12 BAB II KAJIAN TEORI A. Menopause 1. Definisi Menopause Menopause merupakan sebuah kata yang mempunyai banyak arti. “Men” dan “pauseis” adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan berhentinya haid. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary mendefinisikan menopause sebagai periode berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 sampai 50 tahun (Kasdu, 2004). Sutanto (2005) mendefinisikan menopause sebagai proses alami dari penuaan, yaitu ketika wanita tidak lagi mendapat haid selama 1 tahun. Penyebab berhentinya haid karena ovarium tidak lagi memproduksi hormon estrogen dan progesteron, dan rata-rata terjadi menopause pada usia 50 tahun. Baziad (2002) menyebutkan menopause sebagai pendarahan rahim yang masih diatur oleh fungsi hormon indung telur. Istilah menopause digunakan untuk menyatakan suatu perubahan hidup dan pada saat itulah wanita mengalami periode terakhir masa haid (Kasdu, 2004). Menurut Takesihaeng (2000) masa menopause adalah keadaan dimana seseorang berhenti dari masa haidnya selamanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menopause adalah suatu proses peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan-lahan ke 13 masa non produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya usia dan berakhir dari kesuburan dan peralihan menjadi seorang wanita tua. 2. Fisiologis Menopause Menopause terjadi ketika ovarium tidak mampu lagi merespon sinyal-sinyal hormonal yang dikirimkan dari otak. Keadaan ini meningkatkan produksi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Sinyal-sinyal ini berusaha memicu ovarium untuk memproduksi estrogen dan progesteron serta tetap menjaga kelangsungan siklus menstruasi, tetapi ovarium tidak mampu lagi memberikan respon yang diharapkan dikarenakan sebagai akibat bertambahnya usia (kegagalan ovarium primer) dan sebagai akibat masalah kesehatan lain atau akibat pengobatan masalah kesehatan tersebut (kegagalan ovarium sekunder) (Spencer & Brown, 2007). Menurunnya hormon estrogen akan memengaruhi langsung kondisi fisik tubuh, organ reproduksi, dan psikis (Kasdu, 2004). 3. Perubahan Fisik Wanita Menopause Menurut Kasdu (2004), akibat perubahan organ reproduksi maupun hormon tubuh pada saat menopause, ada keluhan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari, antara lain sebagai berikut: 14 a. Perasaan Panas (Hot flushes) Rasa panas yang luar biasa pada wajah dan tubuh bagian atas (leher dan dada) disertai keringat yang berlebihan. Biasanya terjadi pada malam hari yang mengakibatkan sulit tidur. Hot flushes dialami oleh sekitar 75% wanita menopause. b. Keringat Berlebihan Pancaran panas pada tubuh akibat pengaruh hormon yang mengatur termostat tubuh pada suhu yang lebih rendah. Suhu udara yang semula dirasakan nyaman, mendadak menjadi panas dan tubuh mengeluarkan keringat untuk mendinginkan diri. c. Vagina Kering Terjadi karena penipisan jaringan pada dinding vagina sehingga ketika melakukan hubungan seksual bisa timbul rasa nyeri. d. Tidak dapat Menahan Air Kencing Estrogen yang menurun mengakibatkan inkontinensia urin (tidak dapat mengendalikan fungsi kandung kemih) dan menyebabkan gangguan penutupan uretra dan perubahan pola aliran urin menjadi abnormal sehingga mudah terjadi infeksi pada saluran kencing bagian bawah. e. Hilangnya Jaringan Penunjang Estrogen memengaruhi adanya jaringan kolagen. Hilangnya kolagen menyebabkan kulit kering dan keriput, rambut bercabang dan rontok, gigi mudah goyang dan gusi berdarah, sariawan, kuku rusak, dan timbul rasa sakit dan ngilu pada persendian. 15 f. Penambahan Berat Badan Saat wanita menginjak 40 tahun, biasanya tubuh mudah gemuk, tetapi sulit menurunkan berat badan. Hal ini karena penurunan estrogen dan gangguan pertukaran zat dasar metabolisme lemak. Selain itu, kulit menjadi kendor sehingga mudah menjadi tempat simpanan lemak. g. Gangguan Mata Kurang dan hilang estrogen mempengaruhi produksi kelenjar air mata sehingga mata terasa kering dan gatal. h. Nyeri Tulang dan Sendi Pada wanita menopause, tulang akan mudah keropos. 4. Perubahan Psikologis Wanita Menopause Selain fisik, perubahan psikis juga sangat memengaruhi kualitas hidup seorang wanita dalam menjalani masa menopause. Hal tersebut tergantung masing-masing individu (Joseph, 2010). Perubahan yang terjadi pada wanita menopause perubahan kejiwaan yang dialami adalah perubahan mood, kecemasan, labilitas emosi, merasa tidak berdaya, gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, sulit mengambil keputusan, dan merasa tidak berharga (Glasier & Gebbie, 2005). Ada yang beranggapan bahwa kondisi ini sebagai bagian dari siklus kehidupannya dan mereka tidak akan direpotkan dengan haid yang datang rutin setiap bulan sehingga tidak mengganggu aktivitas. Alasan lain adalah penghentian pemakaian kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang sudah mereka jalankan 16 selama bertahun-tahun. Sebaliknya, ada beberapa wanita yang memasuki masa menopause dengan penuh kecemasan dikarenakan tidak mendapat informasi yang benar sehingga yang dibayangkan adalah efek negatif (Kasdu, 2004). Lebih jauh, Kasdu (2004) mengemukakan bahwa latar belakang masing-masing wanita sangat berpengaruh terhadap kondisi wanita dalam mengalami masa menopause, misalnya apakah wanita tersebut menikah atau tidak, apakah wanita tersebut mempunyai suami, anak, cucu, atau kehidupan keluarga yang membahagiakannya, serta pekerjaan yang mengisi aktivitas sehariharinya. Selalu berfikir positif dan dukungan dari orang-orang sekitarnya, khususnya suami sebagai pasangan hidup akan menumbuhkan bahwa kehadirannya masih sangat diperlukan dalam menghadapi hidup (Kasdu, 2004). B. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan (anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (reality testing ability/RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/splitting of personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2001). Menurut Carlson (dalam Wijayanti, 2006), kecemasan merupakan reaksi normal dalam menghadapi berbagai hal yang dapat menimbulkan stres dan tidak seorangpun dari manusia yang luput (bebas dengan sempurna) dari perasaan ini. 17 Manakala seseorang sedang mengalami cemas karena perasaan atau konflik, maka perasaan itu akan muncul melalui berbagai bentuk emosi yang disadari dan yang tidak disadari. Segi yang disadari dari cemas tampak dalam segi seperti rasa takut, terkejut, ngeri, rasa lemah, rasa berdosa, rasa terancam, dan sebagainya. Sementara segi yang tanpa disadari dari cemas tampak dalam keadaan individu yang merasakan takut tanpa mengetahui faktor-faktor yang mendorongnya pada keadaan itu. Beberapa uraian yang telah disajikan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis (misal gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan psikologis (misalnya panik, tegang, bingung, dan tidak bisa berkonsentrasi). 2. Faktor Predisposisi Stuart (2007) mengemukakan bahwa penyebab kecemasan dapat dipahami melalui berbagai teori, yaitu: a. Teori Psikoanalisis Menurut teori psikoanalisis Sigmund Freud, kecemasan timbul karena konflik antara elemen kepribadian yaitu id (insting) dan superego (nurani). Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang sedang superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan norma budayanya. Ego 18 berfungsi menengahi tuntutan dari dua elememen yang bertentangan dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. b. Teori Interpersonal Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik. c. Teori Behavior Kecemasan merupakan produk frustrasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. d. Teori Perspektif Keluarga Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang tidak adaptif dalam keluarga. e. Teori Perspektif Biologi Fungsi biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus Benzodiapine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Penghambat asam amino butirik-gamma neuro regulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan sebagaimana endomorfin. Selain itu telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan dapat disertai gangguan menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor. fisik dan 19 3. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi adalah faktor-faktor yang dapat menjadi pencetus terjadinya kecemasan (Stuart, 2007). Faktor pencetus tersebut adalah : a. Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dari seseorang. Pada pasien yang akan menjalani operasi faktor pencetus kecemasannya adalah faktor yang dialami individu baik bersifat internal maupun eksternal. Faktor internalnya adalah adanya ketakutan akan pembiusan, kecacatan, kematian, takut akan rasa nyeri, takut kehilangan pekerjaan, menjadi tanggungan keluarga. Sedangkan faktor eksternalnya adalah lingkungan yang baru, peralatan operasi atau pembiusan yang asing serta petugas kesehatannya. 4. Tingkat Kecemasan Stuart (2007) membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkat, yaitu: a. Kecemasan Ringan Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Respon fisiologis ditandai dengan sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mudah tersinggung, gejala ringan pada 20 lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif merupakan lapang persepsi luas, mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon perilaku dan emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadangkadang meningkat. b. Kecemasan Sedang Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Respon fisiologis: sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat,mulut kering, diare, gelisah. Respon kognitif; lapang persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. Respon perilaku dan emosi; meremas tangan, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak. c. Kecemasan Berat Sangat mengurangi lapang persepsi seseorang terhadap sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk menghentikan ketegangan individu dengan kecemasan berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon fisiologi : nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, ketegangan dan sakit kepala. Respon kognitif: lapang persepsi amat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi: perasaan ancaman meningkat. 21 d. Panik Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya kontrol, menyebabkan individu tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Respon fisologis : nafas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. Respon kognitif : lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan emosi: mengamuk dan marah, ketakutan, dan kehilangan kendali. Rentang respons ansietas menurut Stuart (2007) sebagai berikut : Respon Adaptif Ringan Respon Maladaptif Sedang Berat Panik Skema 2.1 Rentang respon ansietas 5. Respon terhadap Kecemasan Kecemasan dapat memengaruhi kondisi tubuh seseorang, respon kecemasan menurut Suliswati (2005), antara lain: a. Respon Fisiologis terhadap Kecemasan Secara fisiologis respon tubuh terhadap kecemasan adalah dengan mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis maupun parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan mengaktivasi proses tubuh, sedangkan sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan respon tubuh. Reaksi tubuh terhadap 22 kecemasan adalah “fight” atau “flight”. Flight merupakan reaksi isotonik tubuh untuk melarikan diri, dimana terjadi peningkatan sekresi adrenalin ke dalam sirkulasi darah yang akan menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah sistolik, sedangkan fight merupakan reaksi agresif untuk menyerang yang akan menyebabkan sekresi noradrenalin, rennin angiotensin sehingga tekanan darah meningkat baik sistolik maupun diastolik. Bila korteks otak menerima rangsang akan dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan adrenalin atau epinefrin sehingga efeknya antara lain napas menjadi lebih dalam, nadi meningkat. Darah akan tercurah terutama ke jantung, susunan saraf pusat dan otot. Dengan peningkatan glikogenolisis maka gula darah akan meningkat. b. Respon Psikologis terhadap Kecemasan Kecemasan dapat memengaruhi aspek interpersonal maupun personal. Kecemasan tinggi akan mempengaruhi koordinasi dan gerak refleks. Kesulitan mendengarkan akan mengganggu hubungan dengan orang lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan keterlibatan dengan orang lain. c. Respon Kognitif Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses pikir maupun isi pikir, diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunnya lapang persepsi, dan bingung. 23 d. Respon Afektif Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan. 6. Gejala Kecemasan Menurut Sue, dkk (dalam Lanny, 2008), terdapat empat gejala kecemasan yang lebih spesifik, yaitu: a. Gejala Kognitif Suatu kecemasan yang dapat dimanifestasikan kedalam pikiran individu, kekhawatiran ringan sampai dengan gangguan panik. Rasa kekhawatiran ringan kurang dapat berdampak secara fisik terhadap individu, akan tetapi gangguan panik yang menyerang sangat berbahaya bahkan dapat menimbulkan kematian. Simptom ditandai dengan kekhawatiran akan bahaya yang akan menimpanya secara berlebihan terhadap hukuman ancaman akan nasib dimasa yang akan datang, sehingga menyebabkan penderita menjadi sulit untuk berkonsentrasi, mengalami susah tidur dan sulit dalam mengambil keputusan. b. Gejala Motorik Merupakan perwujudan kecemasan kedalam perilaku-perilaku motorik, seperti gerakan yang tidak beraturan, gerakan yang tidak terarah yang bermula pada gemetaran secara halus yang kemudian semakin meningkat menjadi perilaku seperti mondar-mandir, kaki bergoyang-goyang, ucapan yang berbelit-belit, menggigit bibir atau jari, gemertaknya tulang dan sebagainya. 24 c. Gejala Somatik Merupakan salah satu perwujudan kecemasan dalam reaksi fisik dan biologis. Perubahan somatik dapat terlihat dari penafasan yang tidak teratur, dahi berkenyit, muka pucat, keringat dingin, jumlah urine meningkat, sakit perut, dada yang berdebar, dengan denyut jantung yang berdetak kencang, ketegangan otot lengan dan kaki serta kontraksi otot setempat dengan dagu, mata dan rahang. d. Gejala Afektif Merupakan salah satu perwujudan dari kecemasan kedalam perasaan-perasaan emosi individu. Seperti adanya kekhawatiran akan bahaya-bahaya yang mengancam dan menimpa dirinya, sehingga individu sangat merasa tidak nyaman dan mudah tersinggung. C. Konsep Diri 1. Definisi Konsep Diri Chaplin (2004) mendefinisikan konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penafsiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Menurut Burn (dalam Hutagalung, 2007), konsep diri merupakan suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan, orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. 25 Sementara Cawagas (dalam Papalia, 2009), menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisik, karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian, kegagalan dan lain sebagainya. Selanjutnya Brooks (dalam Sobur, 2003), mendefinisikan bahwa konsep diri sebagai pandangan dan perasaan tentang diri sendiri yang bersifat fisiologis terhadap diri individu yang didapatkan oleh individu dari pengalaman dan interaksi dengan orang lain. Pandangan lain mengemukakan bahwa konsep diri adalah semua persepsi kita terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, sosial, dan psikologis, yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain (Verdeber, dalam Sobur 2003. Dari beberapa uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konsep diri adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri baik yang bersifat fisik, sosial, maupun psikologis yang didapat dari pengalaman dan interaksi dari orang lain. 2. Aspek-aspek Konsep Diri Menurut Berzonsky (dalam Sandhaningrum, 2009) bahwa aspek konsep diri adalah: a. Aspek Fisik Yaitu bagaimana penilaian individu terhadap segala sesuatu bayang terlihat secara fisik yang dimilikinya seperti tubuh, kesehatan, dan penampilan. 26 b. Aspek Sosial Yaitu bagaimana peranan sosial yang diperankan individu mencakup hubungan antara individu dengan keluarga dan individu dengan lingkungan. c. Aspek Moral Yaitu nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah dalam kehidupan individu dan memandang nilai etika moral dirinya seperti kejujuran, tanggung jawab atas kegagalan yang dialaminya, religiusitas serta perilakunya. Apakah perilaku dalam menjaga kebersihan organ reproduksi sesuai dengan norma yang ada dan tidak mengganggu kepentingan masyarakat sekitar. d. Aspek Psikis Yaitu meliputi pikiran, perasaan dan sikap yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri. Sementara itu untuk melengkapi pendapat di atas, Fitts (dalam Maria, 2007)mengajukan aspek-aspek konsep diri, yaitu: a. Diri fisik (physical self). Aspek ini menggambarkan bagaimana individu memandang kondisi kesehatannya, badannya, dan penampilan fisiknya. b. Diri moral-etik (moral-ethical self). Aspek ini menggambarkan bagaimana individu memandang nilai-nilai moral-etik yang dimilikinya. Meliputi sifat-sifat jelek yang dimiliki dan penilaian dalam hubungannya dengan Tuhan. c. Diri sosial (sosial self). Aspek ini mencerminkan sejauhmana perasaan mampudan berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain. 27 d. Diri pribadi (personal self). Aspek ini menggambarkan perasaan mampu sebagai seorang pribadi, dan evaluasi terhadap kepribadiannya atau hubungan pribadinya dengan orang lain. 3. Pengaruh Konsep Diri terhadap Perilaku Individu Pujijogjanti (2004) menyatakan ada tiga peranan penting dari konsep diri sebagai penentu perilaku, yaitu: a. Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin. Pada dasarnya individu selalu mempertahankan keseimbangan dalam kehidupan batinnya. Bila timbul perasaan, pikiran, dan persepsi yang tidak seimbang atau bahkan saling berlawanan, maka akan terjadi iklim psikologi yang tidak menyenangkan sehingga akan mengubah perilaku. b. Keseluruhan sikap dan pandangan individu terhadap diri berpengaruh besar terhadap pengalamannya. Setiap individu akan memberikan penafsiran yang berbeda terhadap sesuatu yang dihadapi. c. Konsep diri adalah penentu pengharapan individu. Jadi pengaharapan adalah inti dari konsep diri. Konsep diri merupakan seperangkat harapan dan penilaian perilaku yang menunjuk pada harapan tersebut. Sikap dan pandangan negatif terhadap kemampuan diri menyebabkan individu menetapkan titik harapan yang rendah. Titik tolak yang rendah menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi yang tinggi. 28 Berdasarkan ketiga peranan konsep diri tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep diri selain berperan sebagai pengharapan juga berperan sebagai sikap terhadap diri sendiri dan penyeimbang batin bagi individu. Menurut Calhoun dan Acocelia (dalam Ghufron, 2011), membagi konsep diri menjadi dua, yaitu konsep diri yang positif dan negatif. Ciri konsep diri yang positif adalah yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, merasa sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa tiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat, dan perilaku yang tidak disetujui oleh masyarakat serta mampu mengembangkan diri karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek-aspek kepribadian yang buruk dan berupaya untuk mengubahnya. Sementara itu, ciri konsep diri yang negatif adalah peka terhadap kritik, respontif terhadap pujian, punya sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disukai orang lain, dan pesimistis terhadap kompetisi. D. Kerangka Pemikiran Konsep diri merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial, maupun psikologis, yang didapat dari hasil interaksinya dengan orang lain sementara kecemasan merupakan gangguan perasaan yang dapat menyebabkan stres bahkan depresi. 29 Dimana dalam hubungan ini konsep diri memiliki hubungan dengan tingkat kecemasan masa menopause sebagaimana digambarkan ke dalam kerangka pemikiran sebagai berikut: Konsep Diri Ibu Masa Menopause: - Fisik Sosial Moral Psikis Kecemasan Ibu Masa Menopause: - Kecemasan ringan Kecemasan sedang Kecemasan berat Panik E. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah Terdapat hubungan signifikan antara konsep diri dengan kecemasan pada ibu masa menopause.