BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pelayanan keperawatan adalah pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa bantuan, diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan dan kurangnya kemauan menuju kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri (Dep Kes RI, 2001). Canadian Nurses Assosiation (CAN), mengatakan bahwa praktik keperawatan secara umum dapat didefenisikan sebagai hubungan yang dinamik, penuh perhatian dan pertolongan dimana perawat membantu pasien untuk mencapai dan mempertahankan kesehatan optimalnya (Sumijatun, 2009). Perawat yang kompeten, dapat dilihat dari perawat yang menunjukkan kompetensi professionalnya, termasuk kemampuan menerima informasi secara baik dan terdidik secara optimal. Kompetensi interpersonal mencakup kemampuan untuk berhubungan secara baik dengan orang lain, termasuk pasien, rekan kerja, teman sebaya atau pihak yang berwenang. Kompetensi intraprofesional dan interprofesional yang mencakup kemampuan untuk berhubungan baik dengan perawat lain dan dengan profesi lain. Kompetensi multikultural yang mencakup sensitivitas terhadap berbagai kelompok yang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA beraneka ragam, dan mencakup kesadaran terhadap pengaruh budaya dan perilaku seseorang, dan kesulitan yang mungkin timbul ketika berhadapan dengan orang lain (Potter & Perry, 2005). Proses perawatan pasien merupakan suatu proses yang kompleks. Perhatian yang lebih sering berfokus pada tugas, fungsi dan struktur yang terlibat dalam perawatan pasien telah menciptakan berbagai pelayanan yang tidak efisien. Fokus perawatan seharusnya lebih ditekankan pada kebutuhan pasien. Pada model perawatan yang berfokus pada pasien, perawat harus menjadi pemain kunci untuk melakukan koordinasi perawatan pasien. Perawat mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan aktivitas keperawatan professional, misalnya, melakukan pengkajian klinik atau pendidikan kesehatan terhadap pasien maupun keluarganya (Potter & Perry, 2005). Proses keperawatan lebih lanjut menekankan pada pentingnya komunikasi. Pengkajian dan evaluasi bersandar pada komunikasi yang menyangkut pengalaman dan kebutuhan pasien. Perencanaan bersama tergantung pada komunikasi yang rinci untuk mencapai pemahaman bersama dan komitmen antara perawat dengan pasien. Interpretasi dan perasaan pasien dihargai sebagai faktorfaktor yang mungkin berpengaruh pada masalah-masalah yang muncul dan juga pada penyelesaian masalahnya. Model keperawatan seperti dalam model sistemnya Neuman (1982), model adaptasi Roy (1984) dan model keperawatan perawatan diri Orem (1985) meletakkan dasar bagi komunikasi terbuka antara perawat dan pasien dalam keterlibatan perawat yang efektif. (Potter & Perry, 2005). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Aktifitas di rumah sakit seperti memberikan pelayanan kepada pasien selalu didahului dengan komunikasi. Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus. Komunikasi bertujuan untuk memudahkan, melancarkan, melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka mencapai tujuan optimal, baik komunikasi dalam lingkup pekerjaan maupun hubungan antar manusia (Mundakir, 2006). Komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya oleh Purwanto (1994) disebut sebagai komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung dengan sendirinya, tapi harus direncanakan, dipertimbangkan, dan dilaksanakan secara professional. Dalam melakukan komunikasi terapeutik seorang perawat harus mengetahui dasar, tujuan, manfaat, proses atau teknik dan tahapan komunikasi dan melaksanakannya dengan sikap yang benar di rumah sakit. Karena komunikasi tersebut bertujuan untuk proses penyembuhan pasien (Mundakir, 2006). Perawat dituntut untuk melakukan komunikasi terapeutik dalam melakukan tindakan keperawatan agar pasien atau keluarganya tahu tindakan apa yang akan dilakukan pada pasien dengan cara perawat harus memperkenalkan diri, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, membuat kontrak waktu untuk melakukan tindakan keperawatan selanjutnya. Kehadiran, atau sikap benar-benar UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ada untuk pasien, adalah bagian dari komunikasi terapeutik. Perawat tidak boleh terlihat bingung, pasien harus merasa bahwa dia merupakan fokus utama perawat selama interaksi. Agar perawat dapat berperan aktif dan terapeutik, perawat harus menganalisa dirinya meliputi kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan perawat hendaknya bertujuan terapeutik untuk pasien. Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan hubungan dan menentukan teknik dan ketrampilan yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah pasien (Hermawan, 2009). Hasil Laporan survey dalam penelitian Hermawan (2009), kenyamanan pasien rawat inap dan keluarga di UGD RS Mardi Rahayu dari tahun 2006 sampai Mei 2009, menyatakan bahwa 5% sampai 6,5% responden merasa tidak nyaman saat di UGD hal ini dikarenakan komunikasi perawat yang kurang. Responden memberikan saran serta kritik kepada perawat agar saat memberikan pelayanan perawat juga memberikan penjelasan kepada pasien dan lebih banyak lagi memberikan informasi dengan komunikasi yang baik dan sopan (Hermawan, 2009). Hasil penelitian Denah (2001) yang berjudul “Hubungan karakteristik dan tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan pelaksanaannya dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Karawang”, menunjukkan bahwa dari 94 responden ada sebanyak 47,9% melaksanakan komunikasi terapeutik baik dan 52,1% kurang. Tingkat pendidikan dan masa kerja perawat terbukti berhubungan bermakna dengan pelaksanaan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA komunikasi terapeutik. Sedangkan variabel umur, jenis kelamin, dan tingkat pengetahuan tidak berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik (Denah, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2007) tentang persepsi pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dengan sampel sebanyak 40 pasien di ruang perawatan bedah. Penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik verbal dan nonverbal perawat sudah efisien, namun beberapa tehnik komunikasi terapeutik verbal belum diaplikasikan oleh perawat dengan baik seperti ketepatan waktu dalam menyampaikan informasi kepada pasien mengenai kesehatannya. Perbendaharaan kata yang dimiliki perawat masih kurang. Perawat masih sering menggunakan istilah medis saat berinteraksi dengan pasien dan minat perawat untuk berinteraksi dengan pasien untuk menghibur masih sangat kurang (Fatmawati, 2007). Pada komunikasi terapeutik nonverbal perawat, penampilan personal perawat kurang baik, hal ini disebabkan karena masih terdapat beberapa perawat yang menggunakan perhiasan yang terbuat dari karet atau sejenis logam, tidak menggunakan seragam dinas terutama pada malam hari serta masih terdapat perawat yang menggunakan alas kaki selain sepatu masuk di dalam ruang perawatan pasien padahal ruangan tersebut bukan ruangan steril dan jarak yang digunakan oleh perawat saat berinteraksi dengan pasien bukan jarak terapeutik, dimana jarak terapeutik yang seharusnya digunakan pada umumnya terjadi di ruang pribadi yaitu 50–120 cm (Fatmawati, 2007). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hasil penelitian Simamora (2011) tentang pengaruh pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat terhadap penerapan komunikasi terapeutik di rumah sakit umum swadana tarutung, menunjukkan bahwa secara statistik pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan komunikasi terapeutik di RSU Swadana Tarutung. Variabel pengetahuan berpengaruh paling besar terhadap penerapan komunikasi terapeutik di RSU Swadana Tarutung (Simamora, 2011). Di Indonesia, sebagian besar atau 80% perawat yang bekerja di rumah sakit berpendidikan Diploma III, Diploma IV 0,5%, Sarjana Strata Satu Keperawatan 1%, Ners 11%, dan Sarjana Strata Dua 0,4%. Sedangkan perawat yang berpendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) sebanyak 7%. Jumlah perawat di seluruh rumah sakit berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS Tahun 2000) sebanyak 107.029 orang. Jumlah perawat yang bekerja di Puskesmas berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2009 berjumlah 52.753 orang. Perawat di Indonesia, jumlahnya paling banyak bila dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya, sehingga perannya menjadi penentu dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan baik di Puskesmas maupun di rumah sakit (DepKes RI, 2011). Dari survey yang dilakukan peneliti di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan didapat data perawat berdasarkan tingkat pengetahuannya antara lain, Sarjana Strata Satu Keperawatan 68 orang, Diploma III 245 orang, Perawat Bidan 77 orang, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) 113 orang, dan Tenaga Keperawatan Lanjut 41 orang. Survey di salah satu ruangan rawat inap RSUD Dr. Pirngadi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kota Medan, peneliti mendapatkan informasi secara lisan bahwa beberapa pasien yang mendapatkan tindakan pemasangan infus mengatakan bahwa perawat belum menjelaskan secara terbuka mengenai prosedur tindakan tersebut, pasien hanya diberitahu akan diinfus tanpa memberikan penjelasan kenapa harus diinfus, tidak ada perawat yang memperkenalkan diri saat akan melakukan tindakan keperawatan. Keluarga pasien mengatakan bahwa perawat di ruangan tersebut tidak ramah. Sebenarnya pasien dan keluarganya ingin tahu informasi dari tindakan yang akan dilakukan oleh perawat tetapi sangat jarang perawat menjelaskan perkembangan keadaan pasien kepada keluarga. Sementara, komunikasi tersebut seharusnya digunakan sebagai sarana penyampaian informasi yang maksimal kepada pasien dan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan. Berdasarkan uraian di atas peneliti berasumsi bahwa perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien berhubungan dengan apa yang diketahui perawat tentang komunikasi terapeutik, dan seharusnya bersikap seperti apa yang diketahui oleh perawat tersebut. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. 3. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi : a. Pengetahuan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tentang komunikasi terapeutik. b. Perilaku perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan saat berkomunikasi dengan pasien. c. Hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. 4. Manfaat Penelitian 4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan kepada institusi pendidikan keperawatan, sehingga institusi dapat lebih memberikan pemahaman konsep komunikasi terapeutik bagi peserta didik. 4.2 Bagi Praktek Keperawatan Manfaat penelitian ini bagi praktek keperawatan, menjadi masukan agar perawat dapat mengaplikasikan pengetahuan komunikasi terapeutik yang baik saat memberikan perawatan kepada pasien di rumah sakit. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.3 Bagi Institusi Rumah Sakit Institusi rumah sakit dapat mengambil kebijakan yang mendukung pengetahuan dan perilaku perawat tentang komunikasi terapeutik perawatperawatnya, seperti seminar dan latihan komunikasi terapeutik. 4.4 Bagi Penelitian Keperawatan Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan hasilnya dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian yang terkait dengan pengetahuan serta perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA