Word Of Causation Intra Natal Care Kala I Penurunan kadar progesteron, peningkatan kadar oksitosin, keregangan otot–otot rahim, pengaruh janin, prostaglandin yang diberikan secara intravena, plasenta tua Kontraksi uterus Dilatasi, penipisan serviks, iskemik rahim Penurunan O2 ke dalam plasenta Saraf spinal T XI dan T XII Risiko gangguan pertukaran gas janin Ansietas Korteks serebri Kurang informasi mengenai berapa lama nyeri, cara mengatasi nyeri dan kecemasan pada ibu Nyeri perut bagian bawah, menyebar ke daerah punggung dan paha Nyeri Peningkatan metabolisme Risiko kelelahan Kurang pengetahuan Kala I dimulai dengan kontraksi uterus dan dilatasi serviks. Kala I terbagi menjadi dua fase yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten adalah pembukaan serviks 1–3 cm dan berlangsung sekitar 8 jam, sedangkan fase aktif adalah pembukaan serviks 4–10 cm berlangsung sekitar 6 jam. Pada kala I periksa tanda vital ibu berupa tekanan darah setiap 4 jam serta kecepatan nadi dan suhu setiap 1 jam. Periksa kontraksi uterus setiap 30 menit dan denyut jantung janin setiap 1 jam. Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam untuk menilai dilatasi serviks, penurunan kepala janin, dan warna cairan amnion. Ibu dilarang mengejan sebelum kala I selesai, karena dapat menyebabkan kelelahan dan ruptur serviks. Kala II Kala II Kontraksi uterus Dorongan fetus ke uterus dan serviks Regangan pada uterus dan serviks meningkat Perangsangan reseptor nyeri pada uterus dan serviks Dorongan kuat pada janin ke arah serviks dan perineum Terjadi peregangan yang sangat besar di daerah serviks dan perineum Risiko kerusakan intergritas kulit ibu Kelelahan pada ibu saat kala I Upaya meneran lemah dan terputus–putus Tahanan serviks terhadap janin Janin terjepit di jalan lahir Nyeri Risiko cedera janin Kala II merupakan fase dari dilatasi serviks lengkap 10 cm hingga bayi lahir. Pada kala ini pasien dapat mulai mengejan sesuai instruksi penolong persalinan, yaitu mengejan bersamaan dengan kontraksi uterus. Proses fase ini normalnya berlangsung maksimal 2 jam pada primipara, dan maksimal 1 jam pada multipara. Kala III Kala III (Pelepasan dan Pengeluaran Uri) Kurang informasi tentang proses fisiologis Terlepasnya plasenta dari endometrium Trauma jaringan Terputusnya kontinuitas jaringan klien Pelepasan neurotransmitter nyeri di korteks serebral Kesulitan dengan pelepasan plasenta Teknik pelepasan dan pengeluaran uri yang tidak tepat Risiko cedera maternal Kurang pengetahuan Diikuti oleh pengeluaran sisa plasenta Keluarnya darah (normal 150–300 cc) Risiko kekurangan volume cairan Janin plasenta lahir Perubahan peran dan tanggung jawab pada keluarga Risiko perubahan proses keluarga Nyeri Plasenta yang tidak lengkap dan sisa plasenta yang masih tertahan di uterus Risiko infeksi Kala III adalah setelah bayi lahir hingga plasenta keluar. Saat proses melahirkan plasenta, dilarang menarik tali pusat terlalu keras karena dapat menyebabkan plasenta keluar tidak utuh. Plasenta yang keluar harus diperiksa apakah keluar utuh. Jaringan plasenta yang tertinggal di dalam uterus dapat menyebabkan komplikasi di masa nifas seperti infeksi postpartum atau perdarahan pervaginam. Kala IV Partus kala IV Episiotomi Robekan jalan lahir Atonia uteri Kontraksi uterus menurun Terjadi luka Rest plasenta Iritasi mekanik pada saraf dan jaringan Perdarahan (>500 cc) Pelepasan neurotransmitter nyeri Risiko kekurangan volume cairan Substansi P, serotonin, prostaglandin keluar Masuk ke serabut saraf afferen Nyeri akut Diterima di kornu dorsalis medulla spinalis Korteks serebri Persepsi nyeri Kala IV adalah fase setelah plasenta lahir hingga 2 jam postpartum. Pada kala ini dilakukan penilaian perdarahan pervaginam, bila ditemukan robekan jalan lahir maka perlu dilakukan hecting. Setelah itu, tenaga medis harus menilai tanda–tanda vital ibu, memastikan kontraksi uterus baik, dan memastikan tidak terjadi perdarahan postpartum. Selain itu, ibu sebaiknya dimotivasi untuk melakukan IMD dalam waktu minimal 1 jam setelah melahirkan. Setelah proses IMD selesai atau 1 jam setelah lahir, bayi akan diberikan suntikan vitamin K intramuskular di anterolateral paha kiri, dan 1 jam setelahnya diberikan imunisasi hepatitis B pada anterolateral paha kanan. Memandikan bayi selama 24 jam pertama sebaiknya dihindari untuk mencegah hipotermia.