Uploaded by User150209

Tugas KKD Integumen: Pitiriasis Versikolor & Morbus Hansen

advertisement
Tugas KKD Integumen
Nama : NIM : Ruang : SOAL:
Kasus I
Seorang Perempuan, 26 tahun, datang berobat ke praktik dokter dengan keluhan bercakbercak
putih di punggung sejak 2 minggu yang lalu. Bercak terasa gatal terutama saat berkeringat. Bercak
tidak nyeri dan tidak mati rasa. Pasien memiliki riwayat sering berolahraga dan jarang mengganti
pakaian.
1. Jelaskan deskripsi lesi kulit (efloresensi) pada kasus ini
2. Jelaskan cara melakukan dan kemungkinan hasil pemeriksaan laboratorium sederhana, serta
pemeriksaan lampu Wood pada kasus ini
Kasus II
Seorang laki-laki, 37 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan bercak-bercak kemerahan di dada,
punggung, serta kedua lengan dan tangan sejak 2 tahun yang lalu. Bercak terasa menebal dan mati rasa,
tidak nyeri dan tidak gatal. Pasien juga mengeluhkan jari kelingking dan jari manis tangan kiri bengkok dan
mati rasa sejak 1 bulan yang lalu.
1. Jelaskan deskripsi lesi kulit (efloresensi) pada kasus ini
2. Jelaskan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis, cara melakukan,
serta interpretasinya
3. Kerusakan saraf apakah yang terjadi pada kasus ini dan bagaimana cara pemeriksaannya?
4. Apakah yang perlu dilakukan untuk mencegah kecacatan pada kasus ini?
JAWABAN:
Kasus I
1. Deskripsi efloresensi Kulit dibawah ini adalah: makula hipopigmentasi; terlihat perubahan warna
yang lebih terang dari kulit sekitar
2. Interpretasi informasi skenario:

Terdapat bercak-bercak putih di punggung pasien sejak 2 minggu yang lalu. Bercak terasa gatal
terutama saat berkeringat. Pasien memiliki riwayat sering berolahraga dan jarang mengganti
pakaian.
Diagnosis Kerja/Suspek: Pitiriasis Versikolor,
Terdapat makula hipopigmentasi pada regio thorakalis posterior, lesi pruritus ketika
berkeringat, kulit sering terpapar kelembapan tinggi dan suhu hangat.

Bercak tidak nyeri dan tidak mati rasa
Menyingkirkan kusta atau Morbus hansen yang ditandai hilangnya sensasi pada kulit
yang disebabkan oleh lesi saraf perifer akibat infeksi sel Schwann.
Interpretasi hasil pemeriksaan yang mungkin didapat dan metode pemeriksaan tersebut:
A. Pemeriksaan laboratorium sederhana
Pada pemeriksaan laboratorium sederhana, pemeriksaan menggunakan Kalium Hidroksida
(KOH) dengan sampel kerokan kulit atau dengan campuran tinta yang menggunakan sampel
kulit yang tertempel dengan selotip.
Metode:
 Alat dan Bahan:
o
Sarung tangan
o
Kapas alkohol
o
Object glass
o
Cover glass
o
Bisturi nomor 20 (Pisau bedah kecil/skapel)
o
Lampu spiritus
o
Selotip transparan
o
KOH 10% atau KOH 10% dengan campuran tinta Parker super-chrome blue black
o
Mikroskop
 Cara:
o
Dengan kerokan kulit

Bersihkan kulit yang akan dikerok dengan kapas alkohol 70 % untuk
menghilangkan lemak, debu dan kotoran lainnya.

Sampel diambil dan dipilih dari bagian lesi yang aktif, yaitu daerah pinggir
lesi. Keroklah dengan skapel dengan arah dari atas ke bawah (cara
memegang skapel harus miring membentuk sudut 45o keatas).

Letakkan hasil kerokan kulit (skuama) diatas object glass.

Beri keterangan pada preparat (nama dan lokasi pengambilan sampel)

Teteskan 1-2 tetes larutan KOH diatas kerokan kulit yang ada di atas object
glass pada preparat

Tutup dengan cover glass.

Diamkan selama 15 menit untuk melarutkan jaringan atau untuk
mempercepat proses ini, dapat dilakukan pemanasan sediaan di atas api
kecil.

Bila
dilakukan
pemanasan,
panaskan
dengan
hati-hati,
dengan
melewatkan preparat beberapa kali (biasanya 2-4 x) diatas api lampu
spirtus. Pada saat mulai keluar uap (timbul gelembung pertama) dari
preparat, pemanasan di hentikan.

o
Letakan dalam mikroskop
Lebih Khusus Pitiriasis Versikolor

Dapat digunakan selotip transparan untuk pengambilan sediaan.

Penempelan–pelepasan (stripping) berulang selotip transparan di atas lesi
yang akan diperiksa,

Setelah itu teteskan larutan KOH 10% dengan campuran tinta parker
super-chrome blue black diatas object glass yang sudah disiapkan,

Kemudian tempelkan selotip transparan tadi diatas object glass tersebut.

Untuk preparat dengan selotip transparan tidak boleh dilakukan
pemanasan di api.

Letakan dalam mikroskop
o
Mikroskop

Pembesaran dimulai dari lensa objektif 4x, kemudian fokus diatur dengan
mikro dan makrometer vertikal

Pemeriksaan dilakukan dengan lensa objektif 10x dan 40x, jika tidak fokus
dapat diatur kembali dengan mikrometer vertikal,

Carilah apakah ada hifa dan dan spora yang tampak.
Interpretasi kemungkinan hasil pemeriksaan:
 Hasil positif, dimana akan terlihat struktur spora dan hifa jamur yang khas dari
Malassezia di bawah mikroskop. Penampilan ini sering disebut "spaghetti and meatballs"
karena kombinasi bentuk hifa pendek (spaghetti) dan spora bundar (meatballs). Hasil ini
dapat mengkonfirmasi diagnosis.
 Hasil negatif tidak selalu menyingkirkan diagnosis, pemeriksaan ini tidak memiliki 100%
sensitivitas, apalagi jika pengambilan sampel tidak optimal.
 Misalnya:
B. Pemeriksaan lampu Wood
Pada inspeksi kulit dengan lampu Wood, pemeriksaan menggunakan sinar ultraviolet atau lebih
spesifiknya long-wave UVR/cahaya hitam dengan panjang gelombang sekitar 320-400 nm dari
filternya, interpretasi berasal dari gambaran fluoresens kulit
Metode:
o
Lampu Wood secara ideal harus dipanaskan terlebih dahulu selama 1 menit.
o
Ruangan pemeriksaan dalam keadaan gelap total.
o
Pemeriksa sebelumnya beradaptasi dengan keadaan gelap supaya dapat melihat
kontras dengan jelas.
o
Cahaya berada 4 - 5 cm dari lesi.
o
Hal-hal yang yang perlu dihindari sebelum pemeriksaan yaitu: mencuci lokasi lesi
dengan sabun karena dapat memberikan false negative dilusi pigmen, penggunaan
topikal ointment termasuk petrolatum karena dapat memberikan fluoresens keunguan,
asam salisilik dengan fluoresens hijau dll.
Interpretasi:
o
Hasil Positif untuk Pitiriasis Versikolor, Bercak kulit akan memancarkan cahaya
putih kekuningan atau orange-tembaga di bawah lampu Wood. Warna ini khas
untuk infeksi jamur Malassezia furfur.
o
Hasil negatif, tidak menyingkirkan diagnosis, pemeriksaan ini hanya positif pada 1/3
lesi, apalagi jika keadaan sebelum pemeriksaan tidak optimal.
o
Misalnya:
Kasus II
1. Deskripsi efloresensi Kulit dibawah ini adalah

Makula eritematosa, terlihat perubahan warna yang lebih merah dari kulit sekitar

Plak eritematosa, terdapat peninggian pada kulit dengan diameter lebih dari 0,5 cm
2. Interpretasi Informasi Skenario:

keluhan bercak-bercak kemerahan di dada, punggung, serta kedua lengan dan tangan sejak 2
tahun yang lalu. Bercak terasa menebal dan mati rasa, tidak nyeri dan tidak gatal. Pasien juga
mengeluhkan jari kelingking dan jari manis tangan kiri bengkok dan mati rasa sejak 1 bulan
yang lalu
Diagnosis Kerja: Morbus hansen multibasiler, atau kusta/lepra multibasiler, (kemungkinan
Borderline borderline pada klasifikasi Ridley-Jopling)
Terdapat kemungkinan lebih dari 5 lesi, simetris, dalam lesi terdapat hilangnya sensasi
dan penebalan, lesi memberiksan gambaran lesi “punched out”, pada tangan terdapat
deformitas Claw hand yang menandakan lesi saraf ulnaris, durasi gejala mencapai 2
tahun.
Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan berikut:
A. Pemeriksaan Basil Tahan Asam
Pada pewarnaan Ziehl-Nielsen, pewarnaan dilakukan dengan larutan carbol fuchsin dan
methylene blue pada preparat skin smear, dimana akan dibilas asam-alkohol atau asam sulfat
untuk membedakan bakteri yang tahan asam.
Metode:
 Alat dan Bahan
o
Gagang scalpel dan mata pisau baru
o
Pembalut Iuka
o
Sarung tangan
o
Tempat pembuangan aman untuk mata pisau
o
Swab dan Spiritus
o
Lampu spiritus
o
Kotak preparat dan preparat yang baru
o
Larutan carbol fuchsin 1%
o
Air ledeng
o
Asam-alkohol 1% atau asam sulfat 5%
o
Larutan methylene blue 0,2%
o
Minyak imersi
o
Mikroskop
 Cara:
o
Persiapan sampel, skin smear

Tempatkan semua perlengkapan yang di butuhkan di atas meja

Siapkan juga: label untuk pemberian nama di preparat

Skin smear harus di ambil hanya dari dua tempat; di cuping telinga
dan di lesi kulit.

Pada skin smear di kulit terdapat beberapa ketentuan:

Jangan pilih lesi yang ada pada wajah

Biasanya diambil pada lesi di lengan dekat daerah siku, paha,
dan punggung bagian bawah

Pilih lesi yang nampaknya paling aktif “Aktif” maksudnya:
lesi yang bentuk menonjol dan warnanya kemerahan, atau
dapat juga berupa lesi yang paling terakhir timbul

Jika lesi berupa makula atau plak, sebaiknya diambil skin
smear dari sebelah dalam tepi lesi

Jika lesi yang ada bentuknya annular (seperti cincin),
sebaiknya skin smear diambil dari pinggiran lesi yang agak
meninggi

Jika tidak dijumpai lesi kulit yang sesuai, dapat diambil skin
smear kedua dari cuping telinga satunya, atau dari tempat
yang sebelumnya tercatat ada lesi aktif atau dari tempat yang
hasil skin smear sebelumnya positif.

Jika hanya terdapat satu lesi kulit, dua skin smear dapat di
ambil pada tepi lesi yang saling bersebrangan.

Pada penderita yang di curigai dengan lesi Pausibasiler (PB),
skin smear harus diambil pada minimal 3 lokasi, antara lain
pada salah satu cuping telinga dan pada 2 lesi yang dicurigai.

Nasal smear dari mukosa hidung seharusnya dibuat, karena
dapat di temukan hasil positif walaupun tidak ditemukan lesi
kulit yang dicurigai.

Total 3 skin smear dari: cuping telinga, lesi yang paling aktif
dan dari mukosa hidung sudah cukup untuk sebagian besar
kasus.

Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.

Ambil preparat mikroskop yang baru, bersih dan tidak lecet. Tulis
keterangan pada preparat. Keterangan berupa identitas penderita dan
lokasi asal skin smear.

Bersihkan kulit pada tempat pengambilan dengan kapas alkohol.
Biarkan mengering sendiri.

Nyalakan lampu spiritus.

Pasang mata pisau baru pada gagang skalpel. Apabila Anda
meletakkan skalpel, pastikan mata pisau tidak menyentuh apapun.

Cubit kulit dengan kuat antara jempol dan telunjuk Anda, pertahankan
tekanan cubitan untuk mencegah keluarnya darah.

Buat sayatan pada kulit sepanjang sekitar 5 mm dan sedalam sekitar 2
mm. Tetaplah mencubit agar sayatan tidak berdarah. Apabila terdapat
darah, bersihkan dengan kapas.

Belokkan skalpel 90° dan tahan pada sudut yang tepat terhadap irisan.
Kerok bagian dalam irisan sekali atau dua kali menggunakan sisi
skalpel untuk mengambil serpihan dan cairan jaringan. Spesimen yang
diambil tidak boleh terdapat darah karena dapat mengganggu
pewarnaan dan intepretasi.

Lepaskan cubitan dan apabila terdapat darah, bersihkan dengan kapas.

Usapkan bahan hasil kerokan pada preparat, di sisi yang sama dengan
keterangan preparat. Sebarkan merata menggunakan bagian datar
skalpel sehingga terbentuk lingkaran dengan diameter 8 mm

Gosok skalpel dengan kapas alkohol. Gerakkan mata pisau melewati
api spiritus selama 3 sampai 4 detik. Kemudian biarkan mendingin
tanpa menyentuh apapun.

Ulangi langkah-langkah di atas untuk tempat pengambilan kedua.
Usapkan skin smear kedua di sebelah skin smear yang pertama, tapi
jangan sampai bersentuhan.

Buang mata pisau dengan hati-hati.

Balut luka dan ucapkan terima kasih pada pasien.

Biarkan preparat mengering selama 15 menit pada suhu kamar, namun
jangan sampai terkena sinar matahari langsung.

Fiksasi skin smear dengan menggerakkan preparat pelan-pelan
melewati api spiritus dengan sisi skin smear menghadap ke atas
sebanyak 3 kali. Jangan sampai terlalu panas. Preparat tidak boleh
menjadi terlalu panas untuk dipegang.
o
Pewarnaan sampel

Tetesi keseluruhan preparat dengan larutan carbol fuchsin 1%.

Panaskan preparat pelan-pelan dengan cara meletakkan lampu spiritus
di bawahnya sampai timbul uap dari carbol fuchsin. Ulangi proses ini
3 kali dalam jangka waktu 5 menit. Pastikan zat pewarna tidak
mendidih. Apabila pewarna mengering, tambahkan reagen lagi dan
panaskan kembali.

Cuci pelan-pelan pada air ledeng mengalir. Bilas sampai tumpahan air
menjadi tidak berwarna, namun skin smear tetap berwarna merah
gelap.

Tetesi dengan asam-alkohol 1% selama 10 detik. Terdapat cara
alternatif yaitu dengan meneteskan asam sulfat 5% selama 10 menit.

Bilas pelan-pelan dengan air

Tetesi dengan methylene blue 0,2% selama 1 menit.

Bilas dengan air, dan biarkan preparat mengering pada rak
pengeringan pada posisi miring dengan sisi yang mengandung skin
smear menghadap ke bawah.

o
Preparat siap dibaca.
Mikroskop

Beri setetes minyak imersi pada skin smear.

Letakkan preparat pada mikroskop dengan sisi yang mengandung skin
smear menghadap ke atas dan label keterangan preparat di sebelah
kiri.

Fokuskan gambar menggunakan lensa obyektif 10x.

Pindahkan ke lensa obyektif 100x. Lensa akan menyentuh minyak
imersi (apabila perlu, putar sekrup pengarah kasar untuk memastikan
lensa sedikit menyentuh minyak).

Buka penuh diagfragma dan naikkan kondensor pada posisi tertinggi.

Fokuskan dengan tepat menggunakan sekrup pengarah halus.

Cari apakah terdapat basil tahan asam (BTA), yang akan terlihat
sebagai batang-batang merah dengan latar belakang biru.

Bentuknya utuh mungkin lurus atau melengkung dan warna merahnya
dapat terdistribusi rata dengan panjang kuman 4 kali lebarnya (basil
solid) atau batang terputus (basil fragmentasi) dan butiran (granular).
Bentuk basil solid adalah kuman hidup, sedang basil fragmentasi atau
granular merupakan bentuk mati.

Gumpalan beberapa basil disebut globi.

Adanya basil solid menunjukkan kemungkinan terdapatnya organisme
viable (hidup) seperti pada kasus yang baru dan belum diobati atau
pada kekambuhan.

Pemeriksaan dapat dilakukan pada beberapa lapang pandang.

Jika ditemukan basil tahan asam (BTA) dapat dikatakan hasil skin
smear adalah positif.

Jika tidak ditemukan basil tahan asam (BTA) dapat dikatakan hasil
skin smear adalah negatif.
Interpretasi:
o
Hasil Positif untuk Pemeriksaan Basil Tahan Asam atau hasil skin smear positif,
ditemukan basil berwarna merah dibawah mikroskop (basil tahan asam), pada
perhitungan jumlah basil nilai pada index bakteri umumnya pada 1-3+ untuk kusta
jenis BB/MB dimana tidak ditemukan globi dan mungkin terdapat fragmentasi bakteri.
o
Misalnya:
B. Pemeriksaan Saraf Tepi pada Morbus Hansen (MH)
Pemeriksaan
dilakukan
dengan
palpasi
dan
inspeksi
untuk
menilai
adanya
penebalan/pembesaran saraf yang mengindikasi lesi pada saraf tersebut. Cara pemeriksaan
disesuaikan pada masing-masing saraf:
Metode:
o
Pemeriksaan N. Aurikularis magnus

Pemeriksa berada sisi kanan penderita

Pasien diminta memalingkan wajah ke sisi yang akan diperiksa, dengan
memandang ke arah bahu.

Inspeksi apakah terlihat pembesaran N. Aurikularis magnus

Bila tidak terlihat lakukan palpasi : menggunakan tiga jari menelusuri sisi leher
bagian
atas
dari
arah
craniolateral
ke
caudomedial.
(menyilang
m.
Sternocleidomastoideus)

Raba apakah ada penebalan/pembesaran (seperti kawat)

Beri sedikit tekanan (lihat ekspresi pasien terasa kesakitan atau tidak)

Catat pada charting

Lakukan Pemeriksaan N. Aurikularis magnus di sisi yang lain dengan prosedur
yang sama (bandingkan simetris atau tidak), catat pada charting
o
Pemeriksaan N. Ulnaris

Pemeriksa berada di sisi kanan penderita

Tangan kanan pemeriksa memegang lengan kanan bawah penderita dengan siku
sedikit ditekuk sehingga lengan pasien rileks.

Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri mencari sambil meraba N. Ulnaris
di dalam suklus nervi ulnaris yaitu lekukan diantara tonjolan tulang siku
(olecranon) dan tonjolan kecil di bagian medial(epicondilus medialis)

Beri sedikit tekanan ringan pada N. Ulnaris sambil digulirkan dan menelusuri ke
atas dengan halus.

Raba apakah ada penebalan/pembesaran, lihat mimik pasien terasa kesakitan atau
tidak, catat pada charting

Lakukan Pemeriksaan N. Ulnaris di sisi yang lain dengan prosedur yang sama
(bandingkan simetris atau tidak), catat pada charting
o
Pemeriksaan N. Peroneous comunis / Poplitea lateralis

Pasien diminta duduk dengan relaks di tempat tidur dengan posisi kaki menjuntai.
Pemeriksa berdiri berhadapan dengan penderita

Bila pasien menggunakan celana panjang: diminta menggulung celananya.

Tangan kanan memeriksa kaki kiri pasien dan tangan kiri memeriksa kaki kanan
pasien

Letakkan jari telunjuk dan jari tengah pada pertengahan betis pasien bagian luar.

Pelan-pelan meraba ke atas sampai menemukan tonjolan tulang caput fibula,
setelah menemukan jari pemeriksa meraba n. Peroneous kurang lebih 1 cm ke arah
belakang
o
Pemeriksaan N. Tibialis posterior

Pasien diminta duduk dengan relaksdi tempat tidur dengan posisi kaki menjuntai.
Pemeriksa berdiri berhadapan dengan penderita

Tangan kanan memeriksa kaki kanan pasien dan tangan kiri memeriksa kaki kiri
pasien (tangan pemeriksa menyilang)

Meraba N. Tibialis psoterior di bagian belakang bawah dari mata kaki sebelah
dalam (malleolus medialis)

Dengan tekanan ringan saraf digulirkan.

Raba apakah ada penebalan/pembesaran, lihat mimik pasien terasa kesakitan atau
tidak

Bandingkan simetris atau tidak. Catat pada charting
Interpretasi:
o
Ditemukan adanya penebalan pada sulcus ulnaris di sisi medial siku pada
anggota ekstremitas atas kiri,
C. Pemeriksaan Sensibilitas MH
Pemeriksaan dilakukan dengan kapas yang diruncingkan, jarum tajam tumpul, dan 2 tabung
reaksi yang salah satunya diisi air hangat dan salah satunya air dingin untuk menilai fungsi
saraf sensorik periferal.
Metode:
o
Tes Raba

Pemeriksa menggunakan kapas yang diruncingkan ujungnya.

Menjelaskan dan memperagakan yang akan pemeriksaan yang akan dilakukan

Pemeriksa menyapukan ujung kapas pada kulit normal pasien

Pasien diminta untuk menyebutkan apakah terasa sentuhan tersebut

Pasien diminta menutup mata atau memalingkan wajah ke arah berlawanan

Secara acak bergantian pemeriksa meyapukan ujung kapas pada lesi dan kulit
normal
o

Pasien diminta mengatakan bila merasakan sentuhannya atau tidak

Catat pada charting
Tes Rasa Nyeri (Jarum Tajam Tumpul)

Pemeriksa menggunakan jarum tajam tumpul.

Menjelaskan dan memperagakan yang akan pemeriksaan yang akan dilakukan

Pemeriksa menusukkan bagian tajam dan tumpul pada kulit normal pasien

Pasien diminta untuk menyebutkan apakah terasa tajam atau tumpul

Pasien diminta menutup mata atau memalingkan wajah ke arah berlawanan

Secara acak bergantian pemeriksa menusukkan bagian jarum yang tajam dan
tumpul pada lesi dan kulit normal
o

Pasien diminta mengatakan bila merasakan tajam atau tumpul

Catat pada charting
Tes Suhu (Panas Dingin)

Pemeriksa menggunakan tabung reaksi yang diisi air hangat suhu 40 derajat celsius
dan air dingin suhu 20 derajat Celsius.

Menjelaskan dan memperagakan yang akan pemeriksaan yang akan dilakukan

Pemeriksa menyentuhkan tabung panas dan dingin bergantian pada kulit normal
pasien

Pasien diminta untuk menyebutkan apakah panas atau dingin

Pasien diminta menutup mata atau malingkan wajah ke arah berlawanan

Secara acak bergantian pemeriksa menyentuhan tabung reaksi panas dan dingin
secara acak bergantian pada lesi dan kulit normal

Pasien diminta mengatakan terasa panas atau dingin

Catat pada charting
Interpretasi:
o
Pada lesi pasien menyatakan tidak merasakan sentuhan kapas, tusukan jarum tumpul
maupun tajam, tabung dingin maupun panas pada lesi, tetapi pada kulit normal sekitar
dapat membedakan dan merasakan semua rangsangan yang diberikan.
o
Adapula penurunan sensibilitas pada manus sinister untuk jari 4 dan 5, dengan sedikit
keikutsertaan dari palmar dan dorsal.
3. Interpretasi dari “Jari kelingking dan jari manis tangan kiri bengkok dan mati rasa” adalah Claw
hand, dan Claw hand bisa disebabkan oleh kerusakan saraf ulnaris.
Pemeriksaan saraf ulnaris:
o
Pemeriksaan adanya penebalan saraf N. Ulnaris

Pemeriksa berada di sisi kanan penderita

Tangan kanan pemeriksa memegang lengan kanan bawah penderita dengan siku
sedikit ditekuk sehingga lengan pasien rileks.

Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri mencari sambil meraba N. Ulnaris
di dalam suklus nervi ulnaris yaitu lekukan diantara tonjolan tulang siku
(olecranon) dan tonjolan kecil di bagian medial(epicondilus medialis)

Beri sedikit tekanan ringan pada N. Ulnaris sambil digulirkan dan menelusuri ke
atas dengan halus.

Raba apakah ada penebalan/pembesaran, lihat mimik pasien terasa kesakitan atau
tidak, catat pada charting

Lakukan Pemeriksaan N. Ulnaris di sisi yang lain dengan prosedur yang sama
(bandingkan simetris atau tidak)
o
Pemeriksaan sensibilitas pada kulit yang diinervasi N. Ulnaris
Pemeriksaan dilakukan dengan kapas yang dipilin,
jarum bagian tajam dan tumpul, dan tabung reaksi
panas/dingin pada titik-titik di manus pada gambar
disamping dengan dibandingkan dengan kulit yang
diinervasi saraf lain yang sehat. Amati dan Bandingkan
respon pasien terhadap rangsangan tersebut. Catat pada chart POD Kusta.
o
Pemeriksaan Kartu
Pemeriksaan dilakukan dengan sekarcik kertas
atau kartu yang diletakan di salah satu sela-sela jari
dengan manus dalam posisi terbuka dan pronasi,
setiap sela akan diperiksa, Pasien diminta menahan
kartu
tersebut
sekuat-kuatnya,
kemudian
pemeriksa menarik dengan posisi dan sela jari yang
sama dengan pasien. Pasien yang tidak dapat menahan kartu menunjukan adanya
kelemahan otot atau lesi pada saraf. Khusus untuk N. Ulnaris kelemahan ada antara
jari ke-empat dan ke-lima.
o
Pemeriksaan Egawa
Pemeriksaan dilakukan dengan tangan datar pada meja dengan
sisi palmar dibawah, sela-sela jari dibuka, pasien diminta
mengerakan jari tengah kiri dan ke kanan, ini untuk memeriksa
otot interossei, Adapun dapat dimodifikasi dengan pergerakan
jari tengah ditahan antara gerakan menjauh dari medial
maupun dari lateral oleh pemeriksa. Terdapat kelemahan gerakan kearah kelingking
pada lesi N. Ulnaris
o
Pemeriksaan Elektroneuromiografi (ENMG)
Electroneuromyography
(ENMG)
adalah
pemeriksaan
gabungan antara elektromiografi (EMG) dan studi konduksi
saraf (nerve conduction study/NCS) yang bertujuan untuk
mengevaluasi fungsi saraf tepi dan otot, termasuk saraf ulnaris.

Posisi pasien: Minta pasien untuk duduk atau berbaring
dengan lengan yang akan diperiksa dalam posisi rileks dan ditopang. Lengan
biasanya ditempatkan di atas meja atau bantal agar tetap stabil selama
pemeriksaan.

Pembersihan kulit: Bersihkan kulit di area pemasangan elektroda (biasanya di
sekitar siku, pergelangan tangan, dan tangan) menggunakan alkohol untuk
menghilangkan minyak dan kotoran. Ini membantu memastikan kontak yang baik
antara elektroda dan kulit.

Nerve Conduction Study (NCS) untuk Saraf Ulnaris bagian Motorik

Pemasangan elektroda: Elektroda pencatat (active recording electrode)
ditempatkan di atas otot abduktor digiti minimi (ADM) pada sisi ulnaris
tangan. Otot ini disuplai oleh saraf ulnaris. Elektroda referensi: Ditempatkan
di sekitar tulang metakarpal V (jari kelingking). Elektroda tanah (ground
electrode): Biasanya dipasang di lengan bawah atau pergelangan tangan.

Lokasi stimulasi: Titik distal: Stimulator listrik ditempatkan di pergelangan
tangan, di atas lintasan saraf ulnaris. Titik proksimal (di atas siku): Stimulus
kedua diberikan di atas siku, di bagian medial siku tempat saraf ulnaris
melewati sulcus ulnaris (di sekitar epikondilus medial humerus).

Prosedur stimulasi: Berikan stimulus listrik ringan melalui elektroda stimulasi
di lokasi distal. Lakukan pengukuran latensi, amplitudo, dan kecepatan
konduksi saraf. Ulangi stimulasi di titik proksimal (di atas siku) untuk
mengukur waktu tempuh impuls saraf dari titik stimulasi proksimal ke
elektroda pencatat di tangan. Hitung kecepatan konduksi saraf dengan
membandingkan latensi dari titik stimulasi proksimal dan distal.

Langkah-langkah NCS Saraf Ulnaris bagian Sensorik

Pemasangan elektroda: Elektroda pencatat ditempatkan di jari kelingking (sisi
ulnaris tangan). Elektroda referensi: Dipasang di sendi metakarpofalangeal V.

Lokasi stimulasi: Titik stimulasi: Stimulasi listrik diberikan di sepanjang saraf
ulnaris di pergelangan tangan.

Prosedur stimulasi: Berikan stimulus listrik di pergelangan tangan, dan rekam
potensial sensorik yang dihasilkan. Catat latensi, amplitudo, dan kecepatan
konduksi saraf sensorik. Dibandingkan dengan saraf motorik, amplitudo
potensial sensorik lebih kecil.

Interpretasi NCS:

Latensi yang meningkat dan penurunan kecepatan konduksi saraf dapat
menunjukkan adanya blok konduksi atau kompresi saraf.

Pada kusta (Morbus Hansen), sering kali ditemukan penurunan kecepatan
konduksi atau bahkan blok konduksi total jika saraf ulnaris mengalami
kerusakan parah.

Elektromiografi (EMG) Otot yang Disuplai oleh Saraf Ulnaris

Pemasangan jarum elektroda: Elektroda jarum yang halus dimasukkan ke
dalam otot abduktor digiti minimi atau otot interoseus yang dipersarafi oleh
saraf ulnaris.

Pastikan pasien rileks dan informasikan bahwa pasien mungkin merasakan
sedikit ketidaknyamanan saat jarum elektroda dimasukkan.

Pengukuran Aktivitas Otot: Aktivitas otot saat istirahat: Periksa apakah ada
fibrilasi atau potensial denervasi saat otot dalam keadaan rileks. Adanya
fibrilasi menunjukkan kerusakan saraf. Aktivitas otot saat kontraksi ringan:
Minta pasien untuk melakukan kontraksi ringan pada otot yang diperiksa
(misalnya, gerakkan jari kelingking). Catat aktivitas motorik yang terjadi.
Aktivitas otot saat kontraksi maksimal: Minta pasien untuk melakukan
kontraksi kuat, dan amati pola rekrutmen unit motorik. Pada kerusakan saraf
ulnaris, aktivitas otot mungkin menurun atau tidak ada.

Interpretasi EMG:

Aktivitas spontan seperti fibrilasi dan gelombang positif menandakan
denervasi pada otot akibat kerusakan saraf.

Penurunan jumlah unit motorik atau pola interferensi yang buruk
menunjukkan kerusakan saraf kronis atau atrofi otot karena tidak adanya
persarafan.

Pada kusta, temuan denervasi dan penurunan aktivitas motorik sering terlihat
pada otot-otot yang disuplai saraf ulnaris.
4. Pencegahan Kecacatan pada Morbus Hansen/Kusta dapat dilakukan dengan:
 Melakukan Pemeriksaan dan pencatatan secara berkala:
o
Tiap 2 minggu bila ada reaksi
o
Tiap 1 bulan tanpa reaksi
o
Tiap 3 bulan bila pasien sulit dijangkau
 Tatalaksana segera dengan Multi-Drug Therapy (MDT) yang terdiri dari kombinasi rifampicin,
dapsone, dan clofazimine.
 Predinison dan Kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi pada saraf jika ada reaksi
 Thalidomide jika diperlukan
 Edukasi pasien untuk melindungi lesi yang mati rasa, tidak mengabaikan gejala dan segera
pergi skrining, dan segera perawatan luka jika ditemukan
 Fisioterapi untuk disabilitas yang sudah terjadi
Sumber:
 Kar S, Krishnan A, Singh N, Singh R, Pawar S. Nerve damage in leprosy: An electrophysiological
evaluation of ulnar and median nerves in patients with clinical neural deficits: A pilot study. Indian
Dermatol Online J. 2013 Apr;4(2):97-101. doi: 10.4103/2229-5178.110625. PMID: 23741664;
PMCID: PMC3673401.
 Łabędź N, Navarrete-Dechent C, Kubisiak-Rzepczyk H, Bowszyc-Dmochowska M, PogorzelskaAntkowiak A, Pietkiewicz P. Pityriasis Versicolor-A Narrative Review on the Diagnosis and
Management. Life (Basel). 2023 Oct 22;13(10):2097. doi: 10.3390/life13102097. PMID: 37895478;
PMCID: PMC10608716.
 Bhat RM, Prakash C. Leprosy: an overview of pathophysiology. Interdiscip Perspect Infect Dis.
2012;2012:181089. doi: 10.1155/2012/181089. Epub 2012 Sep 4. PMID: 22988457; PMCID:
PMC3440852.
Download