BAB II - Ceklis

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari pendekatan
cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson & Ollendick
(1988: 44) mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan pendekatan
dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Sehingga
langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior therapy
ada dalam terapi yang dilakukan oleh CBT.
Untuk memahami lebih jelas mengenai CBT, pada BAB II akan dipaparkan
Sejarah CBT, Hakekat CBT, Pendekatan CBT, Karakteristik CBT dan Teknik
CBT, PROSES cbt.
2.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut:
a.
Kapan Cognitive-Behavioral Therapies (CBT) muncul?
b.
Siapa yang mempelopori lahirnya Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)?
c.
Apa yang dimaksud dengan Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)?
d.
Bagaimana proses terjadinya Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)?
3.
Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari disusunnya makalah ini adalah berusaha untuk menjawab
beberapa pertanyaan dalam rumusan masalah yang ditanyakan.
1
4.
Metode Penulisan
Bentuk penelitian ini adalah berupa kajian pustaka (library research). Kajian
pustaka berusaha mengungkapkan konsep-konsep baru dengan cara membaca
dan mencatat informasi-informasi yang relevan dengan kebutuhan. Selain itu
juga, penulis mendapatkan sumber informasi yang dibutuhkan melalui internet
berupa website.
2
BAB II
Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)
1. Sejarah Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)
Pada tahun 1960-an, seorang psikiatris dan psikoterapis Amerika bernama Aaron
T. Beck dalam analitis terapinya, menemukan bahwa setiap klien yang
diobservasinya cenderung selalu melakukan ‘dialog internal’ yang terjadi antara
klien dengan dirinya sendiri.
Sebagai contoh: “Terapist ini tidak banyak
berbicara, apa dia merasa terganggu olehku?” pikiran seperti ini mungkin akan
menimbulkan perasaan khawatir dalam diri klien terhadap terapist yang
melakukan terapi terhadap dirinya.
Jika kemudian klien merespon kembali
pikirannya dengan pikiran lain, seperti ”terapist ini mungkin lelah, atau mungkin
aku banyak berbicara hal yang tidak penting.” maka yang terjadi adalah
berubahnya perasaan klien terhadap terapist yang ada dihadapannya.
Beck percaya bahwa hubungan antara pikiran dan perasaan merupakan hal yang
sangat penting.
Dia menemukan istilah ’Automatic Thought’ untuk
menggambarkan emotion-filled atau ’panasnya’ pikiran yang mungkin akan terus
meningkat dalam benak.
Beck menemukan bahwa manusia tidak selalu
menyadari beberapa pikiran secara penuh, tetapi dapat belajar untuk
mengidentifikasi dan melaporkan pikiran itu.
Jika seorang individu merasa
bingung dalam beberapa arah, pikiran biasanya menjadi negatif baik realistik
maupun manfaatnya. Beck juga menemukan bahwa mengidentifikasi pikiran
merupakan kunci dari pemahaman klien dan kesulitan klien.
Beck menyebutnya terapi kognitif karena betapa pentingnya hal ini berada dalam
pikiran. Sekarang hal ini lebih dikenal dengan istilah CBT karena terapinya
menggunakan teknik behavioral.
CBT telah melakukan percobaan ilmiah di
3
banyak tempat dengan tim yang berbeda. Dan telah digunakan untuk macammacam masalah secara luas.
2. Hakekat Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)
Hakekat Cognitif-Behavioral Therapy (CBT) terdiri atas pengertian, ruang
lingkup, dan manfaat dari digunakannya terapi ini.
a.
Pengertian CBT
Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan definisi cognitive-behavior
therapy yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik
menggunakan kognisi sebagai bagian utama terapi. Fokus terapi yaitu persepsi,
kepercayaan dan pikiran.
Para ahli yang tergabung dalam National Association of Cognitive-Behavioral
Therapists (NACBT), mengungkapkan bahwa definisi dari cognitive-behavior
therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peran yang penting
berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan.
Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan dari dua
pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy.
Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi
kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan.
Terapi kognitif tidak hanya berkaitan dengan positive thinking, tetapi berkaitan
pula dengan happy thinking. Sedangkan terapi tingkah laku membantu
membangun hubungan antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi
permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan
tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat
keputusan yang tepat.
4
Pikiran negatif, perilaku negatif, dan perasaan tidak nyaman dapat membawa
individu pada permasalahan psikologis yang lebih serius, seperti depresi, trauma,
dan gangguan kecemasan. Perasaan tidak nyaman atau negatif pada dasarnya
diciptakan oleh pikiran dan perilaku yang disfungsional. Oleh sebab itu dalam
terapi, pikiran dan perilaku yang disfungsional harus direkonstruksi sehingga
dapat kembali berfungsi secara normal.
CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang sangat
mempengaruhi emosi. Melalui CBT, siswa terlibat aktivitas dan berpartisipasi
dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan
strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson & Ollendick, 1988: 44).
Teori Cognitive-Behavior pada dasarnya meyakini pola pemikiran manusia
terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR), yang saling berkaitan
dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, di mana proses
kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir,
merasa dan bertindak.
Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki potensi untuk
menyerap pemikiran yang rasional dan irasional, di mana pemikiran yang
irasional dapat menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku yang
menyimpang, maka CBT diarahkan pada modifikasi fungsi berfikir, merasa, dan
bertindak dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan,
bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Dengan mengubah status pikiran
dan perasaannya, siswa diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif
menjadi positif.
Berdasarkan paparan definisi mengenai CBT, maka CBT adalah pendekatan
terapi yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang
menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun
5
psikis. CBT merupakan terapi yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat
kesehatan mental. Terapi ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir,
merasa dan bertindak, dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil
keputusan,
bertanya,
bertindak,
dan
memutuskan
kembali.
Sedangkan,
pendekatan pada aspek behavior diarahkan untuk membangun hubungan yang
baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan.
Tujuan dari CBT yaitu mengajak individu untuk belajar mengubah perilaku,
menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas
dan membantu membuat keputusan yang tepat. Hingga pada akhirnya dengan
CBT diharapkan dapat membantu siswa dalam menyelaraskan berpikir, merasa
dan bertindak.
b.
Ruang Lingkup CBT
Secara empirik CBT merupakan sebuah dukungan pengobatan yang fokus pada
pola-pola pikiran seperti maladaptive dan kepercayaan-kepercayaan yang
mendasari beberapa pemikiran. Sebagai contoh, seorang individu yang depresi
mungkin memiliki kepercayaan, “saya tidak berharaga,” dan seorang individu
dengan masalah phobia mungkin memiliki kepercayaan, “aku dalam keadaan
bahaya.”
Sementara Individu yang dalam keadaan distress (kesukaran)
sepertinya memegang beberapa kepercayaan dengan pendirian yang baik, dengan
bantuan terapist, individu doidorong untuk menunjukan setiap kepercayaan
sebagai hipotesis daripada kenyataan dan untuk tes luar beberapa kepercayaan
dengan percobaan yang sedang berlangsung.
CBT merupakan kombinasi dengan pharmacotherapy (menggunakan obat), hal
ini merupakan satu dari dua terapi efektif yang digunakan untuk menghilangkan
depresi hebat dan ringan.
6
CBT merupakan sebuah bentuk laporan singkat psikoterapi yang digunakan
dalam pengobatan terhadap orang dewasa dan anak-anak yang mengalami
depresi.
CBT adalah kombinasi antara teknik terapi kognitif yang melakukan
restrukturisasi pada pemikiran klien, dengan melakukan perlakuan terhadap
perilaku dan perubahannya.
Cognitive-Behavioral Therapies (CBT) mempunyai dua componen: pertama,
menolong merubah pola pikir, atau pemikiran yang ada setelah peristiwa trauma.
Kedua, mencoba mengurangi situasi kecemasan dalam keadaan
yang
mengundang.
Orang yang digambarkan memiliki masalah khusus sangat sesuai bagi CBT,
karena CBT fokus pada pekerjaan yang spesifik dan tujuan. Hal ini mungkin
kurang sesuai untuk seseorang yang merasa kurang bahagia atau kurang
terpenuhi, tetapi siapa yang tidak memiliki simptomp masalah atau aspek khusus
kehidupan untuk tetap melanjutkan kerja.
Hal ini seperti
menjadi lebih
membantu untuk setiap orang yang dapat berhubungan pada gagasan-gagasan
CBT, pendekatan problem-solving dan kebutuhan untuk praktek selfassignments. Orang-orang cenderung memillih CBT jika mereka menginginkan
lebih banyak percobaan secara praktik, di mana perolehan pengertian bukan pada
tujuan pokok.
CBT dapat menjadi terapi yang efektif untuk sejumlah permasalahan:

Anger management (Manajemen Marah)

Anxiety and panic attacks

Child and adolescent problems (masalah-masalah anak dan remaja)

Chronic fatigue syndrome (Sindrom kronik kelelahan)

Chronic pain (perasaan sakit kronik)

Depression
7

Drug or alcohol problems (masalah obat-obatan atau alkohol)

Eating problems (masalah makan)

General health problems (masalah kesehatan umum)

Habits, such as facial tics

Mood swings

Obsessive-compulsive disorder (penyakit obsessive-compulsive)

Phobias

Post-traumatic stress disorder

Sexual and relationship problems

Sleep problems
CBT tidak menuntut kemampuan untuk mengobati seluruh masalah yang
tersebut di atas. Sebagai contoh, hal ini tidak menuntut agar CBT mampu
mengobati perasaan sakit kronis atau berbagai penyakit seperti sindrom
kelelahan kronis.
c.
Manfaat CBT
CBT memiliki keuntungan berjangka panjang, tidak seperti obat yang berguna
pada saat digunakan.
CBT menolong orang-orang “belajar meninggalkan”
ketakutan mereka dan menjauhi perilaku itu, serta terjadinya pembelajaran baru:
mempelajari relative safety dalam hubungan terhadap situasi ketakutan asli.
there is benefit in adding exposure techniques to the treatment of an individual
already on medication, and less value in adding medication to the treatment of an
individual engaged in CBT.
d.
Tujuan CBT
Tujuan dari terapi Cognitive-Behavior yaitu mengajak siswa untuk menentang
pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang
bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Konselor
8
diharapkan mampu menolong siswa untuk mencari keyakinan yang sifatnya
dogmatis dalam diri siswa dan secara kuat mencoba menguranginya.
Dalam proses terapi, beberapa ahli CBT (NACBT, 2007; Oemarjoedi, 2003)
berasumsi bahwa masa lalu tidak perlu menjadi fokus penting dalam terapi. Oleh
sebab itu CBT dalam pelaksanaan terapi lebih menekankan kepada masa kini dari
pada masa lalu, akan tetapi bukan berarti mengabaikan masa lalu. CBT tetap
menghargai masa lalu sebagai bagian dari hidup siswa dan mencoba membuat
siswa menerima masa lalunya, untuk tetap melakukan perubahan pada pola pikir
masa kini untuk mencapai perubahan di waktu yang akan datang. Oleh sebab itu,
CBT lebih banyak bekerja pada status kognitif saat ini untuk dirubah dari status
kognitif negatif menjadi status kognitif positif.
3. Karakteristik Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)
Berikut akan disajikan mengenai karakteristik CBT:
a. CBT didasarkan pada model kognitif dari respon emosional. CBT didasarkan
pada fakta ilmiah yang menyebabkan munculnya perasaan dan prilaku,
situasi dan peristiwa. Keuntungan dari fakta ini adalah seseorang dapat
mengubah cara berpikir, cara merasa, dan cara berprilaku dengan lebih baik
walaupun situasi ridak berubah.
b. CBT lebih cepat dan dibatasi waktu. CBT merupakan terapi yang
memberikan bantuan dalam waktu yang relative lebih singkat dibandingkan
dengan pendekatan lainnya. Rata-rata sesi terbanyak yang diberikan kepada
siswa hanya 16 sesi. Berbeda dengan bentuk terapi lainnya, seperti
psikoanalisa yang membutuhkan waktu satu tahun. Sehingga CBT
memungkinkan terapi yang lebih singkat dalam penanganannya.
c. Hubungan antara siswa dengan terapis atau konselor terjalin dengan baik.
Hubungan ini bertujuan agar terapi dapat berjalan dengan baik. Konselor
9
meyakini bahwa sangat penting untuk mendapatkan kepercayaan dari siswa.
Namun, hal ini tidak cukup bila tidak diiringi dengan keyakinan bahwa siswa
dapat belajar mengubah cara pandang atau berpikir sehingga akhirnya siswa
dapat memberikan konseling bagi dirinya sendiri.
d. CBT merupakan terapi kolaboratif yang dilakukan terapis atau konselor dan
siswa. Konselor harus mampu memahami maksud dan tujuan yang
diharapkan siswa serta membantu siswa dalam mewujudkannya. Peranan
konselor yaitu menjadi pendengar, pengajar, dan pemberi semangat.
e. CBT didasarkan pada filosofi stoic (orang yang pandai menahan hawa
nafsu). CBT tidak menginformasikan bagaimana seharusnya siswa
merasakan sesuatu, tapi menawarkan keuntungan perasaan yang tenang
walaupun dalam keadaan sulit.
f. CBT mengunakan metode sokratik. Terapis atau konselor ingin memperoleh
pemahaman yang baik terhadap hal-hal yang dipikirkan oleh siswa. Hal ini
menyebabkan konselor sering mengajukan pertanyaan dan memotivasi siswa
untuk bertanya dalam hati, seperti “Bagaimana saya tahu bahwa mereka
sedang menertawakan saya?” “Apakah mungkin mereka menertawakan hal
lain”.
g. CBT memiliki program terstruktur dan terarah. Konselor CBT memiliki
agenda khusus untuk setiap sesi atau pertemuan. CBT memfokuskan pada
pemberian bantuan kepada siswa untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Konselor CBT tidak hanya mengajarkan apa yang
harus dilakukan oleh siswa, tetapi bagaimana cara siswa melakukannya.
h. CBT didasarkan pada model pendidikan. CBT didasarkan atas dukungan
secara ilmiah terhadap asumsi tingkah laku dan emosional yang dipelajari.
Oleh sebab itu, tujuan terapi yaitu untuk membantu siswa belajar
meninggalkan reaksi yang tidak dikehendaki dan untuk belajar sebuah reaksi
yang baru. Penekanan bidang pendidikan dalam CBT mempunyai nilai
tambah yang bermanfaat untuk hasil tujuan jangka panjang.
i. CBT merupakan teori dan teknik didasarkan atas metode induktif. Metode
induktif mendorong siswa untuk memperhatikan pemikirannya sebagai
10
sebuah
jawaban
sementara
yang
dapat
dipertanyakan
dan
diuji
kebenarannya. Jika jawaban sementaranya salah (disebabkan oleh informasi
baru), maka siswa dapat mengubah pikirannya sesuai dengan situasi yang
sesungguhnya.
j. Tugas rumah merupakan bagian terpenting dari teknik CBT, karena dengan
pemberian tugas, konselor memiliki informasi yang memadai tentang
perkembangan terapi yang akan dijalani siswa.
4. Pendekatan Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)
Beberapa pendekatan CBT, meliputi: Rational Emotive Behavior Therapy,
Rational Behavior Therapy, Rational Living Therapy, Cognitive Therapy. Dan
Dialectic Behavior Therapy.
1. Rational Emotive Behavior Therapy
Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) ditemukan oleh Albert Ellis pada
tahun 1955.
Dimulai dengan pelatihan ekstensif dan pengalamannya dalam
psikoanalisis, Ellis memulai pada soal kemanjuran dan keefisienan metode
analitik klasik.
Dia mengobservasi bahwa penekanan pasiennya terhadap
ketetapan dalam terapi untuk periode waktu dan frekuensi mengganggu teknik
psikoanalitik seperti asosiasi bebas dan analisis mimpi. Selanjutnya, pertanyaan
Ellis apakah pengetahuan individu yang diasumsikan menunjuk pada perubahan
terapetik menurut teori psikoanalitik menghasilkan perubahan perilaku yang
bertahan lama.
Inti dari REBT adalah asumsi bahwa pikiran dan emosi manusia adalah saling
berhubungan secara signifikan. Menurut Ellis metode “ABC”. Consequences
(C) ditentukan oleh sistem kepercayaan seseorang “Beliefs” (B) mengenai
fakta-fakta yang menggerakan pengalaman atau peristiwa “Activating” (A).
Tujuan terapi adalah untuk mengidentifikasi dan menantang
irasional yang merupakan akar dari gangguan emosional.
kepercayaan
REBT berasumsi
11
bahwa individu memiliki pembawaan lahir dan memperoleh kecenderungankecenderungan berpikir dan berperilaku irasional. Untuk menjaga kesehatan
emosional, individu harus secara konstan memonitor dan menantang sistem
dasar kepercayaannya.
REBT menggunakan pendekatan multidimensional yang memasukan teknik
kognitif, emotive, dan behavioral. Meskipun, alat terapetik utamanya tetap
“metode logico-empirical pertanyaan ilmiah, tantangan, dan debat” di design
untuk
membantu
individu-individu
dalam
melepaskan
kepercayaan
irasionalnya. Para terapist REBT sangat selektif dalam menggunakan macammacam teknik yang meliputi: memonitor pemikiran diri, biblioterapi, bermain
peran, modeling, pengkondisian operan, dan pelatihan kemampuan.
Penekanan REBT terhadap pilosopinya telah membedakan pendekatan ini
dengan pendekatan CBT lainnya. Ellis dalam hal ini, lebih mengarah pada
tujuan pokok REBT: self-interest, self-direction, toleransi terhadap diri dan
orang lain, fleksibel, penerimaan ketidaktentuan, komitmen terhadap vital
interest, penerimaan diri, pemikiran ilmiah, dan perspektif hidup yang bukan
khayalan.
2. Rational Behavior Therapy
3. Rational Living Therapy
RLT menekankan dua hal, kemampuan terapis dan kemampuan rasional selfcounseling klien.
Pendekatran ini menggunakan kekuatan teknik-teknik
persuasif untuk membantu mengurangi daya tahan kesadaran terhadap
kesuksesan sugesti yang diberikan terapist dalam terapi.
RLT merupakan motivasi tinggi. Jika kamu tidak suka menyerah kepada klien,
dan berharap bahwa terdapat beberapa jalan untuk mendorong beberapa klien
untuk membuat perubahan, RLT ideal untukmu.
Hal ini di bentuk untuk
mengetuk keinginan klien dengan menggunakan teknik Rational Motivational
interviewing.
12
RLT sangat instruktif. Kealamian instruktif RLT membantu menghasilkan hasil
jangka panjang untuk klien.
RLT selalu fokus pada asumsi-asumsi pokok. Untuk melakukan itu, Terapi
lebih “mendalam” membuat hasil jangka panjang.
4. Cognitive Therapy
Faktor kognitif dalam depresi:

Self-evaluation

Identification of Skill Deficits

Evaluation of Life Experiences

Self-talk

Automatic thoughts

Irrational Ideas and Beliefs

Overgeneralizing or Catastrophizing

Cognitive Distortions

Pessimistic Thinking
Evaluasi Diri
Evaluasi Diri merupakan proses yang sedang berlangsung. Kita mengevaluasi
bagaimana kita sedang mengatur tugas kehidupan, dan kita mengevaluasi apakah
kita sedang melakukan apa yang kita inginkan, mengatakan apa yang kita
inginkan, atau mempraktikan suatu jalan yang diinginkan.
Dalam depresi,
Evaluasi Diri merupakan hal negative dan kritikan secara umum. Ketika suatu
kesalahan terjadi, kita berpikir ”aku bersalah, aku tidak baik dalam melakukan
segala sesuatu. Ini semua kesalahanku.”
13
Mengidentifikasi Kekurangmampuan
Ketika dalam keadaan negatif, seseorang lebih suka mengidentifikasi
karakteristik pribadi yang negatif, dan sedikit melihat segi positifnya. Hasilnya
adalah ”aku tak bagus dalam tugas itu.” atau ”kesalahan yang kuperbuat.” para
psikolog membantu orang yang terkena depresi mengidentifikasi kemampuan
deficit sosial mereka, dan selalu membantu mereka mengembangkan rencana
dalam memperbaiki keampuannya itu.
Pada bagian ini terapi kognitif lebih
behavioral, sebagai seorang psikolog mengajar orang depresi bagaimana untuk
mengatur masalah kehidupan mereka lebih baik.
Evaluasi Dari Pengalaman Hidup
Ketika tertekan atau mengalami depresi, seseorang akan memusatkan pada aspek
kecil yang negative dari pada aspek positif yang pernah dialaminya. Sebagai
contoh, setelag berlibur ke pantai, seseorang yang mengalami depresi akan lebih
mengingat hari yang dilanda hujan dibanding hari-hari yang cerah akan sinar
matahari. orang yang tertekan mengevaluasi/ menilai keseluruhan pengalaman
hidupnya sebagai suatu kegagalan, atau sebagai suatu hal pengalaman hidup yang
negatif. Sebagai hasilnya, memorinya/ ingatannya hampir selalu negative.
Keadaan Ini merefleksikan terhadap harapan yang tidak realistis. Keadaan hidup
itu tidak selalu sesuai dengan keinginan kita.
Jika kita mengharapkan
kesempurnaan, kita akan selalu selalu mengalami kekecewaaan.
Psikolog
membantu kita untuk selalu bisa mengembangkan harapan yang realistic tentang
hidup dan membantu kamu untuk menentukan apa yang kamu butuhakan dan
apa yang kamu inginkan. Dalam keadaan tertekan semua harapan akan hilang.
Self Talk
Self-Talk adalah suatu jalan/cara menguraikan semua hal, kita berkata kepada
diri kita sepanjang hari ketika kita menghadapi rintangan, membuat keputusan,
14
dan memecahkan permasalahan. Secara harfiah self talk itu bukan berbicara
kepada diri sendiri. walaupun itu kadang-kadang melibatkan bicara ke luar (
tergantung pada orang).
Ada suatu dongeng, bahwa ketika kamu berbicara
kepada diri sendiri, ini merupakan suatu tanda kegilaan" atau sakit mental.
Gagasan itu berasal dari " suara" atau halusinasi pengalaman indera pendengar
dalam bentuk sakit mental yang menjengkelkan, seperti skizofrenia. Manakala
seseorang mendengar suara, dia berpikir bahwa orang lain mengatakan seseuatu
kepada dia. Self-Talk yang sedang kita uraikan di sini tidak seperti itu semua.
Kita semua mulai bekerja dengan self-talk. " arus kesadaran." Ketika kita
dihadapkan dengan permasalahan, atau pilihan, kita mungkin berpikir, bagaimana
cara aku menangani ini?' atau " Ini kelihatannya seperti sulit, aku lebih baik
meminta bantuan." atau " Aku mengetahui bagaimana cara menentukan/
menyelesaikan ini!"
Self talk itu tidak jelek, atau salah, atau suatu tanda dari permasalahan psikologis.
Itu suatu yang normal. Akan tetapi, self-talk yang negatif dapat mencegah kita
dari pemecahan permasalahan, dan dapat berkontribusi bagi berbagai
permasalahan psikologis, mencakup tekanan (depresi). Manakala berhadapan
dengan suatu masalah, jika self-talk kita adalah hal negatif, itu dapat
melumpuhkan kita. " Aku tidak bisa lakukan ini." psikolog membantu menekan
individu yang tertekan (depresi) mengidentifikasi hal self-talk negatif, dan juga
memberi pengajaran kepada mereka tentang bagaimana cara menghadapi
tantangan statemen negatif ini, dan bagaimana cara menggantikannya dengan
self-talk positif.
Pemikiran Otomatis
Pemikiran otomatis merupakan suatu yang berulang, self-statements otomatis
bahwa kita selalu berkata kepada diri kita di dalam situasi tertentu. dapat positif
atau negatif. Permasalahan psikologis berkembang manakala pemikiran otomatis
kita negatif secara konsisten. Mereka otomatis, sebab mereka bukan suatu hasil
15
dari analisa masalah, mereka a " knee-jerk" reaksi ke situasi spesifik. Sebagai
contoh, di dalam situasi sosial, apakah kamu selalu mengira orang lain tidak
menyukai kamu, atau berpikir kamu dungu? Manakala pemikiran otomatis
mengendalikan tanggapan emosional kita terhadap orang lain, permasalahan, dan
peristiwa, kita mengabaikan bukti yang membantah pikiran yang otomatis itu.
Jika kita tidak bisa mengabaikan itu, kita menjelaskan bukti dalam kaitan dengan
pikiran yang otomatis itu.
Sebagai contoh, jika kita berbicara kepada seseorang dan mereka tersenyum,
sebenarnya mereka menertawakan kita, bukannya sedang senang untuk melihat
kita. pemikiran Yang otomatis menciptakan suatu pengharapan yang negatif.
Karena banyak hal dalam hidup samar-samar, dan dapat ditafsirkan banyak cara,
kita belajar bagaimana secara negatif mengevaluasi dunia, maka itu setuju
dengan pemikiran otomatis negatif kita. Psikolog membantu kamu untuk
mengidentifikasi pemikiran otomatis negatif mu, dan bagaimana cara
mengembangkan hal positif dalam menghadapi tantangan yang gagasan negatif.
Keyakinan Dan Ide Yang Irrasional
Albert Ellis pertama kali memperkenalkan gagasan di mana kepercayaan tidak
logis adalah inti dari kebanyakan permasalahan psikologis. Kita juga dapat
menyebutnya kepercayaan yang tidak realistis, salah, atau maladaptive. Psikolog
juga telah mengusulkan bahwa ide ini tidak logis sebab mereka tidak logis, atau
didasarkan pada asumsi yang salah. Beberapa contoh dari kepercayaan yang tidak
logis:
 Aku tidak bisa bahagia kecuali jika semua orang menyukai aku.
 Jika aku melakukan apa yang diharapkan oleh diri aku, hidup ku akan
menjadi sangat bagus.
 Hal-Hal tidak baik tidak terjadi kepada orang yang baik.
 Hal-Hal yang baik tidak terjadi kepada orang yang tidak baik.
 Pada akhirnya, orang yang tidak baik akan selalu mendapatkan hukuman.
16
 Jika aku cerdas, Aku akan jadi orang yang sukses.
Apa yang menyebabkan ide irasional, atau maladaptive, atau adalah kepercayaan
bahwa mereka selalu benar. Pastinya, bekerja keras akan meningkatkan
kesempatan untuk berhasil, tetapi sukses tidak bisa dijamin. Tetapi, manakala
kita melakukan segalanya dengan benar, dan kita tetap tidak mendapatkan apa
yang kita inginkan. Untuk sebagian orang, ini mengarahkan ke arah kesimpulan
bahwa mereka malas, tidak baik, tidak cakap/ahli, atau lemah. Hasilnya adalah
hilangnya harga diri, dan kadang-kadang, tekanan (depresi). Psikolog membantu
kamu untuk mengidentifikasi ide irrasional/ tidak logis mu, dan juga bagaimana
cara mengevaluasi gagasan yang tidak logis dan mana yang logis. Akhirnya,
gagasan perlu untuk diubah untuk mencerminkan dunia nyata.
Overgeneralizing atau Catastrophizing
Catastrophizing adalah suatu overgeneralisasi yang negatif. Sebagai contoh:
" Seseorang di tempat kerja tidak suka kamu, dan menceritakan kepada kamu,
maka kamu mengetahui itu bukanlah salah mengira/ pertimbangan. Kamu
kemudian mengasumsikan tak seorangpun di tempat kerja suka kamu, atau kamu
berasumsi bahwa kamu harus menjadi seorang yang mengerikan jika dia tidak
suka kamu.
" Kamu membuat suatu kekeliruan kecil pada suatu proyek, dan berasumsi bahwa
kamu akan jadi dicela; dicela manakala boss menemukannya.
" Kamu menguji kesanggupan mu pada suatu kegemaran baru, dan itu tidak
berhasil dengan baik. Kamu menyimpulkan, " Aku merupakan orang yang tidak
pandai dalam hal apapun."
Kita semua membuat kekeliruan. Jika kamu overgeneralize satu, atau bahkan
beberapa sedikit kekeliruan, kepada kesimpulan bahwa kamu tidak baik, tidak
cakap, atau sia-sia, kamu mungkin menjadi tertekan (depresi). Bantuan psikolog
17
membantu kamu mengidentifikasi dan merubah
overgeneralizations yang
negatif.
Penyimpangan Kognitif
Penyimpangan kognitif adalah jalan lain untuk menggambarkan gagasan yang
tidak
logis,
overgeneralizing
dari
kekeliruan
yang
mengembangkan asumsi yang salah tentang apa yang
sederhana,
orang lain
atau
pikirkan
tentang kita, atau harapkan dari kita. Kita membelokkan kenyataan dengan basabasi kita mengevaluasi suatu situasi. Konsep penyimpangan kognitif menyoroti
pentingnya persepsi, pertimbangan dan asumsi di dalam mengatasi dunia .
Bantuan psikolog membantu kita menentukan apa yang
dievaluasi
adalah
penyimpangan dengan menyediakan umpan balik sasaran tentang evaluasi kita
terhadap dunia, dan dengan mengajari kita bagaimana cara merubah jalan/ cara
yang kita merasakan dan mengatasi permasalahan.
Pemikiran Pesimistis
Pemikiran pesimistis tidak menyebabkan tekanan (depresi), tetapi itu nampak
seperti lebih mudah untuk menjadikan tertekan jika kamu cenderung untuk
memandang dunia dengan pertimbangan yang pesimisme. Begaimanapun,
pesimisme adalah suatu kecenderungan untuk berpikir bahwa hal-hal yang
dikerjakan tidak seperti yang kamu inginkan/ harapkan, bahwa kamu tidak akan
mendapatkan apa yang kamu ingin. Pesimisme disebabkan oleh penyimpangan
kognitif dan self-talk yang negatif. Pada sisi lain, optimisme nampaknya untuk
menciptakan beberapa perlindungan dari tekanan.
Keputusasaan adalah suatu bentuk pusat tekanan (depresi), bersama dengan
ketakberdayaan. Jika kamu memandang dunia mu sebagai suatu yang tidak baik,
diisi dengan permasalahan, dan tidak berpikir kamu dapat melakukan segalanya
tentang permasalahan, kamu akan merasakan tanpa pengharapan. Jika kamu tidak
percaya hidup mu akan bisa diperbaiki, jika kamu berpikir masa depan suram,
18
akhirnya kamu akan memulainya dengan perasaan yang sia-sia/ tanpa harapan.
Pesimisme mendorong penilaian yang negatif tentang hidup mu. Optimisme
mencegah kamu dari keadaan yang telah dijelaskan di atas. Sesungguhnya,
psikolog sudah meneliti jalan untuk belajar bagaimana cara jadilah lebih optimis,
sebagai jalan/cara melawan tekanan (depresi).
Ringkasan dari Pendekatan kognitif Psikoterapi
Pertama, ingat bahwa kita tidak bisa menyajikan kognitif psikoterapi di dalam
satu halaman web, atau dalam beberapa paragrap. Tetapi, inti sari kognitif
therapy adalah asumsi bahwa keyakinan pikiran yang tidak logis ,
overgeneralisasi hal negatif peristiwa, suatu pandangan pesimistis pada hidup,
suatu kecenderungan untuk memusatkan pada atas kegagalan dan permasalahan,
dan penilaian diri yang negatif, seperti halnya penyimpangan kognitif lainnya,
mempromosikan perkembangan dari permasalahan psikologis, yang terutama
tekanan (depresi). Psikolog menggunakan kognitif therapy untuk membantu
kamu mengidentifikasi dan memahami bagaimana penyimpangan kognitif ini
mempengaruhi hidup mu. kognitif Therapy membantu kamu untuk berubah,
sedemikian hingga isu ini tidak akan mengelilingi hidup mu. Jika kamu sedang
merasakan memikul beban, dan kamu tidak mengetahui harus berbuat apa
berikutnya,
berbicaralah
kepada
seseorang
yang
dapat
membantu,
berkonsultasilah kepada psikolog.
5. Dialectic Behavior Therapy.
DBT merupakan pengobatan psikososial yang dikembangkan oleh Marsha M
Linehan secara spesifik untuk mengobati individu-individu dengan Borderline
Personality Disorder (BPD).
Terdapat dua bagian esensial pengobatan, dan tanpa bagian tersebut terapi tidak
benar-benar dipertimbangkan “pengikut DBT”
19
1.
komponen individu dimana terapis dan klien mendiskusikan isu-isu yang
muncul selama seminggu, merekam pada kartu diary dan mengikuti
target pengobatan secara hierarki. Merugikan diri sendiri dan perilaku
bunuh diri menjadi prioritas utama, diikuti oleh campur tangan terapi
behavior.
Selama terapi individual, terapis dan klien bekerja pada
kemampuan menggunakan perbaikan.
2.
sebuah kelompok, dimana biasanya bertemu sekali seminggu untuk
beberapa jam, belajar menggunakan kemmapuan spesifik yang dibagi
kedalam 4 model: core mindfulness skills, emotion regulation skills,
interpersonal effectiveness skills and distress tolerance skills.
5. Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)
CBT adalah pendekatan psikoterapeutik yang digunakan oleh konselor atau
terapis untuk membantu individu ke arah yang positif. Berbagai variasi teknik
perubahan kognisi, emosi dan tingkah laku menjadi bagian yang terpenting
dalam Cognitive-Behavior Therapy. Metode ini berkembang sesuai dengan
kebutuhan siswa, di mana konselor bersifat aktif, direktif, terbatas waktu,
berstruktur, dan berpusat pada siswa.
Konselor atau terapis cognitive-behavior biasanya menggunakan berbagai teknik
intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan siswa.
Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli (McLeod, 2006: 157-158) yaitu:
a. Manata keyakinan irasional.
b. Bibliotherapy, menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang
menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan.
c. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play
dengan konselor.
d. Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi
ril.
20
e. Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang
dialami pada saat ini dengan skala 0-100.
f. Menghentikan pikiran. Siswa belajar untuk menghentikan pikiran negatif dan
mengubahnya menjadi pikiran positif.
g. Desentisisasi sistematis. Digantinya respons takut dan cemas dengan respon
relaksasi yang telah dipelajari.
h. Pelatihan keterampilan sosial.
i. Assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan supaya bisa bertindak
tegas.
j. Penugasan rumah. Memperaktikan perilaku baru dan strategi kognitif antara
sesi terapi.
k. In vivo exposure. Mengatasi situasi yang menyebabkan masalah dengan
memasuki situasi tersebut.
6. Proses Terapi
Menurut teori Cognitive-Behavior yang dikemukakan oleh Aaron T. Beck
(Oemarjoedi, 2003: 12), terapi cognitive-behavior memerlukan sedikitnya 12
sesi pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana. Berikut
akan disajikan proses terapi cognitive-behavior.
Tabel 2.1
Proses Terapi Berdasarkan Teori Cognitive-Behavior
No.
Proses
Sesi
1.
Assesmen dan Diagnosa
1-2
2.
Pendekatan Kognitif
2-3
3.
Formulasi Status
3-5
4.
Fokus Terapi
4-10
5.
Intervensi Tingkah Laku
5-7
6.
Perubahan Core Beliefs
8-11
7.
Pencegahan
11-12
21
Oemarjoedi (2003: 12)
Melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi yang berjumlah 12
sesi pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi (2003: 12)
mengungkapkan beberapa alasan tersebut berdasarkan pengalaman, diantaranya:
a. Terlalu lama, sementara siswa mengharapkan hasil yang dapat segera
dirasakan manfaatnya.
b. Terlalu rumit, di mana siswa yang mengalami gangguan umumnya datang
dan berkonsultasi dalam kondisi pikiran yang sudah begitu berat, sehingga
tidak mampu lagi mengikuti program terapi yang merepotkan, atau karena
kapasitas intelegensi dan emosinya yang terbatas.
c. Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan terapi menjadi sedikit
demi sedikit.
d. Menurunnya keyakinan siswa akan kemampuan terapisnya, antara lain
karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat
pada kegagalan terapi.
Berdasarkan beberapa alasan di atas, penerapan terapi cognitive-behavior di
Indonesia sering kali mengalami hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian
yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan terapi yang tadinya memerlukan
sedikitnya 12 sesi bisa saja diefisiensikan menjadi kurang dari 12 sesi.
Sebagai perbandingan Oemarjoedi (2003: 24) mengungkapkan efisiensi terapi
bisa dilakukan hingga menjadi 5 sesi. Efisiensi terapi menjadi 5 sesi diharapkan
dapat memberikan bayangan yang lebih jelas dan mengundang kreativitas yang
lebih tinggi.
Berikut akan disajikan tahapan terapi yang diungkapkan oleh Oemarjoedi:
22
Tabel 2.2
Proses Terapi Cognitive-Behavior
yang Telah Disesuaikan Dengan Kultur di Indonesia
No.
Proses
Sesi
1.
Assesmen dan Diagnosa
1
2.
Mencari Emosi Negatif, Pikiran Otomatis dan
2
Keyakinan Utama Yang Berhubungan Dengan
Gangguan
3.
Menyususn
Memberikan
Rencana
Intervensi
Konsekwensi
Dengan
3
positif-negatif
Kepada Siswa
4.
Formulasi Status, Fokus Terapi, Intervensi
4
Tingkah Laku
5.
Pencegahan
5
Oemarjoedi (2003: 24-26)
7. Contoh Kasus
Mike adalah seorang pria berumur 38 tahun yang menderita penyakit depresi beberapa saat dalam hidupnya- yang menyebabkan dirinya membuat beberapa
perubahan karir. Dua kali dia mencoba bunuh diri. Dia selalu menderita dari
kesepakatannya dengan kecemasan dan stres, memiliki beberapa masalah minum
dan menemukan masalah ini sulit untuk mengontrol kemarahannya, khususnya
ketika sedang minum.
Mike ditunjuk untuk melakukan CBT setelah suatu episode dia mengalami stres
saat bekerja.
Pertama kali dia bertemu dengan terapisnya, Mike sudah
mengetahui apa yang dia inginkan terhadap berjalannya pekerjaan. Dia memiliki
23
perasaan kegagalan pada sejarah depresi dan apa yang dia sebut kekurang
suksesan dalam karirnya (“aku sangat kacau”).
kerjanya.
Dia gelisah tentang prospek
Dia merasa tidak menarik dan khawatir kehilangan daya tarik
tubuhnya. Dia merasa sangat marah, dalam keadaan bahaya sehingga dapat
kehilangan kontrol.
Dalam terapi, Mike belajar untuk memonitor geraknya dan respon emosionalnya.
Dia memulai untuk merencanakan aktivitas yang diberikan bosnya dan sepakat
dengan situasi yang telah dia jauhi yaitu ketakutan.
Dia belajar untuk
mengidentifikasi ketika dia mulai menjadi extrem atau menjadi bias dari
pikirannya. Dia menjadi lebih baik pada penjalanan tugas emosi pikirannya dan
mempertimbangkan pemikirannya keluar dari itu semua dia mendapatkan sesuatu
hal didalam perspektif yang tepat.
Dia mulai melihat ke dalam prospek kerja, dengan merencanakan pilihan karir
yang lebih realistik. Dia membangun cukup hubungan dengan partner kerjanya.
Dia sepakat dengan situasi sosial, danpa meminta perhatian dan perlakuan spesial
dari temannya.
Mike telah mampu menyelesaikan permasalahannya, seperti
sikap perfeksionis dan meminta hal yang tidak beralasan pada orang disekitarnya.
Tapi Mike memiliki motivasi tinggi untuk menghadapi krisis hidupnya dengan
mencari alternatif.
24
Download