Adang_Maninjau (983-987).pmd - Kementerian Kelautan dan

advertisement
983
Distribusi logam berat dalam air dan sedimen ... (Adang Saputra)
DISTRIBUSI LOGAM BERAT DALAM AIR DAN SEDIMEN
DI PERAIRAN DANAU MANINJAU, PROVINSI SUMATERA BARAT
Adang Saputra, Anjang Bangun Prasetio, dan I Nyoman Radiarta
Pusat Riset Perikanan Budidaya
Jl. Ragunan 20 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pengamatan terhadap kandungan logam berat dalam air dan sedimen telah dilakukan di perairan Danau
Maninjau pada bulan September dan Oktober 2009. Akumulasi logam berat dalam air Danau Maninjau lebih
rendah dibandingkan di dalam sedimen. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa kadar semua logam berat
yang diamati masih sesuai dengan nilai ambang batas baku mutu air tawar yang ditetapkan oleh pemerintah
pada kelas III (untuk perikanan), selain itu, ada indikasi bahwa logam berat tersebut terakumulasi dalam
sedimen. Distribusi logam Hg pada bulan September lebih tinggi dibandingkan pada bulan Oktober 2009
dengan kadar tertinggi ditemukan di dekat lokasi pertanian dan saluran pengeluaran (outlet). Kandungan
Hg pada pengamatan bulan September rata-rata sebesar 0,136 mg/L dan pada pengamatan bulan Oktober
2009 tidak terdeteksi. Distribusi kandungan logam Cd dan Pb tidak terdeteksi baik pada pengamatan bulan
September dan Oktober 2009. Kandungan logam Cu pada pengamatan bulan September hasilnya tidak
terdeteksi, tetapi pada pengamatan bulan Oktober 2009 hasilnya masih di bawah 0,03 mg/L. Secara umum,
kandungan logam berat di lokasi penelitian masih dalam batas ambang yang ditoleransi untuk kegiatan
budidaya ikan.
KATA KUNCI:
Danau Maninjau, bioakumulasi, logam berat
PENDAHULUAN
Visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu “Indonesia penghasil produk kelautan
dan perikanan terbesar 2015”, dan “mensejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan”, melalui
penerapan “Kebijakan Revolusi Biru” dengan 4 strategi utama (grand strategy) yaitu: (i) memperkuat
kelembagaan dan sumberdaya manusia secara terintegrasi; (ii) mengelola sumberdaya kelautan dan
perikanan secara berkelanjutan; (iii) meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan;
dan (iv) memperluas akses pasar domestik dan internasional. Dampak dari aktivitas kegiatan budidaya
yang berorientasi pada peningkatan produksinya adalah terjadinya pencemaran pada badan air yang
digunakan untuk kegiatan budidaya perikanan.
Perkembangan kegiatan pertanian, industri, perikanan, dan jumlah penduduk di Indonesia terus
meningkat. Peningkatan aktivitas tersebut akan diikuti dengan penambahan buangan baik limbah
cair, padat, maupun gas. Salah satu limbah dari aktivitas pertanian, industri, dan domestik adalah
bahan kimia yang beracun dan berbahaya (B3) dan masuk ke perairan Danau Maninjau. Salah satu
dari limbah B3 tersebut adalah logam berat. Kehadiran logam berat mengkhawatirkan terutama
yang bersumber dari pabrik, di mana logam berat banyak digunakan sebagai bahan baku maupun
sebagai bahan penolong. Sifat beracun dan berbahaya dari logam berat ditunjukkan oleh sifat fisik
dan kimia bahan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Senyawa logam berat biasanya banyak terdapat di perairan berasal dari berbagai sumber, antara
lain dari kegiatan pertambangan, rumah tangga, limbah pertanian, dan buangan industri. Peningkatan
konsentrasi logam berat pada air mengakibatkan logam berat yang semula dibutuhkan untuk berbagai
proses metabolisme dapat berubah menjadi racun bagi organisme akuatik. Karena sifatnya ionik,
maka logam berat tidak dapat diurai dan terakumulasi dalam sedimen dan biota melalui proses
gravitasi.
Konsentrasi logam berat dalam air berkisar antara 10-5–10-2 (Hutagalung, 1991 dalam Mayunar,
1995). Konsentrasi tersebut akan meningkat sejalan dengan bertambahnya aktivitas manusia seperti:
perindustrian, pertambangan, dan pertanian serta limbah perkotaan dan buangan lainnya yang banyak
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
984
mengandung logam berat. Merkuri merupakan logam berat yang paling berbahaya dan beracun
kemudian diikuti oleh tembaga, cadmium, seng, timbal, kromium, dan nikel. Pencemaran logam
berat terhadap alam lingkungan perairan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan
penggunaan logam tersebut oleh manusia.
Perairan Danau Maninjau merupakan salah satu sentra budidaya ikan air tawar di Provinsi Sumatera
Barat (Anonim, 2007). Secara geografis Danau Maninjau berada pada ketinggian 450 m dpl. Jenis
tanah vulkanik muda dan longgar (Andosol) yang kaya unsur hara tetapi kestabilan strukturnya rendah
sehingga rawan erosi dan longsor. Berdasarkan hasil studi WRM dan Rhole Sharing Pengelolaan
Hidrologi bulan Desember 2003, muncul salah satu isu pokok mengenai konflik pemakaian air Danau
Maninjau antara PLN selaku pengelola PLTA Maninjau dengan masyarakat pengguna air danau lainnya
di antaranya untuk irigasi dan perikanan.
Sejak tahun 1998 hingga 2001 warna air Danau Maninjau sudah menunjukkan perubahan warna
dari jernih menjadi hijau pekat. Perubahan ini diduga sebagai salah satu indikator terganggunya
ekosistem danau tersebut serta kemampuan untuk mendegradasi limbah yang masuk semakin
terbatas. Jumlah kegiatan budidaya ikan di Danau Maninjau sampai saat ini sekitar 3.500 unit keramba
jaring apung (cage culture) dan masih aktif. Akibat aktivitas tersebut diperkirakan akan memberikan
dampak negatif terhadap daya dukung kualitas perairan untuk keberlanjutan kegiatan budidaya ikan
di Danau Maninjau.
Sehingga pemantauan kualitas perairan Danau Maninjau perlu dilakukan sebagai salah satu usaha
untuk menjaga kelestarian perairan tersbut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar dan
sebaran logam berat di perairan Danau Maninjau, Kabupaten Agam.
METODOLOGI
Penelitian kadar dan sebaran logam berat di Danau Maninjau dilakukan pada bulan September
dan Oktober 2009. Posisi stasiun ditetapkan secara purposive dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). Contoh air diambil dari 5 stasiun dan contoh sedimen diambail dari 4 stasiun (Gambar
1).
Sumber: Tim survai PRPB, 2009 (· stasiun pengambilan contoh air dan sedimen)
Gambar 1. Lokasi pengambilan contoh air dan sedimen
985
Distribusi logam berat dalam air dan sedimen ... (Adang Saputra)
Mekanisme pengambilan contoh air untuk logam berat Cd merujuk pada metode AOAC 973.34
16th edisi 1999, logam berat Pb merujuk pada metode AOAC 973.23 16th edisi 1999, dan Hg merujuk
pada metode AOAC 973.15 16th edisi 1999. Tiap-tiap contoh air setiap parameter diambil sebanyak
250 mL dan disimpan dalam botol sampel yang dibungkus dengan kertas gelap supaya tidak tembus
cahaya. Selama pengangkutan, sampel yang sudah dibungkus disimpan dalam cool box sampai
dianalisis.
Pengambilan contoh sedimen untuk analisis logam berat Cd merujuk pada metode AOAC 973.34
16th edisi 1999, logam berat Pb merujuk pada metode AOAC 973.23 16th edisi 1999, dan Hg merujuk
pada metode AOAC 973.15 16th edisi 1999. Sedimen yang diambil dari dasar perairan pada tiap-tiap
stasiun dimasukkan dalam plastik hitam kemudian dimasukan dalam cool box.
Contoh ikan yang dianalisis dibawa dalam keadaan segar/fresh sampai di laboratorium. Kemudian
ikan dibelah untuk mengambil organnya untuk dianalisis yaitu bagian daging sebanyak 100 g. Metode
analisis selanjutnya untuk logam berat Cd merujuk pada metode AOAC 973.34 16th edisi 1999, logam
berat Pb merujuk pada metode AOAC 973.23 16th edisi 1999, dan Hg merujuk pada metode AOAC
973.15 16th edisi 1999.
Kadar logam berat (Cu, Pb, Cd, dan Hg) dalam contoh air dan sedimen maupun ikan ditentukan
dengan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) jenis Varian SpektrAA plus dengan menggunakan flame
campuran udara–asetilen.
HASIL DAN BAHASAN
Dari hasil analisis terhadap logam berat pada air (Tabel 1) menunjukkan konsentrasi logam berat
pada bulan September yang terdeteksi hanya Hg berkisar antara 0,01–0,06 mg/L atau rata-rata 0,136
mg/L. Untuk logam berat Pb, Cd dan Cu tidak terdeteksi atau di bawah limit deteksi dari AAS. Berbeda
dengan konsentrasi logam berat yang dilakukan pengukuran pada bulan Oktober, di mana logam
berat yang terdeteksi yaitu CU berkisar antara 0,01–0,02 mg/L atau rata-rata 0,03 mg/L dan logam
berat lainnya (Pb, Cd, dan Hg) tidak terdeteksi.
Tabel 1. Logam berat pada air Danau Maninjau
Survai pada stasiun bulan
Parameter
(mg/L)
Pb
Cd
Hg
Cu
September
Oktober
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
10,9
0,23
0,17
71
14,4
0,49
0,55
28
10,4
0,16
0,36
13
6,7
0,1
0,23
19
9
0,27
0,11
41,7
15,9
0,86
0,14
76,8
7,8
0,22
0,06
47,7
4,9
0,09
0,03
32,3
10,9
0,23
0,17
71
14,4
0,49
0,55
28
Hasil beberapa penelitian logam berat (Darmono, 2008; Connell & Miller, 1996; Effendi, 2003;
dan PP No. 82 tahun 2001) menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat Hg di perairan Danau
Maninjau masih di bawah ambang batas aman untuk kegiatan budidaya ikan (Gambar 2). Pada Tabel
1 terlihat bahwa logam Hg pengamatan pada bulan September konsentrasi tertinggi diperoleh pada
stasiun 1. Pada Gambar 1 terlihat bahwa stasiun satu dekat dengan daerah pemukiman, pasar, dan
daerah pertanian sedangkan konsentrasi logam berat Hg terendah yaitu pada stasiun tiga dan lima.
Menurut Palar, 2004; Amin, 2008; Connel & Miller, 2006; salah satu bahwa logam berat Hg berasal
dari pencucian emas, rumah tangga, dan pestisida. Sedangkan pada pengamatan bulan Oktober
logam berat Hg tidak terdeteksi dan yang terdeteksi yaitu logam berat Cu (Gambar 3). Namun demikian
konsentrasi logam berat Cu masih di bawah ambang baku mutu aman untuk budidaya ikan.
Hasil pengukuran pada sedimen di Danau Maninjau pada bulan September konsentrasi logam
berat dari yang tertinggi adalah Cu>Pb>Hg>Cd. Konsentrasi logam berat Cu berkisar antara 13–71
mg/L, Pb berkisar antara 6,7–14,4 mg/L, Hg berkisar antara 0,14–0,55, dan Cd berkisar antara 0,1–
986
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
0.12
Hg (ppm)
0.10
Standar (PP.
82/2001)
0.08
Survei I
0.06
0.04
Survei II
0.02
0.00
1
2
3
4
5
Stasiun
Gambar 2. Kondisi logam berat Hg di air Danau Maninjau
0,49 mg/L. Hasil pengukuran pada bulan Oktober ditemukan konsentrasi logam berat Cu tetap paling dominan dengan urutan sebagai berikut Cu>Pb>Cd>Hg. Dari hasil analisis konsentrasi Cu berkisar
antara 28–76,8 mg/L, Pb berkisar antara 4,9–15,9 mg/L, Cd berkisar antara 0,09–0,86 mg/L, dan Hg
berkisar antara 0,03–0,55 mg/L (Tabel 2).
Tabel 2. Logam berat pada sedimen Danau Maninjau
Konsentrasi logam berat yang terdeteksi baik pada bulan September maupun Oktober tertinggi
yaitu pada stasiun satu. Posisi stasiun satu (Gambar 1) berada dekat dengan daerah pemukiman,
pertanian, outlet, dan tekstur sedimennya pasir berwarna kehitaman. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Rochyatun, 2006 dan Laws, 1993; komposisi (tekstur) sedimen tersebut berupa lumpur berwarna
hitam, di mana lumpur tersebut mempunyai pori-pori yang cukup kecil, daya adsorbsinya cukup
tinggi, sehingga kadar logam berat cukup tinggi.
Hasil analisis logam berat pada ikan yang dibudidyakan (nila dan mas) menunjukkan bahwa
logam berat yang sudah terpapar adalah logam Cu dan Hg dengan komposisi Cu>Hg (Tabel 3). Hasil
ini menunjukan bahwa ikan yang dibudidayakan di Danau Maninjau masih aman untuk dikonsumsi.
Khususnya untuk logam berat Hg (termasuk dalam kelompok logam berat toksik) pada ikan nila dan
mas yang dipelihara di Danau Maninjau masih dalam ambang standar baku mutu keamanan pangan
(Kepdirjen P2HP-DKP Nomor. KEP. 010/DJ-P2HP/2007 tentang pengendalian dan monitoring hasil
perikanan yaitu sebesar 1,00 mg/kg.
Tabel 3. Logam berat pada ikan yang dibudidayakan
di Danau Maninjau
987
Distribusi logam berat dalam air dan sedimen ... (Adang Saputra)
KESIMPULAN
Konsentrasi logam berat pada sedimen di Danau Maninjau lebih tinggi dibandingkan dalam air,
yang menunjukkan adanya akumulasi logam berat pada sedimen. Hal ini terjadi karena sifat dari
logam berat yaitu ionik mudah terikat pada partikel. Hasil analisis menunjukkan bahwa logam berat
dominan pada sedimen adalah Cu>Pb>Cd>Hg sedangkan pada air logam berat yang dominan
adalah Cu dan Hg. Rendahnya konsentrasi logam berat pada air, bukan berarti logam berat tersebut
tidak berdampak negatif terhadap perairan, namun lebih disebabkan karena kemampuan perairan
tersebut yang cukup tinggi untuk mengencerkan bahan cemaran. Konsentrasi logam berat yang
terakumulasi pada ikan nila dan mas masih dalam batas ambang aman untuk dikonsumsi.
DAFTAR ACUAN
Anonim. 2007. Laporan Tahunan Cabang Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan, Kecamatan Tanjung
Raya Kabupaten Agam.
Amin, M. 2008. Kajian Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Zeng (Ze) pada Air, Sedimen, dan
Makrozoobentos di Perairan Waduk Maninjau, Provinsi Jawa Barat. Tesis. Sekolah Pasca sarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor, 105 hlm.
Connell, W.D. & Miller, J.G. 1996. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Y. Koestoer (penerjemah).
Universitas Indonesia Press. Jakarta, 520 hlm.
Darmono. 2008. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa
Logam. Penerbit Universitas Indonesia. UI-Press, 179 hlm.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air.Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan. Kanisius. Jakarta,
258 hlm.
Keputusan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2007. Program Pengendalian
dan Monitoring Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan, hlm. 48–59
Laws, E.A. 1993. Aquatic Pollution. An Introductiry Text. An Interscience Publication, University of
Hawaii, Honolulu, Hawaii, 611 pp.
Mayunar, Purba, R., & Imanto, P.T. 1995. Pemilihan lokasi untuk usaha budi daya ikan laut. Dalam
Sudradjat et al. (Eds). Prosiding Temu Usaha Pemasyarakatan Teknologi Keramba Jaring Apung bagi
Budi daya Laut. Puslitbang Perikanan, Badan Litbang Pertanian, hlm. 179-189.
Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta, 152 hlm.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air. Jakarta.
OAC-I Pear Verified Methods, Polices and Procedures, 1999. AOAC International thedisi 1999. 2200Wilson Blvd. Suit 400, Arlington, Virginia 22201-3301, USA.
Rochyatun E., Kaisupy, M.T., & Rozak, A. 2006. Distribusi Logam Berat dalam Air dan Sedimen di
Perairan Muara Sungai Cisadane. Jakarta. Makara Sains, 10(1): 35–40.
Download