Uploaded by Syifa

LP&LK OK Post OP Apendiksitits A.Syifa 202014001

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN OK/IBS
DENGAN POST APENDIKSITIS (APENDIKTOMI)
Disusun Oleh:
Oleh :
‘Adawiyatu Syifa’
20214001
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih, 2010).
Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena
usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalam sistem
sektorik di saluran pencernaan . Namun, pengangkatan apendiks tidak menimbulkan efek
fungsi sistem imun yang jelas (Syamsyuhidayat, 2015).
Insiden apendisitis di negara maju lebih tinggi saripada di negara berkembang.
Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat pada diit harian
(Santacroce, 2009).
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, apendisitis akut
merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan
operasi kegawatdaruratan abdomen. Indikasi apendisitis di Indonesia menempati urutan
tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainnya (Depkes, 2018). Dinkes jateng
menyebutkan pada tahun 2019 jumlah kasus apendisitis di Jawa Tengah sebanyak 5.980
penderita, dan 177 penderita diantaranya menyebabkan kematian. Pada periode 1 Januari
sampai 30 Desember 2019 angka angka kejadian apendisitis di RSUD Salatiga, dari seluruh
jumlah pasien rawat inap tercatat sebanyak 102 penderita apendisitis dengan rincian 49
pasien wanita dan 3 pasien pria. Ini menduduki peringkat ke- 2 dari keseluruhan jumlah kasus
di Instalasi RSUD Salatiga. Hal ini membuktikkan tingginya angka kesakitan dengan kasus
apendisitis di RSUD Salatiga.
Peradangan pada appendiks selain mendapat intervensi farmakologik juga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memberikan implikasi
pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. Berlanjutnya kondisi apendisitis akan
meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi
dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respon
inflamasi permukaan peritonium atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai
dengan material abses, maka akan memberikan manifestasi nyeri lokal akibat akumulasi
abses dan kemudian juga akan memberikan respon peritonitis. Manifestasi yang khas dari
perforasi apendiks adalah nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah
(Tzanakis, 2018).
Tujuh persen penduduk di Amerika menjalani apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dengan insiden 1,1/1000 penduduk pertahun, sedang di negara-negara
barat sekitar 16%. Di Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung
meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat.
1.2 Tujuan dan Manfaat
1. Memahami pengertian dari apendisitis
2. Mengetahui etiologi dari apendisitis
3. Mengetahui maniestasi klinis dari apendisitis
4. Memahami patofisiologi apendisitis
5. Mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik dari apendisitis
6. Mengetahui apa saja penatalaksanaan medis dari apendisitis
7. Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan apendisitis
BAB I
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Apendiktomi adalah pembedahan atau operasi pengangkatan apendiks (Haryono,
2012). Apendiktomi merupakan pengobatan melalui prosedur tindakan operasi hanya untuk
penyakit apendisitis atau penyingkiran/pengangkatan usus buntu yang terinfeksi.
Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi lebih lanjut
seperti peritonitis atau abses (Marijata dalam Pristahayuningtyas, 2015).
Post apendiktomi merupakan peristiwa setelah dilakukannya tindakan pembedahan
pada apendik yang mengalami inflamasi. Kondisi post operasi dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. Pasien yang
telah menjalani pembedahan dipindahkan ke ruang perawatan untuk pemulihan post
pembedahan (memperoleh istirahat dan kenyamanan) (Muttaqin, 2019).
Aktivitas keperawatan post operasi berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien
dan melakukan penyuluhan. Peran perawat yang mendukung proses kesembuhan pasien
yaitu dengan memberikan dorongan kepada pasien untuk melakukan mobilisasi setelah
operasi (Potter & Perry, 2010). Mobilisasi penting dilakukan karena selain mempercepat
proses kesembuhan juga mencegah komplikasi yangmungkin muncul (Muttaqin, 2019).
2.2 Klasifikasi
1. Apendisitis akut adalah : radang radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh prosesinfeksi dari
apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidakdapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra
luminersehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.Tekanan
yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendikssehingga terjadi
peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaraninfeksi
dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan
dalam
lumen
yang
terus
bertambah
disertai
edema
menyebabkanterbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis.Keadaan
ini
memperberat
iskemia
dan
edema
pada
apendiks.
Mikroorganismeyang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks
menimbulkan infeksiserosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan
fibrin. Padaappendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumenterdapat
eksudat
fibrinopurulen.
Ditandai
dengan
rangsangan
peritoneum
lokalseperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada
gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semuasyarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronikapendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelahapendektomi.Kriteria
mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dindingapendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut danulkus lama dimukosa, dan
infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitiskronik antara 1-5 persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitisakut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens
apendisitis rekurens biasanya dilakukanapendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita
datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musinakibat adanya
obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringanfibrosa. Jika isi lumen
steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan
oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisamenjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatusaat bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktuapendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodiregional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidupyang jauh lebih baik dibanding
hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarangdidiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologiatas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindromkarsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karenaspasme bronkus, dan
diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumorkarsinoid perut. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisamemberikan residif
dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebastumor, dilakukan operasi ulang
reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.
2.3 Etiologi
Etiologi
dilakukannya
tindakan
pembedahan
pada
penderita
apendiksitis
dikarenakan apendik mengalami peradangan. Apendiks yang meradang dapat menyebabkan
infeksi dan perforasi apabila tidak dilakukan tindakan pembedahan. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan
cacing askariasis dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti E.histolytica
(Sjamsuhidayat, 2011).
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks menurut Haryono
(2012) diantaranya:
a.
Faktor sumbatan
Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan
lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing, dan sebab
lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
b.
Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolit dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi dapat memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks,
pada kultur yang banyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragilis dan
E.coli, Splanchius, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan
kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob
lebih dari 10%.
c.
Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah
terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makan dalam keluarga
terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolit dan
menyebabkan obstruksi lumen.
d.
Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit
putih yang dulunya mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya
banyak serat. Namun saat sekarang kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah
mengubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru negara berkembang
yang dulunya mengonsumsi tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, kini
memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi
2.4 Manifestasi Klinis
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah
dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat
ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan
Tanda dan gejala
Rovsing’s sign
Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah dan
timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas
sign
atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi dari
Obraztsova’s sign
panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign
Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada
panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign
Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk
Ten Horn sign
Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic kanan
Kocher
(Kosher)’s Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian
sign
berpindah ke kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy
Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah saat
(Rosenstein)’s sign
pasien dibaringkan pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle kanan (akan positif
sign
Shchetkin-Bloomberg’s sign)
Blumberg sign
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah
kemudian dilepaskan tiba-tiba
2.5 Komplikasi
Komplikasi
terjadi
akibat
keterlambatan
penanganan
Apendisitis.
Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda
diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi
pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 1015% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang
masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan
terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun
jenis komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C,
tampak
toksik,
nyeri
tekan
seluruh
perut,
dan
leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang
sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
2.6 Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2011)
2.7 Phatways
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum
yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka
sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat
akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 9697%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan hati,
kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma
colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus
atau batu ureter kanan.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
h. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat
keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang
lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
i. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien
sekarang.
j. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
k. Kebiasaan eliminasi.
l. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
2. Sirkulasi : Takikardia.
3. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
m. Aktivitas/istirahat : Malaise.
n. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
o. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising
usus.
p. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk,
atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
q. Demam lebih dari 38oC.
r. Data psikologis klien nampak gelisah.
s. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
t. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada
daerah prolitotomi.
u. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
3.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4) Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3) Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.
3.3 Rencana Keperawatan
POST OPERASI
No
1.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan
dengan agen injuri
fisik (luka insisi
post operasi
appenditomi).
NOC
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan, diharapkan
nyeri berkurang dengan
kriteria hasil:
- Melaporkan nyeri
berkurang
- Klien tampak rileks
- Dapat tidur dengan
tepat
- Tanda-tanda vital
dalam batas normal :
TD (systole 110130mmHg, diastole
70-90mmHg), HR(60100x/menit), RR (1624x/menit), suhu
(36,5-37,50C)
NIC
-
-
-
-
RASIONAL
Kaji skala nyeri lokasi,
karakteristik dan
laporkan perubahan
nyeri dengan tepat.
Monitor tanda-tanda
vital
-
Pertahankan istirahat
dengan posisi semi
powler.
Dorong ambulasi dini.
Berikan aktivitas
hiburan.
Kolaborasi tim dokter
dalam pemberian
analgetika.
-
-
-
2.
Resiko infeksi
berhubungan
dengan tindakan
invasif (insisi post
pembedahan).
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan
infeksi dapat diatasi
dengan kriteria hasil:
- Klien bebas dari
tanda-tanda infeksi
- Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
- Nilai leukosit (4,511ribu/ul)
-
-
-
-
Kaji adanya tanda-tanda
infeksi pada area insisi
Monitor tandatanda vital. Perhatikan
demam, menggigil,
berkeringat, perubahan
mental
Lakukan teknik isolasi
untuk infeksi enterik,
termasuk cuci tangan
efektif.
Pertahankan teknik
aseptik ketat pada
perawatan luka insisi /
terbuka, bersihkan
dengan betadine.
Awasi / batasi
pengunjung dan siap
kebutuhan.
Berguna dalam
pengawasan dan
keefesien obat,
kemajuan
penyembuhan,peruba
han dan karakteristik
nyeri.
Deteksi dini terhadap
perkembangan
kesehatan pasien.
Menghilangkan
tegangan abdomen
yang bertambah
dengan posisi
terlentang.
Meningkatkan
kormolisasi fungsi
organ.
Meningkatkan
relaksasi.
Menghilangkan nyeri.
-
Dugaan adanya
infeksi
-
Dugaan adanya
infeksi/terjadinya
sepsis, abses,
peritonitis
-
Mencegah transmisi
penyakit virus ke
orang lain.
-
Mencegah meluas dan
membatasi
penyebaran
organisme infektif /
kontaminasi silang.
-
3.
Defisit self care
berhubungan
dengan nyeri.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
kebersihan klien dapat
dipertahankan dengan
kriteria hasil:
- klien bebas dari bau
badan
- klien tampak bersih
- ADLs klien dapat
mandiri atau dengan
bantuan
-
-
-
4.
Kurang
pengetahuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
Kolaborasi tim medis
dalam pemberian
antibiotik
Mandikan pasien setiap
hari sampai klien
mampu melaksanakan
sendiri serta cuci rambut
dan potong kuku klien.
Ganti pakaian yang
kotor dengan yang
bersih.
Berikan
Hynege Edukasipada
klien dan keluarganya
tentang pentingnya
kebersihan diri.
Berikan pujian pada
klien tentang
kebersihannya.
Bimbing keluarga klien
memandikan / menyeka
pasien
Bersihkan dan atur
posisi serta tempat tidur
klien.
Kaji ulang pembatasan
aktivitas pascaoperasi
-
Menurunkan resiko
terpajan.
-
Terapi ditunjukkan
pada bakteri anaerob
dan hasil aerob gra
negatif.
-
Agar badan menjadi
segar, melancarkan
peredaran darah dan
meningkatkan
kesehatan.
-
Untuk melindungi
klien dari kuman dan
meningkatkan rasa
nyaman
Agar klien dan
keluarga dapat
termotivasi untuk
menjaga personal
hygiene.
-
-
Agar klien merasa
tersanjung dan lebih
kooperatif dalam
kebersihan
-
Agar keterampilan
dapat diterapkan
-
Klien merasa nyaman
dengan tenun yang
bersih serta mencegah
terjadinya infeksi.
-
Memberikan
informasi pada pasien
tentang kondisi
prognosis dan
kebutuhan
pengobatan b.d
kurang informasi.
pengetahuan bertambah
dengan kriteria hasil:
- menyatakan
pemahaman proses
penyakit dan
pengobatan
- berpartisipasi dalam
program pengobatan
-
-
-
Anjuran menggunakan
laksatif/pelembek feses
ringan bila perlu dan
hindari enema
Diskusikan perawatan
insisi, termasuk
mengamati balutan,
pembatasan mandi, dan
kembali ke dokter untuk
mengangkat
jahitan/pengikat
Identifikasi gejala yang
memerlukan evaluasi
medic, contoh
peningkatan nyeri
edema/eritema luka,
adanya drainase, demam -
untuk merencanakan
kembali rutinitas
biasa tanpa
menimbulkan
masalah.
Membantu kembali
ke fungsi usus semula
mencegah ngejan saat
defekasi
Pemahaman
meningkatkan kerja
sama dengan terapi,
meningkatkan
penyembuhan
Upaya intervensi
menurunkan resiko
komplikasi lambatnya
penyembuhan
peritonitis.
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth, J, Corwin. (2019). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2018, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2011). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI
Mc
Closkey, C.J., Iet all, 2011, Nursing Interventions Classification
(NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Smeltzer, Bare (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
Suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN OK/IBS
PADA Sdr. A DENGAN POST OP APENDIKSITIS
Disusun Oleh:
Oleh :
‘Adawiyatu Syifa’
20214001
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
2020/2021
ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN OK/IBS PADA
Sdr. A DENGAN POST OP APENDIKSITIS
A. INTRA OPERASI
Tanggal pengkajian
: 6 Juli 2021
Tanggal Operasi
: 5 Juli 2021
Waktu Operasi
: 09.00 WIB
Identitas
Nama pasien
: Sdr. A
Jenis kelamin
: Laki-laki
Usia
: 24 tahun
Status perkwinan : Belum kawin
Agama
: Islam
Suku
: Minang
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat
: Surakarta
Diagnosa medik : Apendisitis
1.
PENGKAJIAN
a. Teknik Anastesi : General Anastesi
b. Jenis obat :
 Inj IV Lidocain 20ml/ 1 cc
 Inj IV Bunascan 5ml/ 5 cc
c. Instrumen :
 Ioderm
: 1 buah
 Duk klem : 6 buah
 Scalpel blades no 4 : 1 buah
 Pinset anatomis : 2 buah
 Pinset cirugis : 2 buah
 Pean 6,5 inch : 4 buah
 Pean 7 inch : 2 buah
 Gunting jaringan : 2 buah
 Gunting benang : 1 buah
 Koker 7 inch : 1 buah
 Koker 8 inch : 2 buah
 Koker 9,5 inch : 1 buah
 Ovarium klem : 6 buah
 Langen back : 2 buah
 Nalpudel : 2 buah
 Jarum jahit set : 1 buah
 Kom : 2 buah
 Bengkok : 1 buah
d. Data Intra OP








2.
NO
1.
Pasien tampak lemah
Adanya luka insisi pada abdomen bawah kanan
Terdapat darah sebanyak 100 cc dalam penampung suction
TD : 110/88 mmHg
RR : 21x/menit
N : 97x/menit
S : 36C
SpO2 : 96%
ANALISA DATA
TGL/
JAM
Senin, 5
Juli 2021
Jam 09.00
WIB
DATA FOKUS
Data Subjektif : Data Objektif :
 Pasien tampak lemah
 Adanya luka insisi pada
abdomen bawah kanan
 Terdapat darah sebanyak
100 cc dalam penampung
suction
 TD : 110/88 mmHg
 RR : 21x/menit
 N : 97x/menit
 S : 36C
 SpO2 : 96%
ETIOLOGI
PROBLEM
Tindakan pembedahan Risiko pembedahan
3.
NO
1.
4.
NO
1.
5.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS DIAGNOSA
TGL/
JAM
Senin, 5
Juli 2021
Jam 09.00
WIB
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PRIORITAS
Risiko perdarahan D0012 berhubungan dengan tindakan
pembedahan
Diagnosa 1
INTERVENSI KEPERAWATAN
TGL/
JAM
Senin,
5 Juli
2021
Jam
09.30
WIB
Tujuan dan Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 90 menit
diharapkan pasien tidak mengalami
perdarahan dengan kriteria hasil
sebagai berikut :
- TTV dalam batas normal
120/80 mmHg
- Tidak terjadi perdarahan
yang berlebihpada saat
operasi berlangsung,
perdarahan < 500 cc
Intervensi
 Monitor tanda gejala
perdarahan
 Pertahankan posisi bed rest
selama perdarahan
 Beri cairan sesuai kebutuhan
 Kolaborasi pemberian
traneksamat 100ml/IV, jika
perlu
TTD/
NAMA
Syifa
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
NO
TGL/
JAM
IMPLEMENTASI
1.
Senin, 5
Juli 2021
Jam
09.30
WIB
 Monitor tanda gejala
perdarahan
 Pertahankan posisi bed
rest selama perdarahan
 Beri cairan sesuai
kebutuhan
 Kolaborasi pemberian
traneksamat 100ml/IV,
jika perlu
EVALUASI
TTD/
NAMA
S:O:
 Tidak ada tanda-tanda
perdarahan
 Darah keluar 100 cc
 TD : 120//80 mmHg
 RR : 21x/menit
 N : 80x/menit
 SpO2 : 98%
A : Masalah risiko perdarahan teratasi
P : Pertahankan intervensi (monitor
tanda gejala perdarahan)
Syifa
B. POST OPERASI
1.
PENGKAJIAN
Pasien dipindahkan keruangan recovery room pukul 10.00 dengan kesadaran
composmentis, klien terpasang infuse ringer laktat dengan 20 tetes/menit. Hasil TTV
yaitu :
Kriteria
Saat Datang
Saat Keluar
(Jam masuk recovery room :
(Jam keluar recovery room :
10.00)
11.00)
Keadaan umum
Lemah
Baik
Jalan naas
Normal, tidak sesak
Normal, tidak sesak
Tekanan darah
120/70 mmHg
120/80 mmHg
Respirasi
21x/menit
20x/menit
Nadi
80x/menit
80x/menit
Saturasi O2
98%
100%
Diruang pemulihan pasien tampak lemah dan merasa nyeri di bagian abdomen bawah
kanan, pasien tampak meringis





P : Nyeri pada daerah luka operasi di daerah abdomen
Q : Seperti diiris-iris benda tajam
R : Abdomen kanan bawah
S:6
T : Terus menerus
a. Aldrete Skor
Aspek penilaian
Skor
15
30
45
60
√
√
Aktivitas
Seluruh ekstermitas (4 anggota gerak)
2
dapat digerakkan atas perintah
Dua ekstermitas dapat digerakkan atas
√
1
perintah
Tidak respon
0
Respirasi
√
Mampu bernapas dan batuk secara bebas
2
Dypnea, nafas dangkal atau terbatas
1
Apnea
0
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
10
10
Sirkulasi
Perubahan < 20% dari TD pre operasi
2
Perubahan 20-50% dari TD pre operasi
1
Perubahan > 0% dari TD pre operasi
0
Kesadran
Sadar penuh
2
Bangun waktu dipanggil
1
Tidak ada respon
0
√
√
Warna kulit
Normal
2
Pucat
1
Sianotik
0
TOTAL
√
√
5
6
b. Terapi medis
 Infuse Ringer laktat 20 tpm
 Santagesik 2 ml/IV
 Ondansetron 2 ml/IV
 Ceftazidime 1 gr/IV
2.
ANALISA DATA
NO
1.
TGL/
JAM
Selasa, 6
Juli 2021
Jam 10.10
DATA FOKUS
Data Subjektif :
 Pasien mengatakan nyeri
pada luka operasi di daerah
abdomen, nyeri bertambah
saat miring kiri dan miring
kanan dan ditekan pada
daerah sekitar luka
 P : Nyeri pada daerah luka
ETIOLOGI
PROBLEM
Agen cidera fisik
(prosedur operasi)
Nyeri akut




2.
Selasa, 6
Juli 2021
Jam 10.10
operasi di daerah abdomen
Q : Seperti diiris-iris benda
tajam
R : Abdomen bawah kanan
S:6
T : Terus menerus
Data Objektif :
 Pasien tampak merintih
kesakitan bila bergerak atau
merubah posisi
 Wajah pasien tampak
menahan sakit
 Tampak luka operasi pada
daerah abdoemn kanan
 TD : 120/70 mmHg
 N : 80x/menit
 RR : 21x/menit
 S : 36C
 SpO2 : 98%
Data Subjektif :
 Pasien mengatakan ada luka
operasi pada abdomen kanan
dan terasa nyeri
Data Objektif :
 Pasien tampak terdapat
balutan luka operasi pada
abdomen bawah kanan
dengan ukuran 3 cm
 Daerah sekitar luka tampak
sedikit kemerahan
 Daerah sekitar luka teraba
panas
 Pasien tampak merintih
kesakitan
 S : 36C
Efek prosedur invasif
Risiko infeksi
3.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS DIAGNOSA
NO
1.
2.
4.
TGL/
JAM
Selasa, 6
Juli 2021
Jam 10.10
Selasa, 6
Juli 2021
Jam 10.10
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PRIORITAS
Nyeri akut D0077 berhubungan dengan agen cidera fisik
(prosedur operasi)
Diagnosa 1
Risiko infeksi D0142 berhubungan dengan efek prosedur
invasif
Diagnosa 2
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
1.
TGL/
JAM
Selasa, 6
Juli 2021
Jam
10.10
Tujuan dan Kriteria
hasil
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 jam
diharapkan nyeri akut
dapat berkurang dengan
kriteria hasil sebagai
berikut :
- Keluhan nyeri
berkurang
- Skala nyeri 4
- Nyeri terasa hilang
timbul
- Ekspresi wajah
rileks
INTERVENSI
 Kaji KU,TTV
 Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
 Berikan posisi semi fowler dan
teknik farmakologis yaitu relaksasi
nafas dalam
 Ajarkan teknik farmakologis yaitu
relaksasi nafas dalam
 Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat :
 Santagesik 2 ml/IV
TTD/
NAMA
Syifa
 Ondansetron 2 ml/IV
2.
Selasa, 6
Juli 2021
Jam
10.10
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 jam
diharapkan risiko infeksi
dapat berkurang dengan
kriteria hasil sebagai
berikut :
- Tanda dan gejala
infeksi menurun
- Pasien
menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah
timbulnya infeksi
 Kaji daerah luka operasi
 Lakukan perawatan luka post op
apendiktomi
 Ajarkan pasien untuk selalu menjaga
kebersihan luka operasi
 Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat :
 Ceftazidime 1 gr/IV
Syifa
5.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO
TGL/
JAM
1.
Selasa, 6
Juli 2021
Jam
10.1011.00
WIB
IMPLEMENTASI
EVALUASI
 Mengkaji KU,TTV
 Mengidentifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
 Memberikan posisi semi
fowler dan teknik
farmakologis yaitu
relaksasi nafas dalam
 Mengajarkan teknik
farmakologis yaitu
relaksasi nafas dalam
 Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat :
 Santagesik 2 ml/IV
S:
 Ondansetron 2 ml/IV
O:



TTD/
NAMA
Pasien mengatakan masih
merasakan nyeri di daerah luka
operasi
Pasien mengatakan nyaman saat
diberikan posisi semi fowler
Pasien mengatakan sedikit rileks
saat diajarkan tekhnik relaksasi
nafas dalam
 P : Nyeri pada daerah luka
operasi di daerah abdomen
bawah kanan
 Q : Seperti diiris-iris benda
tajam
 R : Abdomen bawah kanan
 S:4
 T : Terus menerus
 Keadaan umum lemah
 Pasien tampak merintih
kesakitan bila bergerak atau
merubah posisi
 Wajah pasien tampak rileks
saat diberikan posisi semi
fowler dan diajarkan tekhnik
relaksasi nafas dalam

 TD : 120/80 mmHg
 S : 36C
 Pasien kooperatif saat
diberikan obat melalui IV
A : Masalah nyeri akut belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
 Pindah ke ruang bangsal
 Kaji KU,TTV dan identifikasi
nyeri
 Berikan posisi semi fowler
 Ajarkan pasien teknik non
farmakologis yaitu relaksasi
nafas dalam)
Syifa
 Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat :
 Ranitidine 25mg/IV
 Metocloperamid 2 ml/IV
 Novalgin Novalgin 5ml/IV
2.
Selasa, 6
Juli 2021
Jam
10.1011.00
WIB
 Mengkaji daerah luka
operasi
 Melakukan perawatan
luka post op apendiktomi
 Mengjarkan pasien untuk
selalu menjaga
kebersihan luka operasi
 Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat :
 Ceftazidime 1 gr/IV
S:



Pasien mengatakan masih
merasakan nyeri di daerah
abodmen luka operasi
Pasien mengatakan bersedia
untuk dilakukan perawatan luka
post operasi apendiktomi
Pasien mengatakan merasa
nyaman setelah dilakukan
perawatan luka post operasi
apendiktomi
O:
 Pasien tampak terdapat balutan
luka operasi pada abdomen
kanan dengan ukuran 3 cm
 Daerah sekitar luka tampak
sedikit kemerahan
 Daerah sekitar luka teraba
panas
 Pasien tampak meringis saat
dilakukan perawatan luka post
operasi apendiktomi
 S : 36C
 Pasien kooperatif saat
diberikan obat melalui IV
A : Masalah risiko infeksi belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
 Pindah ke ruang bangsal
 Kaji daerah luka operasi
 Lakukan perawatan luka post
op apendiktomi
 Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat
Ceftazidime 1 gr/IV
Syifa
Download