etika dan hukum kesehatan reproduksi

advertisement
ETIKA DAN HUKUM
KESEHATAN REPRODUKSI
•
Masalah reproduksi di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia menjadi
masalah kesehatan yang utama.
•
Akibat rendahnya kesehatan reproduksi,
terutama pada wanita maka akan berdampak
terhadap tingginya angka kematian bayi dan
kematian ibu karena melahirkan
•
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan
sehat secara fisik, mental, dan sosial secara
utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit
atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem,
fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki
dan perempuan.
•
1.
Kesehatan reproduksi meliputi:
saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan
sesudah melahirkan;
pengaturan kehamilan, alat konstrasepsi, dan
kesehatan seksual; dan
kesehatan sistem reproduksi.
2.
3.
•
Hak- hak reproduksi merupakan hak asasi manusia dan dijamin
oleh undang undang
•
Hak-hak reproduksi tersebut mencakup:
1. menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang
sehat, aman, serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan
dengan pasangan yang sah.
2. menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari
diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati
nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia
sesuai dengan norma agama.
3. menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin
bereproduksi sehat secara medis serta tidak bertentangan
dengan norma agama.
4. memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai
kesehatan reproduksi yang benar dan dapat
dipertanggungjawabkan.
•
Dalam menjamin hak-hak reproduksi tersebut,
pemerintah telah membuat ketentuan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan
sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan
terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana.
Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif,
preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi
dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan
memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi
perempuan.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi dilakukan dengan
tidak bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan,, diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
•
Dari berbagai aspek tentang
kesehatan reproduksi, tiga hal yang
sering menjadi masalah terkait dengan
etika dan hukum kesehatan:
A.
B.
C.
Aborsi
Teknologi Reproduksi Buatan
Keluarga Berencana
A. ABORSI
Aborsi adalah keluarnya atau dikeluarkannya
hasil konsepsi dari kandungan seorang ibu
sebelum waktunya.
• Aborsi atau abortus dapat terjadi secara
spontan dan aborsi buatan
• Aborsi secara spontan merupakan
mekanisme alamiah keluarnya hasil konsepsi
yang abnormal (keguguran)
• Aborsi buatan atau juga disebut terminasi
kehamilan, ada 2 macam :
1. Bersifat legal
2. Bersfat Ilegal
•
1.
Bersifat legal
• Dilakukan oleh tenaga kesehatan/medis yang
berkompeten berdasarkan indikasi medis
• Dengan persetujuan ibu yang hamil dan/atau
suami
• Aborsi legal disebut juga pengguguran dengan
indikasi medis, namun tidak semua tindakan yang
sudah mempunyai indikasi medik ini dapat
dilakukan aborsi buatan.
• Beberapa persyaratan lain yang harus dipenuhi :
a. Aborsi hanya dilakukan sebagai tindakan teraputik.
b. Disetujui secara tertulis oleh dua orang dokter yang
berkompeten
c. Dilakukan ditempat pelayanan kesehatan yang diakui
oleh suatu otoritas yang sah
2. Bersifat Ilegal
Dilakukan oleh tenaga kesehatan/tenaga
medis yang tidak kompeten
 Melalui cara-cara diluar medis (pijat, jamu
atau ramuan-ramuan)
 Dengan atau tnpa persetujuan ibu hamil
dan/atau suaminya.
 Aborsi ilegal sering juga dilakukan oleh
tenaga medis yang kompeten, tetapi tidak
mempunyai indikasi medis.

•
Dalam undang undang kesehatan yang lama
(UU No. 23 /1992) ketentuan mengenai aborsi
menyebutkan :
“dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya dapat dilakukan tindakan medis
tertentu.”(Pasal 15)
•
Dalam Undang undang kesehatan yang berlaku
saat ini (UU No. 36/2009), ketentuan
mengenai aborsi depertegas :
“ setiap orang dilarang melakukan aborsi”
(Pasal 75 ayat 1)

Bahwa tindakan medis tertentu atau aborsi
yang dimaksud hanya dapat dilakukan :
- Berdasarkan indikasi medis yang
mengharuskan diambilnya tindakan
- Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan
- Disetujui oleh ibu hamil yang
bersangkutan atau suami atau
keluarganya.
- Pada sarana kesehatan tertentu.
•
Larangan aborsi ini dikecualikan berdasarkan:
a.
indikasi kedaruratan medis yang dideteksi
sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang
menderita penyakit genetik berat dan/atau
cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi
tersebut hidup di luar kandungan; atau
b.
kehamilan akibat perkosaan yang dapat
menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
(Pasal 75 ayat 2)
•
Tindakan - tindakan pengecualian terhadap aborsi hanya
dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau
penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling
pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.
•
Jika tindakan pengecualian terhadap aborsi terpaksa
dilakukan, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adl:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu
dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali
dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan
dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang
ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat
yang ditetapkan oleh Menteri.
Sanksi Pidana Aborsi

Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
B. Tekhnologi Reproduksi Buatan
•
•
•
tiga dasawarsa terakhir ini, tekhnologi
kesehatan khususnya di bidang reproduksi
telah mengalami terobosan yang besar, yakni
bayi tabung (baby tube)dan cloning.
Kedua metode ini merupakan metode diluar
kehamilan alamiah, oleh karena itu disebut
Tekhnologi Reproduksi Buatan / TRB (man
made reproduction technology)
TRB merupakan tekhnik dimana oosit (sel
telur yang sudah dibuahi ) dimanipulasi
(disemaikan) dalam media tabung (tube)
sebelum ditanamkan kedalam rahim ibu.
Tekhnologi bayi tabung merupakan upaya yang
dilakukan bagi suami istri yang mempunyai
masalah untuk mengalami kehamilan secara
alamiah.
• Dapat juga dikatakan bahwa metode ini
merupakan upaya yang terakhir atau
pengobatan bagi pasangan yang kurang subur.
• Tekhnologi bayi tabung di pelopori oleh
Louise Brown dari Inggris pada tahun 1978
• Namun metode ini juga mempunyai tingkat
kegagalan yang tinggi, walaupun terjadi
pembuahan dalam media tabung, tetapi ketika
dipindahkan kedalam rahim bisa terjadi
kegagalan.
•
Walaupun mempunyai tingkat kegagalan yang
tinggi, namun para ahli reproduksi tidak
pantang surut untuk mencari terobosan.
• Pada akhir abad ke-20 di Inggris juga
ditemukan reproduksi buatan lagi yang
disebut dengan “cloning” oleh Dr. Ian Welmut,
pada tahun 1997.
• Dr. Ian berhasil memanfaatkan tekhnologi
transplantasi inti sel dari sel dewasa sehingga
dapat menumbuhkan kehidupan baru.
• Meskipun cloning ini baru berhasil pada
binatang, khususnya domba, namun penemuan
ini telah menimbulkan gelombang kegelisahan,
bahkan keprihatinan.
•
Yang tidak setuju dengan tekhnonologi
cloning khawatir jika nanti cloning
diterapkan pada manusia seperti halnya
tekhnologi bayi tabung.
 Dewasa ini para ahli berpendapat bahwa
pengkloningan individu manusia tidak dapat
diterima, baik dari segi agama, segi etik
maupun dari segi hukum.

•
Terkait kehamilan diluar alami ini, ketentuan undang
undang kesehatan mengatur hal sebagai berikut :
Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan
sebagai upaya terakhir untuk membantu suami
istri dalam mendapatkan keturunan
b. Upaya kehamilan di luar cara alami hanya dapat
dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah
dengan ketentuan:
 hasil pembuahan sperma dan ovum dari
suami istri yang bersangkutan ditanamkan
dalam rahim istri dari mana ovum berada.
 dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dalam kewenangan
untuk itu
a.
C. KELUARGA BERENCANA
•
Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak
dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,
perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk
mewujudkan keluarga yang berkualitas.
•
Program Keluarga Berencana di Indonesia telah dimulai sejak
tahun 1970, sampai dengan saat ini telah mengalami pasang surut
•
Berbagai cara ber –KB telah ditawarkan dan berbagai alat
kontrasepsi di sediakan oleh pemerintah, mulai dari cara
tradisional, barier, hormonal (pil, suntikan, susuk KB), bahkan saat
ini tersedia alat kontrasepsi yang bersifat permanen.(kontrasepsi
mantap / vasektomi dan tubektomi)
•
Dari segi hak-hak asasi manusia, maka seyogiayanya segala jenis
kontrasepsi yang ditawarkan hatuslah mendapat persetujuan dari
pasangan suami istri.
•
Hukum dan etika Keluarga Berencana di Indonesia
saat ini diatur dalam UU No. 52 Tahun 2009
tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga (mengantikan UU No.
10/1992)
•
Kebijakan keluarga berencana sebagaimana
dilaksanakan untuk membantu calon atau pasangan
suami istri dalam mengambil keputusan dan
mewujudkan hak reproduksi secara bertanggung
jawab tentang:
a. usia ideal perkawinan;
b. usia ideal untuk melahirkan;
c. jumlah ideal anak;
d. jarak ideal kelahiran anak; dan
e. penyuluhan kesehatan reproduksi.
•
•
Kebijakan keluarga berencana bertujuan untuk:
a. mengatur kehamilan yang diinginkan;
b. menjaga kesehatan dan menurunkan angka
kematian ibu, bayi dan anak;
c. meningkatkan akses dan kualitas informasi,
pendidikan, konseling, dan pelayanan keluarga
berencana dan kesehatan reproduksi;
d. meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria
dalam praktek keluarga berencana; dan
e. mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya
untuk menjarangkan jarak kehamilan.
Kebijakan keluarga berencana mengandung
pengertian bahwa dengan alasan apapun promosi
aborsi sebagai pengaturan kehamilan dilarang.
•
kebijakan keluarga berencana dilakukan
melalui upaya:
a. peningkatan keterpaduan dan peran serta
masyarakat;
b. pembinaan keluarga; dan
c. pengaturan kehamilan dengan
memperhatikan agama, kondisi
perkembangan sosial ekonomi dan budaya,
serta tata nilai yang hidup dalam masyarakat.
•
Upaya sebagaimana dimaksud , disertai
dengan komunikasi, informasi dan edukasi.
•
Pengaturan kehamilan adalah upaya untuk
membantu pasangan suami istri untuk melahirkan
pada usia yang ideal, memiliki jumlah anak, dan
mengatur jarak kelahiran anak yang ideal dengan
menggunakan cara, alat, dan obat kontrasepsi.
•
Pelayanan kontrasepsi diselenggarakan dengan tata
cara yang berdaya guna dan berhasil guna serta
diterima dan dilaksanakan secara bertanggung
jawab oleh pasangan suami isteri sesuai dengan
pilihan dan mempertimbangkan kondisi kesehatan
suami atau isteri.
•
Pelayanan kontrasepsi secara paksa kepada siapa
pun dan dalam bentuk apa pun bertentangan
dengan hak asasi manusia dan pelakunya akan
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
•
Penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi dilakukan
dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan dari
segi agama, norma budaya, etika, serta segi kesehatan.
•
Suami dan/atau isteri mempunyai kedudukan, hak, dan
kewajiban yang sama dalam melaksanakan keluarga
berencana.
•
Dalam menentukan cara keluarga berencana
Pemerintah wajib menyediakan bantuan pelayanan
kontrasepsi bagi suami dan isteri.
•
Penggunaan alat, obat, dan cara kontrasepsi yang
menimbulkan risiko terhadap kesehatan dilakukan atas
persetujuan suami dan istri setelah mendapatkan
informasi dari tenaga kesehatan yang memiliki keahlian
dan kewenangan untuk itu.

Tata cara penggunaan alat, obat, dan cara
kontrasepsi dilakukan menurut standar
profesi kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penggunaan alat, obat, dan cara kontrasepsi
diatur dengan peraturan menteri yang
bertanggungjawab di bidang kesehatan.
•
SUAMI DAN ISTRI HARUS SEPAKAT
MENGENAI PENGATURAN KEHAMILAN DAN
CARA YANG DIPAKAI AGAR TUJUANNYA
TERCAPAI DENGAN BAIK.
•
KEPUTUSAN ATAU TINDAKAN SEPIHAK
DAPAT MENIMBULKAN KEGAGALAN
ATAUPUN MASALAH DIKEMUDIAN HARI
•
OLEH KARENA ITU APABILA ISTRI GAGAL
MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI
DENGAN ALASAN KESEHATAN, MAKA
SUAMILAH YANG HARUS MEGGUNAKAN
ALAT KONTRASEPSI YANG COCOK
BAGINYA.
•
Pengaturan tentang Keluarga Berencana dalam
undang undang kesehatan menegaskan bahwa :
Pelayanan kesehatan dalam keluarga
berencana dimaksudkan untuk pengaturan
kehamilan bagi pasangan usia subur untuk
membentuk generasi penerus yang sehat dan
cerdas.
2. Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin
ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat
dan obat dalam memberikan pelayanan
keluarga berencana yang aman, bermutu, dan
terjangkau oleh masyarakat.
3. Ketentuan mengenai pelayanan keluarga
berencana dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundangundangan.
1.
TERIMA KASIH
Download