TANTANGAN AGAMA BUDDHA DI ERA TEKNOLOGI INFORMASI Oleh: Eka Liliana Sekolah Tinggi Agama Buddha Syailendra Abstrak Perkembangan zaman membawa banyak perubahan dalam masyarakat. Melalui kemajuan teknologi, setiap sisi kehidupan dituntut untuk cepat dan instan dalam mencapai sesuatu. Kondisi dan situasi seperti ini manjadi tantangan bagi masyarakat dalam menghadapi perkembangan zaman. Untuk menjawab dan merespon fenomena tersebut, agama menjadi filter tindakan manusia. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai tantangan agama Buddha di era teknologi informasi. Teknologi informsi saat ini memudahkan umat Buddha untuk belajar Dhamma secara terbuka. Hal tersebut didukung dengan ajaran Buddha yang terbuka dengan ilmu pengetahuan. Keselarasan Buddhisme dengan ilmu pengetahuan tampak dari metode dalam menemukan kebenaran yang lebih menekankan pada tidak hanya percaya. Keterbukaan agama Buddha terhadap ilmu pengetahuan juga didukung oleh banyak ilmuan. Meskipun demikian, teknologi informasi dapat berdampak dengan kemerosotan moral manusia jika pemanfaatannya kurang bijak. Oleh sebab itu, penggunaan teknologi informasi harus didasari dengan kebijaksanaan. Pendahuluan Pada kehidupan saat ini, manusia dapat dikatakan sebagai bagian yang tidak dapat terlepas dari teknologi informasi. Setiap hari manusia modern tidak terlepas dengan penggunaan teknologi itu sendiri. Mulai akses internet, transaksi, penggunaan handpone dan berbagai kebutuhan manusia yang sudah masuk dalam lingkaran teknologi. Sebagai contoh, sesorang yang lupa membawa handphone dalam waktu sehari sudah pusing dan bahkan dapat mengalami kerugian yang cukup besar karena tidak dapat melakukan transaksi. Kondisi ini mencerminkan manusia selalu bergelut dan tidak terlepas dari kemajuan teknologi. Kebutuhan mengenai teknologi ini yang kemudian mendorong teknologi baru berkembang pesat. Teknologi sangat dekat dengan manusia dikarenakan teknologi membantu aktifitas manusia menjadi lebih mudah. Secara umum dengan adanya teknologi informasi manusia akan menjadi manusia yang lebih cerdas. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya berbagai informasi yang dibuat manusia dan diposting di internet. Namun ternyata, fasilitas yang ada seperti teknologi informasi digunakan sebagai alat untuk bersenangsenang saja. Akan tetapi pada kenyataannya kebanyakan orang belum memberikan suatu sikap yang bertujuan untuk memperbaiki batin. Sebenarnya pengunaan teknologi merupakan sebuah pilihan, dimana seseorang akan menggunakan sebagai hal positif atau negatif. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kebanyakan orang memilih untuk bermain smartphone saat puja bakti di vihara dibandingkan dengan mendengarkan ceramah bhikkhu. Dari adanya kejadian tersebut membuktikan bahwa di era teknologi individu lebih tertarik mencari informasi dengan teknologi dari pada informasi langsung dari seseorang bahkan guru. Berdasarkan latar belakang dan adanya kejadian di dalam masyarakat, maka dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang “Tantangan Agama Buddha di Era Teknologi Informasi”. Hal tersebut menjadi pembahasan yang penting dalam era ini karena banyak tantangan baru bagi kemajuan moral manusia seiring dengan teknologi informasi yang semakin berkembang. Pembahasan Teknologi merupakan 1) metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan; 2) keseluruhan sarana untuk menyediakan barangbarang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia (Tim Penyusun, 2008: 1473). Oleh karena itu, yang dimaksud dengan teknologi disini adalah ilmu terapan yang berkembang saat ini. Sebagai contoh dari teknologi yang berkembang saat ini adalah alat yang mampu menyampaikan informasi kepada pihak lain. Seseorang yang membahas teknologi pasti akan langsung menyebutkan kata “teknologi informasi”. Informasi merupakan penggunaan teknologi seperti komputer, elektronik, dan telekomunikasi, untuk mengolah dan mendistribusikan informasi dalam bentuk digital (Tim Penyusun, 2008: 1473). Teknologi informasi memberikan kemudahan bagi manusia dalam berkomunikasi. Dengan adanya teknologi informasi agama Buddha memiliki keuntungan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya website yang berhubungan dengan Agama Buddha atau Dhamma. Akan tetapi dari adanya teknologi informasi juga memiliki dampak negatif bagi Agama Buddha. Sebagai contoh adalah umat Buddha akan cenderung memilih untuk menyaksikan sinetron dibandingkan menonton mimbar Agama Buddha. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu sosialisasi yang dapat dilakukan melalui informasi kepada pengurus vihara atau melalui media seperti website kepada umat Buddha bahwa ada mimbar di suatu stasius televisi. Agama Buddha dan Teknologi Pada zaman sekarang agama memiliki tantangan tersendiri terhadap perkembangan teknologi atau ilmu pengetahuan. Kondisi tersebut yang telah mendorong para ilmuan untuk memberikan respon terhadap agama yang ilmiah. Agama kadang menjadi penghambat pertumbuhan ilmu pengetahuan, namun ilmu pengetahuan yang berkembang juga dapat membongkar dogma agama yang tidak ilmiah. Ketidakselarasan ini yang mengundang respon dari para ilmuan dalam merespon ilmu pengetahuan. Buddhisme mendapat sorotan dari ilmuan penemu hukum relativitas energi. Albert Einstain merespon Buddhisme dengan ilmu pengetahuan. Beliau berpendapat bahwa: “Agama masa depan adalah agama kosmik. Melampaui Tuhan sebagai pribadi serta menghindari dogma dan teologi. Mencakup baik alamiah maupun spiritual, agama tersebut seharusnya didasarkan pada rasa keagamaan yang timbul dari pengalaman akan segala sesuatu yang alamiah dan spiritual, berupa kesatuan yang penuh arti. Ajaran Buddha menjawab gambaran ini. Jika ada agama yang akan memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan modern, itu adalah ajaran Buddha,” (Albert Einstein dalam Sri Dhammananda, 1992: 9). Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa agama Buddha merupakan agama yang terbuka dengan illmu pengetahuan. Hal tersebut dikarenakan agama Buddha tidak berpedoman dengan adanya wahyu atau dogma-dogma. Dhamma yang diajarkan oleh Buddha membawa kita kepada cara berpikir yang rasional. Hal tersebut dilakukan oleh Buddha dimasanya dimana memberikan jawaban atas pertanyaan murid dengan perumpamaan. Perumpamaan yang diberikan Buddha mengajarkan bagaimana cara berpikir dalam menjalani hidup. Perumpamaan yang di sampaikan oleh Buddha seperti perumpamaan orang terkena panah beracun. Orang tersebut mencari tahu siapa pemilik panah yang melukai dirinya tanpa menyadari bahwa dirinya berada dalam bahaya. Perumpamaan tersebut menggambarkan bahwa rasa ingin tahu seseorang pada teknologi informasi membawa kepada keadaan yang membuat perasaan menjadi senang untuk sementara. Akan tetapi, di satu sisi rasa ingin tahu pada teknologi informasi menjauhkan seseorang kepada kemajuan batin. Sebagai contoh, penggunaan teknologi informasi dapat menjerumuskan kita pada hal buruk seperti melakukan kejahatan seperti penipuan dan mengakses situs porno. Melihat perkembangan teknologi informasi banyak cara yang digunakan oleh individu untuk selalu mengikuti tren. Hal tersebut, akan membawa dampak yang kurang baik bagi moral manusia. Akan tetapi agama Buddha memberikan tanggapan lain dengan adanya teknologi informasi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya tulisan yang mengatakan bahwa: “Dokrin Buddha Dhamma yang ada dewasa ini tidak terpengaruh oleh perjalanan waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan, dan masih tetap seperti ketika petama kali Ia ucapkan. Tidak peduli seberapa jauh pengetahuan ilmiah dapat memperluas cakrawala mental seseorang, di dalam kerangka kerja Dhamma terdapatlah ruang untuk penerimaan dan asimilasi terhadap penemuan yang lebih jauh/baru. Ia tidak bergantung kepada konsep–konsep terbatas dari pikiran–pikiran yang primitif/kuno juga tidak pada kekuatan pikiran yang negatif,” (Francis story dalam Sri Dhammananda, 1992: 9). Kutipan tersebut memberikan gambaran bahwa Dhamma tidak pernah menutup diri dari pengetahuan dan pikiran negatif terhadap sesuatu yang baru. Teknologi informasi yang berkembang saat ini memberikan kesempatan setiap individu untuk mempelajari pengetahuan baru. Dhamma yang diajarkan oleh Buddha selaras dengan ilmu pengetahuan. Akan tetapi yang terjadi saat ini penggunaan teknologi informasi tidak digunakan sebagaimana mestinya. Di satu sisi teknologi informasi mempermudah penyebaran agama akan tetapi di sisi lain dengan adanya teknologi baru seperti internet memudahkan seseorang untuk mengakses hal-hal yang berbau pornografi. Pada zaman sekarang ini banyak dari pengguna internet yang memasang iklan berbau pornografi. Iklan yang dipasang tidak berada di sebuah website tertentu tetapi di sembarang website yang memancing pengguna untuk membaca. Contoh tersebut menggambarkan bahwa disamping informasi positif, hal-hal negatif sangat dekat dengan internet. Hal tersebut sebagai bukti bahwa kita harus dapat menjadi pengguna internet yang cerdas. Agama Buddha Menyikapi Teknologi Informasi Teknologi informasi dapat digunakan sebagai alat baru untuk menguji kebijaksanaan kita. Hal tersebut dikarenakan akan menentukan sampai mana kebijaksanaan kita dalam menggunakan teknologi informasi yang semakin canggih seperti internet. Seperti Dhamma yang diajarkan oleh Buddha dalam Upali Sutta “Dari ketiga jenis kamma ini, petapa, yang dianalisis dan dibedakan demikian, Aku menggambarkan kamma pikiran sebagai paling tercela untuk pelaksanaan kamma buruk, dan tidak demikian besarnya kamma jasamani atau kamma ucapan,” (Lanny Anggawati & Wena Cintiawati, 2006: 983). Seperti yang disampaikan oleh Buddha dalam Upali Sutta bahwa segala sesuatu dimulai dari pikiran. Pikiran kita harus dapat dikuasai dengan baik agar setiap keputusan yang dilakukan dalam sehari-hari seperti menggunakan internet sesuai dengan Dhamma. Pikiran yang tidak dikendalikan dengan baik akan menjerumuskan individu kepada hawa nafsu. Hawa nafsu yang dimaksud adalah dalam bentuk nafsu seksual, nafsu ingin mencelakai orang lain, atau nafsu untuk membuat seseorang rugi. Hal tersebut sebagai landasan bahwa kita hidup dekat dengan orang lain yang mungkin akan bahagia jika kita terjerumus ke dalam hal yang tidak baik. Begitu pula dengan internet yang akan menjerumuskan kita pada hal buruk apabila dalam menggunakan dengan tidak cerdas. Agama Buddha merupakan agama yang menekankan pada Ehipassiko “datang dan buktikan”. Ehipassiko adalah cara dimana kita sebagai umat Buddha harus dapat mencari tahu tentang hal baru sebelum benar-benar menerima. Dalam sebuah diskusi yang membahas tentang Buddhism and Technology dikatakan bahwa: “Buddhism if it’s pointing to anything, it’s pointing to this ongoing process of investigating life and investigating the world and my relationship to the world and continuing to see through those things, those resistances and those ways I struggle with reality itself instead of actually being in harmony with the way things are, the way things are actually happening” (Vincent, 2013: 3). Dari kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa agama Buddha adalah agama yang pantang percaya pada hal tanpa penyelidikan terlebih dahulu. Bahwa segala sesuatu merupakan suatu proses yang berkelanjutan yang patut untuk diselidiki termasuk juga teknologi informasi. Penyelidikan terhadap teknologi dapat dilakukan melalui kegunaannya. Kegunaan yang dimaksud adalah dalam hal positif seperti menyampaikan pesan Dhamma melalui website. Memberikan informasi mengenai isu-isu tentang agama juga dapat dilakukan dengan mudah melalui teknologi. Akan tetapi yang menjadi permasalahan yaitu pengelolaan website yang kurang baik akan mengakibatkan permasalahan baru. Seperti adanya bullying terhadap suatu ajaran agama. Hal tersebut juga mengakibatkan kesalahpahaman antar umat beragama. Menjadi manusia yang memiliki ilmu pengetahuan luas adalah salah satu ajaran Buddha. Hal tersebut dapat ditemukan dalam ajaran Buddha mengenai pengetahuan “Apakah pengetahuan semacam ini perlu? Tentu kalau kita tidak mau menjadi orang buta yang meraba gajah lalu mendebatkannya” (Lanny Anggawati & Wena Cintiawati, 1995: 8). Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa ilmu pengetahuan penting dikarenakan segala sesuatu yang ada di bumi akan terus mengalami kemajuan. Seperti teknologi informasi yang semakin maju membutuhkan landasan kebijaksanaan agar tidak terjerumus pada penderitaan. Teknologi informasi yang sangat berkembang saat ini memberikan kesempatan kepada kita untuk berada di dalam lingkaran keserakahan. Salah satu dari contoh keserakahan manusia terlihat dari bagaimana menanggapi teknologi informasi. dengan berkembangnya teknologi informasi saat ini dapat diibaratkan sebagai mengendarai mobil, dimana apabila kita mengendarai dengan hati-hati kita akan sampai ketujuan dengan selamat. Namun apabila kita mengendarai dengan tidak hati-hati kita dapat celaka atau membuat orang lain celaka. Begitu pula dengan teknologi informasi yang kita gunakan dapat memberikan bantuan kepada kita untuk berkomunikasi dengan mudah tetapi juga dapat menjerumuskan kita pada kebencian, keserakahan atau konsumerisme. Memiliki pengetahuan tentang teknologi informasi sebenarnya menjadikan kita lebih maju dibandingkan dengan zaman Buddha. Akan tetapi, hal yang berhubungan dekat dengan teknologi informasi saat ini yaitu kebencian, keserakahan, dan konsmumerisme. Kebencian dapat terjadi dimana ketika ada rasa tidak suka terhadap suatu ajaran agama akan mengakibatkan konflik di sosial media. Hal tersebut memancing seseorang atau kelompok untuk melakukan bullying terhadap suatu agama, misalnya kasus tentang agama Buddha yang tidak bertuhan. Selain kebencian, keserakahan dekat dengan konsumerisme dimana seseorang akan merasa selalu tidak puas dengan teknologi lama dan akan terus mencari teknologi baru. Hal tersebut juga banyak terjadi dikalangan remaja saat ini yang kebanyakan dari mereka adalah gemar membeli barang-barang yang sedang tren seperti smartphone dan aksesorisnya. Memiliki pengetahuan luas seperti mengetahui tentang teknologi informasi merupakan hal yang tidak dilarang oleh Buddha. Akan tetapi pengetahuan luas harus didasari dengan kebijaksanaan. Penderitaan akan terhindar dari seseorang yang memiliki pengetahuan luas. Dalam hal ini pengetahuan luas harus didasari dengan kebijaksanaan. Buddha menyampaikan hal yang berhubungan dengan kebijaksanaan dalam sebuah sutta, bahwa “ Lewat tiga hal orang dapat dikenali: lewat perilaku, tubuh, jasmani dan pikiran,” (Lanny Anggawati & Wena Cintiawati, 2003: 99). Menjadi orang yang memiliki sikap bijaksana berarti harus dapat memiliki perilaku yang baik. Hal tersebut dapat dilakukan dalam menghadapi kehidupan yang sudah maju seperti saat ini. Kebijaksanaan mengarahkan pada penggunaan teknologi hanya sebagai sarana bukan sebagai yang utama. Teknologi perlu diwaspadai dalam pemanfaatannya karena ketika sudah melekat dengan teknologi dapat mengarahkan manusia yang sangat bergantung dengan teknologi. Sedangkan paradigma Buddhisme, awal dari penderitaan didasari dengan keinginan nafsu dan kemelekatan atau ketergantungan. Hal tersebut dikarenakan ketika seseorang menjadi pemuja teknologi akan menambah penderitaan. Oleh karena itu, kebijaksanaan menjadi pondasi yang tepat dalam penggunaan teknologi informasi. Bijaksana dalam konteks ini manusia harus mempertimbangkan dengan matang dampak pengunaan teknologi informasi. Penutup Teknologi informasi yang saat ini berkembang menjadi fasilitas baru dalam menjalani aktifitas dalam sehari-hari. Teknologi informasi yang saat ini ada menjadi bukti bahwa manusia semakin maju dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Agama Buddha merupakan agama yang terbuka dengan adanya teknologi informasi. Hal tersebut didikung oleh banyak ilmuan yang menyatakan bahwa agama Buddha merupakan agama yang tidak menolak ilmu pengetahuan. Teknologi informasi dapat menjadi sebuah tantangan baru bagi manusia. Dimana pengguna teknologi informasi diharapkan mampu memberikan kebijaksanaan dalam menggunakan. Hal tersebut dikarenakan, kebencian, keserakahan dan konsumerisme dekat dengan kemajuan teknologi informasi saat ini. Refrensi Anggawati , Lanny dan Cintiawati, Wena. 2006. Majjhima Nikaya 3. Klaten: Vihara Bodhivamsa. Anggawati , Lanny dan Cintiawati, Wena. 2003. Petikan Anggutara Nikaya. Klaten: Vihara Bodhivamsa. Tim penyusus. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Dhammananda, Sri. 1992. Agama Buddha di Mata Para Intelek Dunia. Mutiara Dhamma http://www.buddhistgeeks.com/2013/01/bg-275-buddhism-technology-andquarter-pounders/