Uploaded by User118177

Kelompok 1 Pembelajaran Matematika

advertisement
HAKIKAT MATEMATIKA DAN MENERAPKAN TEORI-TEORI
BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH
DASAR
Disajikan pada diskusi kelas mata kuliah Pembelajaran Matematika
semester VII
Kelompok 1:
-
- Akpinatul Alaena (NIM: 20203413078)
Maulana Nurdin Yulian (NIM: 20203413085)
DOSEN: Nurhasanah, M. Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BANI SALEH BEKASI
2020-2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya lah senhingga kami dapat menyelesaikan makalah Pembelajaran
Matematika ini sesuai waktunya.
Kami mencoba berusaha menyusun makalah ini sedemikian rupa dengan
harapan dapat membantu pembaca dalam memahami hakikat dan teori
pembelajaran matematika di sekolah dasar yang merupakan judul dari makalah
kami yaitu Hakikat Matematika Dan Menerapkan Teori-Teori Belajar Dalam
Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. Disamping itu, kami berharap bahwa
Makalah Pembelajaran Matematika ini dapat dijadikan bekal pengetahuan
untuk melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi dan senantiasa
memahami hakikat dan teori pembelajaran matematika di sekolah dasar.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan Makalah Pembelajaran Matematika
ini masih ada kekurangan sehingga kami berharap saran dan kritik dari pembaca
sekalian khususnya dari dosen mata kuliah Pembelajaran Matematika agar dapat
meningkatkan mutu dalam penyajian berikutnya.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih.
Jakarta, 3 Juli 2021
Kelompok 1
DAFTAR ISI
2
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4
II.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Matematika................................................................................................. 5
B. Teori-teori Pembelajaran Matematika.......................................................................... 8
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3
Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) sebagaimana yang
diamanatkan dalam kurikulum 1994 (dalam Sri Suharwati: 2005) “agar siswa
dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan
sehari-hari dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, pola pikir, sikap, dan
ketrampilan yang diperoleh dari hasil belajar matematika diharapkan mampu
membantu siswa dalam mengatasi berbagai permasalahan kehidupan yang
dihadapinya”.
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan
penting dalam bidang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan
Tinggi. Guru menyadari bahwa matematika sering dianggap sebagai pelajaran
yang membosankan, pelajaran yang tidak disenangi oleh sebagian besar siswa.
Khususnya pada materi pengukuran, sebagian siswa masih mengalami
kebingungan dalam menyelesaikan soal-soal. Kurang lebih 40% siswa yang aktif
saat pelajaran matematika, sedangkan 60% siswa belum aktif saat pelajaran
matematika. Ketidakaktifan siswa tersebut antara lain ditunjukkan dengan : 1)
63,5% siswa jarang mengajukan pertanyaan walaupun guru meminta agar siswa
bertanya jika ada hal yang belum dimengerti, 2) 75% siswa kurang aktif dalam
mengerjakan soal. Selain itu guru masih menggunakan metode konvensional di
mana guru bertindak sebagai pemberi informasi dan siswa bertindak sebagai
penerima informasi, pada metode konvensional guru berperan aktif sedangkan
siswa cenderung pasif.
Kenyataan di lapangan saat ini meskipun matematika merupakan pengetahuan
dasar yang erat hubunganya dengan kehidupan sehari-hari, namun pelajaran
matematika salah satu pelajaran yang paling tidak disenangi siswa. Matematika
dianggap sebagai pelajaran yang rumit dan sulit, sehingga kemampuan siswa
dalam pengetahuan dasar masih sangat kurang. Oleh karena itu ketidakmampuan
sering menimbulkan kejenuhan dan rasa malas terutama dalam menganalisis
secara benar untuk memecahkan soal. Di samping itu pemilihan metode mengajar
oleh guru yang tidak tepat sangat mempengaruhi pencapaian tujuan belajar.
Dalam pengajaran matematika siswa diharapkan lebih aktif sehingga akan
berdampak pada ingatan siswa tentang apa yang dipelajari akan lebih lama
diingat. Konsep akan lebih mudah diingat dan dipahami bila konsep tersebut
disajikan melalui prosedur dan langkah yang tepat. Keaktifan siswa dalam belajar
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilah dalam belajar.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Matematika?
2. Apa saja Teori-teori Pembelajaran Matematika?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MATEMATIKA
Secara Etimologi, matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau
mathemata yang berarti belajar atau hal yang dipelajari (things that are learned).
5
Dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya
berkaitan dengan penalaran.1
Suherman menyatakan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia. Pada
tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman empiris diproses dalam
duniannya sendiri secara empiris. Kemudian pengalaman empiris diproses dalam
dunia rasio. Di olah secara analisis dan sintesis dengan penalaran dalam struktur
kognitif, sehingga sampai pada kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.2
Menurut James, matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,
besaran, susunan dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang
lainnya.3 Ini dapat dikatakan bahwa matematika adalah ilmu yang hierarki karena
seseorang yang mempelajari suatu materi B dan belum memahami materi A yang
berhubungan antara keduannya, maka akan sulit bahkan tidak mungkin untuk
memahami materi B.
Hudojo menyatakan bahwa aktivitas mental dalam mempelajari matematika
terdiri dari observasi, menebak, merasa dan mencari analogi. Sejalan dengan
pendapat tersebut maka dalam mempelajari suatu topik dalam matematika perlu
diperhatikan hubungan-hubungan atau kesamaan-kesamaan antara topik yang
dipelajari dengan topik yang telah dipelajari sebelumnya.4 Ini ditujukan untuk
menunjukan adanya istilah analogi yang lebih ditonjolkan dengan tujuan untuk
mengetahui apakah benar kalau menggunakan kesamaan sifat pada dua hal yang
berbeda akan memudahkan seseorang dalam mengenali dan menyelesaikan
permasalahan matematika yang sedang dihadapi. Dari beberapa pendapat yang
dijelaskan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwasannya matematika
merupakan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikiran dan aktivitas
manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.
Sedangkan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerja sama antara guru
dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi
1
Catur Supatmono, Matematika itu Asyik (Jakarta : Grasindo, 2011), hal: 5.
Erman Suherman, Dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Edisi Revisi, (Jakarta:
Universitas Pendidikan Indonesia. 2001), hal: 16.
3
Ibid, hal: 16.
4
Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Malang: Malang
University Press, 2003), hal: 3.
2
6
yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat dan
kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada
di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana dan sumber belajar sebagai upaya
untuk mencapai tujuan belajar tertentu.5
Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada
peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik
memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari.6
Suatu proses pembelajaran yang dimaksud adalah suatu kegiatan yang
dilakukan guru untuk menciptakan situasi kelas agar siswa belajar dengan
menggunakan model pembelajaran terbimbing.
B. TEORI-TEORI PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Secara garis besar teori belajar dapat dikelompokkan menjadi dua kdelompok
besar, yaitu teori belajar yang berorientasi Behaviorisme dan ada yang
berorientasi Psikologi Kognitif.
a. Teori Belajar Tingkah Laku (Behaviour)
Teori belajar Behaviorisme merupakan teori belajar yang digagas oleh Gage
dan Berliner serta sudah cukup lama diterapkan oleh para pendidik di dunia. Teori
ini berpendapat bahwa perubahan tingkah laku merupakan hasil dari pengalaman
yang didapat. Pengukuran menjadi keutamaan dalam teori ini, sebab pengukuran
5
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2008), hal:26.
6
Muhsetyo Gatoto, dkk., Pembelajaran Matematika SD (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hal:
1. 26
7
digunakan sebagai tolak ukur perubahan tingkah laku. Teori ini juga dikenal
dengan model stimulus dan responnya, melihat peserta didik sebagai individu
yang pasif. Perilaku yang muncul akan semakin kuat jika diberi penguatan dan
akan hilang jika diberikan hukuman. Teori behaviorisme menggunakan metode
pelatihan dan pembiasaan dalam proses pembelajaran.7 Tokoh-tokoh dari aliran
tingkah laku ini diantaranya Thorndike, Pavlov, Baruda, Skinner, Gagne,
Ausubel, dan Gestalt.
(1) Teori Belajar Thorndike
Thorndike berpendapat bahwa interaksi antara stimulus dan respon merupakan
aktivitas belajar. Menurutnya apa saja yang dapat merangsang aktivitas pikiran,
alat indera atau perasaan peserta didik merupakan stimulus, sedangkan apapun
reaksi yang muncul dari peserta didik ketika belajar merupakan respon. Teori
ini disebut juga teori koneksionisme atau connectionism (S-R Bond) yang
berasal dari eksperimen Thorndike terhadap seekor kucing dan menghasilkan
hukum belajar seperti berikut:
a) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respon menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan stimulus-respons akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka
semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara stimulus-respons.
b) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa
kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
c) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara stimulus dengan respons
akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin
berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.8
(2) Teori Belajar Pavlov
7
Arief Aulia Rahman, Strategi Belajar Mengajar Matematika, (Banda Aceh : Syiah Kuala
University Press, 2018), hal: 20.
8
Arief Aulia Rahman, Strategi Belajar Mengajar Matematika, (Banda Aceh : Syiah Kuala University
Press, 2018), hal: 22-23.
8
Teori belajar ini dikenal dengan teori belajar klasik, dimana ia melakukan
percobaan terhadap seekor anjing. Anjing itu dikurung dalam suatu kandang
dengan waktu tertentu dan diberi makan. Selanjutnya setiap akan diberi makan
Pavlov membunyikan bel pada jangka waktu tertentu anjing itu mengeluarkan
air liurnya meskipun tidaka di beri makan.9 Banyak kelakuan kita peroleh
melalui conditioning seperti masuk kelas bila lonceng berbunyi, berhenti
dijalan bila lampu merah, belajar main bola, belajar naik sepeda, atau belajar
matematika. Menurut Pavlov teori conditioning dapat digambarkan sebagai
berikut.10
Makanan (US) + bel (CS)
→ air liur (UR) dilakukan berulang-ulang
Bel/lampu (cs)
→ air liur (CR)
.Jadi dapat disimpulkan Pembiasaan (conditioning) dalam belajar dapat
menghasilkan suatu yang berguna.
(3) Teori Belajar Baruda
Albert Baruda merupakan tokoh aliran tingkah laku yang terkenal dengan
belajar menirunya. Baruda mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui
meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru.
(4) Teori Belajar Skinner
Burrhus Frederic Skinner merupakan ahli psikologis yang memandang bahwa
hukuman bukanlah metode yang tepat untuk mengontrol perilaku. Karena
hukuman dapat memberikan dampak negatif dan bertolak belakang dengan
keinginan si pengontrol. Salah satunya adalah mempengaruhi emosional
sipenerima hukuman, pemberian hukuman untuk mengubah perilaku buruk
hingga mempengaruhi emosional seseorang bukanlah solusi yang tepat.
Skinner berpendapat bahwa ada dua bentuk penguatan, yaitu penguat positif
(positive reinforcers), dan penguat negatif (negative reinforcers). Penguat
negatif merupakan stimulus yang digerakkan melalui penginderaan seseorang.
Penguat negatif merupakan hal-hal yang akan dihindari oleh individu.
9
S. Nasution, Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal: 133.
Eveline Siregar dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia 2010), hal: 26.
10
9
Penguat negatif berwujud stimulus pengindraan, suatu respon bisa dikuatkan
dengan memunculkan penguat positif atau menghilangkan penguat negatif.
Jika suatu stimulus terjadi berkali-kali dengan disertai penguat positif, stimulus
itu cenderung untuk mampu menguatkan perilaku. Skinner mengemukakan
bahwa efek penguatan bersifat sederhana dan langsung, namun efek hukuman
bersifat tidak langsung dan lebih sulit diprediksi.
Skinner terkenal dengan hukum belajar operant conditioning, yaitu kondisi
dimana perilaku dapat memberikan dampak kepada lingkungan. Respons
dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan
oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada
dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu, berikut adalah hukum-hukum belajar Skinner:
1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning namun tidak diiringi stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.11
(5) Teori Belajar Gagne
Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan
penelitian mengenai fase-fase belajar, tipe-tipe kegiatan belajar, dan hirarki
belajar. Dalam penelitiannya ia banyak menggunakan materi matematika
sebagai medium untuk mengujipenerapan teorinya.12
Teori yang diperkenalkan Robert M. Gagne pada tahun 1960-an pembelajaran
harus dikondisikan untuk memunculkan respons yang diharapkan. Menurut
Gagne (dalam Ismail: 1998), belajar matematika terdiri dari objek langsung
dan objek tak langsung.
11
Arief Aulia Rahman, Strategi Belajar Mengajar Matematika, (Banda Aceh : Syiah Kuala
University Press, 2018), op.cit hal: 27-28.
12
Robert M. Gagne dikutip dalam buku Depdiknas, Pembinaan Profesionalisme Tenaga pengajar
(Pengembangan Profesionalisme Guru), (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan
Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Depdiknas,2005), hal: 13
10
Objek-objek langsung pembelajaran matematika terdiri atas :
a. Fakta-fakta matematika
b. Ketrampilan-ketrampilan matematika
c. Konsep-konsep matematika
d. Prinsip-prinsip matematika
Objek-objek tak langsung pembelajaran matematika adalah :
a. Kemampuan berfikir logis
b. Kemampuan memecahkan masalah
c. Sikap positif terhadap matematika
d. Ketekunan
e. Ketelitian
(6) Teori Belajar Ausubel
Ausubel
terkenal
dengan
teori
belajar
bermaknanya.
Ausubel
mengemukakan “Bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna”
(meaning full). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur
kognitif seseorang”.13
David P. Ausubel membedakan dua jenis belajar yaitu belajar menerima
dengan belajar menemukan. Pada belajar menerima bentuk akhir dari yang
diajarkan itu diberikan, sedangkan pada belajar menemukan bentuk akhir harus
dicari peserta didik. Selain itu Ausubel juga membedakan antara belajar
menghafal dengan bermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafalkan
materi yang sudah diperolehnya tetapi pada belajar bermakna, materi yang
telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya
lebih bisa dimengerti.14
(7) Teori Belajar Gestalt
13
Ausubel dikutip dalam buku Isjoni, Cooperative learning: Mengembangkan kemampuan belajar
berkelompok. Bandung: Alfabeta, 2011), hal:35.
14
David P. Ausubel dikutip dalam buku E.T. Ruseffendi, Pengantar kepada Membantu Guru
Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA,
(Bandung: Tarsito, 2006) hal: 172
11
Teori belajar menurut psikologi Gestalt ini sering pula disebut field theory atau
insight full learning. Melihat kepada nama teori ini dan kepada aliran psikologi
yang mendasarinya, yakni psikologi gestalt, jelaslah kiranya bahwa pendapat
teori ini berbeda dengan pendapat-pendapat teori behavioristik. Menurut para
ahli psikologi gestalt, manusia bukan hanya sekedar makhluk reaksi yang
hanya berbuat atau bereaksi jika ada perangsang yang mempengaruhinya.
Manusia itu adalah individu yang merupakan kebulatan jasmani dan rohani.
Sebagai induvidu, manusia bereaksi atau lebih tepat berinteraksi dengan dunia
luar dengan kepribadiannya dan dengan caranya yang unik pula. Tidak ada dua
orang yang mempunyai pengalaman yang benar-benar sama atau identik
terhadap objek atau realita yang sama. (Purwanto: 2007)
b. Teori Belajar Kognitif
Teori kognitivisme berpandangan bahwa belajar merupakan proses penemuan
dan transformasi informasi- informasi yang didapat. Kurt Lewin merupakan
psikolgis asal Jerman penganut teori kognitivisme. Ia berpendapat bahwa
seseorang yang sedang belajar dipandang sebagai orang yang secara konstan
memberikan informasi baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip yang telah
dimiliki, kemudian merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan
informasi yang baru diperoleh. Agar peserta didik mampu melakukan kegiatan
belajar, maka ia harus melibatkan diri secara aktif. Menurut tokoh-tokoh aliran
psikologi kognitif, seperti : Jean Piaget, Bruner, Brownell, Dienes, Van Hiele dan
Vygotsky.
(1) Teori Belajar Jean Piaget
Teori belajar Piaget terkenal dengan teori perkembangan mental manusia, yang
dimaksud “Mental pada teorinya adalah intelektual atau kognitifnya. Teorinya
disebut teori belajar sebab berkenan dengan kesiapan anak untuk mampu
belajar. Piaget mengemukakan “Pengetahuan tentang perangkat sosial bahasa,
nilai-nilai, peraturan, moralitas, dan sistem simbol (seperti membaca dan
matematika) hanya dapat dipelajari dalam interaksi dengan orang lain”.15
15
Piaget dikutip dalam buku Robert E. Slavin, Cooperative learning (Teori, Riset Praktik),
(Bandung: Alfabeta, 2009), hal 37.
12
(2) Teori Belajar Bruner
Menurut Bruner dalam belajar matematika menekankan pada pendekatan
dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar adalah
menanamkan konsep dan dimulai dengan benda konkrit secara intuitif,
kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai kemampuan siswa)
konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi
yang lebih umum dipakai dalam matematika.16
(3) Teori Belajar Brownell
Menurut William Brownell (1935) sebagaimana dikutip oleh Tim Pengembang
Ilmu Pendidikan FIP UPI , matematika dapat dipandang sebagai suatu sistem
yang terdiri atas ide, prinsip, dan proses sehingga keterkaitan antar aspek-aspek
tersebut harus dibangun dengan penekanan bukan pada memori atau hafalan
melainkan pada aspek penalaran atau intelegensi anak.17 Dari pandangan
Brownell, dapat dikatakan bahwa matematika bukanlah pelajaran hafalan
melainkan pelajaran yang menekankan pada aspek bernalar siswa.
(4) Teori Belajar Dienes
Menurut Zolta P. Dienes berpandangan bahwa belajar matematika itu
mencakup lima tahapan yaitu bermain bebas, generalisasi, representasi,
simbolisasi dan formalisasi. Pada tahap bermain bebas anak biasanya
berinteraksi langsung dengan benda-benda kongkrit sebagai bagian dari
aktivitas belajarnya. Pada tahap berikutnya, generalisasi, anak sudah memiliki
kemampuan untuk mengobservasi pola, keteraturan dan sifat yang dimiliki
bersama. Pada tahap representasi, anak memiliki kemampuan untuk melakukan
proses berfikir dengan menggunakan representasi obyek-obyek tertentu dalam
bentuk gambar atau turus. Tahap simbolisasi, adalah suatu tahapan dimana
anak sudah memiliki kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol
matematik dalam proses berfikirnya. Sedangkan tahap formalisasi adalah suatu
16
Lisnawaty Simanjuntak, Metode Mengajar Matematika 1 (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal: 71.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: PT Imperial
Bhakti Utama, 2007), hal: 163.
17
13
tahap dimana anak sudah memiliki kemampuan untuk memandang matematika
sebagai suatu sistem yang terstruktur.18
(5) Teori Belajar Van Hiele
Menurut Van Hiele ada tiga unsur utama dalam pengajaran Geometri, yaitu
waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan. Jika ketiga
unsur utama tersebut dilalui secara terpadu akan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir siswa kepada tahapan berpikir yng lebih tinggi.
Adapun tahapan-tahapan anak belajar Geometri menurutnya ada lima tahapan,
yaitu tahap pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan akurasi.19
(6) Teori Belajar Vygotsky
Teori Vygotsky menambahkan, proses peningkatan pemahaman pada diri
siswa terjadi sebagai akibat adanya pembelajaran. Diskusi yang dilakukan
antara guru-siswa dalam pembelajaran, mengilustrasikan bahwa interaksi sosial
yang berupa diskusi ternyata mampu memberikan kesempatan pada siswa
untuk mengotimalkan proses belajarnya. Interaksi seperti itu memungkinkan
guru dan siswa untuk berbagi dan memodifikasi cara berfikir masing-masing.20
Selanjutnya Vygotsky juga menjelaskan bahwa proses belajar terjadi pada dua
tahap, tahap pertama terjadi pada saat berkolaborasi dengan orang lain, dan
tahap berikutnya dilakukan secara individual yang didalamnya terjadi proses
internalisasi.21
Sebagai
tambahan
menurut
Vygotsky,
belajar
dapat
membangkitkan berbagai proses mental tersimpan yang hanya bisa
dioperasikan manakala seseorang berinteraksi dengan orang dewasa atau
berkolaborasi sesama teman. Pengembangan kemampuan yang diperoleh
melalui proses belajar sendiri (tanpa bantuan orang lain) pada saat melakukan
pemecahan masalah disebut sebagai actual development.
18
Tim Pengembang Ilmu pendidikan FIP UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: PT Imperial
Bhakti Utama , 2007), hal: 165.
19
Dedi26, Teori Belajar Matematika, http://dedi26.blogspot.com/2013/05/teori-belajarmatematika.html. Diakses pada tanggal 13 Mei 2013.
20
Tim Pengembang Ilmu pendidikan FIP UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: PT Imperial
Bhakti Utama , 2007), hal: 164
21
Tim Pengembang Ilmu pendidikan FIP UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: PT Imperial
Bhakti Utama , 2007), hal: 165
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
 Matematika merupakan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikiran
dan aktivitas manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.
 Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar
kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga
peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang
dipelajari.
 Secara garis besar teori belajar dapat dikelompokkan menjadi dua
kdelompok besar, yaitu teori belajar yang berorientasi Behaviorisme dan ada
yang berorientasi Psikologi Kognitif.
a) Teori Behavior berpendapat bahwa perubahan tingkah laku merupakan hasil
dari pengalaman yang didapat. Tokoh-tokoh dari aliran tingkah laku ini
diantaranya Thorndike, Pavlov, Baruda, Skinner, Gagne, Ausubel, dan Gestalt.
15
b) Teori kognitivisme berpandangan bahwa belajar merupakan proses
penemuan dan transformasi informasi-informasi yang didapat. Menurut
tokoh-tokoh aliran psikologi kognitif, seperti : Jean Piaget, Bruner,
Brownell, Dienes, Van Hiele dan Vygotsky.
DAFTAR PUSTAKA
Dedi26, Teori Belajar Matematika, http://dedi26.blogspot.com/2013/05/teori-belajarmatematika.html. Diakses pada tanggal 13 Mei 2013.
Depdiknas, 2005, Pembinaan Profesionalisme Tenaga pengajar (Pengembangan
Profesionalisme Guru), Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Depdiknas.
Gatoto, Muhsetyo, dkk., 2007, Pembelajaran Matematika SD, (Jakarta: Universitas
Terbuka.
Hudojo, Herman, 2003, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika,
Malang: Malang University Press.
Isjoni, 2011, Cooperative learning: Mengembangkan kemampuan belajar berkelompok,
Bandung: Alfabeta.
Nasution, S., 1992, Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara.
Rahman, Arief Aulia, 2018, Strategi Belajar Mengajar Matematika, (Banda Aceh: Syiah
Kuala University Press.
16
Ruseffendi, E.T., 2006, Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA, Bandung:
Tarsito.
Sanjaya, Wina, 2008, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Edisi Pertama,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Simanjuntak, Lisnawaty, 1993, Metode Mengajar Matematika 1, Jakarta: Rineka Cipta.
Siregar, Eveline, dkk., 2010, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor: Ghalia Indonesia.
Slavin, Robert E., 2009, Cooperative learning (Teori, Riset Praktik), Bandung: Alfabeta,
2009.
Suherman, Erman, Dkk., 2001, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Edisi
Revisi, Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia.
Supatmono, Catur , 2011 , Matematika itu Asyik, Jakarta : Grasindo, 2011
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2007, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan
Bandung: PT Imperial Bhakti Utama.
17
Download