HIV dan Anak Prakata Dengan semakin banyak perempuan di Indonesia yang terinfeksi HIV, semakin banyak anak juga terlahir dengan HIV. Walaupun ada cara untuk mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi (PMTCT), intervensi macam ini hanya dapat dilakukan bila ibu diketahui HIV sebelum melahirkan. Kenyataan dalah bahwa kebanyakan perempuan yang terinfeksi HIV belum mengetahui status HIV-nya waktu melahirkan, dan baru dicurigai HIV bila bayinya sering sakit atau tidak tumbuh sebagimana mestinya. Pada 2006, Departemen Kesehatan memperkirakan bahwa setiap hari sepuluh bayi terlahir dengan HIV. Kesehatan bayi tersebut paling rentan pada tahun pertama kehidupannya, dan kemungkinan sepertiganya meninggal dunia sebelum berusia satu tahun, umumnya tanpa didiagnosis HIV. Angka kematian bayi umumnya di Indonesia dilaporkan hampir 35 per 1.000 lahir hidup pada 2006, jadi kemungkinan kematian anak yang diakibatkan oleh HIV hanya menjadi bagian dari statistik ini. Namun angka kematian bayi akibat HIV dapat dikurangi. Dengan diagnosis dini, pencegahan infeksi oportunistik dengan kotrimoksazol, dan terapi antiretroviral (ART) bila dibutuhkan, ada harapan anak tersebut dapat bertahan hidup sampai tua, seperti dengan orang dewasa. Memang sudah ada anak yang terlahir dengan HIV di Indonesia yang masih sehat pada usia tujuh tahun tanpa memakai ART, sementara ada yang sudah berusia belasan tahun dengan memakai ART. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Sering ada kesan bahwa sebagian besar anak yang dilahirkan oleh ibu yang HIV-positif akan terinfeksi. Sebenarnya 60-75 persen anak tersebut tidak terinfeksi, walau tidak ada intervensi apa pun. Rata-rata 30 persen terinfeksi, dengan 5 persen dalam kandungan, 15 persen waktu lahir dan 10 persen dari air susu ibu (ASI). Untuk informasi lebih lanjut, lihat artikel Pencegahan penularan dari ibu-ke-bayi (PMTCT) http://www.spiritia.or.id/cst/pmtct1.php. Tes HIV untuk bayi Sementara diagnosis HIV pada orang dewasa relatif mudah, menentukan apakah seorang bayi terinfeksi atau tidak adalah jauh lebih rumit. Tes yang canggih dibutuhkan, tetapi tidak terjangkau di Indonesia. Infeksi HIV dapat terjadi pada bayi selama kehamilan, saat melahirkan, dan waktu menyusui. Bila infeksi menularkan melalui ASI, antibodi yang dicari oleh tes HIV baru terbentuk dengan jumlah yang cukup untuk dideteksi setelah beberapa lama. Jadi sebaiknya menunggu sedikitnya enam minggu setelah penyusuan dihentikan sebelum tes HIV dilakukan. Tes antibodi Antibodi terhadap HIV diserahkan dari ibu ke janin melalui plasenta. Jadi bila seorang bayi yang terlahir oleh ibu yang HIV-positif dites HIV waktu lahir, hasilnya pasti akan positif. Namun HIV sendiri hanya tertular pada kurang lebih 20 persen bayi dalam kandungan atau waktu melahirkan. Sedikitnya, antibodi ibu berada dalam darah bayi untuk enam bulan pertama hidupnya. Setelah enam bulan, jumlah antibodi ibu mulai berkurang, dan hasil tes HIV kebanyakan bayi yang tidak terinfeksi akan menjadi negatif pada usia 12 bulan. Namun kadang kala, antibodi dari ibu baru hilang pada usia 18 bulan. Sebaliknya, setelah beberapa bulan, seorang bayi yang terinfeksi HIV akan membentuk antibodi sendiri terhadap HIV, dan hasil tes HIV akan tetap positif untuk seumur hidup. Hasil tes HIV positif pada seorang anak berusia 18 bulan ke atas berarti anak tersebut terinfeksi HIV. Tes antibodi HIV dapat dipakai untuk memastikan bahwa anak tidak terinfeksi HIV asal anak tidak diberikan ASI oleh ibu yang HIV-positif sedikitnya dalam enam minggu sebelum dites. Seorang anak yang tidak disusui selama enam minggu terakhir dengan hasil tes HIV negatif tidak terinfeksi HIV. Dokumen ini didownload dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/ HIV dan Anak Tes virus Berbeda dengan tes antibodi, tes virus dapat menentukan apakah bayi terinfeksi dalam bulan-bulan pertama hidupnya. Tes RNA HIV dengan alat PCR, yang biasanya dilakukan untuk mengukur viral load, dapat mendeteksikan virus dalam darah, dan dapat dipakai untuk diagnosis HIV pada bayi. Namun tes ini masih sangat mahal (kurang lebih Rp 850.000) dan lebih sulit dilakukan dibandingkan tes antibodi, dan hanya dapat dilakukan di sedikit laboratorium di Indonesia. Dua puluh sampai empat puluh persen bayi yang terinfeksi dalam kandungan atau saat lahir akan menunjukkan hasil positif pada tes PCR baru setelah lahir, sementara kebanyakan akan menunjukkan hasil positif pada usia 14 hari. Namun virus pada 10 persen bayi terinfeksi HIV baru terdeteksi setelah enam minggu. Namun bila anak atau ibunya dulu memakai obat antiretroviral (terutama nevirapine) untuk mencegah penularan HIV ke bayi waktu melahirkan, virus mungkin tetap ditekankan dan tidak terdeteksi sampai empat bulan. Hasil positif palsu dapat terjadi, terutama bila laboratorium tidak berpengalaman dengan alat PCR, dan semua hasil positif sebaiknya langsung dikonfirmasi dengan contoh darah baru. Hasil viral load yang rendah (di bawah 10.000) kemungkinan positif palsu, karena viral load pada bayi biasanya sangat tinggi. Hasil negatif palsu juga dapat terjadi. Sebaiknya dua tes virus dilakukan untuk konfirmasi bahwa anak tidak terinfeksi. Tes ini dapat dilakukan setelah usia satu bulan, atau empat bulan bila ARV sebelumnya dipakai oleh ibu atau bayi. Sebaiknya juga tes antibodi dilakukan setelah anak berusia 18 bulan sebagai konfirmasi ulang. Protokol tes yang diusulkan Penyakit yang diakibatkan HIV dapat berlanjut secara cepat pada bayi: angka kematian mendekati 50 persen pada anak terinfeksi HIV di bawah dua tahun bila HIV-nya tidak diobati. Jadi dengan semakin luas ketersediaan ART untuk bayi dan anak, tujuan kita dengan menentukan apakah bayi terinfeksi secara dini terutama untuk bertemu bayi HIV-positif yang membutuhkan perawatan dan pengobatan daripada sekadar untuk konfirmasi ketidakadaan infeksi HIV. Sementara tes PCR yang positif (bila dikonfirmasi) membuktikan bahwa bayi terinfeksi HIV, seperti dibahas di atas, tes PCR yang negatif dalam bulan-bulan pertama kehidupan tidak membuktikan bahwa bayi tidak terinfeksi. Namun, hasil PCR negatif menunjukkan bahwa bayi tersebut tidak berisiko tinggi kelanjutan penyakit yang diakibatkan HIV (karena viral load-nya rendah). Bayi dengan tes PCR negatif dan tetap tidak bergejala sebaiknya dites antibodinya setelah berusia 18 bulan atau enam minggu setelah penyusuan dihentikan (kalau masih disusui pada usia 18 bulan). Sebaliknya seorang bayi dengan hasil tes PCR negatif tetapi bergejala sebaiknya mendapatkan tes diagnostik lanjutan. Walaupun gejala penyakit terkait HIV sering serupa dengan gejala penyakit umum pada masa kanak-kanak, dan harus dilakukan upaya untuk menyesampingkan diagnosis lain, tes PCR ulang diusulkan bila infeksi HIV dicurigai. Anak di bawah usia 18 bulan yang HIV-positif Seperti dibahas di atas, hasil tes antibodi HIV pada anak yang terlahir oleh ibu terinfeksi HIV pasti akan menunjukkan hasil positif sampai dengan 18 bulan. Bila tes PCR tidak dapat dilakukan, kita tidak dapat yakin apakah anak tersebut benar-benar terinfeksi HIV. Kalau kita tidak yakin, apakah anak tersebut boleh diberi ART? Kalau keadaan mendesak, diagnosis presumptif terinfeksi HIV dapat diambil oleh dokter berdasarkan gejala stadium (lihat di bawah) agar anak boleh mulai ART. Diagnosis presumptif ini harus ditetapkan dengan tes antibodi pada usia 18 bulan. Bila bayi terinfeksi HIV Seperti orang dewasa, bayi dan anak yang didiagnosis HIV sebaiknya diperiksa oleh dokter yang berpengalaman dengan HIV. Untuk anak, jelas adalah lebih baik bila pemeriksaan ini dilakukan oleh dokter anak yang berpengalaman dengan HIV. Kita cenderung menganggap anak seperti orang dewasa yang kecil. Ini anggapan yang salah. Anak kecil jelas mempunyai kebutuhan sendiri, termasuk cinta dan sentuhan dari orang yang mencintainya, dan –2– HIV dan Anak untuk bersenang-senang dan bermain. Anak juga berbeda dengan orang dewasa dari sisi fisik, perkembangan dan psikologi. Jadi, anak harus ditangani dan diobati secara berbeda dengan orang dewasa. Stadium penyakit Salah satu tindakan pemeriksaan awal dan selanjutnya adalah untuk menentukan stadium penyakitnya. WHO sudah mengusulkan dipakai daftar stadium untuk anak yang serupa dengan stadium orang dewasa dan remaja dengan HIV, dengan empat stadium: tanpa gejala; gejala ringan; gejala lanjut; dan gejala berat. Namun gejala pada stadium anak agak berbeda dengan gejala untuk orang dewasa dan remaja. Lihat Stadium WHO untuk HIV/AIDS pada Anak dengan Infeksi HIV Dipastikan http://www.spiritia.or.id/cst/stadiumanak.php. Tes darah untuk anak Jumlah CD4 Balita dan anak kecil biasanya mempunyai jumlah CD4 yang lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Contohnya, CD4 mutlak 1500 pada bayi di bawah usia 12 bulan dianggap serupa dengan CD4 mutlak 200 orang dewasa, yaitu sistem kekebalan tubuhnya sangat rusak dan sudah saatnya sebaiknya ART dimulai. Jumlah yang biasa berubah sesuai usia, tetapi menjadi serupa dengan orang dewasa pada usia lima tahun. Namun CD4 persen tidak jauh berbeda dengan orang dewasa, dan oleh karena itu, CD4 persen dianggap tanda yang lebih tepat sebelum usia lima tahun. Perbedaan ini harus dipahami agar kita tidak salah tafsir keadaan kekebalan anak dengan akibat yang dapat buruk. Viral load Penurunan pada viral load sering lebih pelan pada anak yang mulai ART dibandingkan orang dewasa. Setiap anak berbeda, tetapi dibandingkan dengan orang dewasa, dapat membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai tingkat tidak terdeteksi, atau mungkin tidak dapat tercapai. Ini terutama terjadi pada anak yang lahir dengan viral load yang tinggi – hanya 40 persen anak mengalami penurunan pada viral load menjadi di bawah 500. Infeksi oportunistik dan pencegahan Seperti dibahas, anak berusia di bawah satu tahun sangat rentan terhadap berbagai infeksi, apa lagi terinfeksi HIV. Selain infeksi ‘biasa’, bayi ini juga berisiko terinfeksi beberapa infeksi oportunistik (IO), terutama infeksi paru termasuk TB, PCP dan pneumonia (radang paru) lain diakibatkan bakteri. Anak juga dapat terserang masalah jiwa, serta berbagai masalah umum, seperti diare dan kurang gizi. Oleh karena itu, pencegahan infeksi dengan obat (yang disebut profilaksis) sangat penting untuk anak HIV-positif (apakah yakin terinfeksi atau tidak). WHO mengusulkan profilaksis dengan kotrimoksazol (kotri) pada usia 4-6 minggu. Untuk informasi lebih lanjut, lihat Lembaran Informasi Spiritia 950 Profilaksis Kotri untuk Anak http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=950. Terapi antiretroviral untuk bayi dan anak Tujuan terapi Tujuan ART pada anak adalah untuk menahan kekebalan tubuhnya pada tingkat yang dapat melindunginya terhadap IO dan lanjutan penyakit. Seperti orang dewasa, ARV tidak akan menyembuhkan anak, tetapi membantu ‘mengendalikan’ virus dengan mengurangi replikasi virus, dan dengan demikian menahan sistem kekebalan tubuh. Pilihan ARV Ahkir-akhir ini, ada perkembangan yang baik akan pilihan obat untuk anak. Karena sulit menemukan jumlah anak yang dibutuhkan untuk melakukan uji coba klinis terhadap ARV, biasanya lebih sulit untuk mendapatkan obat baru untuk anak. Untungnya, kebanyakan obat utama sudah disetujui untuk dipakai –3– HIV dan Anak pada anak, walaupun ketersediaannya masih sangat sulit. Lagi pula, satu prihatinan untuk masa depan muncul karena anak yang terpajan pada nevirapine waktu lahir dapat resistan terhadap obat ini. Catatan: saat ini efavirenz belum disetujui untuk dipakai oleh anak berusia di bawah tiga tahun. Bentuk ARV untuk anak Biasanya, dianggap bahwa anak membutuhkan bentuk obat yang berbeda dengan orang dewasa. Karena takaran berbeda-beda tergantung pada permukaan badan, obat harus tersedia dengan bentuk sirop atau bubuk. Dan anak kecil sering mengalami kesulitan untuk menelan pil, yang menekankan pentingnya ketersediaan dengan bentuk sirop. Banyak ARV masih hanya tersedia dengan bentuk pil besar yang sulit ditelan oleh orang dewasa, apa lagi anak, dan juga tidak boleh dipotong. Sayangnya rasanya sirop sering sangat tidak enak, dan obat bentuk sirop masih sangat mahal. Sekarang semakin jelas bahwa anak di atas satu tahun dapat memakai pil atau pil yang dibuat puyer. Takaran pediatrik Takaran sangat berbeda untuk anak. Anak biasanya membutuhkan takaran yang lebih tinggi, kalau dibanding dengan berat badan. Cara obat disebarkan dan diuraikan dalam tubuh berbeda dengan orang dewasa, dan berubah tergantung besarnya. Dalam hal ini, takaran dewasa tidak cukup untuk menekankan virus pada anak. Rumusan khusus dipakai oleh apoteker dan dokter untuk menghitung takaran yang dibutuhkan oleh anak. Efek samping Seperti orang dewasa, anak juga mengalami efek samping (toksisitas) dari ARV. Sayangnya, toksisitas ini dapat menyebabkan dampak yang lebih buruk pada anak karena tubuhnya masih berkembang, dan masih sangat dini dalam ilmu ARV untuk mengetahui dampak jangka panjang pada anak yang memakainya. Sedang dilakukan penelitian jangka panjang untuk menyelidiki hal ini. Efek samping yang ringan Efek samping yang lebih umum dialami oleh anak serupa dengan orang dewasa: mual, muntah, diare, sakit perut, ruam, dan sakit kepala. Umumnya efek samping ini jangka pendek dan pulih beberapa bulan setelah mulai obat. Pentingnya gejala segera ditangani dan anak serta pendukungnya didukung. Kepatuhan harus terus-menerus didorong. Harus diupayakan agar pendukung anak tidak menjadi kecewa dengan ART akibat efek samping yang dapat ditangani. Efek samping yang berat Kita juga mengalami efek samping jangka panjang pada anak yang sangat memprihatinkan. Efek samping ini termasuk perpindahan lemak, penyakit terkait dengan kerusakan mitokondria, perubahan pada kepadatan tulang, lipid dan kolesterol yang tinggi, bahkan jenis kanker. Semakin banyak penelitian memberi informasi tentang efek samping dan memberi pengarahan pada dokter mengenai obat yang sebaiknya dipakai. Pemantauan Walaupun banyak efek samping dapat diketahui dengan menyimak anak dan pendukung, atau dengan periksa anak, dampak ARV pada organ tubuh dapat dinilai dengan beberapa tes darah. Tes darah lengkap dan fungsi hati seharusnya dilakukan untuk memantau toksisitas yang mungkin terjadi. Tes darah adalah siksaan berat untuk anak, yang dapat takut dan tidak mengerti apa yang dilakukan: anak kecil jarang mau diambil darahnya! Kapan mulai? Kita harus ingat bahwa semua anak adalah berbeda. Kesehatan beberapa anak dengan HIV akan cepat memburuk dalam beberapa bulan atau tahun, sedangkan yang lain tetap lumayan sehat selama bertahun- –4– HIV dan Anak tahun, dan sistem kekebalan mungkin tetap cukup kuat selama 10 tahun. Keadaan mungkin tidak sebaik ini pada daerah yang miskin, dengan tingkat kesehatan anak secara keseluruhan kurang baik. Ini saran dari pedoman WHO yang terbaru (http://www.spiritia.or.id/cst/pedanak.php) mengenai kapan sebaiknya anak mulai ART. Semua anak stadium 4 dan 3 sebaiknya mulai ART, tidak tergantung pada CD4%. Namun pada anak 12 bulan ke atas stadium 3 dengan penyakit tertentu, ART dapat ditunda bila CD4% di atas batas. Untuk anak dengan penyakit stadium 1 atau 2, sebaiknya mulai ART berdasakan CD4% tercantum, tetapi bila tes CD4 tidak tersedia, diusulakan ART ditunda pada anak Stadium 1. Stadium <12 bulan 12-35 bulan Obati semua Obati semua; dengan TB, dllb dapat ditunda bila CD4 masih tinggi 2 1a 5 tahun↑ Obati semua 4 3 36-59 bulan CD4 <25% TLC <4000 CD4 <20% TLC <3000 CD4 <15% TLC <2500 CD4 <15% atau <200 TLC <2000 (5-8 th) Catatan: a Bila jumlah CD4 tidak diketahui, tunda ART pada anak stadium 1 b Pneumonitis limfoid interstitialis bergejala, Oral hairy leukoplakia, trombositopenia Mulai dengan apa? Kombinasi ARV yang diusulkan untuk anak umumnya sama rejimen untuk orang dewasa seperti berikut – memang ada manfaat bila anak dapat memakai rejimen yang sama dengan orang tuanya. Lini pertama 2 NRTI + 1 NNRTI: • AZT + 3TC + nevirapine atau efavirenz • d4T + 3TC + nevirapine atau efavirenz Catatan: efavirenz hanya boleh dipakai bila usia lebih dari 3 tahun Lini kedua • ddI + ABC + lopinavir/r atau saquinavir/rb atau nelfinavir Catatan: Saquinavir/r hanya boleh dipakai dengan berat badan >25kg Pajanan pada nevirapine untuk mencegah penularan dari ibu-ke-bayi (PMTCT) dapat menyebabkan resistansi terhadap nevirapine, tetapi saat ini tampaknya hal ini tidak menimbulkan masalah besar. Saat ini, diusulkan anak tidak memakai tenofovir, karena obat ini dapat mempengaruhi tumbuhnya tulang. Kepatuhan Bila diperkirakan kepatuhan sulit buat orang dewasa, tantangan ini dapat jauh lebih besar buat anak. Faktor obat Obat sendiri menimbulkan berbagai tantangan buat anak. Semua anak benci dengan obat. Dengan ART, mereka mulai sesuatu yang harus dilanjutkan untuk seumur hidup. Walaupun ada perkembangan, rasa sebagian besar obat sangat tidak enak, ada banyak pil, pilnya sulit ditelan, mungkin ada aturan makan dan efek samping dapat menimbulkan rasa lebih sakit. Faktor anak/keluarga Biasanya sangat sulit buat anak untuk mengerti mengapa dia harus membetahkannya! Si anak biasanya tergantung pada pendukung untuk diberikan obat. Apakah obat benar-benar diberikan dan diminum? –5– HIV dan Anak Mungkin si anak menolak meminumnya, yang dapat melelahkan pendukung, apa lagi bila dia juga sakit. Si pendukung sendiri harus menghadapi banyak tantangan dan mungkin tidak dapat mengatasinya. • Gaya hidup si anak - Sesuaikan ART sekitar sekolah dan teman • Ketidakpahaman anak - Mengapa saya harus pakai obat? • Anak biasanya tergantung pada orang tua atau pengasuh untuk obatnya - Apakah orang tua sakit/tidak mampu memberi ART? - Apakah orang tua mempunyai pengalaman negatif dengan ART? - Apakah orang tua patuh? - Bagaimana orang tua mengatasi diagnosis sendiri DAN diagnosis anaknya? - Apa persepsi orang tua mengenai penyakit anaknya? Mendorong kepatuhan Mendorong kepatuhan mempunyai banyak segi-segi masalah, dan harus menjadi proses terus-menerus. Hal ini membutuhkan keterampilan tinggi, untuk menghadapi baik kebutuhan anak maupun kebutuhan pendukung. Si anak harus terlibat. Anak dapat mengatasi masalah jauh lebih baik bila mereka mengerti apa yang terjadi padanya, dan diberi kesempatan untuk mengendalikannya. Memakai penjelasan yang cocok buat anak dan usianya tentang kebutuhan akan obat ‘agar Anak dapat tetap kuat dan mencegah infeksi.’ • Menilai anak dan keluarga sebelum anak mulai ART • Membantu keluarga dalam perkembangan rutinitas untuk ART. ART TIDAK dibiarkan menguasai setiap unsur hidup sehari-hari • Pendekatan yang terbuka dan mendukung • Penjelasan sesuai dengan umurnya pada anak mengenai mengapa dia harus pakai obat • Dukungan dan penilaian ulang secara terus-menerus tentang keadaan setiap anak dan keluarganya • Dukungan sebaya dari orang tua dan anak lain Berbagai strategi dapat dipakai untuk membantu mendorong si anak untuk meminum ARV, serta membantu dan mendukung pendukung. Memakai gambar dan mainan untuk memasukkan kegembiraan dan agar si anak merasa dia yang mengendalikan proses memakai ART. Minum ARV pada waktu yang sama dengan orang tua atau kakak juga dapat membantu karena si anak ingin menjadi seperti mereka. Mainan dengan anak lain pada kelompok dukungan juga dapat membantu. • • • • • • Uji coba Main terapi Grafik tempelan Terapi kesenian Minum obat bersama orang tua Kelompok dukungan Ingatlah...... Seorang anak dengan HIV harus menghadapi tantangan yang luar biasa. Orang tuanya atau pendukungnya mungkin mempunyai keprihatinan yang semakin besar, sebagaimana mereka menghadapi penyakit sendiri dan kesusahan atau rasa salah mengenai infeksi HIV si anak. Ditambah lagi, ARV dapat menambah masalahnya bila mereka tidak didukung dan diberi semangat terusmenerus. Kita mempunyai peranan yang sangat besar!! –6–