan guru atau teman pada pertemuan IX, 25% berada dalam kriteria sedikit sekali, pada pertemuan X, 35,48% berada dalam kriteria sedikit, untuk pertemuan XI, 31,25% berada dalam kriteria sedikit, sedangkan untuk pertemuan XII, 40,63% juaga berada dalam kriteria sedikit. Rata-rata aktivitas siswa dalam mendiskusikan penyelesaian dari soal yang diberikan pada pertemuan IX, 62,5% berada dalam kriteria banyak, pertamuan X, 64,52% berada dalam kriteria banyak, untuk pertemuan XI, 68,75% berada dalam kriteria banyak, sedangkan pada pertemuan XII, 71,88% berada dalam kriteria banyak. Selama 4 kali pertemuan, dari pertemuan IX sampai dengan pertemuan XI jumlah siswa melakukan aktivitasI secara umum menunjukan peningkatan untuk indikator G, mendengarkan penjelasan guru atau teman dan I, mendiskusikan penyelesaian dari soal yang diberikan, sedangkan untuk indikator H, menanggapi pertenyaan guru atau teman mengalami penurunan pada pertemuan ke XI, hal ini disebabkan karena masih ada siswa yang sibuk melakukan aktivitas yang tidak ada kaitan dengan pembelajaran matematika seperti berbicara dengan temannya. Menggunakan strategi pembelajaran auditorial dalam belajar dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika karena dalam pembelajaran auditori dilakukan diskusi dalam kelompok, disini siswa dituntun untuk aktif, saling bekerja sama dengan teman sekelompoknya, siswa yang kurang paham pada materi yang dipelajari dapat bertanya kepada teman yang lebih paham, dan untuk siswa auditori membantu siswa mengembangkan kemampuan auditorinya dalam belajar. Berdasarkan penjelasan di atas persentase keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran secara umum menunjukan peningkatan, sesuai dengan peryataan yang diungkapan oleh Rose (2002) bahwa pembelajaran multisensory akan menjadi solusi bagi gaya belajar yang berbeda yang dimiliki siswa. Jika siswa menggunakan teknik dan cara yang paling sesuai dengan kecendrungan gaya belajar yang dimilikinya, maka siswa akan menyerap pelajaran dengan lebih mudah dan efesien. KESIMPULAN Aktivitas siswa dalam belajar matematika selama diterapkannya strategi pembelajaran berbasis gaya belajar VAK (visual, auditortial, kinestetik) cendrung meningkat. Hal ini dapat dilihat di mana melalui pembelajaran ini siswa tidak lagi merasa bosan dalam belajar, dan melalui pembelajran ini siswa fokus untuk mengikuti pelajaran dan akhirnya siswa mampu memahami materi yang diberikan. Disamping itu siswa tidak lagi bersikap tertutup kepada guru dalam arti siswa tidak enggan dalam bertanya disaat mereka tidak mengerti. Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan kepada guru agar dapat menggunakan strategi pembelajaran berdasarkan gara belajar visual, auditorial, kinestetik untuk siswa dan salah satu alternatif bagi guru untuk meningkatkan aktivitas matematika siswa. dan untuk meningkatkan aktivitas sebaikanya variasi penerapan pembelajarn matematika berdasarkan gaya belajar lebih ditingkatkan frekuensinya agar siswa mengenal gaya belajar yang lebih baik dan bisa menyesuaikan dengan gaya belajar mereka serta mudah beradaptasi dengan gaya belajar tersebut. 6 Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika hal. 1 - 7 DAFTAR PUSTAKA Adi W. Gunawan. (2007). Genius Learning Strategy Petunjuk Praktis untuk Menerapkan Accelarated Learning. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta DePorter, Bobbi dan Hernacki, Mike. (2001). Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa. Hamzah B Uno. (2008) Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara Rose, Collin dan Nicholl, Malcolm J. (2002). Accelarated Learning for The 21st Century. Bandung: Nuansa. Sadirman, A.M. (2010). Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sudjana, Nana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya Winkel, W. S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo 7