PRAKTIS Resusitasi Neonatus: Algoritma Terkini Ashfahani Imanadhia, Grevy Yanika RSIA Bunda, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Sebagian besar bayi baru lahir akan melalui tahapan transisi dari intrauterin ke ekstrauterin dengan lancar atau tanpa distres, namun pada sebagian kecil bayi dibutuhkan bantuan resusitasi lanjutan. Keberhasilan resusitasi membutuhkan kemampuan dan kerjasama tim yang baik. Pemahaman yang baik tentang tahapan pada algoritma, mutlak dikuasai oleh setiap petugas resusitasi. Kata kunci: Algoritma, bayi baru lahir, resusitasi neonates ABSTRACT In the majority of newborn, the transition from intrauterine to exrauterine environment goes smoothly without any distress; but in a few cases, further resuscitation is needed. Skills and good teamwork are needed to achieve successful resuscitation. Every personnel involved in resuscitation procedure must thoroughly mastered each step in the algorithm. Ashfahani Imanadhia, Grevy Yanika. Neonatal Resuscitation: Latest Algorithm Keywords: Algorithm, neonatal resuscitation, newborn PENDAHULUAN Proses kelahiran merupakan kondisi potensial kegawatdaruratan medis. Bayi baru lahir (BBL) umumnya akan melalui proses transisi dari lingkungan intrauterin ke ekstrauterin dengan lancar tanpa distres apapun, namun beberapa kasus bayi dapat mengalami distres saat lahir. Sekitar 85% BBL akan mulai bernapas dalam 10-30 detik pertama setelah lahir, 10% baru memberikan respons setelah dikeringkan dan mendapat stimulasi, 5% bayi cukup bulan membutuhkan ventilasi tekanan positif (VTP) selama periode transisi, 2% dengan intubasi, 0,1% harus dilakukan kompresi dada, dan 0,05% menerima kompresi dada disertai pemberian epinefrin.1 Pada Juni 2021, American Academy of Pediatrics (AAP) dan American Heart Association (AHA) telah merilis Neonatal Resuscitation Program (NRP) edisi ke-8 yang berbeda dari algoritma 2020 AHA Guidelines for Cardio¬pulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care: Part 5: Neonatal Resuscitation; perbedaan terletak pada gaya dan pemilihan kata untuk pendidikan, namun tidak banyak bertentangan dari segi pembahasan.2 Alamat Korespondensi Pre-Resusitasi Untuk mencapai keberhasilan resusitasi pada BBL, langkah atau tahapan harus dilakukan mengikuti algoritma. Pada algoritma terbaru (Gambar), tahapan paling awal dalam kotak teratas ditekankan kembali mengenai konseling antenatal, persiapan tim, dan alat. Persiapan awal resusitasi dilakukan dengan menggali informasi mengenai ibu dan bayi. Informasi ibu seperti riwayat kehamilan sebelumnya, USG antenatal, riwayat penyulit saat antenatal, risiko infeksi kehamilan, termasuk riwayat obat yang dikonsumsi. Informasi yang berhubungan dengan bayi yakni taksiran usia gestasi, bayi berisiko yang diprediksi memerlukan resusitasi tingkat lanjut, ketuban hijau kental, ditemukannya kelainan kongenital saat pemeriksaan antenatal, dan terkait manajemen tali pusat.3,4 Pada bayi cukup bulan atau late preterm tanpa komplikasi, penundaan penjepitan tali pusat dapat dilakukan setidaknya selama 60 detik. Penjepitan terlalu dini (<30 detik) dapat mengganggu proses transisi janin. Review Cochrane dari Rabe, dkk. menyebutkan penundaan penjepitan tali pusat dihubungkan dengan rata-rata tekanan darah arteri yang tinggi pada 4 jam awal kehidupan. Manfaat penundaan ini di antaranya kebutuhan inotropik dan transfusi darah yang rendah dalam konteks tekanan darah rendah, distres napas cenderung lebih kecil, penurunan kejadian cedera otak, khususnya perdarahan intraventrikuler, necrotizing enterocolitis (NEC), dan retinopathy of prematurity (ROP).5 Namun, penjepitan tali pusat dini harus dipertimbangkan pada beberapa kondisi, seperti adanya indikasi perdarahan maternal, hemodinamik yang tidak stabil, abruptio plasenta, atau plasenta previa.6 Saat persiapan tim, dilakukan pembagian tugas yang jelas antar penolong sebelum resusitasi dan penerapan komunikasi efektif. Oleh karena resusitasi tidak dapat dilakukan seorang diri, terlebih pada bayi risiko tinggi, setiap anggota tim harus memiliki pengetahuan dan kemampuan resusitasi. Tidak ada perubahan dari rekomendasi ILCOR sebelumnya dalam persiapan tim resusitasi.4,7 Walaupun tidak semua bayi baru lahir memerlukan tindakan resusitasi, kelengkapan alat harus dipastikan ada setiap akan melakukan pertolongan kelahiran dan dilakukan pemeriksaan berkala untuk memastikan alat berfungsi dengan baik. email: [email protected] CDK-304/ vol. 49 no. 5 th. 2022 290 PRAKTIS Tindakan Resusitasi Segera setelah bayi lahir, alat pencatat waktu dinyalakan sebagai panduan penilaian skor Apgar dan lama resusitasi. Dilanjutkan dengan melakukan evaluasi tiga penilaian awal: apakah bayi cukup bulan, lahir dengan tonus otot baik, dan bernapas atau menangis. Jika ketiga penilaian tersebut baik, bayi dirawat bersama ibu dengan memberi kesempatan ibu melakukan inisiasi menyusui dini untuk menjaga kehangatan bayi. Suhu bayi harus dipertahankan 36,5-37,5°C selama resusitasi ataupun stabilisasi.Pada bayi cukup bulan atau preterm (>30 minggu) yang tidak memerlukan resusitasi, menempatkan bayi di perut ibu untuk kontak skin-to-skin dengan handuk penutup menjadi pilihan dibandingkan boks bayi terbuka atau inkubator. Untuk bayi prematur atau usia kehamilan <32 minggu, selain penghangat (radiant warmer) diperlukan kombinasi intervensi menjaga suhu lingkungan (23°C-25°C), selimut hangat, bungkus plastik tanpa tindakan mengeringkan, topi, ataupun kasur termal untuk mencegah hipotermia.4 perfusi, menurunkan resistensi vaskular paru, meningkatkan oksigenasi, dan menurunkan kejadian atelektasis. Di fasilitas lengkap, CPAP diberikan melalui alat T-piece resuscitator (TPR) dengan mengatur tekanan positif akhir ekspirasi (positive end-expiratory pressure/PEEP) sebesar 7 cm H2O.4,7 Target pencapaian saturasi oksigen disesuaikan dengan tabel pada algoritma selama laju denyut jantung >100 kali per menit. PEEP dapat dinaikkan sampai maksimal Apabila dari tiga penilaian evaluasi awal terdapat minimal satu jawaban “tidak” maka sesuai algoritma dilakukan langkah awal dan evaluasi. Terdapat perubahan urutan langkah awal pada rekomendasi terbaru. Setelah menghangatkan, langkah lanjutan yakni mengeringkan dan menstimulasi bayi, kemudian memposisikan kepala, dan melakukan pembersihan/pengisapan (suction) jalan napas hanya jika diperlukan. Untuk usia gestasi ≤32 minggu atau berat lahir ≤1500 gram, bayi langsung dibungkus plastik tanpa dikeringkan terlebih dahulu, kecuali wajah dan dipakaikan topi. 1,4 Setelah langkah awal dikerjakan, langkah selanjutnya adalah menilai usaha napas dan laju denyut jantung. Monitor dipasang untuk tujuan memantau saturasi oksigen preduktal (tangan kanan). Jika bayi bernapas spontan dengan denyut jantung >100 kali/ menit, bayi tidak memerlukan intervensi. Akan tetapi jika disertai retraksi, merintih, atau sianosis, dipertimbangkan pemberian tekanan positif berkelanjutan pada jalan napas (continuous positive airway pressure/ CPAP).2 CPAP bekerja membantu ekspansi paru, meningkatkan volume paru serta kapasitas residu fungsional paru (functional residual capacity/FRC), memperbaiki ventilasi- CDK-304/ vol. 49 no. 5 th. 2022 Gambar . Algoritma NRP Edisi 8.2 291 PRAKTIS 8 cm H2O jika retraksi masih ada sebelum diputuskan tindakan intubasi. CPAP dikatakan gagal jika bayi tetap mengalami distres napas dengan PEEP telah mencapai 8 cm H2O dan FiO2 di atas 40%.7 Pada keadaan ini dapat dipertimbangkan untuk dilakukan intubasi (penilaian Downes score >6) dengan didahului VTP (ventilasi tekanan positif )-pre-oksigenasi. Pada rekomendasi sebelumnya (NRP edisi 7) alat monitor jantung (elektrokardiogram/ EKG) dipasang selama kompresi jantung, namun pada yang terbaru jika bantuan napas alternatif dibutuhkan maka monitor EKG sebaiknya digunakan sebagai evaluasi denyut jantung bayi yang akurat.2 Pada bayi yang tidak mampu mencapai pernapasan spontan efektif (apnea/megapmegap) atau laju denyut jantung di bawah 100 kali per menit, segera lakukan VTP. Pemberian ventilasi bertujuan untuk mencapai FRC yang adekuat. Saat ini TPR lebih banyak digunakan menggantikan self-inflating bags (SIB) atau flow inflating bag (FIB) yang lebih dulu diperkenalkan dan digunakan secara luas. Hal ini karena TPR dapat memberikan pengaturan sebelumnya untuk PEEP dan tekanan inspirasi puncak (PIP) selama VTP, termasuk pilihan CPAP jika diperlukan. Namun sama seperti FIB, penggunaan TPR membutuhkan aliran udara segar. SIB masih digunakan secara luas terutama di daerah yang memiliki keterbatasan dalam menyediakan pasokan udara segar. Dengan demikian, baik penggunaan SIB maupun TPR masih direkomendasikan dalam panduan ILCOR.7,8 Ventilasi yang efektif ditandai dengan laju denyut jantung yang segera membaik dan bertahan dalam rentang normal. Pergerakan dinding dada harus dinilai jika denyut jantung tidak membaik. Jika dada tidak mengembang adekuat, evaluasi ventilasi dengan memastikan tidak ada kebocoran sungkup, tekanan ventilasi sudah adekuat, tidak ada obstruksi lendir, dan posisi kepala bayi tepat. Untuk bayi cukup bulan ataupun prematur tekanan inflasi awal diberikan 30 cmH2O dengan FiO2 21% untuk usia gestasi Tabel. Perubahan algoritma sesuai NRP edisi 8.2 Perubahan NRP edisi 7 Nrp edisi 8 Rencana manajemen perawatan tali pusat ditambahkan pada 4 pertanyaan di awal kelahiran, menggantikan “berapa banyak jumlah bayi?” 4 pertanyaan awal saat bayi lahir: (1) usia gestasi? (2) cairan amnion jernih? (3) berapa banyak bayi? (4) faktor risiko tambahan? 4 pertanyaan awal: (1) usia gestasi? (2) cairan amnion jernih (3) Faktor risiko tambahan? (4) Manajemen penjepitan tali pusat? Penyusunan ulang langkah awal Langkah awal: menghangatkan dan mempertahankan suhu normal, posisi jalan napas, penghisapan (suction) jika perlu, mengeringkan, dan stimulasi. Langkah awal: menghangatkan, mengeringkan, stimulasi, memposisikan, (jalan napas), dan pembersihan (suction) jika perlu Monitor ekg direkomendasikan di awal EKG dianjurkan sebagai metode Ketika penggunaan alat bantu napas pada algoritme untuk menilai denyut jantung selama alternatif dibutuhkan, ekg disarankan kompresi dada. sebagai metode paling akurat untuk menilai denyut jantung bayi pemberian epinefrin intraoseus (IV/IO) intravena/ Flush IV/IO epinefrin dengan 0.5 Flush IV/IO Epinefrin dengan 3 mL sampai 1 mL Normal saline normal saline (aplikasi untuk semua usia gestasi dan berat badan) Dosis epinefrin IV/IO dan endotrakea Lama waktu resusitasi penghentian Rentang dosis IV/IO: 0.01-0.03 mg/kg (setara 0.1-0.3 mL/kg) Rentang dosis endotrakea: 0.05-0.1 mg/kg (setara 0.5-1 mL/kg) Dosis awal IV/IO yang disarankan: 0.02 mg/kg (setara 0.2 mL/kg) Dosis endotrakea (sambil menyiapkan akses vaskular): 0.1 mg/kg (setara 1 mL/kg) upaya dihentikan jika dalam waktu 10 menit tidak ada denyut jantung yang dikonfirmasi, namun keputusan melanjutkan atau menghentikan harus bersifat individual atau per kasus Dihentikan bila dalam 20 menit dikonfirmasikan tidak ada denyut jantung (keputusan individual tiap pasien dan faktor kontekstual). ≥35 minggu dan 21-30% bila<35 minggu. Pemberian oksigen harus sesuai kebutuhan dengan memperhatikan target saturasi.2,7 Jika pengembangan dada sudah adekuat namun laju denyut jantung <60 kali/menit, maka selain VTP-oksigen 100% harus dilakukan kompresi dada (3 kompresi tiap 1 napas), sambil dipertimbangkan tindakan intubasi. Observasi laju denyut jantung dan usaha napas dilakukan tiap 30 detik. Medikasi mulai diberikan jika denyut jantung masih rendah (<60 kali/menit) setelah ventilasi adekuat dengan oksigen 100%. Dosis epinefrin telah diperbaharui pada rekomendasi terbaru, yaitu pemberian secara intravena 0,02 mg/ kg atau setara 0,2 mL/kg yang di-flush dengan 3 mL normal salin (untuk semua usia gestasi dan berat badan). Apabila akses intravena belum tersedia dapat dipilih jalur endotrakea dengan dosis 0,1 mg/kg atau setara 1 mL/ kg. Pemberian epinefrin dapat diulang setiap 3-5 menit bila denyut jantung masih <60 kali/menit.2,7 Bila laju denyut jantung sudah di atas 60 kali/menit, dapat dikatakan pasien telah ROSC (return of spontaneous circulation), sehingga kompresi dada dapat dihentikan dan VTP tetap dilanjutkan.2,4 Post-Resusitasi Batasan waktu untuk menghentikan usaha resusitasi sesuai rekomendasi terbaru adalah 20 menit dengan tetap mempertimbangkan kondisi tiap kasus. Kegagalan mencapai sirkulasi spontan kembali pada BBL yang telah diresusitasi secara intensif selama >20 menit dikaitkan dengan risiko tinggi kematian dan gangguan perkembangan saraf, walaupun belum ada bukti lanjutan sebagai prediktor kematian. Penghentian upaya resusitasi tetap didasarkan pertimbangan ketersediaan sumber daya, nilai dan persepsi orangtua, dan status klinis bayi.3 SIMPULAN Untuk mencapai keberhasilan resusitasi, setiap langkah tindakan harus disesuaikan dengan algoritma. Adanya perubahan pada beberapa alur dari rekomendasi sebelumnya sebaiknya dipahami karena keberhasilan resusitasi pada bayi baru lahir akan ditentukan oleh kerjasama dan kemampuan tim yang baik. DAFTAR PUSTAKA 1. Wyckoff MH, Wyllie J, Aziz K, de Almeida MF, Fabres J, Fawke J, et al. 2020 International consensus on cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care science with treatment recommendations. Pediatrics 2021;147(1):48–87. 2. American Academy of Pediatrics. NRP 8th edition busy people update # 1 – December 2020. 2020;2020(1):1–6. 3. Madar J, Roehr CC, Ainsworth S, Ersdal H, Morley C, Rüdiger M, et al. European resuscitation council guidelines 2021: Newborn resuscitation and support of transition of infants at birth. Resuscitation 2021;161:291–326. CDK-304/ vol. 49 no. 5 th. 2022 292 PRAKTIS 4. Thakre R. Highlights of newborn resuscitation science, 2020. J Neonatol. 2021;35(1):24–8. 5. Rabe H, Gyte GML, Díaz-Rossello JL, Duley L. Effect of timing of umbilical cord clamping and other strategies to influence placental transfusion at preterm birth on maternal and infant outcomes. Cochrane Database Syst Rev. 2019;2019(9):8–10. 6. Surak A, Elsayed Y. Delayed cord clamping: Time for physiologic implementation. J Neonatal Perinatal Med. 2022;15(1):19-27. doi: 10.3233/NPM-210745. 7. UKK Neonatologi. Resusitasi neonatus. Rinawati Rohsiswatmo LR, editor. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2015. 8. Hinder M, Tracy M. Newborn resuscitation devices: The known unknowns and the unknown unknowns. Semin Fetal Neonatal Med. 2021;26(2):101233. CDK-304/ vol. 49 no. 5 th. 2022 293