Journal Reading Randomized Trial of Apneic Oxygenation during Endotracheal Intubation of the Critically Ill Oleh: Pembimbing: Clarinta Belva Sabina/ 22712048 dr. Heru Susilo, Sp. An ABSTRAK Latar Belakang: Hipoksemia merupakan kejadian yang sering terjadi selama intubasi endotrakeal pada pasien-pasien kritis, yang menjadi predisposisi terjadinya henti jantung dan kematian. Administrasi oksigen suplemental pada proses laringoskopi (apneic oxygenation) dapat mencegah terjadinya hipoksemia. Tujuan: Mengetahui apakah oksigenasi apneik dapat meningkatkan saturasi oksigen arterial terendah yang dialami pasien yang menjalani intubasi endotrakeal di ICU. ABSTRAK Metode: Penelitian ini bersifat acak, terbuka, dan pragmatis yang melibatkan 150 inidividual yang menjalani intubasi endotrakeral di ICU. Pasien diacak untuk mendapatkan oksigen 100% via HFNC selama laringoskopi sebanyak 15 L/menit (apneic oxygenation) atau tanpa oksigen suplemental (usual care). Hasil primer yang dicari adalah saturasi oksigen arterial terendah di antara waktu induksi dan 2 menit setelah intubasi berhasil. Hasil: Median dari saturasi oksigen arterial terendah adalah 92% pada oksigenasi apneik dibandingkan 90% pada perawatan standar (95% CI; 1,6-7,4%; p = 0,16). Tidak ditemukan perbedaan signifikan pada kejadian saturasi oksigen <90%, <80%, maupun penurunan saturasi >3%. Durasi ventilasi mekanik, lama rawat di ICU, dan mortalitas in-hospital menunjukkan hasil serupa pada kedua kelompok. ABSTRAK Kesimpulan: Oksigenasi apneik tidak terbukti meningkatkan saturasi oksigen arterial terendah selama intubasi endotrakeal pada pasien kritis dibandingkan dengan pasien perawatan standar. Hasil penelitian ini tidak mendukung penggunaan rutin dari oksigenasi apneik selama proses intubasi pasien-pasien kritis. Kata kunci: intubasi intratrakeal; manajemen jalan napas; ventilasi pulmonal PENDAHULUAN HIPOKSEMIA PENCEGAHAN Disebut sebagai komplikasi tersering dari intubasi endotrakeal pada pasien kritis dan merupakan faktor risiko terbesar terjadinya henti jantung dan kematian periprosedural. Preoksigenasi merupakan pendekatan untuk mencegah desaturasi selama intubasi. Akan tetapi, pada pasien-pasien kritis, abnormalitas fisiologis menyebabkan proses ini kurang efektif dan adekuat dalam mencegah desaturasi. PENDAHULUAN Apneic Oxygenation ❑ Oksigenasi apneik adalah pengiriman oksigen suplemental ke dalam nasofaring tanpa adanya ventilasi mekanik. ❑ Tidak adanya ekspansi paru → oksigen alveolus tetap berdifusi ke pembuluh darah untuk pertukaran dengan karbon dioksida → berikatan dengan hemoglobin → sedikit yang kembali ke alveolus → penurunan tekanan alveolus ❑ Peningkatan fraksi oksigen yang masuk dari nasofaring akan mencegah desaturasi arterial PENDAHULUAN Apneic Oxygenation ❑ Prosedur ini sudah digunakan pada pasien-pasien yang menjalani pemeriksaan kematian otak, bronkoskopi, endoskopi, dan intubasi elektif dengan GA. ❑ Terdapat perbedaan signifikan antara tindakan intubasi elektif dan emergensi. ❑ Efektivitas oksigenasi apneik pada latar di luar kamar operasi belum jelas. ❑ Penelitian ini membandingkan hasil oksigenasi apneik dengan perawatan standar terhadap saturasi oksigen arterial terendah pada pasien-pasien kritis yang diintubasi. ❑ Hipotesis penelitian ini adalah saturasi oksigen arterial terendah akan lebih tinggi pada kelompok oksigenasi apneik. Desain Studi Randomisasi Penelitian FELLOW adalah uji acak, terbuka, dengan kelompok paralel, dan pragmatis yang membandingkan oksigenasi apneik dengan perawatan standar pada pasien terintubasi di ICU. Protokol penelitian disetujui komite etik di Universitas Vanderbilt dan telah teregistrasi secara daring sebelum dimulai. Peserta inklusi diacak dengan rasio 1:1 untuk menerima oksigenasi apneik atau perawatan standar. Sekuens kelompok penelitian dihasilkan menggunakan algoritma komputer dengan blok 4,8, dan 12. Penempatan kelompok ditentukan menggunakan amplop tersegel hingga diputuskan adanya pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Peserta Penelitian Penelitian dilakukan dari 13 Februari 2014 – 11 Februari 2015 di ICU Medical Center Universitas Vanderbilt. Semua pasien >18 tahun yang diintubasi oleh sejawat ahli paru dan critical care diinklusi dalam penelitian. Kriteria ekslusi meliputi intubasi dalam keadaan sadar, dibutuhkan segera, atau berdasarkan keputusan klinis dokter tidak layak dimasukkan dalam penelitian. METODE Protokol Penelitian Protokol penelitian hanya menentukan pemberian oksigen supplemental selama periode apnea pada percobaan laringoskopi pertama, menggunakan HFNC 15L/menit berisi oksigen 100% sebelum induksi hingga tindakan intubasi selesai. Keputusan terkait intubasi, preoksigenasi, posisi pasien, obat-obatan induksi dan blok neuromuskular, dan tipe laringoskop ditentukan oleh tim klinis. METODE Pengumpulan Data Hasil Penelitian Untuk meminimalkan bias pengamat, pengumpulan data dilakukan oleh pengamat independen yang tidak mengetahui hipotesis penelitian maupun terlibat dalam tindakan. Untuk mengkonfirmasi akurasi data tersebut, hasil diperiksa ulang pada 10% sampel penelitian. Semua pasien di-follow up hingga hari pertama KRS, kematian, atau 28 hari setelah MRS. Hasil primer adalah saturasi oksigen arterial terendah yang diukur oksimetri continuous (SpO2) antara induksi dan 2 menit setelah intubasi berhasil. Hasil sekunder adalah insidensi hipoksemia (SpO2 <90%), hipoksemia berat (SpO2 <80%), desaturasi (penurunan SpO2 >3%), dan perubahan saturasi dari baseline. Hasil tersier meliputi durasi ventilasi mekanik, lama menginap di ICU, dan mortalitas in-hospital. METODE Analisis Statistik Jumlah sampel minimal adalah 150 pasien. Variabel continuous dilaporkan dalam bentuk rata-rata + SD atau median dan range interkuartil, sedangkan variabel kategoris disajikan dalam bentuk frekuensi dan proporsi. Perbedaan antar kelompok dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney, Fisher, dan Spearman untuk menentukan korelasi antar dua variabel. Analisis primer → perbandingan intention to treat antar dua kelompok Analisis sekunder → 1. Efek intervensi terhadap hasil sekunder dan tersier 2. Efek intervensi terhadap hasil primer di setiap sub-grup 3. Analisis per protokol yang membandingkan hasil primer kedua kelompok 4. Regresi linear dengan memperhatikan kovariat dan faktor pengganggu lainnya P value dua arah dengan nilai <0,05 dianggap signifikan secara statistik. Semua analisis dilakukan dengan SPSS versi 22. HASIL HASIL HASIL HASIL PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Tidak ditemukan peningkatan saturasi oksigen arterial terendah yang signifikan pada kelompok oksigenasi apneik dibandingkan dengan perawatan standar. PENELITIAN SEBELUMNYA Prosedur ini pernah diterapkan di 4 RCT dengan latar kamar operasi dan 2 penelitian “pre-post” pada kasus intubasi emergensi. Tidak ada kasus disfungsi pulmoner pada seluruh studi tersebut. DOSIS OKSIGENASI Pemberian oksigen 3-5L/menit → meningkatkan durasi apnea tanpa desaturase (elektif) ✓ Miguel Montanes, et al. menemukan saturasi oksigen yang lebih tinggi selama intubasi setelah flow diubah dari 6L/menit → 60L/menit (ICU) ✓ Wimalasena et al., melaporkan penurunan desaturasi sebesar 6% dengan oksigenasi apneik 15L/menit (helicopter emergency) ✓ PEMBAHASAN PENELITIAN SEBELUMNYA Oksigenasi apneik mengurangi desaturasi selama proses intubasi insidensi • Desain pre- dan post- dapat dipengaruhi perubahan-perubahan terkait waktu • Hasil yang self-reported → bias pengamat • Pasien elektif yang sehat • Pasien terintubasi atas indikasi trauma, hemodinamik, dan neurologis THE FELLOW TRIAL TIDAK ditemukan perbedaan antara oksigenasi apneik dan perawatan standar DIJELASKAN DI METODE Pasien terintubasi atas indikasi kegagalan sistem respirasi PEMBAHASAN PENELITIAN LANJUTAN Apakah oksigenasi apneik efektif pada kelompok pasien dengan fungsi sistem pernapasan normal dengan indikasi intubasi lainnya (hemodinamik, dll)? Apakah dosis oksigenasi apneik yang digunakan sudah adekuat? • Penelitian ini mengambil dosis dari penelitian sebelumnya; 15L/menit • Hasil saturasi terendah serupa dengan penelitian yang menggunakan dosis tinggi; 60L/menit PEMBAHASAN KEUNGGULAN LIMITASI Uji klinis acak pertama yang secara spesifik membandingkan oksigenasi apneik dengan perawatan standar di luar ruang operasi (sampel 5x lebih besar) Generabilitas belum sempurna karena penelitian dilakukan di satu pusat ICU Aplikasi pada pasien dengan anatomi saluran pernapasan atas abnormal terbatas Hasil penelitian menarik bagi klinisi dan berkaitan dengan outcome berbasis pasien; seperti henti jantung dan kematian Variabilitas dalam proses preoksigenasi, posisi pasien, dan persiapan alat dapat mengurangi efek adjuvan oksigenasi apneik Bias pengamat minimal dengan generalisabilitas yang cukup (kriteria ekslusi terbatas) Tidak dilakukan blinding mengganggu perawatan berpotensi menjadi hazard karena dapat standar dan Penggunaan oksigenasi apneik secara rutin aman, namun tidak efektif. Klinisi sebaiknya fokus pada intervensi lain yang dapat mencegah komplikasi. —KESIMPULAN THANKS! CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, and includes icons by Flaticon, and infographics & images by Freepik