Orang Yahudi dan Kepercayaannya (2) - Pdt. Budi Asali

advertisement
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
ORANG YAHUDI & KEPERCAYAANNYA (2)
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
II) Pandangan terhadap keselamatan.
Dalam Perjanjian Lama, Allah memilih bangsa Israel dan memberikan
tanah Kanaan kepada mereka. Ada beberapa hal yang perlu diketahui
tentang pemilihan ini:
1) Allah memilih mereka bukan karena mereka adalah bangsa yang
besar, atau karena mereka itu baik / saleh. Pemilihan Allah
sepenuhnya tergantung kehendak Allah sendiri.
Ul 9:6 - “Jadi ketahuilah, bahwa bukan karena jasa-jasamu
TUHAN, Allahmu, memberikan kepadamu negeri yang baik itu
untuk diduduki. Sesungguhnya engkau bangsa yang tegar
tengkuk!’”.
Ul 7:7 - “Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa
manapun juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih
kamu - bukankah kamu ini yang paling kecil dari segala
bangsa?”.
2) Sebagai bangsa pilihan, kepada mereka diberikan Firman Tuhan /
hukum Taurat / Perjanjian Lama.
Ro 3:1-2 - “(1) Jika demikian, apakah kelebihan orang Yahudi
dan apakah gunanya sunat? (2) Banyak sekali, dan di dalam
segala hal. Pertama-tama: sebab kepada merekalah
dipercayakan firman Allah”.
3) Pemilihan terhadap Israel ini bertujuan untuk melahirkan Mesias /
Yesus ke dalam dunia ini supaya bisa menebus dosa manusia, dan
pemilihan ini belum tentu menyelamatkan mereka.
Tetapi ternyata pemilihan ini menyebabkan mereka menjadi sombong,
dan dalam persoalan keselamatan ada beberapa hal yang mereka
andalkan / banggakan:
1
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
a) Faktor keturunan Abraham.
Karena itu Yohanes Pembaptis berkata kepada orang-orang Farisi
dan orang-orang Saduki: “(7) Tetapi waktu ia melihat banyak
orang Farisi dan orang Saduki datang untuk dibaptis,
berkatalah ia kepada mereka: ‘Hai kamu keturunan ular
beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa
kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang? (8)
Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan. (9) Dan
janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu:
Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu:
Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batubatu ini! (10) Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap
pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang
dan dibuang ke dalam api” (Mat 3:7-10).
Juga Tuhan Yesus sendiri berkata: “(11) Aku berkata kepadamu:
Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk
makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di
dalam Kerajaan Sorga, (12) sedangkan anak-anak Kerajaan itu
akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di
sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.’” (Mat 8:11-12).
b) Faktor kebangsaan, sebagai bangsa Israel / Yahudi, bangsa yang
dipilih oleh Tuhan, dengan sunat sebagai tanda.
Pada waktu Paulus masih ada dalam agama Yahudi, ia mempunyai
kebanggaan tentang hal-hal ini. Ini terlihat dari:
Fil 3:4-6 - “(4) Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh
percaya pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka
dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: (5)
disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku
Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum
Taurat aku orang Farisi, (6) tentang kegiatan aku penganiaya
jemaat (Pengikut Yesus), tentang kebenaran dalam mentaati
hukum Taurat aku tidak bercacat”.
Gal 2:15 - “Menurut kelahiran kami adalah orang Yahudi dan
bukan orang berdosa dari bangsa-bangsa lain”.
2
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
Ada seorang penafsir yang mengatakan bahwa setiap pagi seorang
Yahudi laki-laki bersyukur kepada Allah bahwa:
•
Ia dilahirkan sebagai laki-laki dan bukan perempuan.
•
Ia adalah orang merdeka dan bukannya budak.
•
Ia adalah orang Yahudi dan bukannya Gentiles (non-Yahudi).
Penafsir yang sama bahkan mengatakan bahwa orang-orang Yahudi
berpendapat bahwa Allah menciptakan orang-orang non Yahudi
dengan tujuan menjadikannya sebagai bahan bakar di neraka!
Tetapi Firman Tuhan menentang kebanggaan Yahudi ini, dan ini
terlihat dari:
♦ Ro 9:6b - “Sebab tidak semua orang yang berasal dari Israel
adalah orang Israel”.
♦ Ro 2:28-29 - “(28) Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang
yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah
sunat yang dilangsungkan secara lahiriah. (29) Tetapi orang
Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya
dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan
secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari
manusia, melainkan dari Allah”.
♦ Ro 10:9-12 - “(9) Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu,
bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu,
bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang
mati, maka kamu akan diselamatkan. (10) Karena dengan
hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang
mengaku dan diselamatkan. (11) Karena Kitab Suci berkata:
‘Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan
dipermalukan.’ (12) Sebab tidak ada perbedaan antara orang
Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu
adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang
berseru kepadaNya”.
Jadi, seperti sudah ditekankan di atas tadi, saya tekankan
lagi di sini, bahwa setelah kematian dan kebangkitan Kristus,
3
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
maka tidak ada lagi perbedaan antara Yahudi dan non
Yahudi. Semua hanya bisa selamat melalui iman kepada
Yesus Kristus.
c) Ketaatan / perbuatan baik, khususnya sunat dan ketaatan terhadap
adat istiadat Musa.
Ada banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa agama
Yahudi memang mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik /
sunat, seperti:
•
Ro 9:30-10:3 - “(9:30) Jika demikian, apakah yang hendak
kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak
mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu
kebenaran karena iman. (9:31) Tetapi: bahwa Israel,
sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan
kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. (9:32)
Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena
iman, tetapi karena perbuatan. Mereka tersandung pada
batu sandungan, (9:33) seperti ada tertulis: ‘Sesungguhnya,
Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah
batu sandungan, dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak
akan dipermalukan.’ (10:1) Saudara-saudara, keinginan
hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka
diselamatkan. (10:2) Sebab aku dapat memberi kesaksian
tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk
Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. (10:3) Sebab, oleh
karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh
karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran
mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran
Allah”.
•
Fil 3:4-9 yang menceritakan kesaksian Paulus pada waktu ia
masih berada dalam agama Yahudi, berbunyi sebagai berikut:
“(4) Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya
pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat
menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: (5)
disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku
Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap
hukum Taurat aku orang Farisi, (6) tentang kegiatan aku
penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati
4
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
hukum Taurat aku tidak bercacat. (7) Tetapi apa yang
dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap
rugi karena Kristus. (8) Malahan segala sesuatu kuanggap
rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih
mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah
melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah,
supaya aku memperoleh Kristus, (9) dan berada dalam Dia
bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum
Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan
kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan
berdasarkan kepercayaan”.
• Kis 15:1-2 - “(1) Beberapa orang datang dari Yudea ke
Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ:
‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang
diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.’ (2)
Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan
membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan,
supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari
jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di
Yerusalem untuk membicarakan soal itu”.
Tetapi Kitab Suci mengajarkan keselamatan hanya karena iman. Ini
berlaku dalam Perjanjian Lama (setelah kejatuhan Adam) maupun
dalam Perjanjian Baru.
♦ Perjanjian Lama.
Kej 15:6 - “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka
TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai
kebenaran”.
Hab 2:4 - “Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada,
tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup
oleh percayanya”.
♦ Perjanjian Baru.
Ef 2:8-9 - “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan
oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,
5
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang
memegahkan diri”.
Gal 2:16 - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang
dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi
hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu
kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami
dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh
karena melakukan hukum Taurat. Sebab: ‘tidak ada
seorangpun yang dibenarkan’ oleh karena melakukan hukum
Taurat”.
Ro 3:24,27-28 - “dan oleh kasih karunia Allah telah
dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam
Kristus Yesus. ... Jika demikian, apa dasarnya untuk
bermegah? Tidak ada! Berdasarkan perbuatan? Tidak,
melainkan berdasarkan iman! Karena kami yakin, bahwa
manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia
melakukan hukum Taurat”.
Ro 9:30-32 - “Jika demikian, apakah yang hendak kita
katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar
kebenaran, telah memperoleh kebenaran, yaitu kebenaran
karena iman. Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar
hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah
sampai kepada hukum itu. Mengapa tidak? Karena Israel
mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan”.
Fil 3:7-9 - “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan
bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan
segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan
Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya.
Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan
menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus,
dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranKu sendiri
karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan
kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu
kebenaran
yang
Allah
anugerahkan
berdasarkan
kepercayaan”.
Text Kitab Suci lain yang bisa dibaca: Gal 3:6-11 Kis 15:121.
6
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
Ada 2 hal penting yang ingin saya tambahkan dalam persoalan ini:
1. Manusia tidak bisa diselamatkan karena perbuatan baik.
Mengapa?
a. Karena manusia tidak bisa baik.
Kita sering memutuskan untuk berubah menjadi baik, tetapi
gagal. Misalnya saya dulu malas, dan sering berjanji untuk
menjadi rajin, tetapi terus malas.
Disamping itu, kalaupun dalam hal tertentu kita bisa berubah
menjadi baik, tetapi:
•
kebaikan itu cuma kebaikan lahiriah, hati / pikiran kita
tetap kotor / berdosa. Misalnya: tidak berzinah tetapi
melakukan pikiran cabul. Pergi berbakti / berdoa tetapi
pikirannya ngelantur.
•
kebaikan itu ada pamrihnya. Misalnya: menolong orang
miskin supaya dirinya masuk surga. Ini adalah kebaikan
yang bersifat egois, dan pada dasarnya bukanlah suatu
kebaikan.
•
kita tidak baik dalam banyak hal yang lain. Misalnya: bisa
jujur, tetapi sering sombong; atau bisa sabar tetapi sering
munafik / berdusta, dan sebagainya.
Bdk. Yes 64:6 yang menyatakan bahwa ‘segala kesalehan
kita seperti kain kotor’.
b. Kalaupun manusia bisa baik, bagaimana dengan dosa-dosanya
pada masa yang lalu? Perbuatan baik tidak bisa menghapuskan
dosa (Gal 2:16,21).
Gal 2:16a - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang
dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi
hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus”.
Gal 2:21b - “... sekiranya ada kebenaran oleh hukum
Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.
Illustrasi: Seseorang ditangkap polisi karena melanggar
peraturan lalu lintas dan 1 minggu setelahnya harus
7
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia
lalu banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia
menolong tetangga, memberi uang kepada pengemis, dsb.
Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada
siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada
waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara melanggar
peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim,
tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa
saya. Ini saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau
hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang
itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa
dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup /
menebus / menghapus dosa! Demikian juga dengan dalam
hukum Tuhan / Kitab Suci!
Juga kita perlu ingat bahwa Allah tidak bisa bermurah hati /
mengampuni seseorang begitu saja.
Pikirkan hal ini: kalau saudara salah jalan, lalu seorang polisi
menghentikan saudara. Saudara lalu minta maaf, dan polisi itu
lalu melepaskan saudara begitu saja. Apakah polisi itu baik?
Kalau saudara berkata ‘ya’, maka saya bertanya lagi:
bagaimana kalau ada pencopet tertangkap oleh polisi itu, dan
lalu dilepaskan begitu saja karena ia minta maaf? Bagaimana
kalau perampok, pembunuh, pemerkosa, dsb, semua
dilepaskan begitu saja? Jelas bahwa polisi yang melepaskan
begitu saja para pelanggar hukum itu, bukanlah polisi
yang baik!
Demikian juga kalau Allah mengampuni begitu saja
orang-orang berdosa, Ia juga bukan Allah yang baik, dan
jelas bahwa Ia adalah Allah yang tidak adil. Allah yang
adil harus menjatuhkan hukuman pada saat melihat dosa.
Hukuman bisa ditunda, tetapi harus tetap dijatuhkan.
Allah hanya bisa bermurah hati / mengampuni dosa
seseorang, karena Kristus telah memikul hukuman orang
itu.
Maz 103:10 - “Tidak dilakukanNya kepada kita setimpal
dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada kita
setimpal dengan kesalahan kita”.
8
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
Kalau ayat ini dipisahkan dari penebusan Kristus, maka ayat
ini menunjukkan bahwa Allah itu tidak adil. Kalau Allah itu
adil, Ia harus menghukum setimpal dengan dosa / kesalahan
orang itu.
Tetapi dengan adanya penebusan Kristus, maka Allah bisa
melakukan hal itu terhadap orang-orang yang percaya
kepada Kristus, dan Ia tetap adil. Karena apa? Karena
hukuman tetap dijatuhkan, tetapi dipikul oleh Kristus,
yang tidak lain adalah Allah sendiri. Kalau Ia memberikan
hukuman itu kepada orang / makhluk lain, misalnya kepada
malaikat, maka Ia tidak adil. Tetapi kalau Ia sendiri yang
memikul hukuman itu, tidak ada orang yang berhak
menyalahkan Dia.
Kesimpulan: penebusan Kristus mutlak harus ada dan
diterima oleh seseorang kalau ia ingin diselamatkan / masuk
surga.
2. Iman yang sejati pasti menyebabkan perubahan hidup ke arah
yang positif.
Pertanyaan yang sering ditujukan kepada orang kristen yang
mempercayai keselamatan hanya oleh iman, adalah: bagaimana
kalau seseorang percaya kepada Kristus, lalu ia sengaja terus
hidup dalam dosa?
Jawabannya mudah sekali: itu tidak mungkin bisa terjadi.
Mengapa? Karena iman yang sejati / sungguh-sungguh pasti
diikuti oleh pertobatan dari dosa / perubahan hidup
(Yak 2:17,26). Mengapa demikian? Karena orang yang betulbetul percaya kepada Yesus, pasti menerima Roh Kudus (Ef 1:1314), yang merupakan Pribadi ketiga dari Allah Tritunggal, dan
Roh Kudus itu akan menguduskan / menyucikan hidup orang itu
(Gal 5:22-23), kalau perlu dengan menghajarnya (Ibr 12:5-11).
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang
percaya, tetapi hidupnya tidak berubah, maka itu menunjukkan
bahwa ia tidak mempunyai Roh Kudus. Dan kalau ia tidak mempunyai Roh Kudus, itu berarti ia belum percaya.
Sekalipun iman yang sejati pasti diikuti oleh adanya ketaatan
/ perbuatan baik / pengudusan, tetapi yang menyebabkan kita
9
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
diselamatkan adalah imannya, dan sama sekali bukan
perbuatan baiknya.
Illustrasi:
sakit → obat → sembuh → olah raga / bekerja
dosa → iman → selamat → taat / berbuat baik
Apa yang menyebabkan sembuh? Tentu saja obat, bukan olah
raga / bekerja. Olah raga / bekerja hanya merupakan bukti bahwa
orang itu sudah sembuh. Karena itu kalau seseorang berkata
bahwa ia sudah minum obat dan sudah sembuh, tetapi ia tetap
tidak bisa berolah raga / bekerja, maka pasti ada yang salah
dengan obatnya.
Demikian juga dengan orang berdosa. Ia selamat karena iman,
bukan karena perbuatan baik. Tetapi kalau seseorang berkata
bahwa ia sudah beriman dan sudah selamat, tetapi dalam
hidupnya sama sekali tidak ada perbuatan baik / ketaatan, maka
pasti ada yang salah dengan imannya.
Untuk memperjelas perbedaan antara keselamatan oleh perbuatan
baik dan keselamatan oleh iman saja, di sini saya akan menceritakan
sebagian kehidupan dari Martin Luther (tokoh Reformasi),
khususnya bagaimana ia menemukan keselamatan oleh iman saja.
♦ Pada waktu Martin Luther menjadi seorang biarawan dalam
Gereja Roma Katolik, ia berusaha mati-matian untuk hidup sesuai
dengan ajaran gereja Katolik pada waktu itu, yang memang
menekankan keselamatan karena perbuatan baik. Ia berusaha
untuk mendapatkan keselamatan melalui usahanya sendiri dengan
membuang dosa, berbuat baik, dsb. Tetapi ia tidak pernah
merasakan damai, sukacita atau ketenangan. Ia terus-menerus
dihantui oleh perasaan berdosa yang luar biasa hebatnya, dan
pemikiran tentang Allah yang suci, adil, bahkan bengis sangat
menakutkan baginya.
♦ Philip Schaff: “If there was ever a sincere, earnest,
conscientious monk, it was Martin Luther. His sole motive was
concern for his salvation. To this supreme object he sacrificed
10
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
the fairest prospects of life. He was dead to the world and was
willing to be buried out of the sight of men that he might win
eternal life. His latter opponents who knew him in convent,
have no charge to bring against his moral character except in
certain pride and combativeness, and he himself complained of
his temptations to anger and envy” (= Jika pernah ada seorang
biarawan yang tulus dan sungguh-sungguh, maka itu adalah
Martin Luther. Motivasi satu-satunya adalah perhatian
untuk keselamatannya. Untuk tujuan tertinggi ini ia
mengorbankan harapan terbaik hidupnya. Ia mati terhadap
dunia, dan rela dikubur terhadap pandangan manusia supaya
ia bisa mendapatkan hidup yang kekal. Penentangpenentangnya, yang mengenalnya di biara, tidak mempunyai
tuduhan terhadap karakter moralnya kecuali dalam hal
kesombongan tertentu dan kesukaannya melawan, dan ia
sendiri mengeluh tentang pencobaan-pencobaan yang ia
alami terhadap kemarahan dan iri hati) - ‘History of the
Christian Church’, vol VII, hal 113-114.
♦ Philip Schaff: “He assumed the most menial offices to subdue
his pride: he swept the floor, begged bread through the streets,
and submitted without murmur to the ascetic severities” (= Ia
menerima jabatan-jabatan yang paling rendah untuk
menundukkan kesombongannya: ia mengepel lantai,
mengemis roti di jalan-jalan, dan tunduk tanpa menggerutu
pada kekerasan / kesederhanaan hidup pertapa) - ‘History of
the Christian Church’, vol VII, hal 115.
♦ Philip Schaff: “He said twenty-five Paternosters with the Ave
Maria in each of the seven appointed hours of prayer. He was
devoted to the Holy Virgin ... He regularly confessed his sins to
the priests at least once a week. At the same time a complete
copy of the Latin Bible was put into his hands for study, ... At
the end of the year of probation Luther solemnly promised to
live until death in poverty and chastity according to the rules of
the holy father Augustin, to render obedience to Almighty God,
to the Virgin Mary, and to the prior of the monastery. ... His
chief concern was to become a saint and to earn a place in
heaven. ‘If ever,’ he said afterward, ‘a monk got to heaven by
monkery, I would have gotten there’. He observed with minutest
details of discipline. No one surpassed him in prayer, fasting,
night watches, self-mortification” [= Ia mengucapkan 25 x doa
11
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
Bapa Kami dengan Salam Maria dalam setiap dari 7 jam doa
yang ditetapkan. Ia berbakti kepada Perawan yang Kudus ...
Ia mengaku dosa secara rutin kepada imam / pastor
sedikitnya sekali seminggu. Pada saat yang sama suatu copy
Alkitab Latin yang lengkap ada di tangannya untuk
dipelajari, ... Pada akhir dari tahun percobaan Luther
berjanji dengan khidmat / sungguh-sungguh untuk hidup
sampai mati dalam kemiskinan dan kesederhanaan / kesucian
menurut peraturan-peraturan bapa kudus Agustinus, taat
kepada Allah yang mahakuasa, kepada Perawan Maria, dan
kepada kepala biara. ... Perhatiannya yang terutama adalah
untuk menjadi orang suci dan mendapatkan tempat di surga.
‘Jika ada,’ katanya belakangan, ‘seorang biarawan mencapai
surga melalui kebiarawanan, Aku sudah sampai di sana’. Ia
menjalankan disiplin dengan sangat terperinci. Tidak
seorangpun melampaui dia dalam doa, puasa, jaga malam
(?), mematikan diri sendiri] - ‘History of the Christian Church’,
vol VII, hal 115-116.
♦ Kenneth Scott Latourette: “He sought by the means set forth by
the Church and the monastic tradition to make himself
acceptable to God and to earn salvation of his soul. He
mortified his body. He fasted, sometimes for days on end and
without a morsel of food. He gave himself to prayers and vigils
beyond those required by the rule of his order. He went to
confession, often daily and for hours at a time. Yet assurance of
God’s favour and inward peace did not come and the periods of
depression were acute” (= Ia mencari melalui cara-cara yang
dinyatakan oleh Gereja dan tradisi biara untuk membuat
dirinya sendiri diterima oleh Allah dan mendapatkan
keselamatan jiwanya. Ia mematikan dirinya. Ia berpuasa,
kadang-kadang selama berhari-hari tanpa makanan
sedikitpun. Ia menyerahkan dirinya untuk berdoa dan
berjaga-jaga melebihi apa yang dituntut oleh peraturan
ordonya. Ia mengaku dosa, seringkali setiap hari dan untuk
berjam-jam dalam satu kali pengakuan. Tetapi keyakinan
akan perkenan Allah dan damai di dalam tidak datang dan ia
mengalami masa depresi yang parah) - ‘A History of
Christianity’, vol II, hal 705.
♦
Philip Schaff: “But he was sadly disappointed in his hope to
escape sin and temptation behind the walls of the cloister. He
12
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
found no peace and rest in all his pious exercises. The more he
seemed to advance externally, the more he felt the burden of sin
within. He had to contend with temptations of anger, envy,
hatred and pride. He saw sin everywhere, even in the smallest
trifles. The Scriptures impressed upon him the terrors of divine
justice. He could not trust in God as a reconciled Father, as a
God of love and mercy, but trembled before him, as a God of
wrath, as a consuming fire. He could not get over the words: ‘I,
the Lord thy God, am a jelous God’” (= Tetapi ia sangat
kecewa dalam harapannya untuk lepas dari dosa dan
pencobaan di balik tembok-tembok biara. Ia tidak
mendapatkan damai dan ketenangan dalam semua hal-hal
saleh yang ia lakukan. Makin ia kelihatan maju secara
lahiriah, makin ia merasa beban dosa di dalam. Ia harus
berjuang melawan pencobaan untuk marah, iri, kebencian,
dan kesombongan. Ia melihat dosa dimana-mana, bahkan
dalam hal-hal yang paling remeh. Kitab Suci memberikan
kesan kepadanya tentang keadilan ilahi. Ia tidak bisa percaya
kepada Allah sebagai Bapa yang diperdamaikan, sebagai
Bapa yang kasih dan berbelas kasihan, tetapi gemetar di
hadapanNya, sebagai Allah yang murka, sebagai api yang
menghanguskan. Ia tidak bisa mengatasi kata-kata: ‘Aku,
Tuhan Allahmu, adalah Allah yang cemburu’) - ‘History of the
Christian Church’, vol VII, hal 116.
♦ R. C. Sproul: “He entered the confessional and stayed for hours
every day. On one occasion Luther spent six hours confessing
the sins he had committed in the last day!” (= Ia masuk ke
dalam ruang pengakuan dosa dan berada di sana berjam-jam
setiap hari. Pada suatu kali Luther menghabiskan waktu 6
jam untuk mengaku dosa-dosa yang ia lakukan pada hari
terakhir) - ‘The Holiness of God’, hal 114.
♦ Pengakuan dosa Luther ini menyebabkan Staupitz menjadi marah
dan berkata:
“‘Look here,’ he said, ‘if you expect Christ to forgive you, come
in with something to forgive - parricide, blasphemy, adultery instead of all these peccadilloes. ... Man, God is not angry with
you. You are angry with God. Don’t you know that God
commands you to hope?’” (= ‘Lihatlah,’ katanya, ‘Jika kamu
berharap supaya Kristus mengampuni kamu, datanglah
13
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
dengan sesuatu untuk diampuni - pembunuhan orang tua,
penghujatan, perzinahan - dan bukannya semua dosa-dosa
remeh ini. ... Bung, Allah tidak marah kepadamu. Kamu yang
marah kepada Allah. Tidak tahukah kamu bahwa Allah
memerintahkan kamu untuk berharap?’) - R. C. Sproul, ‘The
Holiness of God’, hal 114, dimana ia mengutip dari Roland
Bainton, dalam bukunya ‘Here I Stand’.
♦ Pada tahun 1505, sebagai seorang pastor muda ia memimpin misa
untuk pertama kalinya. Pada waktu ia mengangkat roti dan
mengucapkan kata-kata “Ini adalah tubuhKu”, ia mengalami
rasa takut yang luar biasa karena ia merasakan dirinya penuh dosa
di hadapan Allah yang tak terbatas dalam kekudusanNya.
Pertobatan Martin Luther:
⇒
Seorang biarawan tua menghibur Luther dalam kesedihan dan
keputus-asaannya, dan mengingatkan dia tentang kata-kata Paulus
bahwa orang berdosa dibenarkan oleh kasih karunia melalui
iman. Juga Johann von Staupitz, yang adalah teman baik,
sekaligus penasehat dan bapa rohani Luther, mengarahkan Luther
dari dosa-dosanya kepada apa yang Kristus lakukan di kayu salib,
dari hukum Taurat kepada salib, dan usaha berbuat baik kepada
iman. Ia juga yang mendorong Luther untuk belajar Kitab Suci.
Melalui bantuan biarawan tua dan Staupitz, dan khususnya
melalui penyelidikannya terhadap surat-surat Paulus, perlahanlahan Luther sadar bahwa orang berdosa bisa dibenarkan bukan
karena mentaati hukum, tetapi hanya karena iman kepada Yesus
Kristus.
⇒
Philip Schaff: “He pondered day and night over the meaning
of ‘the righteousness of God’ (Rom. 1:17), and thought that it is
the righteous punishment of sinners; but toward the close of his
convent life he came to the conclusion that it is the
righteousness which God freely gives in Christ to those who
believe in him. Righteousness is not acquired by man through
his own exertions and merits; it is complete and perfect in
Christ, and all the sinner has to do is to accept it from Him as a
free gift” [= Ia merenungkan siang dan malam tentang arti
dari ‘kebenaran Allah’ (Ro 1:17), dan mengira bahwa itu
adalah hukuman yang adil terhadap orang-orang berdosa;
14
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
tetapi menjelang akhir dari kehidupan biaranya ia sampai
pada kesimpulan bahwa itu adalah kebenaran yang Allah
berikan dengan cuma-cuma dalam Kristus kepada mereka
yang percaya kepadaNya. Kebenaran tidak didapatkan oleh
manusia melalui usaha dan kebaikan / jasanya sendiri;
kebenaran itu lengkap dan sempurna dalam Kristus, dan
semua yang harus dilakukan oleh orang berdosa adalah
menerimanya dari Dia sebagai pemberian cuma-cuma] ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 122.
Catatan: Ro 1:17 - “Sebab di dalamnya nyata kebenaran
Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman,
seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman.’”.
⇒
Cerita tentang pertobatannya agak simpang siur, dan sukar
dipastikan kapan persisnya ia sungguh-sungguh bertobat dan
diselamatkan. Pengertiannya dan kepercayaannya akan
keselamatan / pembenaran karena iman yang diajarkan oleh
Ro 1:17 itupun melalui pergumulan hebat dan cukup lama.
Karena itu, pada tahun 1510, sekalipun ia sudah tahu tentang
pembenaran karena iman, tetapi karena ia belum betul-betul
mantap dalam hal itu, maka ia masih melakukan ziarah /
perjalanan agama (pilgrimage) ke Roma. Ia berharap untuk bisa
mendapatkan penghiburan untuk jiwanya dengan melakukan
perjalanan ini.
⇒
Philip Schaff: “He ascended on bended knees the twenty-eight
steps of the famous Scala Santa (said to have been transported
from the Judgment Hall of Pontius Pilate in Jerusalem), that he
might secure the indulgence attached to his ascetic performance
since the days of Pope Leo IV. in 850, but at every step the word
of the Scripture sounded as a significant protest in his ears:
‘The just shall live by faith’ (Rom. 1:17). Thus at the very
height of his medieval devotion he doubted its efficacy in giving
peace to the troubled conscience” [= Dengan menggunakan
lututnya ia menaiki 28 anak tangga dari Scala Santa yang
terkenal (dikatakan bahwa Scala Santa itu telah dipindahkan
dari Ruang Pengadilan Pontius Pilatus di Yerusalem), supaya
ia bisa memastikan pengampunan dosa yang dicantelkan
pada pelaksanaan pertapaannya sejak jaman Paus Leo IV
pada tahun 850, tetapi pada setiap langkah kata-kata Kitab
Suci terngiang di telinganya sebagai suatu protes: ‘Orang
benar akan hidup oleh iman’ (Ro 1:17). Jadi, pada puncak
15
Orang Yahudi & Kepercayaannya (2) – Pdt. Budi Asali, M.Div
dari
kebaktian
keagamaannya
ia
meragukan
kemujarabannya dalam memberikan damai pada hati nurani
yang kacau] - ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal
129.
⇒
Tetapi, setelah ia betul-betul mengerti dan percaya, maka
kegagalannya dalam mencapai ‘keselamatan / pembenaran
melalui perbuatan baik’, dan pengalamannya dalam
mendapatkan ‘keselamatan / pembenaran karena iman’,
menyebabkan ia sangat membenci doktrin ‘keselamatan karena
perbuatan baik’. Ia berkata:
“The most damnable and pernicious heresy that has ever
plagued the mind of men was the idea that somehow he could
make himself good enough to deserve to live with an all-holy
God” (= Ajaran sesat yang paling terkutuk dan jahat /
merusak yang pernah menggoda pikiran manusia adalah
gagasan bahwa entah bagaimana ia bisa membuat dirinya
sendiri cukup baik sehingga layak untuk hidup dengan Allah
yang mahasuci) - Dr. D. James Kennedy, ‘Evangelism
Explosion’, hal 31-32.
Penutup / kesimpulan.
Agama Yahudi sama sekali tidak sama dengan kristen, dan bahkan
bisa disebut sebagai anti kristen. Karena itu, kalau orang-orang
Yahudi itu tidak mau bertobat dan percaya kepada Yesus sebagai
Juruselamat dan Tuhan, mereka akan dibinasakan dalam neraka.
Tetapi ingat bahwa ini bukan hanya berlaku untuk mereka, tetapi
juga untuk semua orang dari bangsa manapun.
-AMIN-
Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan:
Dikutip dari
http://www.geocities.com/thisisreformedfaith/artikel/yudaisme_02.html
16
Download