NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS DAN PENGERTIAN RUANG LINGKUP HAN MAKALAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara di Bawah Bimbingan Dosen Bpk. FAUZUL ALIWARMAN, SHI., M.Hum. Oleh : KELOMPOK 1 KELAS B PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR SURABAYA 2013 1 TIM PENYUSUN GEOVANNI SAMANTHA (1271010037) IRFIANTO (1271010050) PUTRI YULIATI (1271010067) 2 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, yang kiranya patut penulis ucapkan, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki, namun demikian banyak pula pihak yang telah membantu kami dengan menyediakan dokumen atau sumber informasi, memberikan masukan pemikiran. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan kesempurnaan Makalah ini di waktu yang akan datang. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khusunya dan pembaca pada umumnya. Surabaya, 05 September 2013 Penyusun 3 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... 1 TIM PENYUSUN .............................................................................................................. 2 KATA PENGANTAR........................................................................................................ 3 DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 4 BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 5 1 1. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 5 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 5 1.3. Tujuan Penulisan............................................................................................ 5 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 6 2 .1. Konsep Negara Hukum ............................................................................ 6 2.1.1 Sejarah Pemikiran Negara Hukum ......................................................... 6 2.1.2 Definisi dan Pengertian Negara Hukum.............................................7 2.1.3 Paham Negara Hukum Indonesia ............................................................ 8 2.2. Konsep Negara Demokrasi ........................................................................ 9 2.2.1. Sejarah Pemikiran Demokrasi ............................................................... 9 2.2.2. Definisi dan Pengertian Negara Demokrasi .......................................... 9 2.2.3. Konsepsi Demokrasi Indonesia ............................................................. 10 2.3 Hubungan Antara Negara Hukum dan Demokrasi. ................................... 12 2.4. Istilah dan Pengertian HAN ...................................................................... 13 2.5 Ruang Lingkup HAN ................................................................................. 15 2.6 Asas Pemerintahan yang Baik............................................................17 BAB III PENUTUP.......................................................... ............................................. 19 3 l. Kesimpulan ................................................................................................ 19 3 l. Saran .......................................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 20 4 I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum tidak hanya berdasarkan pada kekuasaan belaka, selain itu juga berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Hal ini berarti Negara Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warga negaranya bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tanpa ada kecualinya. Pernyataan bahwa Indonesia merupakan negara hukum juga mempunyai konsekuensi, bahwa Negara Indonesia menerapkan hukum sebagai idiologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negara, sehingga hukum itu bersifat mengikat bagi setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negaranya. Negara hukum harus memenuhi beberapa unsur antara lain pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, harus berdasar hukum atau peraturan perundang-undangan, adanya jaminan terhadap hak asasi manusia, adanya pembagian kekuasaan dalam Negara, adanya pengawasan dari badan-badan peradilan. 1.2 Perumusan Masalah 1. Apa pengertian dari Negara Hukum yang Demokratis dan Ruang Lingkup HAN? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Dapat memahami dan megerti adanya negara hukum yang demokratis 2. Dapat memahami istilah dan pengertian HAN 3. Dapat mengetahui ruang lingkup HAN 5 II. Pembahasan 2.1 Konsep Negara Hukum 2.1.1 Sejarah Pemikiran Negara Hukum Dalam mengkaji dan memahami negara hukum, maka perlu diketahui tentang sejarah timbulnya pemikiran hukum. Pemikiran atau konsepsi manusia tentang negara hukum lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan. Atas dasar itu timbul konsep negara hukum dalam berbagai model seperti negara hukum menurut Al Qur’an dan Sunnah atau nomokrasi Islam, Negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental dan konsep Anglo Saxon, konsep socialist legality, dan konsep negara hukum Pancasila. Cita negara hukum untuk pertama kali dikemukakan oleh Plato ketika mengintroduksikan konsep Nomoi (buku2 Plato: Politeia, Politikos dan Nomoi) Penyelenggaraan Negara yang baik berdasarkan pada pengaturan yang baik. Ajaran Plato tersebut dipertegas oleh Aristoteles. Plato dalam bukunya Politeia sangat prihatin melihat keadaan negaranya yang dipimpin oleh orang yang haus akan harta, kekuasaan dan gila hormat. Pemerintah sewenangwenang yang tidak memperhatikan rakyatnya telah menggugah Plato untuk meewujudkan suatu negara yang ideal sekali sesuai dengan cita-citanya, suatu negara yang bebas dari pemimpin negara yang rakus dan jahat dengan keadilan yang dijunjung tinggi. Agar supaya negara menjadi baik, maka pemimpin negara harus diserahkan kepada filosof, karena filosof adalah manusia yang arif bijaksana, yang menghargai kesusilaan dan berpengetahuan tinggi. Namun Plato mengubah pendiriannya menganggap adanya hukum untuk mengatur warga negara, sekali lagi hanya untuk warga negara saja, karena hukum yang dibuat manusia tentunya tidak harus berlaku bagi penguasa itu sendiri, karena penguasa disamping memiliki pengetahuan untuk memerintah juga termasuk pengetahuan membuat hukum. Kemudian dengan memberikan perhatian dan arti yang lebih tinggi pada hukum, Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan pemerintah yang baik ialah yang diatur oleh hukum. Menurut Aristoteles, suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum: “Aturan yang konstitusional dalam negara berkaitan secara erat, juga dengan pertanyaan kembali apakah lebih baik diatur oleh manusia atau hukum terbaik, selama suatu pemerintahan menurut hukum, oleh sebab itu supremasi hukum diterima oleh Aristoteles sebagai tanda negara yang baik dan bukan semata-mata sebagai keperluan yang tak selayaknya”. 6 2.1.2 Definisi dan Pengertian Negara Hukum Istilah negara hukum (rechstaat). Dengan timbulnya gagasan-gagasan pokok yang dirumuskan dalam konstitusi-konstitusi dari abad IX, maka timbul juga istilah negara hukum atau rechtsstaat. Istilah negara hukum dirumuskan sebagai negara bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum yang terdapat pada rakyat. Djokosoetono mengatakan: “negara hukum yang demokratis sesungguhnya istilah ini adalah salah, sebab kalau kita bilangkan democratische rechtsstaat, yang penting dan primair adalah rechtsstaat”. Selanjtnya ia mengatakan “sekarang perkembangan daripada negara hukum yang dalam lapangan politik dan ilmu pengetahuan di Indonesia selalu diabaikan, tidak diketahui bahwa ada beberapa macam negara hukum”. Ini adalah perkembangan daripada bangunan staat tipe rechtsstaat dalam tiga tingkatan: formele rechtsstaat, liberale rechtsstaat dan materiele rechtsstaat. Definisi yang paling sederhana dari negara hukum adalah pandangan yang menyatakan bahwa negara hukum berinteraksi langsung dengan penekanan akan pentingnya pemberian jaminan atas hak-hak perorangan dan pembatasan terhadap kekuasaan politik, serta pandangan yang menganggap pengadilan tidak dapat dikaitkan dengan lembaga lain manapun. Dalam hal ini, lembaga peradilan menjadi sebuah tataran yang independen dalam arti terbebas dari pengaruh kekuasaan lain terutama oleh eksekutif. Profesor Utrecht membedakan ntara negara hukum formil atau negara hukum klasik dan negara hukum materiil atau negara hukum modern. Negara hukum formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundangundangan tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu negara hukum materiil yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian keadilan di dalamnya. Karena itu, Wolfgang Friedman dalam bukunya ‘Law in a Changing Society’ membedakan antara ‘rule of law’ dalam arti formil yaitu dalam arti ‘organized public power’, dan ‘rule of law’ dalam arti materiel yaitu ‘the rule of just law’. Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta akan terwujud secara substantif, terutama karena pengertian orang mengenai hukum itu sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian hukum formil dan dapat pula dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum materiil. Jika hukum dipahami secara kaku dan sempit dalam arti peraturan perundang-undangan semata, niscaya pengertian negara hukum yang dikembangkan juga bersifat sempit dan terbatas serta belum tentu menjamin keadilan substantive. Karena itu, di samping istilah ‘the rule of law’ oleh Friedman juga dikembangikan istilah ‘the rule of just law’ untuk memastikan bahwa dalam 7 pengertian kita tentang ‘the rule of law’ tercakup pengertian keadilan yang lebih esensiel daripada sekedar memfungsikan peraturan perundang-undangan dalam arti sempit. Kalaupun istilah yang digunakan tetap ‘the rule of law’, pengertian yang bersifat luas itulah yang diharapkan dicakup dalam istilah ‘the rule of law’ yang digunakan untuk menyebut konsepsi tentang Negara Hukum di zaman sekarang. 2.1.3 Paham Negara Hukum Indonesia Untuk menemukan rumusan hukum menurut bangsa Indonesia, kita hrus mencarinya dalam UUD 1945. Pada hakikatnya hukum adalah ketentuan-ketentuan yang dpilih oleh kelompok manusia yang akan memakai hukum tersebut untuk mengatur kehidupannya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Konsepsi negara hukum Indonesia berangkat dari prinsip dasar bahwa ciri khas suatu negara hukum adalah negara memberikan perlindungan kepada warganya dengan cara berbeda. Negara harus bersifat badan penyelenggara, badan pencipta hukum yang timbul dari hati sanubari rakyat seluruhnya. Unsur negara hukum berakar pada sejarah dan perkembangan suatu bangsa. Setiap bangsa atau negara memiliki sejarah tersendiri yang berbeda. Konsep negara hukum Indonesia secara tegas disebutkan dalam Konstitusi 1949, baik dalam Mukadimah Alinea ke-empat maupun didalam Batang Tubuh Pasal 1 ayat (1). Demikian pula dalam UUDS 1950 dalam Mukadimah Alinea ke-empat dan dalam Bab I Bagian I, Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950. Dalam UUD 1945 sebelum perubahan, baik dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh atau Pasal-Pasalnya tidak diketemukan rumusan atau istilah negara hukum. Namun dalam Penjelasannya disebutkan bahwa Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat). Kemudia istilah negara hukum digunakan secara jelas dan tegas dalam UUD 1945 sesudah perubahan dalam Pasal 1 ayat (3). Unsur-unsur utama negara hukum Indonesia adalah sebagai berikut: Pertama,bersumber pada Pancasila. Kedua, sistem konstitusi. Ketiga, kedaulatan rakyat. Keempat, persamaan dalam hukum. Kelima, kekuasaan kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain. Untuk melihat kedalam kategori negara hukum yang mana tergolong negara berdasar atas hukum itu, harus dicari dalam apakah tujuan Negara Republik Indonesia (negara berdasar atas hukum). Dan hal ini ditemukan dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea keempat. Dari petunjuk ini dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan negara Indonesia adalah menciptakan masyarakat adil dan makmur, dengan perkataan lain masyarakat sejahtera, sebab kata adil tidak menunjuk semata-mata pada material, tetapi lebih dekat dengan 8 (mengutamakan) spiritual. Jadi kalau negara barat baru mengenal negara kesejahteraan sekitar tahun 1960, maka bangsa Indonesia sudah merumuskannya pada tahun 1945 oleh Soepomo Bapak Konstitusi Indonesia. Itulah sebabnya diberi nama negara berdasar atas hukum, karena latar belakang asasnya cita negara Pancasila, sehingga konsepnya juga berbeda dengan berlatar belakang individualisme atau liberalisme. 2.2 Konsep Negara Demokrasi 2.2.1 Sejarah Pemikiran Demokrasi Gagasan mengenai demokrasi lahir dari kebudayaan Yunani Kuno dan gagasan mengenai kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran reformasi serta perang-perang agama yang menyusulnya. Gagasan demokrasi Yunani hilang dari muka dunia barat waktu bangsa Romawi, yang sedikit banyak masih kenal kebudayaan Yunani, dikatakan oleh suku bangsa Eropa Barat dan benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400). Dari sudut perkembangan demokrasi abad pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting, yaitu Magna Charta Piagam Besar 1215. Menurut Hans Kelsen, ide demokrasi berawal dari keinginan manusia untuk menikmati kebebasan (free will). Kebebasan yang mungkin didapat dalam masyarakat dan khusunya di dalam negara, tidak bisa berarti kebebasan dari setiap ikatan, tetapi hanya bisa berupa kebebasan dari satu macam ikatan tertentu. Misalnya, kebebasan politik adalah kebebasan dibawah tatanan sosial adalah penentuan kehendak sendiri dengan jalan turut serta dalam pembentukan tatanan sosial. Kebebasan politik adalah kemerdekaan dan kemerdekaan adalah kemandirian. Demokrasi menurut Karl Marx adalah demokrasi yang menekankan pemerintahan parlementer, pembagian kekuasaan dan kesetaraan dibawah hukum negara dan bukan negara dengan berdasarkan pada demokrasi borjuis. Meski dalam beberapa hal konsep Karl Marx tentang negara dan demokrasi ini belum menemui titik terang karena tidak adanya penjelasan yang khusus terhadap poin negara dan demokrasi 2.2.2 Definisi dan Pengertian Negara Demokrasi Istilah demokrasi yang berasal dari gabungan dua kata, yakni demos dan kratos, menunjukkan bahwa demos/populus/rakyat-lah yang menjadi titik sentral dari demokrasi. Sekalian gagasan, asumsi, konsep, dan teori tentang demokrasi yang telah diuraikan pada bagian terdahulu selalu terdapat satu penekanan yang sama bahwa sesungguhnya yang berkuasa dan titik sentral dalam demokrasi adalah rakyat (demos/ populus). Kekuasaan 9 demos/populus dalam konteks pembicaraan ini adalah terkait erat dengan entitas yang disebut dengan negara. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Kedaulatan (sovereignity) adalah ciri atau atribut hukum dari negara-negara dan sebagai atribut negara sudah lama ada, bahkan ada yang berpendapat bahwa kedaulatan itu mungkin lebih tua dari konsep negara itu sendiri. Asas kedaulatan rakyat atau paham demokrasi mengandung dua arti: Pertama, demokrasi yang berkaitan dengan sistem pemerintahan atau bagaimana caranya rakyat diikut sertakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kedua, demokrasi sebagai asas yang dipengaruhi keadaan kultural, historis suatu bangsa sehingga muncul istilah demokrasi konstitusional, demokrasi rakyat dan demokrasi Pancasila. Rakyat adalah titik sentral karena disuatu negara pada hakekatnya adalah pemegang kedaulatan yang menjadi sumber kekuasaan. Demokrasi berarti bahwa kehendak yang dinyatakan dalam tatanan hukum negara identik dengan kehendak dari para subyek tatanan hukum tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. 2.2.3 Konsepsi Demokrasi Indonesia Konsepsi demokrasi Indonesia adalah berdasarkan pada sila keempat Pancasila yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa demokrasi Indonesia adalah menganut tipe demokrasi perwakilan. Menurut Frans Magnis-Suseno, secara konseptual ada dua kelemahan dari tipe demokrasi perwakilan, yaitu: (1) rakyat tidak langsung dapat membuat hukum dan (2) demokrasi perwakilan dapat menjadi totaliter. Bahkan demokrasi perwakilan juga bisa terjebak menjadi oligarkis jika minoritas memutlakkan kehendaknya terhadap mayoritas rakyat. Kebutuhan untuk menjalinkan nilai dasar Pancasila dengan prinsip dasar demokrasi tersebut adalah dilandaskan pada pemahaman bahwa Pancasila merupakan ideologi terbuka 10 yang memungkinkannya untuk diberikan nilai-nilai baru yang segar agar Pancasila tidak kehilangan nilai aktualitasnya tanpa kehilangan nilai filosofisnya. Apalagi perumusan kedaulatan rakyat dalam UUD Tahun 1945 (Pasal 1 ayat 2) telah terjadi pergeseran dari kedaulatan dilakukan sepenuhnya oleh MPR menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” semakin memperkuat pemikiran untuk memberi makna baru terhadap demokrasi berdasarkan Pancasila tersebut. Kehadiran demokrasi yang membawa pesan dan cita-cita yang mulia tersebut bukannya tanpa kritik dan cela. Hal ini terjadi manakala demokrasi hanya sebatas terhadap hal-hal yang sifatnya prosedural dan teknis, seperti yang dikonsepsikan oleh Schumpeter. Demokrasi yang demikian ini tekanannya hanya pada terselenggaranya pemilu saja, dengan memobilisasi suara rakyat untuk berpartisipasi di dalamnya dan setelah itu mereka diterlantarkan. Dalam konteks ini ada 3 (tiga) kritik Geoff Mulgan terhadap paradoks demokrasi yang patut diketengahkan. Pertama, demokrasi cenderung melahirkan oligarki dan teknokrasi. Pertanyaannya: mungkinkah tuntutan rakyat banyak bisa diwakili dan digantikan oleh sekelompok kecil elite yang menilai politik sebagai karier untuk memperoleh keuntungan finansial? Kedua, prinsip-prinsip demokrasi seperti keterbukaan, kebebasan, dan kompetisi juga acap kali dikuasai oleh kekuatan modal. Ketiga, media acapkali mereduksi partisipasi rakyat. Kelihaian media massa yang mengemas opini seakan-akan mewakili opini publik berujung pada semakin kecilnya partisipasi langsung rakyat. Jean Baechler berpendapat bahwa demokrasi tidak saja mengandung kebajikankebajikan, namun juga dapat terbersit adanya kecurangan (korupsi) dalam demokrasi. Tipetipe utama kecurangan dalam demokrasi tersebut meliputi kecurangan politis, kecurangan ideologis dan kecurangan moral. Fareed Zakaria juga menengarai dalam demokrasi bisa saja terjadi penyimpangan yang sumbernya berasal dari dua hal, yaitu (1) berasal dari otokrat terpilih dan (2) berasal dari rakyatnya sendiri. Yang terakhir ini, mayoritas rakyat terutama di negara berkembang sering kali meruntuhkan hak-hak asasi manusia serta mengkorupsi toleransi dan keterbukaan yang ada. Apapun konsep, asumsi dan indikator yang dibangun oleh para ahli, serta bagaimana penerimaan dan penyesuaian demokrasi yang dipraktikkan oleh masing-masing negara, namun setidak-tidaknya ada dua kerangka dasar yang sangat esensial yang niscaya harus hadir di dalam di suatu negara yang yang didasarkan pada demokrasi. Tanpa kehadiran dua kerangka dasar yang esensial tersebut sungguh sangat sulit untuk menyatakan bahwa demokrasi telah hadir di suatu negara, sebab keduanya merupakan prinsip dasar demokrasi yang eksistensinya tidak boleh ditiadakan. Tanpa kehadiran kedua prinsip dasar tersebut, 11 maka demokrasi yang dianut oleh suatu negara menjadi kehilangan makna hakikinya. Kedua prinsip dasar demokrasi tersebut adalah: (1) kedaulatan rakyat dan (2) partisipasi aktif warganegara secara berkelanjutan. Pada negara yang dibangun atas paham demokrasi mengandung makna bahwa pada tingkat terakhir rakyatlah yang menentukan terhadap masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya. Termasuk dalam hal ini adalah untuk merencanakan, merumuskan, menentukan, dan mengevaluasi kebijakan yang dibuat negara, sebab dengan kebijakan itulah yang akan menentukan jalannya kehidupan masyarakat. Jadi, negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau, manakala dilihat dari perspektif organisasi, maka ia adalah suatu bentuk pengorganisasian negara yang dilakukan oleh dan/atau atas persetujuan rakyat sendiri, sebab kedaulatan berada ditangan rakyat. 2.3 Hubungan Antara Negara Hukum dan Demokrasi Hukum yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara atau pemerintah diartikan sebagai hukum yang dibuat atas dasar-dasar kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Begitu eratnya tali-menali antara paham negara hukum dan kerakyatan, sehingga ada sebutan negara hukum yang demokratis atau democratische rechtsstaat. Mungkin tampak bahwa cita-cita demokrasi diwujudkan dengan sempurna jika bukan hanya pembuatan undang-undang tetapi juga pelaksanaannya (eksekutif dan judikatif) sepenuhnya demokratis. Namun demikian satu pengkajian lebih dekat menunjukkan bahwa kenyataannya tidak demikian. Karena pelaksanaan menurut definisinya semata adalah pelaksanaan hukum, maka pengorganisasian kekuasaan eksekutif harus menjamin legalitas pelaksanaan. Fungsi eksekutif dan judikatif harus sesuai mungkin dengan hukum yang dibuat oleh organ legislatif. Apabila pembuatan undang-undang adalah demokratis, dan itu berarti pembuatan undang-undang itu mencerminkan kehendak rakyat, maka semakin demokratis pelaksanaannya semakin sesuai dengan postulat legalitas. Apabila penyelenggaraan ini diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan dari lembaga-lembaga ini, maka pengorganisasian semacam itu akan sepenuhnya demokratis. Dalam kaitannya dengan negara hukum, kedaulatan rakyat merupakan unsur materiil negara hukum, disamping masalah kesejahteraan rakyat. Prinsip demokrasi dari penentuan kehendak sendiri, dibatasi kepada prosedur pencalonan organ-organ khusus ini. Bentuk pencalonan yang demokratis adalah pemilihan. Organ yang diberi wewenang untuk membuat atau melaksanakan norma-norma hukum 12 dipilih oleh para subyek yang perbuatannya diatur oleh norma-norma hukum ini. Untuk membuktikan hubungan yang sesungguhnya dari perwakilan, tidaklah cukup bahwa wakil diangkat atau dipilih oleh yang diwakili. Wakil perlu diwajibkan secara hukum untuk melaksanakan kehendak dari orang-orang yang diwakilinya dan pemenuhan kewajiban ini harus dijamin oleh hukum. Salah satu asas penting negara hukum adalah asas legalitas. Substansi dari asas legalitas tersebut adalah menghendaki agar setiap tindakan badan atau pejabat administrasi berdasarkan undang-undang. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan sebanyak mungkin memperhatikan kepentingan rakyat. Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-undang. 2.4 Istilah dan Pengertian HAN Ada berbagai istilahdi dalam penyebutan Hukum Administrasi Negara yang merupakan terjemahan dari Administratiefrecht yang dikenal di Negara Belanda, Verwaltungsrecht di Jerman, Droit Administratif di Perancis, Administratif Law di negara Inggris dan Amerika. Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia dahulu merupakan bekas jajahan Belanda, sehingga Hukum Administrasi Negara Indonesia merupakan terjemahan dari Administratiefrecht. Untuk menerjemahkan Administratiefrecht dari Hukum Belanda ini para ahli hokum di Indonesia belum ada kata sepakat. Baru setelah dikeluarkannya UU No.5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh para ahli. E.Utrecht dalam bukunya “Pengantar Hukum Administrasi” , mulamula memakai istilah Hukum Administrasi Negara Indonesia. WF Prins dalam bukunya “Inleiding in het administratiefrecht” memakai istilah Hukum Tata Usaha Negara Indonesia. Wirjono Prodjodikoro memakai istilah Hukum Tata Usaha Pemerintah. Prajudi Atmasudirdjo memakai istilah Hukum Administrasi Negara. Dalam SK Mendikbud tanggal 30 Desember 1972 No.0198/U/1972 tentang Kurikulum Minimal menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan. Rapat staf dosen Fakultas-fakultas Hukum Negri seluruh Indonesia yang diadakan pada bulan Maret 1973 di Cibulan memakai istilah Hukum Administrasi Negara dengan tidak menutup kemungkinan menggunakan istilah lain. SK Kurikulum yang terakhir menggunakan istilah Hukum Tata Usaha Negara. 13 2.4.1 Pengertian Hukum Administrasi Negara Ada bebrapa ahli yang mencoba membirikan pengertian tentang Hukum Tata Usaha Negara, diantaranya : JHP Bellafroid; Oppenheim; Logemann; E.Utrecht; dan Prajudi Atmasudirdjo. JHP Bellafroid menyatakan bahwa Hukum Tata Usaha Negara/Hukum Tata Pemerintahan adalah keseluruhan aturan-aturan tentang cara bagaimana alat-alat perlengkapan pemerintahan dan badan-badan kenegaraan serta majelis-majelis pengadilan khusus yang diserahi pengadilan tata usaha negara hendaknya memenuhi tugasnya. Oppenheim mengemukakan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah apabila badanbadan itu menggunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya oleh HukumTata Negara. Hukum Administrai Negara menggambarkan negara dalam keadaan bergerak. Logemann mengetengahkan Hukum Pemerintahan/Hukum Administrasi Negara sebagai seperangkat norma-norma yang menguji hukum istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat (Alat Tata Usaha Negara/ Alat Administrasi Negara) melakukan tugas mereka yang khusus. Hukum Administrasi Negara tidak identik/sama dengan hukum yang mengatur pekerjaan administrasi negara, karena hukum yang mengatur pekerjaan administrasi negara sudah termasuk dalam Hukum Tata Negara. De La Bascecour Caan menyatakan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab maka negara berfungsi (bereaksi). Dengan demikian peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungan antara warga negara dengan pemerintahannya. Hukum Administrasi Negara terbagi atas dua bagian, yakni : Pertama, Hukum Administrasi Negara menjadi sebab maka negara berfungsi atau bereaksi; Kedua, Hukum Administrasi Negara mengatur hubungan antara warga negara dengan pemerintah. Sir W.Ivor Jenning mengemukakan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang berhubungan dengan administrasi negara. Hokum ini menentukan organisasi kekuasaan dan tugas-tugas dari pejabat-pejabat administrasi. R. Kranenburg memberikan definisi Hukum Administrasi Negara dengan memperbandingkannya dengan Hukum Tata Negara, meskipun hanya sekedar perlu untuk pembagian tugas. Menurutnya Hukum Administrasi Negara adalah meliputi hokum yang mengatur susnan dan wewenang khusus dari alat perlengkapan badan-badan seperti kepegawaian (termasuk mengenai pensiun) peraturan wajib militer, pengaturan mengenai 14 pendidikan/pengajaran, peraturan mengenai jaminan sosial, peraturan mengenai perumahan, peraturan perburuhan, peraturan jaminan orang miskin, dan sebagainya. E.Utrecht mengemukakan bahwa Hukum Administrasi Negara/Hukum Pemerintahan adalah hokum yang menguji hubungan hokum istimewa yang bila diadakan akan memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus. 2.5 RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Adapun ruang lingkup dari HukumAdministrasi Negara adalah bertalian erat dengan tugas dan wewenang lembaga negara (administrasi negara) baik di tingkat pusat maupun daerah, perhubungan kekuasaan antar lenbaga negara (administrasi negara), dan antara lembaga negara dengan warga masyarakat (warga negara) serta memberikan jaminan perlindungan hukum kepada keduanya, yakni kepada warga masyarakat dan administrasi negar itu sendiri. Dalam perkembangan sekarang ini dengan kecenderungan negara turut campur tangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, maka peranan Hukum Administrasi Negara (HAN) menjadi luas dan kompleks. Kompleksitas ini akan membuat luas dan complicated dalam menentukan rumusan ruang lingkup HAN. Secara historis pada awalnya tugas negara masih sangat sederhana, yakni sebagai penjaga malam (natchwachter staad) yang hanya menjaga ketertiban, keamanan, dan keteraturan serta ketentraman masyarakat. Oleh karenanya negara hanya sekedar penjaga dan pengatur lalu lintas kehidupan masyarakat agar tidak terjadi benturan-benturan, baik menyangkut kepentingan hak dan kewajiban, kebebasan dan kemerdekaan, dan atau benturan-benturan dalam kehidupan masyarakat lainnya. Apabila hal itu sudah tercapai, tugas negara telah selesai dan sempurna. Pada suasana yang demikian itu HAN tidak berkembang dan bahkan statis. Keadaan seperti ini tidak akan dijumpai saat ini, baik di Indonesia maupun di negaranegara belahan dunia lainnya. Dalam batas-batas tertentu (sekecil, sesederhana dan seotoriter apapun) tidak ada lagi negara yang tidak turut ambil bagian dalam kehidupan warga negaranya. Untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya hal tersebut, maka perlu dibentuk hukum yang mengatur pemberian jaminan dan perlindungan bagi warga negara (masyarakat) apabila sewaktu waktu tindakan administrasi negara menimbulkan keraguan pada warga masyarakat dan bagi administrasi negara sendiri. Untuk mewujudkan cita-cita itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Sjachran Basah bahwa fungsi hukum secara klasik perlu ditambah dengan fungsi-fungsi lainnya untuk menciptakan hukum sebagai sarana pembaharuan 15 masyarakat. Oleh karena itu hukum harus tidak dipandang sebagai kaidah semata-mata, akan tetapi juga sebagai sarana pembangunan, yaitu berfungsi sebagai pengarah dan jalan tempat berpijak kegiatan pembangunan untuk mencapai tujuan kehidupan bernegara. Di samping itu sebagai sarana pembaharuan masyarakat hukum harus juga mampu memberi motivasi cara berpikir masyarakat kearah yang lebih maju, tidak terpaku kepada pemikiran yang konservatif dengan tetap memperhatikan factorfaktor sosiologis, antropologis, dan kebudayaan masyarakat. Namun demikian seperti apa yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmaja hukum tetap harus memperhatikan, memelihara dan mempertahankan ketertiban sebagai fungsi klasik dari hukum. Mengenai ruang lingkup yang dipelajari dalam studi Hukum Administrasi Negara, Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan ada enam ruang lingkup yang dipelajari dalam HAN yaitu meliputi : 1) Hukumtentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrasi negara; 2) Hukum tentang organisasi negara; 3) Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari administrasi negara, terutama yang bersifat yuridis; 4) Hukum tentang sarana-sarana dari administrasi negara terutama mengenai kepegawaian negara dan keuangan negara; 5) Hukum administrasi pemerintah daerah dan Wilayah, yang dibagi menjadi : a. Hukum Administrasi Kepegawaian; b. Hukum Administrasi Keuangan; c. Hukum Administrasi Materiil; d. Hukum Administrasi Perusahaan Negara. 6) Hukum tentang Peradilan Administrasi Negara. Kusumadi Pudjosewojo, membagi bidang-bidang pokok Hukum Administrasi Negara sebagai berikut : 1. Hukum Tata Pemerintahan; 2. Hukum Tata Keuangan termasuk Hukum Pajak; 3. Hukum Hubungan Luar Negri; 4. Hukum Pertahanan dan Keamanan Umum. Walther Burekhardt menyebutkan bidang-bidang pokok bagian dari Hukum Administrasi Negara, yaitu : 16 1. Hukum Kepolisian, berisi aturan-aturan hukum yang mengandung norma untuk bertingkah laku, bersifat larangan/pengingkaran dan mengadakan pembatasan-pembatasan tertentu terhadap kebebasan seseorang guna kepentingan keamanan umum; 2. Hukum Perlembagaan, yaitu aturan-aturan hukum yang ditujukan kepada panguasa untuk menyelenggarakan perkembangan rakyat dan pembangunan dalam lapangan kebudayaan, kesenian, Ilmu Pengetahuan, kerohanian dan kejasmanian, kemasyarakatan dan lain-lain (pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah, perpustakaan, tentang rumah sakit). Dengan meluasnya bidang-bidang kebebasan bergeraknya perseorangan maka penguasa wajib mengatur hubungan-hubungan hukum individu-individu tersebut berdasarkan tugasnya yakni menyelenggarakan kepentingan umum; 3. Hukum Keuangan, yaitu aturan-aturan hukum tentang upaya menyediakan perbekalan guna melaksanakan tugas-tugas penguasa. Misalnya, aturan tentang pajak, bea dan cukai, peminjaman uang bagi negara dan lainlainnya. 2.6 Asas-asas umum pemerintahan yang baik (ABBB) yang telah memperoleh tempat yang layak dalam peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi di Neederland dan dikembangkanoleh teori ilmu hukum yang diakui oleh Prof. Kuntjoro Purbopranoto antara lain tiga belas (13) asas, yakni : 1. Asas kepastian hukum (principle of legal security); 2. Asas keseimbangan (principle of proportionality); 3. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of equality); 4. Asas bertindak cermat (principle of carefulness); 5. Asas motifasi untuk setiap keputusan (principle of motivation); 6. Asas jangan mencampuradukkan kewenangan (principle of non misure of competence); 7. Asas permainan yang layak (principle of fair play); 8. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness or prohibition of arbritariness); 9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised expectation); 10. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the consequences of annulled decicion); 11. Asas perlindungan atas pandangan hidup (principle of protecting the personal way of life); 12. Asas kebijaksanaan (sapientia); 13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public servis). Asas-asas tersebut berpangkal tolak dari teori-teori hukum dan yurisprudensi serta norma-norma yang hidup 17 dalam masyarakat. Untuk itu berlakunya asas-asas umum pemerintahan yang baik ini di Indonesia harus diselesaikan dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945, dan juga tampaknya UU Peratun sudah mengakuinya dengan mencantumkan dalam rumusan ketentuan pasal 53 ayat 2 UU Peratun beserta penjelasannya yakni mengenai alasan-alasan pengajuan gugatan ke Peratun yang sekaligus dipakai sebagai dasar pengujian oleh hakim untuk memutuskan sengketa administrasi negrara dengan warga masyarakat atau badan hukum perdata BAB III PENUTUP Kesimpulan Untuk menemukan rumusan hukum menurut bangsa Indonesia, kita hrus mencarinya dalam UUD 1945. Pada hakikatnya hukum adalah ketentuan-ketentuan yang dpilih oleh kelompok manusia yang akan memakai hukum tersebut untuk mengatur kehidupannya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Konsepsi negara hukum Indonesia berangkat dari prinsip dasar bahwa ciri khas suatu negara hukum adalah negara memberikan perlindungan kepada warganya dengan cara berbeda. Negara harus bersifat badan penyelenggara, badan pencipta hukum yang timbul dari hati sanubari rakyat seluruhnya. Unsur negara hukum berakar pada sejarah dan perkembangan suatu bangsa. Setiap bangsa atau negara memiliki sejarah tersendiri yang berbeda. Saran Berdasarkan prinsip negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti bahwa dalam sebuah negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud perjanjian sosial tertinggi. Oleh karena itu, aturan-aturan dasar konstitusional harus menjadi dasar dan dilaksanakan melalui peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan negara dan kehidupan masyarakat. Salah satu asas penting negara hukum adalah asas legalitas. Substansi dari asas legalitas tersebut adalah menghendaki agar setiap tindakan badan atau pejabat administrasi berdasarkan undang-undang. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan sebanyak mungkin 18 memperhatikan kepentingan rakyat. Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-undang. 19 DAFTAR PUSTAKA Buku : Azhary, Negara Hukum Indonesia-Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-Unsurnya. Jakarta: UI-Press, 1995. Dahlan Thaib, Kedaulatan Rakyat Negara Hukum Dan Konstitusi. Yogyakarta: Liberty, 2000. Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia; Kesinambungan dan Perubahan. Jakarta: LP3ES, 1990. Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik. Jakarta: Rajawali, 1983. Ellydar Chaidir, Negara Hukum Demokrasi dan Konstalasi Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2007. Fareed Zakaria, The Future of Freedom. 2003. Diterjemahkan oleh Ahmad Lukman, Masa Depan Kebebasan: Penyimpangan Demokrasi di Amerika dan Negara Lain. Jakarta: Ina Publikatama, 2004. Undang-Undang : Website : http://buumbum.blogspot.com/2012/03/h-ubungan-antara-negara-hukum-dan.htm http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20996/4/Chapter%20I.pdf. http://www.slideshare.net/ lalolaeaster1/negara-hukum-dan-negara-hukum-demokratis http://elearning.upnjatim.ac.id/ main/document/document.php?cidReq=HKK3004&curdirpath=%2FMateri_UTS 20