BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini jumlah pasien kritis dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak meningkat. Pasien tersebut memerlukan perawatan paliatif, kegiatan promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif. Menurut Kepmenkes RI (2007) pasien kritis yang dimaksud yaitu pasien dengan penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke, parkinson, gagal jantung/heart failure, penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS. Banyak pasien kritis yang mengalami disfungsi atau kegagalan satu atau lebih organ/sistem sehingga hidupnya tergantung pada alat, monitoring serta terapi canggih. Dalam upaya pemenuhan kebutuhannya, ICU merupakan tempat yang paling aman untuk menangani pasien kritis (Gupta et al.,2004). Intensive Care Unit (ICU) merupakan suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus. Pasien yang layak dirawat di ICU yaitu pasien yang memerlukan intervensi medis segera, pemantauan kontinyu serta pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi oleh tim intensive care. Hal tersebut dilakukan supaya pasien terhindar dari dekompensasi fisiologis serta dapat dilakukan pengawasan yang konstan, terus menerus dan pemberian terapi titrasi dengan tepat. (Kepmenkes RI, 2010). 1 2 Pasien yang dirawat di ICU kebanyakan adalah pasien yang dalam keadaan kritis dan hilang kesadaran. Akan tetapi ada juga yang masih sadar dan sebelumnya dapat berperan aktif dalam pengambilan keputusan selama proses perawatannya. Tidak sedikit dari mereka yang menolak dan menganggap bahwa terapi-terapi yang diberikan untuk mempertahankan hidupnya bukan merupakan pilihan yang terbaik di akhir kehidupannya (Cosgrove et al., 2006). Karena beratnya penyakit tersebut, meskipun telah mendapatkan terapi, beberapa pasien meninggal atau tetap dalam keadaan sakit kritis yang kronik (Angus et al., 2004). Beberapa pasien juga sangat tergantung pada teknologi di fase akhir kehidupannya sehingga tidak mungkin di pindah ke tempat lain atau dipulangkan. Hal tersebut dapat mengganggu perawatan pasien dan mengganggu proses menuju kematiannya (Truog et al., 2008; 9), sehingga ICU pun menjadi salah satu tempat kematian yang umum bagi pasien (Truog et al., 2008). Di Amerika sekitar 20% pasien (1 dari 5 atau setara 500.000 orang pertahun) meninggal di ICU, sedangkan angka kematian di ICU di seluruh dunia sekitar 25% (Curtis , 2008). Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan angka kematian di ICU RSUP. DR. Sardjito pada tahun 2010 yaitu sebesar 31% (233 dari 742 pasien) dan 8% diantaranya meninggal sebelum 48 jam dirawat dan 23% nya meninggal setelah dirawat lebih dari 2 hari (Medical Record RSUP. DR. Sardjito, 2010). Prosentase kematian yang tinggi mengindikasikan bahwa staf ICU memiliki tugas tidak hanya menyelamatkan hidup tapi juga perawatan paliatif (Tillyard et al., 2006; Mularski et al., 2006; Truog et al., 2008). 3 Perawatan paliatif menurut WHO (2012) adalah pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit yang mengancam jiwa. Upaya ini dilakukan dengan cara mencegah dan mengurangi penderitaan pasien melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, pengobatan rasa sakit, dan masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual. Perawatan paliatif merupakan komponen integral dari perawatan ICU yang komprehansif untuk semua pasien kritis dengan prognosis yang buruk serta untuk keluarganya (Nelson et al., 2011). Keadaan pasien dengan penyakit yang terus berkembang, kegagalan sistem organ, dan prognosis untuk pulih yang meredup menyebabkan pasien dan keluarganya akan mulai mempertimbangkan kebutuhan untuk perawatan paliatif diakhir hidupnya yang lebih intensif di ICU (Ethics, 2012). Perawatan paliatif di ICU juga dibutuhkan karena hampir semua pasien kritis dan keluarganya memiliki kebutuhan-kebutuhan seperti mengurangi distres, gejala-gejala komunikasi tidak efektif, menetapkan tujuan perawatan, kesesuaian terapi dengan tujuan dan nilai-nilai pasien (Nelson et al., 2011). Masih banyak masalah-masalah terkait kualitas perawatan yang diterima oleh pasien dan keluarganya di ICU terkait kualitas perawatan paliatif yang diterima pasien dan keluarganya (Mularski et al., 2006). Banyak pasien yang meninggal di ICU dengan nyeri sedang hingga berat bahkan tidak sedikit dokter yang kurang memperhatikan keinginan pasien diakhir kehidupannya. Di ICU juga banyak anggota keluarga dari pasien kritis yang mempuyai prevalensi tinggi gejala cemas, depresi, dan post-traumatic stress disorder (PTSD) (Azoulay et al., 2005; Pochard 4 et al., 2001). Anggota keluarga juga melaporkan bahwa banyak perlakuan dokter dan perawat yang membuat keluarga merasa sedih atau marah ketika keluarganya meninggal di ICU. Data ini menunjukkan bahwa masih ada beberapa masalah kualitas dalam pelayanan perawatan paliatif di ICU (Curtis et al., 2008). Menurut ahli perawatan paliatif di ICU RSUP Dr. Sardjito masalah-masalah tersebut disebabkan karena kurangnya komunikasi, perbedaan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki antar klinisi. Perbedaan persepsi mengenai perawatan paliatif antar klinisi, pasien dan keluarganya juga merupakan penyebab kurangnya perawatan paliatif yang diberikan. Di ICU RSUP Dr. Sardjito juga belum ada standar dalam menilai kualitas perawatan paliatif sehingga batasan perawatan paliatif yang diberikan oleh klinisi menjadi kurang jelas. Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan tim perawatan kesehatan, perawat dan dokter mempunyai peran utama untuk menilai kualitas perawatan yang dirasakan oleh pasien dan pengguna lainnya (Ferris et al.,2007). Hanya dengan perawatan tim terintegrasi, pekerja profesional yang kompeten dengan struktur dan desain proses yang baik yang dapat memberikan perawatan paliatif dengan kualitas tinggi bagi pasien kritis dan keluarganya (Nelson et al., 2011). Griffiths et al., (2008) telah mengidentifikasi strategi serta manfaat dari penilaian kualitas. Meningkatkan kualitas perawatan, layanan kesehatan serta social merupakan bagian sehari-hari dari pekerjaan dan merupakan tuntutan profesionalisme klinisi. Administrator serta pembuat keputusan juga wajib menjalankan dan mendukung pengkajian kualitas dan peningkatan perawatan paliatif di ICU (Mularski et al., 2006). 5 Pada tingkat praktis, penilaian kualitas ditujukan agar trend dan karakteristik perawatan dapat dinilai, gambaran dari tujuan layanan kesehatannya dapat diatur dan dimonitor, identifikasi aspek perawatannya dapat ditingkatkan serta informasi perawatan yang dipilih pasien dan klien dapat didata. Penilaian kualitas juga merupakan pusat dalam mengadakan dan mendukung analisis kebijakan dan strategi pengambilan keputusan termasuk, pengawasan, ganti rugi serta akreditasi. Dapat juga untuk mengetahui hubungan komponen-komponen antar struktur, proses serta kualitas hasil dan dapat untuk memahami peran perawatan dalam menentukan keselamatan pasien (RCN, 2012). Tidak adanya penilaian kualitas perawatan paliatif di ICU dapat menyebabkan “quality gap” antara pengetahuan dan praktik antar klinisi. Quality gap ini ditunjukkan dengan masih adanya masalah dalam penanganan gejala (Gelinas, 2007), komunikasi antar klinisi, keluarga dan dengan tim klinis (Nelson et al., 2007; Azoulay et al., 2009), pengalaman keluarga (Siegel et al., 2008; Anderson et al., 2008) serta masalah moral antara dokter dan perawat ICU tersebut (Embriaco et al., 2007; Poncet et al., 2007). Menurut Nelson (2006) terdapat 7 domain utama perawatan paliatif dan perawatan terminasi kehidupan yang digunakan untuk mengukur kualitas perawatan paliatif di ICU yaitu: 1) domain pengambilan keputusan yang berfokus pada pasien dan keluarga; 2) komunikasi diantara tim kesehatan, pasien dan keluarga; 3) kesinambungan perawatan; 4) dukungan emosi dan praktek untuk keluarga dan pasien; 5) penatalaksanaan gejala dan perawatan rasa nyaman; 6) 6 dukungan spiritual untuk pasien dan keluarga serta; 7) dukungan emosional dan organisasi untuk klinisi di ICU. Salah satu kunci dari perawatan paliatif yang sukses adalah hubungan klinisi dengan pasien yang baik (Stock, 2006). Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui kualitas perawatan paliatif pasien kritis yang diberikan oleh klinisi terutama perawat dan dokter di ICU RSUP Dr. Sardjito. B. Rumusan Masalah Masih adanya masalah-masalah terkait kualitas perawatan paliatif di ICU yang diterima oleh pasien kritis dan keluarganya seperti tingginya angka kematian, konflik antara pasien, keluarga dan klinisi, kurangnya pemahaman keluarga dan klinisi mengenai perawatan paliatif, serta belum adanya batasan perawatan paliatif yang pasti di ICU RSUP Dr. Sardjito, sehingga perlu adanya penilaian kualitas perawatan paliatif pasien kritis yang telah diberikan oleh perawat dan dokter di ICU RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menggambarkan kualitas perawatan paliatif yang telah diberikan di ICU RSUP Dr. sardjito Yogyakarta berdasarkan penilaian perawat dan dokter terhadap masing-masing profesinya meliputi 7 domain kualitas perawatan paliatif di ICU. 7 2. Membandingkan kualitas perawatan paliatif yang telah diberikan di ICU RSUP Dr. sardjito Yogyakarta berdasarkan penilaian perawat dan dokter terhadap masing-masing profesinya meliputi 7 domain kualitas perawatan paliatif di ICU. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu : 1. Manfaat teoritis Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai gambaran kualitas perawatan paliatif yang telah di berikan oleh perawat dan dokter di ICU RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Manfaat praktis a. Bagi profesi perawat dan dokter Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan profesionalisme perawat dan dokter dalam memberikan pelayanan perawatan paliatif bagi pasien yang dirawat di ICU RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. b. Bagi ICU RSUP Dr. Sardjito Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana gambaran kualitas perawatan paliatif yang telah diberikan oleh perawat dan dokter di ICU RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta saat ini. Selain itu juga dapat untuk menentukan kebijakan terkait aspek-aspek dalam perawatan paliatif apa saja yang harus dipertahankan atau ditingkatkan berdasarkan 7 domain kualitas perawatan paliatif di ICU 8 c. Bagi peneliti Penelitian ini dapat menjadi dasar pengembangan penelitian yang lebih lanjut terkait kualitas perawatan paliatif yang diberikan di ICU. E. Keaslian Penelitian Sejauh ini peneliti belum mendapatkan sumber penelitian yang mirip dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu tentang gambaran dan perbandingan kualitas perawatan paliatif di ICU dengan menggunakan instrument ICU Palliative Care Quality Assessment Tool, Bedside Nurse Survey dan Attending Survey yang di isi oleh perawat dan dokter. Namun peneliti menemukan beberapa penelitian yang mirip dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti diantaranya yaitu: 1. Penelitian Nelson JE, Puntillo KA, Pronovost PJ, Walker AS, Mc Adam JL, Ilaoa D, Penrod J (2010) Penelitian Nelson et al., (2010) ini berjudul In Their Own Words : Patients and families Define High-Quality Palliative Care In The Intensive Care Unit. Pada penelitian ini Nelson et al., (2010) meneliti tentang penentuan kualitas perawatan paliatif di ICU oleh pasien dan keluarga. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan focus groups yang difasilitasi oleh seorang dokter. Subjeknya, pasien yang diseleksi secara acak di ICU yang sudah tinggal selama lebih dari sama dengan 5 hari pada tahun 2007-2008 yang dirawat di ICU, keluarga dari yang masih dirawat, dan keluarga pasien yang meninggal di ICU. Hasilnya dari 48 subjek (15 pasien, dan 33 anggota keluarga) dalam 9 kelompok 9 utama didapatkan definisi bersama dari kualitas perawatan paliatif yang tinggi yaitu : tepat waktu, jelas dan komunikasi yang baik oleh petugas klinis. Keputusan klinis berfokus pada pilihan pasien, tujuan dan nilai. Perawatan pasien dengan cara mempertahankan kenyamanan, kerahasiaan dan kepribadian. Perawatan keluarga yang terbuka dan kedekatan dengan pasien, dorongan interdisiplin dalam ICU dan perawatan berkabung bagi keluarga yang anggotanya meninggal. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada metode penelitiannya. Pada penelitian Nelson et al., (2010) menggunakan metode kualitatif dalam pengumpulan datanya, sedangkan yang akan peneliti lakukan adalah dengan metode kuantitatif. Subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah pasien dan keluarga, sedangkan peneliti menggunakan subjek perawat dan dokter. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang kualitas perawatan paliatif di ICU. 2. Lawrence A. Ho, MD, Ruth A. Engelberg, PhD, J. Randall Curtis, MD, MPH, Judith Nelson, MD, JD, John Luce, MD, Daniel E. Ray, MD, and Mitchell M. Levy, MD Ho L A et al., (2011) juga melakukan penelitian mengenai kualitas perawatan paliatif di ICU dalam jurnalnya yang berjudul: Comparing Clinician Ratings of the Quality of Palliative Care in the Intensive Care Unit. Pada penelitian ini Ho et al menggambarkan dan membandingkan kualitas perawatan paliatif yang diberikan oleh dokter dan perawat di ICU. Penelitian ini menggunakan desain multi-site study dengan kuesioner yang terdiri dari 7 domain perawatan paliatif di ICU yang menggunakan skala 0-10 (0 mengindikasikan kemungkinan perawatan 10 terburuk dan 10 mengindikasikan kemungkinan perawatan terbaik) dengan melibatkan 188 dokter dan 289 perawat. Penelitian ini secara signifikan menunjukkan bahwa perawatan paliatif yang diberikan perawat lebih baik dibanding dengan perawatan paliatif yang diberikan oleh dokter pada 5 domain. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti terletak pada karakteristik sampelnya serta budaya Negara. Penelitian Ho et al., (2011) dilakukan di beberapa ICU Amerika sedangkan yang akan peneliti lakukan adalah di ICU RSUP Dr. sardjito Yogyakarta, Indonesia. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti terletak pada sampel yang terlibat yaitu perawat dan dokter serta instrumen yang digunakan. 3. Akemi Yamagishi, PhD, RN, Tatsuya Morita, MD, Mitsunori Miyashita, RN, PhD, Ayumi Igarashi, RN, PhD, Miki Akiyama, PhD, Nobuya Akizuki, MD, PhD, Yutaka Shirahige, MD, PhD, dan Kenji Eguchi, MD, PhD Yamagishi et al., (2012) melakukan penelitian dengan judul : Pain Intensity, Quality of Life, Quality of Palliative Care, and Satisfaction in Outpatients With Metastatic or Recurrent Cancer: A Japanese, Nationwide, Region-Based, Multicenter Survey. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi intensitas nyeri, kualitas hidup, kualitas perawatan paliatif dan kenyamanan yang dilaporkan oleh pasien yang telah keluar dari rumah sakit pada penderita kanker yang sudah parah. Penelitian ini menggunakan metode kuesioner yang diisi dan dianalisa dari 859 pasien yang telah keluar dari rumah sakit dengan kanker yang telah metastase atau kanker berulang dari 4 wilayah di Jepang. Kuesioner yang digunakan yaitu, Brief Pain Inventory, Good Death Inventory, Care Evaluation 11 Scale, serta six-point satisfaction scale. Dari penelitian ini didapatkan hasil sekitar 20% dari pasien melaporkan nyeri sedang sampai berat. Kurang lebih 70% setuju atau sangat setuju memiliki hubungan yang baik dengan staff dan dihormati sebagai individu, sedikitnya 60% setuju atau sangat setuju dengan pernyataan bebas dari distres fisik, distres emosional, mampu mempertahankan harapan dan memenuhi kehidupan yang tersisa, 54% melaporkan setuju merasa membebani orang lain, kurang lebih 20% melaporkan butuh peningkatan perawatan fisik oleh dokter dan perawat, perawatan psikoeksistensial, bantuan dalam pengambilan keputusan, koordinasi/ konsistensi perawatan, serta 13% melaporkan beberapa tingkat ketidaknyamanan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti, baik dari tujuan, seting, subjek yang terlibat serta instrument yang digunakan. Persamaannya terletak pada salah satu tujuan dari penelitian ini yaitu mengukur kualitas perawatan paliatif meskipun dengan instrumen yang berbeda. Pada penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan instrument ICU Palliative Care Quality Assessment Tool, Bedside Nurse Survey dan Attending Survey yang diisi oleh perawat dan dokter di ICU. 4. J E Nelson, C M Mulkerin, L L Adams, P J Pronovost Nelson et al., (2006) dalam jurnalnya yang berjudul: Improving Comfort and Communication In The ICU: A Practical New Tool for Palliative Care Performance Measurement and Feedback, melakukan penelitian tersebut dengan tujuan mengembangkan instrumen praktek untuk mengukur monitoring rutin, penampilan feedback serta peningkatan kualitas perawatan paliatif di ICU. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses iterative interdisiplin untuk 12 menciptakan sebuah prototype “bundle” dari indikator: domain perawatan paliatif di ICU yang telah ada, operasionalisasi dari indikator sebagai alat ukur, dan panduan implementasi untuk mengevaluasi kemungkinan dapat dikerjakan dan dasar yang ada di ICU. Subjek yang terlibat yaitu pasien kritis di ICU yang telah dirawat selama 1 hari, >3 hari, dan >5 hari. Hasil utama dari penelitian ini didapatkan beberapa hal yang termasuk dalam proses perawatan paliatif yaitu mengidentifikasi pilihan pasien dan pengambilan keputusan oleh wali, komunikasi antara klinisi dan pasien/keluarga, dukungan social dan spiritual, pengkajian dan penanganan nyeri seperti yang didokumentasikan di catatan medis. Masih perlu investigasi lebih lanjut serta validitas dari “bundle” ini. Berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti baik dari tujuan, maupun subjeknya. Tujuan penelitian ini adalah untuk pengembangan instrumen yang digunakan dalam penilaian kualitas perawatan paliatif di ICU sedangkan yang akan peneliti lakukan bertujuan untuk membadingkan kualitas perawatn paliatif di ICU antara perawat dan dokter dengan menggunakan instrumen palliative care quality assessment tool.