BAB II KAJIAN TEORI A. Menopause 1. Definisi Menopause

advertisement
12
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Menopause
1. Definisi Menopause
Menopause merupakan sebuah kata yang mempunyai banyak arti. “Men”
dan “pauseis” adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan untuk
menggambarkan berhentinya haid. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary
mendefinisikan menopause sebagai periode berhentinya haid secara alamiah yang
biasanya terjadi antara usia 45 sampai 50 tahun (Kasdu, 2004).
Sutanto (2005) mendefinisikan menopause sebagai proses alami dari
penuaan, yaitu ketika wanita tidak lagi mendapat haid selama 1 tahun. Penyebab
berhentinya haid karena ovarium tidak lagi memproduksi hormon estrogen dan
progesteron, dan rata-rata terjadi menopause pada usia 50 tahun.
Baziad (2002) menyebutkan menopause sebagai pendarahan rahim yang
masih diatur oleh fungsi hormon indung telur. Istilah
menopause digunakan
untuk menyatakan suatu perubahan hidup dan pada saat itulah wanita mengalami
periode terakhir masa haid (Kasdu, 2004).
Menurut Takesihaeng (2000) masa menopause adalah keadaan dimana
seseorang berhenti dari masa haidnya selamanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menopause adalah suatu
proses peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan-lahan ke
13
masa non produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan
progesteron seiring dengan bertambahnya usia dan berakhir dari kesuburan dan
peralihan menjadi seorang wanita tua.
2. Fisiologis Menopause
Menopause terjadi ketika ovarium tidak mampu lagi merespon
sinyal-sinyal hormonal yang dikirimkan dari otak. Keadaan ini meningkatkan
produksi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).
Sinyal-sinyal ini berusaha memicu ovarium untuk memproduksi estrogen dan
progesteron serta tetap menjaga kelangsungan siklus menstruasi, tetapi ovarium
tidak mampu lagi memberikan respon yang diharapkan dikarenakan sebagai
akibat bertambahnya usia (kegagalan ovarium primer) dan sebagai akibat masalah
kesehatan lain atau akibat pengobatan masalah kesehatan tersebut (kegagalan
ovarium sekunder) (Spencer & Brown, 2007).
Menurunnya hormon estrogen akan memengaruhi langsung kondisi fisik
tubuh, organ reproduksi, dan psikis (Kasdu, 2004).
3.
Perubahan Fisik Wanita Menopause
Menurut Kasdu (2004), akibat perubahan organ reproduksi maupun
hormon tubuh pada saat menopause, ada keluhan yang timbul dalam kehidupan
sehari-hari, antara lain sebagai berikut:
14
a. Perasaan Panas (Hot flushes)
Rasa panas yang luar biasa pada wajah dan tubuh bagian atas (leher dan dada)
disertai keringat yang berlebihan. Biasanya terjadi pada malam hari yang
mengakibatkan sulit tidur. Hot flushes dialami oleh sekitar 75% wanita
menopause.
b. Keringat Berlebihan
Pancaran panas pada tubuh akibat pengaruh hormon yang mengatur termostat
tubuh pada suhu yang lebih rendah. Suhu udara yang semula dirasakan
nyaman, mendadak menjadi panas dan tubuh mengeluarkan keringat untuk
mendinginkan diri.
c. Vagina Kering
Terjadi karena penipisan jaringan pada dinding vagina sehingga ketika
melakukan hubungan seksual bisa timbul rasa nyeri.
d. Tidak dapat Menahan Air Kencing
Estrogen yang menurun mengakibatkan inkontinensia urin (tidak dapat
mengendalikan fungsi kandung kemih) dan menyebabkan gangguan penutupan
uretra dan perubahan pola aliran urin menjadi abnormal sehingga mudah terjadi
infeksi pada saluran kencing bagian bawah.
e. Hilangnya Jaringan Penunjang
Estrogen memengaruhi adanya
jaringan kolagen. Hilangnya kolagen
menyebabkan kulit kering dan keriput, rambut bercabang dan rontok, gigi
mudah goyang dan gusi berdarah, sariawan, kuku rusak, dan timbul rasa sakit
dan ngilu pada persendian.
15
f. Penambahan Berat Badan
Saat wanita menginjak 40 tahun, biasanya tubuh mudah gemuk, tetapi sulit
menurunkan berat badan. Hal ini karena penurunan estrogen dan gangguan
pertukaran zat dasar metabolisme lemak. Selain itu, kulit menjadi kendor
sehingga mudah menjadi tempat simpanan lemak.
g. Gangguan Mata
Kurang dan hilang estrogen mempengaruhi produksi kelenjar air mata
sehingga mata terasa kering dan gatal.
h. Nyeri Tulang dan Sendi
Pada wanita menopause, tulang akan mudah keropos.
4. Perubahan Psikologis Wanita Menopause
Selain fisik, perubahan psikis juga sangat memengaruhi kualitas hidup
seorang wanita dalam menjalani masa menopause. Hal tersebut tergantung
masing-masing individu (Joseph, 2010).
Perubahan yang terjadi pada wanita menopause perubahan kejiwaan yang
dialami adalah perubahan mood, kecemasan, labilitas emosi, merasa tidak
berdaya, gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, sulit mengambil keputusan,
dan merasa tidak berharga (Glasier & Gebbie, 2005).
Ada yang beranggapan bahwa kondisi ini sebagai bagian dari siklus
kehidupannya dan mereka tidak akan direpotkan dengan haid yang datang rutin
setiap bulan sehingga tidak mengganggu aktivitas. Alasan lain adalah penghentian
pemakaian kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang sudah mereka jalankan
16
selama bertahun-tahun. Sebaliknya, ada beberapa wanita yang memasuki masa
menopause dengan penuh kecemasan dikarenakan tidak mendapat informasi yang
benar sehingga yang dibayangkan adalah efek negatif (Kasdu, 2004).
Lebih jauh, Kasdu (2004) mengemukakan bahwa latar belakang
masing-masing wanita sangat berpengaruh terhadap kondisi wanita dalam
mengalami masa menopause, misalnya apakah wanita tersebut menikah atau
tidak, apakah wanita tersebut mempunyai suami, anak, cucu, atau kehidupan
keluarga yang membahagiakannya, serta pekerjaan yang mengisi aktivitas sehariharinya. Selalu berfikir positif dan dukungan dari orang-orang sekitarnya,
khususnya
suami sebagai pasangan
hidup
akan
menumbuhkan
bahwa
kehadirannya masih sangat diperlukan dalam menghadapi hidup (Kasdu, 2004).
B. Kecemasan
1.
Definisi Kecemasan
Kecemasan (anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affective) yang
ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (reality testing
ability/RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami
keretakan kepribadian/splitting of personality), perilaku dapat terganggu tetapi
masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2001).
Menurut Carlson (dalam Wijayanti, 2006), kecemasan merupakan reaksi
normal dalam menghadapi berbagai hal yang dapat menimbulkan stres dan tidak
seorangpun dari manusia yang luput (bebas dengan sempurna) dari perasaan ini.
17
Manakala seseorang sedang mengalami cemas karena perasaan atau konflik, maka
perasaan itu akan muncul melalui berbagai bentuk emosi yang disadari dan yang
tidak disadari. Segi yang disadari dari cemas tampak dalam segi seperti rasa takut,
terkejut, ngeri, rasa lemah, rasa berdosa, rasa terancam, dan sebagainya.
Sementara segi yang tanpa disadari dari cemas tampak dalam keadaan individu
yang merasakan takut tanpa mengetahui faktor-faktor yang mendorongnya pada
keadaan itu.
Beberapa uraian yang telah disajikan di atas, dapat disimpulkan bahwa
kecemasan adalah suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental yang
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu
masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada
umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai
perubahan fisiologis (misal gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan
psikologis (misalnya panik, tegang, bingung, dan tidak bisa berkonsentrasi).
2.
Faktor Predisposisi
Stuart (2007) mengemukakan bahwa penyebab kecemasan dapat
dipahami melalui berbagai teori, yaitu:
a. Teori Psikoanalisis
Menurut teori psikoanalisis Sigmund Freud, kecemasan timbul karena konflik
antara elemen kepribadian yaitu id (insting) dan superego (nurani). Id mewakili
dorongan
insting
dan
impuls
primitif
seseorang
sedang
superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan norma budayanya. Ego
18
berfungsi menengahi tuntutan dari dua elememen yang bertentangan dan fungsi
kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Teori Interpersonal
Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan
perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik.
c. Teori Behavior
Kecemasan
merupakan
produk
frustrasi
yaitu
segala
sesuatu
yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
d. Teori Perspektif Keluarga
Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang tidak adaptif dalam
keluarga.
e. Teori Perspektif Biologi
Fungsi biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
Benzodiapine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan.
Penghambat asam amino butirik-gamma neuro regulator (GABA) juga
mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan
dengan kecemasan sebagaimana endomorfin. Selain itu telah dibuktikan bahwa
kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi
terhadap kecemasan.
Kecemasan dapat
disertai gangguan
menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
fisik dan
19
3.
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah faktor-faktor yang dapat menjadi pencetus
terjadinya kecemasan (Stuart, 2007). Faktor pencetus tersebut adalah :
a. Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi ketidakmampuan
fisiologis atau menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas harga
diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dari seseorang. Pada pasien yang akan
menjalani operasi faktor pencetus kecemasannya adalah faktor yang dialami
individu baik bersifat internal maupun eksternal. Faktor internalnya adalah
adanya ketakutan akan pembiusan, kecacatan, kematian, takut akan rasa nyeri,
takut kehilangan pekerjaan, menjadi tanggungan keluarga. Sedangkan faktor
eksternalnya adalah lingkungan yang baru, peralatan operasi atau pembiusan
yang asing serta petugas kesehatannya.
4.
Tingkat Kecemasan
Stuart (2007) membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkat, yaitu:
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,
kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan
lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta kreativitas. Respon fisiologis ditandai dengan sesekali nafas
pendek, nadi dan tekanan darah naik, mudah tersinggung, gejala ringan pada
20
lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif merupakan lapang
persepsi luas, mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada
masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon perilaku dan emosi
seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadangkadang meningkat.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami
perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Respon
fisiologis: sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat,mulut
kering, diare, gelisah. Respon kognitif; lapang persepsi menyempit, rangsangan
luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.
Respon perilaku dan emosi; meremas tangan, bicara banyak dan lebih cepat,
susah tidur dan perasaan tidak enak.
c. Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lapang persepsi seseorang terhadap sesuatu yang terinci
dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku
ditujukan untuk menghentikan ketegangan individu dengan kecemasan berat
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pikiran pada suatu
area lain. Respon fisiologi : nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat,
berkeringat, ketegangan dan sakit kepala. Respon kognitif: lapang persepsi
amat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan
emosi: perasaan ancaman meningkat.
21
d. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya kontrol,
menyebabkan individu tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan
perintah. Respon fisologis : nafas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat,
hipotensi, koordinasi motorik rendah. Respon kognitif : lapang persepsi sangat
sempit, tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan emosi: mengamuk dan
marah, ketakutan, dan kehilangan kendali.
Rentang respons ansietas menurut Stuart (2007) sebagai berikut :
Respon Adaptif
Ringan
Respon Maladaptif
Sedang
Berat
Panik
Skema 2.1 Rentang respon ansietas
5. Respon terhadap Kecemasan
Kecemasan dapat memengaruhi kondisi tubuh seseorang, respon
kecemasan menurut Suliswati (2005), antara lain:
a. Respon Fisiologis terhadap Kecemasan
Secara
fisiologis
respon
tubuh
terhadap
kecemasan
adalah
dengan
mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis maupun parasimpatis). Sistem
saraf simpatis akan mengaktivasi proses tubuh, sedangkan sistem saraf
parasimpatis akan meminimalkan respon tubuh. Reaksi tubuh terhadap
22
kecemasan adalah “fight” atau “flight”. Flight merupakan reaksi isotonik tubuh
untuk melarikan diri, dimana terjadi peningkatan sekresi adrenalin ke dalam
sirkulasi darah yang akan menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan
tekanan darah sistolik, sedangkan fight merupakan reaksi agresif untuk
menyerang yang akan menyebabkan sekresi noradrenalin, rennin angiotensin
sehingga tekanan darah meningkat baik sistolik maupun diastolik. Bila korteks
otak menerima rangsang akan dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar
adrenal yang akan melepaskan adrenalin atau epinefrin sehingga efeknya
antara lain napas menjadi lebih dalam, nadi meningkat. Darah akan tercurah
terutama ke jantung, susunan saraf pusat dan otot. Dengan peningkatan
glikogenolisis maka gula darah akan meningkat.
b. Respon Psikologis terhadap Kecemasan
Kecemasan dapat memengaruhi aspek interpersonal maupun personal.
Kecemasan tinggi akan mempengaruhi koordinasi dan gerak refleks. Kesulitan
mendengarkan akan mengganggu hubungan dengan orang lain. Kecemasan
dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan keterlibatan dengan
orang lain.
c. Respon Kognitif
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses pikir
maupun isi pikir, diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi
menurun, mudah lupa, menurunnya lapang persepsi, dan bingung.
23
d. Respon Afektif
Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan
curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan.
6. Gejala Kecemasan
Menurut Sue, dkk (dalam Lanny, 2008), terdapat empat gejala
kecemasan yang lebih spesifik, yaitu:
a. Gejala Kognitif
Suatu kecemasan yang dapat dimanifestasikan kedalam pikiran individu,
kekhawatiran ringan sampai dengan gangguan panik. Rasa kekhawatiran
ringan kurang dapat berdampak secara fisik terhadap individu, akan tetapi
gangguan panik yang menyerang sangat berbahaya bahkan dapat menimbulkan
kematian. Simptom ditandai dengan kekhawatiran akan bahaya yang akan
menimpanya secara berlebihan terhadap hukuman ancaman akan nasib dimasa
yang akan datang, sehingga menyebabkan penderita menjadi sulit untuk
berkonsentrasi, mengalami susah tidur dan sulit dalam mengambil keputusan.
b. Gejala Motorik
Merupakan perwujudan kecemasan kedalam perilaku-perilaku motorik, seperti
gerakan yang tidak beraturan, gerakan yang tidak terarah yang bermula pada
gemetaran secara halus yang kemudian semakin meningkat menjadi perilaku
seperti mondar-mandir, kaki bergoyang-goyang, ucapan yang berbelit-belit,
menggigit bibir atau jari, gemertaknya tulang dan sebagainya.
24
c. Gejala Somatik
Merupakan salah satu perwujudan kecemasan dalam reaksi fisik dan biologis.
Perubahan somatik dapat terlihat dari penafasan yang tidak teratur, dahi
berkenyit, muka pucat, keringat dingin, jumlah urine meningkat, sakit perut,
dada yang berdebar, dengan denyut jantung yang berdetak kencang,
ketegangan otot lengan dan kaki serta kontraksi otot setempat dengan dagu,
mata dan rahang.
d. Gejala Afektif
Merupakan salah satu perwujudan dari kecemasan kedalam perasaan-perasaan
emosi individu. Seperti adanya kekhawatiran akan bahaya-bahaya yang
mengancam dan menimpa dirinya, sehingga individu sangat merasa tidak
nyaman dan mudah tersinggung.
C. Konsep Diri
1.
Definisi Konsep Diri
Chaplin (2004) mendefinisikan konsep diri adalah evaluasi individu
mengenai diri
sendiri, penilaian atau penafsiran mengenai diri sendiri oleh
individu yang bersangkutan.
Menurut Burn (dalam Hutagalung, 2007), konsep diri merupakan suatu
gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan, orang lain berpendapat mengenai
diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan.
25
Sementara Cawagas (dalam Papalia, 2009), menjelaskan bahwa konsep
diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisik, karakteristik
pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian, kegagalan dan lain sebagainya.
Selanjutnya Brooks (dalam Sobur, 2003), mendefinisikan bahwa konsep
diri sebagai pandangan dan perasaan tentang diri sendiri yang bersifat fisiologis
terhadap diri individu yang didapatkan oleh individu dari pengalaman dan
interaksi dengan orang lain.
Pandangan lain mengemukakan bahwa konsep diri adalah semua persepsi
kita terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, sosial, dan psikologis, yang
didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain (Verdeber,
dalam Sobur 2003.
Dari beberapa uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konsep diri
adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri baik yang bersifat fisik, sosial,
maupun psikologis yang didapat dari pengalaman dan interaksi dari orang lain.
2.
Aspek-aspek Konsep Diri
Menurut Berzonsky (dalam Sandhaningrum, 2009) bahwa aspek konsep
diri adalah:
a. Aspek Fisik
Yaitu bagaimana penilaian individu terhadap segala sesuatu bayang terlihat
secara fisik yang dimilikinya seperti tubuh, kesehatan, dan penampilan.
26
b. Aspek Sosial
Yaitu bagaimana peranan sosial yang diperankan individu mencakup hubungan
antara individu dengan keluarga dan individu dengan lingkungan.
c. Aspek Moral
Yaitu nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah dalam kehidupan individu
dan memandang nilai etika moral dirinya seperti kejujuran, tanggung jawab
atas kegagalan yang dialaminya, religiusitas serta perilakunya. Apakah perilaku
dalam menjaga kebersihan organ reproduksi sesuai dengan norma yang ada dan
tidak mengganggu kepentingan masyarakat sekitar.
d. Aspek Psikis
Yaitu meliputi pikiran, perasaan dan sikap yang dimiliki individu terhadap
dirinya sendiri.
Sementara itu untuk melengkapi pendapat di atas, Fitts (dalam Maria,
2007)mengajukan aspek-aspek konsep diri, yaitu:
a. Diri fisik (physical self). Aspek ini menggambarkan bagaimana individu
memandang kondisi kesehatannya, badannya, dan penampilan fisiknya.
b. Diri moral-etik (moral-ethical self). Aspek ini menggambarkan bagaimana
individu memandang nilai-nilai moral-etik yang dimilikinya. Meliputi
sifat-sifat jelek yang dimiliki dan penilaian dalam hubungannya dengan Tuhan.
c. Diri sosial (sosial self). Aspek ini mencerminkan sejauhmana perasaan
mampudan berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain.
27
d. Diri pribadi (personal self). Aspek ini menggambarkan perasaan mampu
sebagai seorang pribadi, dan evaluasi terhadap kepribadiannya atau hubungan
pribadinya dengan orang lain.
3.
Pengaruh Konsep Diri terhadap Perilaku Individu
Pujijogjanti (2004) menyatakan ada tiga peranan penting dari konsep diri
sebagai penentu perilaku, yaitu:
a.
Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin.
Pada dasarnya individu selalu mempertahankan keseimbangan dalam
kehidupan batinnya. Bila timbul perasaan, pikiran, dan persepsi yang tidak
seimbang atau bahkan saling berlawanan, maka akan terjadi iklim psikologi
yang tidak menyenangkan sehingga akan mengubah perilaku.
b.
Keseluruhan sikap dan pandangan individu terhadap diri berpengaruh besar
terhadap pengalamannya. Setiap individu akan memberikan penafsiran yang
berbeda terhadap sesuatu yang dihadapi.
c.
Konsep diri adalah penentu pengharapan individu. Jadi pengaharapan adalah
inti dari konsep diri. Konsep diri merupakan seperangkat harapan dan
penilaian perilaku yang menunjuk pada harapan tersebut. Sikap dan
pandangan negatif terhadap kemampuan diri menyebabkan individu
menetapkan titik harapan yang rendah. Titik tolak yang rendah menyebabkan
individu tidak mempunyai motivasi yang tinggi.
28
Berdasarkan ketiga peranan konsep diri tersebut dapat disimpulkan
bahwa konsep diri selain berperan sebagai pengharapan juga berperan sebagai
sikap terhadap diri sendiri dan penyeimbang batin bagi individu.
Menurut Calhoun dan Acocelia (dalam Ghufron, 2011), membagi konsep
diri menjadi dua, yaitu konsep diri yang positif dan negatif. Ciri konsep diri yang
positif adalah yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi
masalah, merasa sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu,
sadar bahwa tiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat, dan perilaku
yang tidak disetujui oleh masyarakat serta mampu mengembangkan diri karena
sanggup mengungkapkan aspek-aspek-aspek kepribadian yang buruk dan
berupaya untuk mengubahnya. Sementara itu, ciri konsep diri yang negatif adalah
peka terhadap kritik, respontif terhadap pujian, punya sikap hiperkritis, cenderung
merasa tidak disukai orang lain, dan pesimistis terhadap kompetisi.
D.
Kerangka Pemikiran
Konsep diri merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri, baik
yang bersifat fisik, sosial, maupun psikologis, yang didapat dari hasil interaksinya
dengan orang lain sementara kecemasan merupakan gangguan perasaan yang
dapat menyebabkan stres bahkan depresi.
29
Dimana dalam hubungan ini konsep diri memiliki hubungan dengan
tingkat kecemasan masa menopause sebagaimana digambarkan ke dalam
kerangka pemikiran sebagai berikut:
Konsep Diri Ibu
Masa Menopause:
-
Fisik
Sosial
Moral
Psikis
Kecemasan Ibu Masa
Menopause:
-
Kecemasan ringan
Kecemasan
sedang
Kecemasan berat
Panik
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Terdapat hubungan signifikan
antara konsep diri dengan kecemasan pada ibu masa menopause.
Download