BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2002:178). Sebab-sebab dari retensio plasenta : a. Plasenta belum lepas dari dinding uterus atau b. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena : a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva). b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah peritonium (plasenta akretaperkreta) (Prawirohardjo, S. 2002:656-657). 2002:656-657). Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inserasio plasenta) (Prawirohardjo, S. 2002:656657). Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta (Manuaba, 1GB. 1998 : 301). Dalam melakukan pengeluaran plasenta secara manual perlu diperhatikan tekniknya sehingga tidak menimbulkan komplikasi seperti perforasi perfor asi dinding uterus, bahaya infeksi dan dapat terjadi inversio uteri. 1.2 Rumusan masalah 1. Apa definisi retensio plasenta? 2. Apa penyebab retensio plasenta? 3. Bagaimana penatalaksanaan retensio plasenta? 4. Apa definisi sisa plasenta? 5. Apa penyebab sisa plasenta? 6. Apa definisi plasenta akreta? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Mengetahui retensio plasenta 2. Untuk mengetahui penyebab retensio plasenta 3. Untuk mengetahui pnyebab sisa plasenta 4. Untuk mengetahui penyeab plasenta akreta 1.4 Manfaat Penulisan Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu memberikan informasi kepada mahasiswa tentang retensio plasenta, sisa plasenta, dan plasenta akreta sehingga memungkinkan mahasiswa mampu megaplikasikannya pada pasien dengan kasus tersebut. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Retensio Plasenta Retensio plasenta adalah placenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir (Ilmu Kebidanan, 2002:656). Retensio placenta adalah keadaan dimana plasenta tidak dapat lahir setelah setengah jam kelahiran bayi ba yi (Subroto, 1987:346). Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga melebihi waktu tiga puluh menit setelah bayi lahir (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178). Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensi plasenta berulang (habiual retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya pndarahan, infeksi karena sebagai benda mati, plasenta inkarserta, polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas kario karsinoma. Dalam melakukan pengeluaran plasenta secara manual perlu diperhatikan tekniknya sehingga tidak menimbulkan komplikasi seperti perforasi dinding uterus, bahaya infeksi, dan inversio uteri. Bidan sebagai tenaga terlatih di lini terdepan sistem pelayanan kesehatan dapat mengambil sikap dalam menghadapi “retensio plasenta” sebagai berikut : 1. Sikap umum bidan. a. Memperhatikan keadaan umum penderita Apakah anemis Bagaimana jumlah perdarahannya Teknik kompresi uterus bimanual 1. Bersihkan dan desinfeksikan genetalia bagian luar 2. Sarung tangan dipasang pada tangan kiri (bila darurat dapat tanpa sarung tangan) dan masukan tangan ke dalam vagina 3. Kepalkan tangan dan tekan forniks anterior 4. Tangan luar memegang fundus uteri bagian belakang dan melipatnya tangan kiri yang berada di dalam vagina 5. Kedua tangan dapat pula melakukan massase, sehingga merangsang kontraksi otot rahim untuk menghentikan perdarahan 6. Kompresi bimanual ini dapat berlangsung lebih dari 30 menit 7. Apabila gagal menghentikan perdarahan maka histerektomi merupakan pilihan terkhir Keadaan umum ibu : tekanan darah, nadi, dan suhu Keadaan fundus uteri : konraksi dan tinggi ti nggi fundus uteri b. Mengetahui keadaan plasenta Apakah plasenta inkarserta Melakukan tes plasenta lepas : metode Kusnert, metode Klein, metode Strassman, metode Manuaba c. Memasang infus dan memberikan cairan pengganti 2. Sikap khusus a. Retensio plasenta dengan perdarahan, langsung melakukan plasenta manual b. Retensio plasenta tanpa perdarahan Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita segera memasang infus dan memberikan cairan Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup, untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik Memberikan trasfusi Proteksi dengan antibiotik Mempersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalam keadaan pengaruh narkosa 3. Upaya prevenif retensio plasenta oleh bidan a. Meningkatkan peneriman keluarga berencana, sehingga memperkecil terjadi retensio plasenta. b. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih. c. Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak diperenankan untuk melakukan masase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta. 2.1.1 Jenis-jenis retensio plasenta: Plasenta Adhesive Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis. Plasenta Akreta Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium. Plasenta Inkreta Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. Plasenta Prekreta Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa dinding uterus hingga ke peritonium . Berdasarkan prognosa dan perawatannya, maka retensio plasenta dibagi: 1. Retensio plasenta tanpa perdarahan Terjadi bila belum ada bagian plasenta yang lepas atau seluruh plasenta malah sudah lepas dan plasenta terjepit dalam rahim. 2. Retensio plasenta dengan perdarahan Menunjukkan bahwa sudah ada bagian plasenta yang sudah lepas, sedangkan bagian lain masih melekat, sehingga kontraksi uterus tidak sempurna . 2.1.2 Sebab Retensio Plasenta 1. Atonia uteri, sebagai lanjutan inertio yang sudah ada sebelumnya atau yang terjadi pada kala III. Misalnya partus lama, permukaan narkose dan sebagainya. 2. Pimpinan kala III yang salah Memijat rahim yang tidak merata, pijatan sebelum plasenta lepas, pemberian uterotonika dan sebagainya. 3. Kontraksi rahim yang hipertonik, yang menyebabkan konstriksion ring, (bukan retraction ring), hour glass contraction. 4. lasenta yang adhesive, sukar lepas karena plasenta yang lebar dan tipis (plasenta yang prematur, immature atau plasenta membranacea) 5. Vili chorialis yang melekatnya lebih dalam: a. Plasenta akreta b. Plasenta increta c. Plasenta perkreta 6. Kelainan bentuk plasenta sehingga plasenta / sebagian plasenta sukat lepas: a. plasenta fenestrate b. Plasenta membranacea c. Plasenta bilabata, plasenta succenturiota, plasenta spuria (Subroto, 1987 : 347-348). 2.1.3 Tanda Gejala Retensio Plasenta Tanda-tanda gejala yang selalu ada yaitu plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadangkadang timbul: 2.1.4 Tali Pusat putus akibat kontraksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan. Komplikasi Retensio Plasenta Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya: 1. Perdarahan Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup. 2. Infeksi Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta. 3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi. 4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis 5. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker. 6. Syok haemoragik (Manuaba, IGB. 1998 : 300) 2.1.5 Penanganan Retensio Plasenta 1. Plasenta Manual Plasenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi manual tidak sukar, tetapi harus dipikirkan bagaimana persiapan agar tindakan tersebut dapat menyelamatan jiwa penderita. Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan grandemulipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesiva, plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta. Retensi plaseta akan mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan bahwa darah penderita terlalu te rlalu banyak ban yak hilang, keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga pedarahan tidak terjadi, kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam. Plasenta manual dengan segera dilakukan bila terdapat riwayat perdarahan post partum berulang, terjadi perdarahan post partum melebihi 400cc,pada pertolongan persalinan dengan narkosa, plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam. Bidan hanya diberikan kesempatan untuk melakuan plasenta manual dalam keadaan darurat dengan indikasi perdaraan lebih dari 400cc dan terjadi retensio plasenta (setelah menunggu 30 menit). Seandainya masih terdapat kesempatan, penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat perolongan yang adekuat. Dalam melakukan rujukan penderita,dilakukan persiapan dengan memasang infus dan memberikan cairan dan dalam perjalanan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat. Plasenta manual Persiapan: Peralatan sarung tangan steril. Desinfektan untuk genetalia eksterna Tekhnik : Sebaiknya dengan narkosa, untuk menguragi sakit dan menghindari syok. Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna, tangan kanan dimasukkan secara obsteris sampai mencapai tepi plasenta dengan menelusuri tali pusat. Tepi plasenta dilepaskan dengan bagian ulnar tangan kanan sedangkan tangan kiri menahan fundus uteri sehingga tidak terdorong keatas. Setelah seluruh plasenta dapat dilepaskan, maka tangan dikeluarkan bersama dengan plasenta. Dilakukan eksplorasi untuk mencari sisa plasenta atau membrannya. Kontraksi uterus ditimbulkan dengan memberikan uterotonika. Perdarahan observasi. Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition (constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas. Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan. Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu (pasien), lakukan terjadi penyulit. penanganan yang sesuai bila Gambar 3. Mengeluarkan plasenta Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit. Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder. 2.2 Sisa Plasenta Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membranya dalam cavum uteri. (Saifuddin, A.B, 2002) Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder (Alhamsyah, 2008). Sebagian plasenta yang masih tertinggal disebut “Sisa Plasenta” atau plasenta rest. Gejala klinis sisa plasenta adalah terdapat subinvolusi uteri, terjadi perdarahan sedikit yang berkepanjangan, dapat juga terjadi perdarahan banyak mendadak setelah berhenti beberapa waktu, perasaan tidak nyaman dibagian perut bawah. bawah. Komplikasi sisa plasenta adalah polip plasenta artinya plasenta masih tumbuh dan dapat menjadi besar, perdarahan terjadi intermiten sehingga kurang mendapat perhatian, dan dapat terjadi degenerasi ganas. Menuju korio karsinoma dengan menginfestasi klinisnya (triayas acosta sision”HBS1”). sision”HBS1”). Triyas acosta sision adalah terjadinya degenerasi ganas yang berasal dari kehamilan, abostus, dan mola hidatidosa. Untuk menghindari terjadinya sisa plasenta dapat dilakukan dengan memberikan kavum uteri dengan membungkus tangan dengan sarung tangan sehingga kasar, mengupasnya sehingga mungkin sisa membran dapat sekaligus dibersihkan, segera setelah plasenta lahir dilakukan kuretase menggunaan kuret postpartum yang besar. Bila terdapat dungkul biru yang mudah berdarah divagina, kondisi ini sudah dianggap terdapat tastase yang bersifat khas terjadi degenerasi ganas. 2.2.1 Penyebab Sisa Plasenta Pengeluaran plasenta tidak hati-hati Salah pimpinan kala III : terlalu terburu-buru untuk mempercepat lahirnya plasenta 2.2.2 Faktor Yang Berhubungan Dengan Rest Plasenta 1. Umur ibu Usia ibu hamil terlalu muda muda (< 20 tahun) dan terlalu tua (> 35 tahun) mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi kurang sehat. Hal ini dikarenakan pada umur dibawah 20 tahun, dari segi biologis fungsi reproduksi r eproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna untuk menerima keadaan janin dan segi psikis belum matang dalam menghadapi tuntutan beban moril, mental dan emosional, sedangkan pada umur diatas 35 tahun dan sering melahirkan, fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami kemunduran atau degenerasi dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan lebih besar. Perdarahan post partum yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada umur dibawah 20 tahun, 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan post partum yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan post partum meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro (Wiknjosastro,, 2006 : 23). 2. Paritas Ibu Perdarahan post partum semakin meningkat pada wanita y yang ang telah melahirkan tiga anak atau lebih, dimana uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efesien pada semua kala persalinan. Uterus pada saat persalinan, setelah kelahiran plasenta sukar untuk berkontraksi dan beretraksi kembali sehingga pembuluh darah maternal pada dinding uterus akan tetap terbuka. Hal inilah yang dapat meningkatkan insidensi perdarahan postpartum (Wiknjosastro (Wiknjosastro,, 2006 : 23). Jika kehamilan “terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat (4 terlalu)” dapat meningkatkan risiko berbahaya pada proses reproduksi karena kehamilan yang terlalu sering dan terlalu dekat menyebabkan intake (masukan) makanan atau gizi menjadi rendah. Ketika tuntunan dan beban fisik terlalu tinggi mengakibatkan wanita tidak mempunyai waktu untuk mengembalikan kekuatan diri dari tuntutan gizi, juga anak yang telah dilahirkan perlu mendapat perhatian yang optimal dari kedua orangtuanya sehingga perlu sekali untuk mengatur kapan sebaiknya waktu yang tepat untuk hamil (Saifuddin (Saifuddin,, 2002 : 7). 3. Status Anemia dalam kehamilan Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb)dalam darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro , 2002). Anemiadalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar haemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester 2. Nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2 (Saifuddin, 2002). Darah akan lazimdisebut bertambah hidremia banyak atau dalam kehamilan hipervolemia . Akan hipervolemia. yang tetapi, bertambahnya seldarah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehinggaterjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2006). Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan. 2.2.3 Gejala Klinik Akibat Rest Plasenta Gejala klinik yang sering di rasakan pada pasien dengan rest plasenta yaitu : 1. Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa s isa plasenta. Tertinggalnya sebagian plasenta (rest plasenta) 2. Keadaan umum lemah 3. Peningkatan denyut nadi 4. Tekanan darah menurun 5. Pernafasan cepat 6. Gangguan kesadaran (Syok) 7. Pasien pusing dan gelisa 8. Tampak sisa plasenta yang belum keluar 2.2.4 Diagnosa Rest Plasenta Ditegakkan Berdasarkan Berdasarkan Diagnosa rest plasenta dapat di tegakkan berdasarkan : 1. Anamnese 2. Pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan 3. Palpasi untuk mengetahui kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri 4. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak. 5. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari 6. Sisa plasenta atau selaput ketuban 7. Robekan rahim 8. Plasenta suksenturiata 9. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah 10. Pemeriksaan laboratorium : Hb, Hematokrit 11. Pemeriksaan USG 2.2.5 Komplikasi Rest Plasenta 1. Sumber infeksi dan perdarahan potensial 2. Memudahkan terjadinya anemia yang berkelanjutan 3. Terjadi plasenta polip 4. Degenerasi korio karsinoma 5. Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah 2.2.6 Pencegahan Rest Plasenta (Manuaba,2008) Pencegahan terjadinya perdarahan post partum merupakan tindakan utama, sehingga dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi upaya preventif dapat dilakukan dengan : 1. Meningkatkan kesehatan ibu, sehingga tidak terjadi anemia dalam kehamilan. 2. Melakukan persiapan pertolongan persalinan secara legeartis. 3. Meningkatkan usaha penerimaan KB. 4. Melakukan pertolongan persalinan di rumah sakit bagi ibu yang mengalami perdarahan post partum. 5. Memberikan uterotonika segera setelah persalinan bayi, kelahiran plasenta dipercepat. 2.2.7 Penanganan Rest Plasenta Apabila diagnosa sisa plasenta ditegakkan maka bidan boleh melakukan pengeluaran sisa plasenta secara manual atau digital, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Perbaikan keadaan umum ibu (pasang infus) 2. Kosongkan kandung kemih 3. Memakai sarung tangan steril 4. Desinfeksi genetalia eksterna 5. Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna,tangan kanan dimasukkan secara obstetri sampai servik 6. lakukan eksplorasi di dalam cavum uteri untuk mengeluarkan sisa plasenta 7. lakukan pengeluaran plasenta secara digital 8. Setelah plasenta keluar semua diberikan injeksi uterus tonika 9. Berikan antibiotik utk mencegah infeksi 10. Antibiotika ampisilin dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3×1 gram.oral dikombinasikan dengan metronidazol 1 gr suppositoria dilanjutkan dengan 3×500 mg oral. 11. Observasi tanda-tanda vital dan perdarahan 12. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan. Sisa plasenta bisa diduga diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan keperluannya (Sarwono Prawirohaardjo, 2008, hal: 527) 2.3 Plasenta Akreta Plasenta akreta adalah plasenta yang melekat secara abnormal pada uterus,dimana villi korionik berhubungan langsung dengan miometrium tanpa desiduadiantaranya. Desidua endometrium merupakan barier atau sawar untuk mencegahinvasi villi plasental ke miometrium uterus. Pada plasenta akreta, tidak terdapatdesidua basalis atau perkembangan tidak sempurna dari lapisan fibrinoid. Jaringan ikat pada endometrium dapat merusak barier desidual, misalnyaskar uterus sebelumnya, kuretase traumatik, riwayat infeksi sebelumnya danmultiparitas.Ketika plasenta menginvasi hingga miometrium maka disebut sebagaiplasenta inkreta. Jika plasenta menginvasi melewati miometrium dan serosa dandapat menginvasi organ terdekat seperti kandung kemih maka disebut sebagai plasenta perkreta 1-4. 2.3.1 Penyebab Plasenta Akreta Para dokter menduga bahwa plasenta akreta berkaitan dengan tingginya kadar alpha-fetoprotein dan ketidaknormalan kondisi di dalam lapisan rahim. Meskipun begitu, penyebab pasti plasenta akreta belum diketahui secara pasti. Sebenarnya risiko seorang wanita terkena plasenta akreta bisa terus meningkat tiap kali dirinya hamil, terlebih lagi jika berusia di atas 35 tahun. Selain itu, kasus plasenta akreta juga banyak ditemukan pada wanita yang sebelumnya melakukan operasi rahim, termasuk operasi caesar. Selain kondisi di atas, risiko untuk terkena plasenta akreta juga tinggi apabila seorang wanita: Memiliki posisi plasenta pada bagian bawah rahim ketika hamil. Menderita plasenta previa (plasenta menutupi sebagian atau seluruh dinding rahim). Menderita fibroid rahim submukosa (rahim tumbuh menonjol ke dalam rongga rahim). Memiliki jaringan parut atau kelainan pada endometrium (dinding rahim bagian dalam). 2.3.2 Diagnosis Plasenta Akreta Untuk mengetahui apakah seorang wanita hamil berisiko mengalami plasenta akreta, dokter bisa mengukur kadar alpha-fetoprotein (protein yang dihasilkan oleh janin yang bisa terdeteksi di dalam darah ibu) melalui tes darah. Namun pemeriksaan ini sebenarnya tidak terlalu penting mengingat sebagian besar kasus plasenta akreta dapat tertedeksi melalui pemeriksaan USG bulanan. Selain pemeriksaan USG dan darah, dokter juga bisa melakukan pemeriksaan lanjutan menggunakan me nggunakan alat pindai MRI untuk mengetahui tingkat keparahan plasenta akreta apabila terbukti pasien mengalaminya. Melalui MRI, tingkat kedalaman plasenta yang tumbuh pada dinding rahim bisa diukur. 2.3.3 Gejala klinik Pada kala III persalinan plasenta belum lahir setelah 30 menit dan perdarahan banyak, atau jika dibutuhkan manual plasenta dan terkadang sulituntuk dilakukan.Plasenta akreta dapat menimbulkan terjadinya perdarahanobsterik yang masif, sehingga dapat menimbulkan komplikasi seperti dissaminated intravascular coagulopathy, memerlukan tindakan histerektomi,cedera operasi pada ureter, kandung kemih, dan organ visera lainnya, adult respiratory distress syndrome, gagal ginjal, hingga kematian. Jumlah darah yanghilang saat persalinan pada wanita dengan plasenta akreta rata-rata 3000 – 5000ml. Dibeberapa senter, plasenta akreta menjadi penyebab utama dilakukannyahisterektomi cesarian. Terkadang plasenta akreta dapat menyebabkan ruptura uteri spontan padatrimester kedua dan ketiga, menyebabkan terjadinya perdarahan intraperitoneal,yang bisa menimbulkan kematian. Plasenta akreta derajat ringan dapat terjadi dandapat menimbulkan perdarahan postpartum hebat, tetapi tidak membutuhkanmanajemen yang agresif yang diperlukan pada plasenta. Terkadang plasenta akreta dapat menyebabkan ruptura uteri spontan padatrimester kedua dan ketiga, menyebabkan terjadinya perdarahan intraperitoneal,yang bisa menimbulkan kematian. Plasenta akreta derajat ringan dapat terjadi dandapat menimbulkan perdarahan postpartum hebat, tetapi tidak membutuhkanmanajemen yang agresif yang diperlukan pada plasenta akreta derajat berat akreta derajat berat. Gambar 1. Spesimen histerektomi yang menunjukkan plasenta akreta. Diagnosis plasentaakreta ini ditegakkan saat antenatal. Plasenta (p) telah menginvasi myometrium (tandapanah) dan setelah histerektomi tidak dapat dipisahkan dari uterus. Tidak ada batas antaraplasenta dan myometrium. Cx, serviks,; f, fundus uteri; c, tali pusatOyelese, plasenta Previa, Akreta, dan Vasa 2.3.4 Penanganan Plasenta Akreta Penanganan plasenta akreta yang dilakukan oleh dokter tergantung pada tingkat keparahan kondisi itu sendiri. Apabila masih tergolong ringan dengan jarak plasenta dan mulut rahim tidak terlalu dekat, maka proses kelahiran normal masih memungkinkan untuk dilakukan. Setelah bayi lahir selanjutnya jika plasenta dapat terlepas seperti biasa, maka plasenta juga akan dikeluarkan layaknya kelahiran normal. Risiko pendarahan tetap ada pada cara ini, meskipun tidak terlalu parah. Dalam hal ini dokter akan menyiapkan transfusi darah dan anestesi untuk penanggulangan. Jika tingkat keparahan plasenta akreta sudah masuk level menengah atau tinggi di mana jarak plasenta dan mulut rahim sangat dekat, maka dokter akan melakukan operasi sesar untuk mengeluarkan si bayi kemudian mereka mungkin akan melakukan operasi untuk mengangkat seluruh rahim pasca sesar dengan operasi histerektomi (gabungan prosedur ini disebut cesarean hysterectomy). hysterectomy ). Jika pasien tetap ingin mempertahankan rahimnya dan ingin hamil kembali, pilihan tersebut sepenuhnya dikembalikan pada si pasien. Apabila pasien tidak ingin rahimnya diangkat meskipun dokter sudah menjelaskan tentang komplikasi-komplikasi yang berisiko terjadi, maka dokter mungkin akan melakukan operasi di mana sebagian plasenta ditinggalkan di dalam rahim. Selain pendarahan hebat, komplikasi-komplikasi lainnya seperti emboli paru atau tersumbatnya arteri paru-paru oleh gumpanan darah, infeksi, dan masalah pada kehamilan berikutnya (meliputi plasenta akreta yang kambuh, kelahiran prematur, dan keguguran) juga bisa terjadi apabila masih ada bagian plasenta yang melekat di dinding rahim. Apabila pasien bersedia rahimnya diangkat dan ingin sembuh secara total, maka prosedur cesarean hysterectomy akan dilakukan. Plasenta akreta Faktor predisposisi Konsentrasi Hb Syok neurogenik akibat Jenis dan uji silang darah traksi kuat tali pusat Pembekuan darah Plasenta Akreta Eksplorasi Tertanam seluruhnya tertanam sebagian Tidak ada perubahan manual plasenta Sebagian besar Plasenta dapat Dikeluarkan tidak ada perdarahan Sebagian besar plasenta tertanam dalam UTEROTONIKA HISTEROKTOMI OBSERVASI dan PERAWATAN LANJUT BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dalam penanganan retensio plasenta bidan harus memiliki keterampilan dan harus bisa mendeteksi secara dini serta mengetahui tanda-tanda koplikasi terjadinya retensio plasenta. Retensio plasenta jika tidak ditangani dengan sebaik-baiknya akan menyebabkan kematian pada ibu. Retensio plasenta adalah 30 menit seelah bayi lahir plasenta belum lahir. Pada pertolongan persalinan kala III tidak diperkenakan untuk melakukan masase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan menggnggu pelepasan plasenta. Sebagian plasenta yang masih tertinggal disebut “Sisa Plasenta” atau plasenta rest. Gejala klinis sisa plasenta adalah terdapat subinvolusi uteri, terjadi perdarahan sedikit yang berkepanjangan, dapat juga terjadi perdarahan banyak mendadak setelah berhenti beberapa waktu, perasaan tidak nyaman dibagian dibagian perut bawah. Komplikasi sisa plasenta adalah polip plasenta artinya plasenta masih tumbuh dan dapat menjadi besar, perdarahan terjadi intermiten sehingga kurang mendapat perhatian, dan dapat terjadi degenerasi ganas. Menuju korio karsinoma dengan menginfestasi klinisnya (triayas acosta sision”HBS1”). Triyas acosta sision adalah terjadinya degenerasi ganas ganas yang yang berasal dari kehamilan, abostus, dan mola hidatidosa. Plasenta akreta adalah plasenta yang melekat secara abnormal pada uterus,dimana villi korionik berhubungan langsung dengan miometrium tanpa desiduadiantaranya. Desidua endometrium merupakan barier atau sawar untuk mencegahinvasi villi plasental ke miometrium uterus. Pada plasenta akreta, tidak terdapatdesidua basalis atau perkembangan tidak sempurna dari lapisan lapisa n fibrinoid. 3.2 Saran Makalah ini mungkin masih luput dari kesalahan dan banyak kekurangan yang ditulis oleh penulis maka dari itu penulis mohon kritik dan saran. DAFTAR PUSAKA Achadiat, Chrisdiano. 2004. Prosedur Tetap Obstetri & Ginekologi. Ginekologi. Jakarta : ECG Chandranita, Ayu. 2004. Ilmu Kebidanan, Penyakit Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan.. Jakarta : ECG Bidan Heller, Luz. 1997. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Obstetri . New York : ECG Prawirohardjo, Sarwono. 2001. Buku Acuan Nasional Nasional Pelayanan Kesehatan Maernal d dan an Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka DAFTAR PUSTAKA Hemoragi, Utomo. Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika. Jakarta. J akarta. 1998 Manuaba, G. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Prawirohardjo, S. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo