7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai 2.1.1 Definisi Daerah

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sungai
2.1.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sungai
Daerah Aliran Sungai merupakan suatu cekungan geohidrologi yang
dibatasi oleh daerah tangkap air dan dialiri oleh suatu badan sungai dan
merupakan penghubung antara kawasan daratan di hulu dengan kawasan pesisir,
sehingga kondisi di kawasan hulu akan berdampak pada kawasan pesisir. DAS
meliputi semua komponen lahan, air dan sumberdaya biotik yang merupakan
suatu unit ekologi dan mempunyai keterkaitan antar komponen. DAS mempunyai
banyak sub-sistem yang juga merupakan fungsi dan bagian dari suatu konteks
yang lebih luas (Clark, 1996 dalam Lumbanbatu, 2013).
Banyak definisi yang digunakan dalam memahami daerah aliran sungai,
diantaranya terdapat dalam Undang-Undang RI No. 7 Tahun 2004, pasal 1 tentang
Sumberdaya Air yang menyatakan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS)
didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya,
yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh oleh aktifitas daratan
(Rauf dkk, 2011).
Menurut Suranggajiwa (1978) dalam Lumbanbatu (2013), Daerah Aliran
Sungai adalah suatu ekosistem yang merupakan kumpulan dari berbagai unsur
7
Universitas Sumatera Utara
8
dimana unsur-unsur utamanya adalah vegetasi, tanah, air serta manusia dan segala
daya upayanya yang dilakukan di daerah tersebut.
Menurut Rauf, dkk (2011), Berdasarkan kaitannya dengan wilayah daratan
tempat berlangsungnya salah satu siklus hidrologi yaitu sebagai tempat
berlangsungnya penampungan, pengaliran, dan pendistribusian air, maka wilayah
DAS dapat dibedakan kedalam:
1. DAS bagian atas (DAS hulu)
Ciri-ciri: adanya kerapatan drainase alami yang tinggi diakibatkan oleh
banyaknya mata air yang membentuk anak-anak sungai yang rapat, kawasan hulu
DAS selalu di dominasi oleh kawasan hutan.
Fungi: sebagai daerah tangkapan atau resapan air yang sekaligus sebagai
kawasan konservasi tanah dan air, kawasan lindung dan kontrol terhadap erosi
lahan dan hutan.
2. DAS bagian tengah (DAS tengah)
Ciri-ciri: kerapatan drainase yang lebih rendah karena keberadaan drainase
alaminya sudah merupakan kumpulan dari beberapa anak sungai dari bagian hulu.
Fungsi: sebagai daerah untuk pengaliran, dan pengalokasian atau
pendistribusian serta pengendalian banjir.
3. DAS bagian bawah (DAS hilir)
Ciri-ciri: ditandai dengan kawasan yang umumnya landai hingga datar
yang menuju ke outlet air sehingga arus air sungai umumnya lambat (tenang),
sungai lebar dan berbentuk huruf U, banyak terdapat kawasan pengendapan, baik
Universitas Sumatera Utara
9
berupa buffer area sungai maupun rawa-rawa dan cekungan-cekungan tempat
terakumulasinya air berlebih saat terjadi hujan.
Fungsi: sebagai daerah pemanfaatan air dan sedimentasi, pengendalian
banjir serta pencegahan intrusi air laut.
Menurut Haslam (1992) yang di kutip oleh Lumbanbatu (2013), Sungai
sebagai komponen utama DAS mempunyai beberapa definisi:
1. Sungai atau aliran sungai adalah jumlah air yang mengalir sepanjang lintasan
di darat menuju ke laut sehingga sungai merupakan suatu lintasan dimana air
yang berasal dari hulu bergabung dan menuju ke suatu arah yaitu hilir
(muara).
2. Sungai merupakan suatu tempat kehidupan perairan membelah daratan.
2.1.2 Bagian-Bagian Sungai
Mulyanto (2007) mengatakan bahwa sungai biasanya memiliki bentuknya
sendiri sesuai faktor-faktor yang mengaturnya, terutama faktor geologi dari daerah
aliran sungainya, serta iklim di tempat tersebut. Bahkan di dalam sebuah sungai
sendiri, timbul pula perbedaan antara bagian-bagiannya. Kearah memanjang,
sebuah sungai dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang berbeda sifat-sifatnya
yaitu:
1. Bagian Hulu Sungai
Bagian hulu sungai terletak paling hulu. Topografi hulu ini terdiri dri
lereng-lereng yang curam dan kondisi geologinya terdiri dari lapisan batuan dasar
yang belum lapuk. Curamnya kelandaian aliran menyebabkan tingginya kecepatan
Universitas Sumatera Utara
10
aliran yang mempunyai daya gerus dan kapasitas transport sedimen yang sangat
besar sehingga mengakibatkan:
a. Arus akan menggerus dasar sungai dan membentuk alur dengan aliran yang
deras,
b. Waktu terkumpulnya aliran ke dalam alur akan sangat singkat sehingga
hidrograf debit alurnya akan cepat mencapai puncaknya,
c. Menyebabkan konsentrasi sedimen di dalam alirannya di dalam hilir akan
bertambah besar.
2. Bagian Sungai Alluvial yang Mengalir Bantaran Sungai
Dalam alirannya ke hilir yang lebih landai memasuki bagian sungai
alluvial, butir-butir sedimen dari bagian hulu yang lembut akan terbawa. Karena
kecepatan yang tinggi benturan dan geseran material yang terbawa alirannya
menghasilkan butir-butir yang lebih halus. Secara umum sungai alluvial akan
berubah dari arah aliran lurus membentuk lintasan yang berkelok-kelok.
3. Sungai Pasang Surut
Pada sungai pasang surut selalu terjadi perubahan periodik ketinggain
muka air disebabkan oleh pengaruh pasang surut. Air laut akan memasukinya
pada saat pasang naik dan mengalir kembali ke laut pada saat pasang surut.
Bagian sungai pasang surut ini mempunyai panjang yang berubah-ubah sesuai
musim dan sangat ditentukan oleh debit air tawar dari hulu dan periode pasang
astronomis yaitu pasang surut air laut yang disebabkan oleh gaya tarik surya dan
bulan yang saling bekerjasama dengan gravitasi bumi karena jaraknya lebih dekat,
gaya tarik bulan lebih berpengaruh.
Universitas Sumatera Utara
11
4. Muara Sungai
Pada muara sungai ini alur akan berbatasan dengan laut pada garis pantai.
Pada muara, terjadi dua arah aliran yaitu debit air tawar dari hulu ke hilir, dan air
laut pada saat pasang naik ke arah hulu. Sifat aliran pada muara sungai ini sangat
tergantung pada bentuk bukaan mulut dan alurnya:
a. Pada muara yang berubah-ubah lebar dan dalamnya, muka air di dalamnya
pada saat pasang naik akan berubah dengan cepat yaitu menurun pada
pelebaran dan meninggi pada penyempitan.
b. Pada muara dengan bukaan dan alur yang sempit, gelombang pasang akan
cepat lenyap dan pada saat surut muka airnya hampir serentak turun di
sepanjang alurnya.
c. Pada bukaan dan alur yang lebar dan dangkal serta arus yang kuat, akan terjadi
hydraulic boure, yaitu muka aliran air yang hampir vertikal.
d. Muara dengan bukaan berbentuk trompet sangat ideal untuk navigasi karena
pada saat air pasang naiknya muka air di dalam alur hampir mendekati
horizontal.
Proses pengendapan dan pengerusan di dalam muara akan dipengaruhi
oleh aliran dari hulu dan pasang surutnya air laut yang masuk kedalamnya. Pada
saat surut, akan terjadi beberapa berikut:
a. Sedimen dasar yang terbawa ke dalam dan mengendap pada dasar bagian
sungai pasang surut akan terbawa kedalam muara, termasuk juga sedimen
layang yang telah mengumpul dan mengendap menjadi sedimen dasar.
Universitas Sumatera Utara
12
b. Penggumpalan sedimen layang akan berlanjut dan sebagian akan mengendap
di dalam muara dan sebagian lagi akan terus terbawa ke laut.
c. Aliran air surut di dalam muara ini akan memasuki laut dan pada saat itu
kecepatan alirannya akan mengecil mendekati nol. Sedimen dari hulu akan di
endapkan di dalam muara.
d. Muara akan mendangkal sehingga tidak mampu melewatkan debit besar
berikutnya kecuali dengan menambah lebarnya.
Pada saat pasang naik:
a. Air pasang akan membawa serta ke dalam muara sedimen layang yang
menggumpal di laut, untuk diendapkan di dalam muara.
b. Hanyutan sedimen sekunder yang terbawa arus littoral kedepan bukaan muara
akan ikut terbawa masuk oleh pasang naik, sehingga mengakibatkan
terjadinya penumpukan endapan.
5. Delta Sungai
Proses pengendapan dan penggerusan di dalam muara sungai akan
membentuk gugus endapan yang berupa pualu-pulau kecil yang berkembang
semakin luas dan semakin tinggi yang menjadi embryo delta. Dengan
terbentuknya muara-muara baru pada cabang-cabang baru maka proses
pembentukan embrio delta ini juga akan berlangsung didalamnya.
2.1.3 Fungsi Sungai
Sungai merupakan salah satu unsur alam yang sangat berperan dalam
kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia tidak dapat lepas dari
arti penting sungai dikarenakan dalam kehidupan sehari-hari manusia pasti
Universitas Sumatera Utara
13
memanfaatkan sungai dalam berbagai hal. Akan tetapi pemanfaatan sungai yang
berlebih dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran dan rusaknya tatanan
sungai. Contohnya tercemarnya sungai akibat buangan limbah rumah tangga
maupun industri di sekitar sungai, sehingga mengakibatkan terdapatnya banyak
kandungan organik dan anorganik (logam berat) seperti merkuri (Hg), timbal (Pb),
cadmium (Cd) di dalam air. Hal tersebut dapat menjadi toksik bagi biota sungai
(Sukadi, 1999) .
Menurut Mulyanto (2007), banyak manfaat yang dapat diambil dari
sebuah sungai, diantaranya:
1. Air: air merupakan kebutuhan dari keseluruhan makhluk untuk kelangsungan
hidup, serta dimanfaatkan sebagai penunjang produksi pangan untuk
pembasahan lahan irigasi dan perikanan.
2. Aliran: bersama dengan airnya akan menghasilkan energi, pembersih
pencemaran dan dapat sebagai fasilitas rekreasi.
3. Alur: jalan transportasi dan unsur pertahanan dan keamanan terutama dimasa
lalu.
4. Sedimen: dapat di pakai sebagai bahan bangunan, membentuk maupun
menyuburkan lahan.
5. Lembah, delta: dapat dikembangkan sebagai areal permukiman, pertanian dan
industri.
Menurut Maryono (2005) sungai dapat berfungsi sebagai:
1. Saluran eko-drainase (drainase ramah lingkungan)
2. Saluran irigasi
Universitas Sumatera Utara
14
3. Fungsi ekologi
2.1.4 Pencemaran Sungai
Secara alamiah, sungai dapat tercemar pada daerah permukaan air saja.
Pada sungai yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah kecil bahan
pencemaran akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi
sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang
diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbarui. Tetapi
terkadang sebuah sungai mengalami pencemaran yang berat sehingga air
mengandung bahan pencemaran yang sangat
besar. Akibatnya, proses
pengenceran dan biodegradasi akan sangat menurun jika arus air mengalir
perlahan karena kekeringan atau penggunaan sejumlah air untuk irigasi. Hal ini
juga mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut. Suhu yang tinggi dalam air
menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh bakteri pengurai
aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara (Darmono,
2001).
Menurut Darmono (2001) pencemaran yang dapat terjadi di sungai antara
lain:
1.
Pencemaran Oleh Mikroorganisme
Berbagai kuman penyebab penyakit pada makhluk hidup seperti bakteri,
virus, protozoa dan parasit sering mencemari air. Kuman yang masuk kedalam air
tersebut berasal dari buangan limbah rumah tangga maupun buangan dari industri
peternakan, rumah sakit, tanah pertanian dan lain sebagainya. Pencemaran dari
kuman penyakit ini merupakan penyebab utama terjadinya penyakit pada orang
Universitas Sumatera Utara
15
yang terinfeksi. Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran air ini disebut Waterborne disease dan sering ditemukan pada penyakit tifus, bakteri, kolera, dan
disentri.
2.
Pencemaran Oleh Bahan Inorganik Nutrisi Tanaman
Penggunaan pupuk nitrogen dan fosfat dalam bidang pertanian telah
dilakukan sejak lama secara meluas. Pupuk kimia ini dapat menghasilkan
produksi tanaman pangan yang tinggi sehingga digunakan petani. Tetapi di lain
pihak, nitrat dan fosfat dapat mencemari sungai, danau, dan lautan. Sebetulnya
sumber pencemaran nitrat ini tidak hanya berasal dari pupuk pertanian saja,
karena di udara atmosfer bumi mengandung 78% gas nitrogen. Pada waktu hujan
dan terjadi kilat dan petir, di udara akan terbentuk ammonia dan nitrogen (NH 4-,
NO3-) dan terbawa air hujan menuju permukaan tanah. Nitrogen akan bersenyawa
dengan komponen yang kompleks lainnya.
3.
Limbah Organik Menyebabkan Kurangnya Oksigen Terlarut
Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen dalam air ialah limbah
organik yang terbuang dalam air. Limbah organik akan mengalami degradasi dan
dekomposisi oleh bakteri aerob (menggunakan oksigen dalam air), sehingga lamakelamaan oksigen yang terlarut dalam air akan sangat berkurang. Dalam kondisi
berkurangnya oksigen tersebut hanya spesies organisme tertentu saja yang dapat
hidup.
4.
Pencemaran Bahan Kimia Inorganik
Bahan kimia inorganik seperti asam, garam dan bahan toksik logam
seperti Pb, Cd, Hg dalam kadar yang tinggi dapat menyebabkan air tidak enak
Universitas Sumatera Utara
16
untuk di minum. Di samping dapat menyebabkan matinya kehidupan air seperti
ikan dan organisme lainnya, pencemaran bahan tersebut juga dapat menurunkan
produksi tanaman pangan dan merusak peralatan yang dilalui air tersebut (karena
bersifat korosif).
5.
Pencemaran Bahan Kimia Organik
Bahan kimia organik seperti minyak, plastik, pestisida, larutan pembersih,
detergen dan masih banyak lagi bahan organik terlarut yang digunakan oleh
manusia dapat menyebabkan kematian pada ikan maupun organisme air lainnya.
Lebih dari 700 bahan kimia organik sintetis ditemukan dalam jumlah relatif
sedikit pada permukaan air tanah untuk minum di Amerika, dan dapat
menyebabkan gangguan pada ginjal, gangguan kelahiran, dan beberapa macam
bentuk kanker pada hewan percobaan di laboratorium. Tetapi sampai sekarang
belum diketahui apa akibatnya pada orang yang mengkonsumsi air tersebut
sehingga dapat menyebabkan keracunan kronis.
6.
Sedimen dan Bahan Tersuspensi
Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah, dan bahan
kimia inorganik menjadi bentuk bahan tersuspensi di dalam air, sehingga bahan
tersebut menjadi penyebab polusi tertinggi di dalam air. Kebanyakan sungai dan
daerah aliran sungai selalu membawa endapan lumpur yang disebabkan erosi
alamiah dari pinggir sungai. Akan tetapi, kandungan sedimen yang terlarut pada
hampir semua sungai meningkat terus karena erosi dari tanah pertanian,
kehutanan, konstruksi, dan pertambangan. Partikel yang tersuspensi menyebabkan
kekeruhan dalam air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air
Universitas Sumatera Utara
17
lainnya memperoleh makanan, mempersulit tanaman air melakukan fotosintesis,
pakan ikan menjadi tertutup lumpur, insang ikan dan kerang tertutup oleh sedimen
dan akan mengakumulasi bahan beracun seperti pestisida dan senyawa logam.
Bagian bawah sedimen akan merusak produksi pakan ikan (plankton), merusak
telur ikan, dan membendung aliran sungai dan danau.
2.2
Pencemaran (Polusi) Air
2.2.1 Pengertian Pencemaran (Polusi) Air
Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 menyebutkan bahwa
pencemaran air adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi,
dan atau komponen lain ke dalam air atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan
manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
air tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Mulia, 2005).
Sedangkan yang dimaksud dengan bahan pencemar adalah bahan yang di buang
ke lingkungan dan dapat menyebabkan perubahan tatanan lingkungan. Menurut
Fardiaz (1992), Polutan air dapat dikelompokkan atas 9 kelompok berdasarkan
perbedaan sifat-sifatnya sebagai berikut:
1. Padatan
2. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen
3. Mikroorganisme
4. Komponen organik sintetik
5. Nutrien tanaman
6. Minyak
7. Senyawa anorganik dan mineral
Universitas Sumatera Utara
18
8. Bahan radioaktif
9. Panas
2.2.2 Sifat Air Tercemar (Terpolusi)
Menurut Wardhana (2004), indikator atau tanda bahwa air telah tercemar
dapat di lihat dari sifatnya seperti berikut:
a. Adanya perubahan suhu air
b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen
c. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air
d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut
e. Adanya mikroorganisme
f. Meningkatnya radioaktifitas air lingkungan.
2.3
Logam dan Logam Berat
2.3.1 Pengertian Logam dan Logam Berat
Istilah “logam” secara khas menunjukkan suatu unsur yang merupakan
konduktor listrik yang baik dan mempunyai konduktivitas panas, rapatan,
kemudahan di tempa, kekerasan, dan keelektropositifan yang tinggi. Logam
memasuki hidrosfer dari beragam sumber, secara alami atau di sebabkan oleh
manusia. Pada skala waktu geologi sumber alami seperti kerusakan secara
kimiawi dan kegiatan gunung berapi merupakan mekanisme pelepasan yang
terbesar yang bertanggung jawab terhadap susunan kimiawi pada ekosistem laut
dan air tawar (Connel, 1995).
Menurut Slamet (1994) logam dikelompokkan menjadi:
a. Logam berat dan logam ringan
Universitas Sumatera Utara
19
b. Logam esensial dan tidak esensial
c. Trace mineral (logam yang terdapat hanya sedikit) dan yang bukan trace
mineral
Logam berat (heavy metal) adalah logam dengan massa jenis lima atau
lebih, dengan nomor atom 22 sampai dengan 92. Logam berat masih termasuk
golongan logam dengan kriteria yang sama dengan logam-logam lain,
perbedaannya hanya terletak pada pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini
berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup (Palar, 2008).
2.3.2 Karakteristik Logam Berat
Istilah logam berat sebetulnya telah dipergunakan secara luas, terutama
dalam perpustakaan ilmiah, sebagai suatu istilah yang menggambarkan bentuk
dari logam tertentu. Karakteristik dari kelompok logam berat menurut Palar
(2008) diantaranya:
a. Memiliki spesifikasi graviti yang sangat besar (lebih dari 4)
b. Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida dan
aktinida
c. Mempunyai respon biokimia khas pada organisme hidup
Niebor dan Richardson menggunakan istilah logam berat untuk
menggantikan pengelompokan ion-ion logam ke dalam 3 kelompok biologi dan
kimia. Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut (Palar, 2008):
a. Logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu
dengan unsur oksigen atau disebut juga dengan oxygen seeking metal.
Universitas Sumatera Utara
20
b. Logam-logam dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan
unsur nitrogen dan atau unsur belerang (sulfur) atau disebut juga
nitrogen/sulfur seeking metal.
c. Logam antara atau logam transisi yang memiliki sifat khusus sebagai logam
pengganti untuk logam-logam dari kelas A dan logam dari kelas B.
2.3.3 Penyebaran Logam di Alam
Unsur logam ditemukan secara luas di seluruh permukaan bumi. Mulai
dari tanah dan batuan, badan air, bahkan pada lapisan atmosfer yang menyelimuti
bumi. Umumnya logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan
dengan unsur lain, dan sangat jarang yang ditemukan dalam bentuk elemen
tunggal (Palar, 2008).
1. Logam dalam batuan dan tanah
Pada tahun 1969, skinner, salah seorang ahli kimia dunia, mengusulkan
untuk mengelompokkan bahan alam atau sumber daya yang berasal dari dalam
lapisan bumi ke dalam beberapa kelompok. Pengelompokan yang diusulkannya
adalah sebagai berikut (Palar, 2008):
a. Bahan yang menghasilkan logam dan teknologi
b. Bahan untuk bangunan
c. Bahan mineral untuk industri kimia
d. Bahan mineral untuk pertanian
e. Bahan bakar fosil (minyak bumi)
f. Bahan bakar nuklir, dan
g. air
Universitas Sumatera Utara
21
2. Logam dalam perairan
Menurut Leckie dan James (1974) dalam Palar (2008), kelarutan dari
unsur-unsur logam dan logam berat dalam badan perairan di kontrol oleh:
a. pH badan air.
b. Jenis dan konsentrasi logam dan khelat.
c. Keadaan komponen mineral teroksidasi dan sistem yang berlingkungan
redoks.
Keberadaan logam-logam dalam badan perairan dapat berasal dari sumber
alamiah seperti berasal dari erosi, logam-logam yang dilepaskan gunung berapi di
laut dalam, dan dari partikel atau endapan oleh adanya proses kimiawi. Sedangkan
dari aktifitas manusia dapat bersumber dari kegiatan pertambangan, limbah rumah
tangga, limbah buangan industri, dan aliran pertanian (Connel, 1995).
Ada banyak faktor yang menjadi daya racun dari logam berat yang terlarut
dalam badan perairan, diantaranya (Palar, 2008) :
a. Bentuk logam dalam air, apakah organik atau anorganik.
b. Keberadaan logam lain, adanya logam lain dalam badan air dapat
memungkinkan logam tertentu menjadi sinergis atau sebaliknya.
c. Fisiologis dari biota, proses fisiologis yang terjadi pada biota turut
memengaruhi tingkat logam berat yang terakumulasi dalam tubuh biota air
tersebut.
d. Kondisi biota, kondisi biota berkaitan dengan fase-fase kehidupan yang
dilaluinya.
Universitas Sumatera Utara
22
3. Logam dalam atmosfer
Logam-logam di atmosfer berdasarkan sumber alamiahnya berasal dari
debu-debu hasil aktifitas gunung berapi, erosi dan pelapukan tebing dan tanah,
asap dari kebakaran hutan, dan aerosol dan partikulat dari permukaan lautan
(Connel, 1995)
2.3.4 Jalur Masuk (Portal Entri)
Portal entri adalah pintu masuknya xenobiotik kedalam tubuh organisme.
Beberapa portal entri yang penting menurut Slamet (1994) diantaranya:
1. Oral
Pintu masuk melalui mulut dan masuk ke dalam saluran pencernaan.
Portal entri ini sering dipakai xenobiotik, akan tetapi xenobiotik yang masuk tidak
akan mudah mencapai peredaran darah.
2. Inhalasi
Yaitu masuknya xenobiotik lewat saluran pernafasan. Portal entri ini akan
memudahkan xenobiotik masuk kedalam peredaran darah karena tipisnya dinding
paru-paru yang berhadapan dengan dinding kapiler darah yang juga hanya terdiri
dari selapis sel.
3. Insang
Insang pada ikan yang dewasa mempunyai luas permukaan terbesar di
seluruh tubuhnya. Racun dengan demikian dapat mudah masuk ke dalam tubuh
insang lewat ikan.
Universitas Sumatera Utara
23
4. Dermal
Xenobiotik yang memasuki tubuh lewat dermal akan lebih mudah
memasuki peredaran darah jika dibandingkan dengan melalui oral.
5. Parenteral
Xenobiotik masuk ke dalam tubuh melalui suntikan dan dapat langsung
masuk ke dalam peredaran darah.
2.3.5 Proses Ekokinetika
Ekokinetika diartikan sebagai gerakan suatu zat racun dalam suatu
ekosistem. Di lingkungan pada dasarnya terdapat 4 kompartemen yang akan
menentukan lokasi dan interaksi zat kimia, yaitu air, udara, tanah, dan
biota/mikroorganisme. Apabila suatu zat diemisikan, maka lingkungan akan
mendistribusikannya ke berbagai kompartemen seperti air, udara, tanah, dan biota
sampai suatu saat akan terjadi suatu keseimbangan baru, yang tergantung pada
berbagai sifat kimia-fisika baik xenobiotik maupun lingkungannya (Slamet,
1994).
Secara spesifik, zat kimia akan mengalami transpor ke berbagai
kompartemen lingkungan apabila terdapat zat yang dapat bereaksi dengannya
membentuk senyawa lain. Selain itu pada saat yang sama akan terjadi paparan
terhadap zat asli maupun yang di trasformasi terhadap berbagai organisme yang
ada di sekitarnya ataupun yang jauh sekali dari lokasi, tergantung media transpor,
persistensi, dan iklim yang memengaruhinya. Paparan dapat berbentuk macammacam tergantung dari wujud xenobiotik, apakah berbentuk gas, cair, ataupun
Universitas Sumatera Utara
24
padatan yang sekaligus juga menentukan cara xenobiotik memasuki organisme
(Slamet, 1994).
Menurut Slamet (1994), prediksi dan perilaku zat di lingkungan dapat
berakhir dengan 3 kemugnkinan, yaitu:
1. Zat kimia tetap berada pada tempat dimana dia mulai masuk atau diemisikan
2. Zat kimia terbawa masuk ke tanah, sedimen, air, atau atmosfer
3. Zat kimia bertransformasi atau terurai melalui proses kimia, fisik, atau biologi.
Menurut Slamet (1994), Jumlah xenobiotik yang diemisikan akan
mengalami nasib di lingkungan dan ditentukan oleh berbagai proses seperti:
1. Adsorpsi-desorpsi-sedimentasi
2. Input-evaporasi
3. Reaksi dengan zat lain membentuk senyawa baru.
Proses kinetik dapat digolongkan ke dalam proses biotik dan abiotik.
Dalam proses biotik segala reaksi dapat terjadi secara enzimatik. Sedangkan
proses abiotik yang berupa proses fisis adalah transport lokal, regional dan global,
leaching, evaporasi dari perairan dan atau padatan, deposisi dari atmosfer baik
basah maupun kering, dan sedimentasi zat organik. Proses biotik yang berupa
proses kimiawi meliputi proses hidrolisis, oksidasi, dan reaksi-reaksi fotokimia
(Slamet, 1994).
2.3.6 Toksisitas Logam Berbahaya
Menurut Slamet (1994), Tokosisitas logam dapat bersifat kronis dan akut,
sangat tergantung pada berbagai faktor:
1. Toksisitas akut, tergantung pada:
Universitas Sumatera Utara
25
a. Dosis tinggi sekaligus dalam waktu pendek, maka efek bisa akut dan parah
b. Waktu pemaparan pendek tetapi massif
c. Portal entri memungkinkan masuk ke peredaran darah dengan cepat
2. Toksisitas kronik, tergantung pada:
a. Dosis yang tidak tinggi, tetapi paparan yang menahun
b. Gejala tidak mendadak ataupun sangat kronis
c. Organ dapat seluruhnya terkena
2.4
Pencemaran Logam Berat
Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu proses
yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Pada
awal digunakannya logam sebagai alat, belum di ketahui pengaruh pencemaran
pada lingkungan. Proses oksidasi dari logam yang menyebabkan perkaratan
sebetulnya merupakan tanda-tanda adanya hal tersebut diatas. Tahun demi tahun
ilmu kimia berkembang dengan cepat dan dengan mulai ditemukannya garam
logam HgNO3, PbNO3, HgCl, CdCl2, dan lain-lain serta di perjualbelikannya
garam tersebut untuk industri, maka tanda-tanda pencemaran lingkungan mulai
timbul. Suatu produksi dalam industri yang memerlukan suhu tinggi seperti
pertambangan batu bara, pemurnian minyak, pembangkit tenaga listrik dengan
energi minyak, dan pengecoran logam, banyak mengeluarkan limbah pencemaran,
terutama pada logam-logam yang relatif mudah menguap dan larut dalam air
(bentuk ion), seperti arsen (Ar), cadmium (Cd), timbal hitam (Pb) dan merkuri
(Hg) (Darmono, 1995).
Universitas Sumatera Utara
26
Pencemaran logam berasal dari buangan langsung berbagai jenis limbah
yang terancu, gangguan pada cekungan perairan, presipitasi, dan jatuhan dari
atmosfer. Menurut wittmann (1979) dalam Connel (1995) sumber utama
pencemaran logam bersumber dari:
1. Kegiatan pertambangan
Kegiatan proses pengambilan bijih, peleburan, dan penyulingan minyak
dapat menyebabkan hamburan dan penimbunan sejumlah besar logam runutan
seperti Pb, Zn, Cu, As, dan Ag ke dalam saluran pembuangan di sekelilingnya
atau pengeluaran langsung ke dalam lingkungan perairan.
2. Cairan limbah rumah tangga dan aliran air badai perkotaan
Pencemaran logam terbesar bersumber dari limbah rumah tangga yang
berasal dari sampah-sampah metabolik, korosi pipa-pipa air (Cu, Pb, Zn, dan Cd)
dan produk-produk konsumer seperti detergen. Pembuangan sampah lumpur juga
dapat menyumbangkan pencemaran logam (Cu, Pb, Zn, Cd, dan Ag) ke dalam air
penerima.
3. Limbah dan buangan industri
Emisi logam dari pembakaran bahan bakar fosil juga merupakan sumber
utama perancu logam di udara yang ada di dalam air alamiah dan daerah aliran
sungai, pembakaran bahan bakar yang mengandung timah hitam juga memberikan
sumbangan pada timbunan timah hitam di perkotaan.
4. Aliran Pertanian
Tanah-tanah pertanian dapat menjadi kaya akan logam runutan dari sisasisa hewan dan tumbuhan, pupuk posfat, herbisida dan fungisida tertentu, serta
Universitas Sumatera Utara
27
melalui pemakaian cairan limbah atau lumpur sebagai sumber makanan tanaman.
Selanjutnya dikatakan bahwa ada dua hal yang menyebabkan logam berat
digolongkan sebagai pencemar yang berbahaya, yaitu tidak dihancurkan oleh
mikroorganisme yang hidup di lingkungan dan terakumulasi dalam komponenkomponen lingkungan, terutama air dengan membentuk senyawa kompleks
bersama bahan organik dan anorganik secara adsorpsi dan kombinasi (Apriadi,
2005).
Menurut Widowati,dkk (2008) Penggunaan logam sebagai bahan baku
berbagai jenis industri untuk memenuhi kebutuhan manusia akan memengaruhi
kesehatan manusia melalui 2 jalur, yaitu:
1. Kegiatan industri akan menambah polutan logam dalam lingkungan udara, air,
tanah, dan makanan.
2. Perubahan bikomia logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri dapat
memengaruhi kesehatan manusia.
Polutan logam mencemari lingkungan, baik di lingkungan udara, air, dan
tanah yang berasal dari proses alami dan kegiatan industri. Proses alami antara
lain siklus alamiah sehingga bebatuan gunung berapi dapat memberikan
kontribusi ke lingkungan udara, air, dan tanah. Kegiatan manusia yang dapat
menambah polutan bagi lingkungan berupa kegiatan industri, pertambangan,
pembakaran bahan bakar, serta kegiatan domestik lain yang mampu meningkatkan
kandungan logam di lingkungan udara, air, dan tanah. Pencemaran logam di darat
yakni di tanah, selanjutnya akan mencemari bahan pangan, baik yang berasal dari
tanaman atau hewan dan akhirnya di konsumsi oleh manusia. Pencemaran logam
Universitas Sumatera Utara
28
baik berasal dari industri, kegiatan domestik, maupun sumber alami dari batuan
akhirnya sampai ke sungai/laut dan selanjutnya mencemari manusia melalui ikan,
air minum, atau air sumber irigasi dalam pertanian sehingga tanaman sebagai
sumber pangan manusia tercemar logam (Widowati dkk, 2008). Untuk lebih
jelasnya, lihat gambar 2.1
Universitas Sumatera Utara
29
Batuan, gunung berapi
Industri
Limbah
logam
Fitoplankton
Zooplankton
Bentos
Darat
Sungai
Pertanian, peternakan
Air
minum
Laut
Udara
Kolam
Pangan,
tanaman, hewan
Ikan
Manusia
Gambar 2.1 Pejalanan logam sampai ke tubuh manusia
Universitas Sumatera Utara
30
2.5
Pencemaran Perairan Oleh Logam Berat
Keberadaan logam berat dalam perairan dapat bersumber dari limbah
perkotaan, pertambangan, pertanian, dan industri. Selain itu logam berat secara
alami memang ada di alam namun dalam jumlah yang kecil, logam pada
ekosistem air secara alami hanya berkisar kurang dari 1 μg/l. Jumlah tersebut
dapat meningkat seiring dengan semakin meningkatnya volume limbah yang
berasal dari industri, pertambangan, pertanian, serta rumah tangga yang masuk
kedalam perairan alami. Logam berat yang bersifat toksik ini dapat bertahan lama
dan menumpuk di lingkungan. Pada tabel 2.1 dapat di lihat kandungan logam
berat yang secara alami terdapat pada air laut dan air sungai. Apabila kandungan
logam berat berlebihan terdapat dalam perairan, maka dapat berdampak negatif
pada biota air serta manusia, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan terhadap
batasan logam berat pada perairan yang dapat di lihat pada tabel 2.2 (Darmono,
2001)
Tabel 2.1 Konsentrasi Beberapa Logam Dalam Air Laut dan Sungai
Secara Alamiah
Logam
Air laut (μg/l)
Air sungai (μg/l)
As
2,6
2
Cd
0,11
Tt
Cr
0,2
1
Pb
0,03
3
Sumber waldichuk (1974)
Tabel 2.2 Standar Konsentrasi Logam Dalam Air yang Direkomendasikan
Logam
Simbol
Standar (mg/L)
Besi
Fe
5,0
Cadmium
Cd
0,01
Timbal
Pb
0,10
Sumber: palupi (1994)
Universitas Sumatera Utara
31
Pencemaran perairan oleh logam berat yang terjadi di danau, muara, dan
laut lebih tinggi jika dibandingkan dengan sungai, hal itu disebabkan proses
pelarutan dalam danau, waduk, muara, dan laut sering kurang efektif daripada
dalam sungai karena air dalam danau , waduk, dan laut banyak terdiri dari lapisanlapisan yang sedikit mengalami percampuran. Bentuk lapisan air tersebut juga
dapat mengurangi tingkat oksigen terlarut, terutama pada lapisan paling bawah.
Disamping itu, aliran air yang sangat kecil menyebabkan daya pengenceran dan
penambahan oksigen terlarut yang rendah (Darmono, 2001).
Di dalam air biasanya logam berikatan dengan senyawa kimia atau dalam
bentuk logam ion, bergantung pada kompartemen tempat logam tersebut berada.
Tingkat konsentrasi logam berat dalam air dibedakan menurut tingkat
pencemarannya, yaitu polusi berat, polusi sedang, dan non polusi. Suatu perairan
dengan tingkat polusi berat biasanya memiliki kandungan logam berat dalam air
dan organisme yang hidup di dalamnya yang cukup tinggi. Pada tingkat polusi
sedang, kandungan logam berat dalam air dan biota yang hidup di dalamnya
berada dalam batas marjinal. Sedangkan pada tingkat non polusi, kandungan
logam berat dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya sangat rendah,
bahkan tidak terdeteksi (Mukono, 2001).
Menurut Mukono (2002) tujuan untuk mengetahui konsentrasi logam
dalam lingkungan perairan adalah:
1. Mengetahui konsentrasi logam yang tinggi dalam hewan air, baik ikan air laut
maupun ikan air tawar, yang dapat di gunakan sebagai pedoman untuk
Universitas Sumatera Utara
32
mencegah terjadinya toksisitas kronis maupun akut pada orang yang
memakannya.
2. Mengetahui konsentrasi logam yang tinggi dalam air dan sedimen, yang dapat
digunakan sebagai pedoman untuk memonitor kualitas air yang mungkin
digunakan sebagai irigasi maupun air minum, yang akhirnya berakibat buruk
bagi orang yang mengonsumsinya.
Darmono (2001) mengatakan bahwa untuk mengetahui siklus perputaran
logam dalam air dapat dipelajari dengan mengetahui proses perpindahan logam
berat yang melibatkan transformasi dan transport dari kompartemen satu ke
kompartemen lainnya didalam suatu lingkungan perairan, adapun hal yang perlu
diketahui yaitu:
1. Bentuk fisik-kimia dari logam yang terdapat didalam setiap kompartemen.
2. Proses yang menstimuli terjadinya transportasi logam dalam sistem tersebut.
3. Suatu proses perpindahan logam dalam suatu kompartemen ke kompartemen
lainnya.
4. Suatu kejadian logam berat berinteraksi dengan biota air.
Universitas Sumatera Utara
33
Gambar 2.2 Proses pencemaran logam dalam air sungai mulai dari hulu sampai ke
muara sungai
Gambar 2.3 Sistem biogeokimia sirkulasi logam dalam kehidupan biologi air laut
dan air tawar
Universitas Sumatera Utara
34
2.6
Toksisitas Logam Berat pada Hewan Air
Menurut Darmono (2001), semua spesies kehidupan dalam air sangat
terpengaruh oleh hadirnya logam yang terlarut dalam air, terutama pada
konsentrasi yang melebihi normal. Ada beberapa faktor yang memengaruhi daya
toksisitas logam dalam air terhadap makhluk yang hidup didalamnya, yaitu
sebagai berikut:
1. Bentuk ikatan kimia dari logam yang terlarut.
2. Pengaruh interaksi antara logam dan jenis toksikan lainnya.
3. Pengaruh lingkungan seperti suhu, kadar garam, pH, dan kadar oksigen yang
terlarut dalam air.
4. Kondisi hewan, fase siklus hidup (telur, larva, dewasa), besarnya ukuran
organisme, jenis kelamin, dan kecukupan kebutuhan nutrisi.
5. Kemampuan hewan untuk menghindar dari pengaruh polusi.
6. Kemampuan organisme untuk beraklimatisasi terhadap bahan toksik logam.
Logam dalam jaringan organisme air menurut Darmono (2001) dibagi
menjadi dua kelas, yaitu logam kelas A yang terdiri dari Na, K, Ca, dan Mg, yang
pada dasarnya bersifat elektrostatik dan pada larutan garam berbentuk ion
hidrofilik. Logam tipe kelas B yang terdiri dari Cu, Zn, Ni, Cd, Pb, Hg. Logam
pada kelas B bersifat lebih mudah dan cepat melakukan penetrasi dalam tubuh
organisme air daripada logam dari kelas A. Sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada jaringan tubuh (insang dan usus) organisme air dan
terakumulasinya logam berat pada hati dan ginjal (Darmono, 2001).
Universitas Sumatera Utara
35
Hewan air seperti ikan yang mengakumulasi logam berat dapat mencemari
manusia pada saat manusia memakan ikan yang mengandung logam tersebut.
Adapun rantai makanan dan gambaran tingkat transfer logam berat (Pb) pada ikan
di dalam air ke dalam tubuh manusia, dapat dilihat pada gambar 2.4 (Palar, 2008)
Manusia (konsumen III)
Ikan (mujair) (Konsumen ke II)
Bentos (konsumen ke II)
Di
makan
Dentritus (Konsumen I)
Crustacea (Konsumen ke II)
Tumbuhan (produsen)
Gambar 2.4 Rantai makanan dan akumulasi Pb
2.6.1 Toksisitas Logam Berat pada Jenis Ikan
Ikan merupakan salah satu organisme air yang rentan terhadap pencemaran
logam berat. Ikan dapat memasukkan logam berat yang berasal dari air atau
sedimen kedalam tubuhnya hingga 100-1000 kali lebih besar dari lingkungannya
(Darmono, 2001). Logam berat akan terakumulasi dalam tubuh ikan melalui air
dan pakan yang terkontaminasi. Proses bioakumulasi logam dalam jaringan ikan
cukup bervariasi, tergantung pada jenis logam dan spesies ikan. Ikan mempunyai
kemampuan untuk menghindar dari cemaran logam berat dengan berenang cepat,
akan tetapi bagi ikan yang hidup pada aliran sungai, danau, dan teluk, cenderung
lebih sulit menghindar dari pencemaran. Hal ini dapat menyebabkan kematian
Universitas Sumatera Utara
36
pada beberapa spesies ikan, terutama ikan yang habitatnya pada perairan dangkal
(Darmono, 2001).
2.6.2 Pengaruh Toksisitas Logam Berat pada Insang
Insang sebagai alat pernafasan ikan juga digunakan sebagai alat pengatur
tekanan antara air dan dalam tubuh ikan. Insang sangat peka terhadap pengaruh
toksisitas logam berat. Logam kelas B (Pb) sangat reaktif terhadap ligan sulfur
dan nitrogen, sehingga ikatan logam kelas B tersebut sangat penting bagi fungsi
normal metaloenzim dan juga metabolisme terhadap sel. Bilamana metaloenzim
di subsitusi oleh logam yang bukan semestinya, maka akan menyebabkan protein
mengalami deformasi dan mengakibatkan menurunnya kemampuan katalik enzim
tersebut. Hal ini sering terjadi pada sel epitel insang tempat beberapa macam
logam kelas B terikat. Di samping gangguan sistem biokimiawi, masuknya logam
berat yang tidak semestinya pada insang juga dapat mengakibatkan perubahan
struktur morfologi insang, penurunan sel darah merah pada lamela sekunder
insang, dan hipoksia karena kesulitan mengambil oksigen dalam air (Darmono,
2001).
2.6.3 Toksisitas Logam Berat pada Alat Pencernaan
Toksisitas logam berat pada saluran pencernaan juga dapat terjadi pada
pakan yang terkontaminasi logam, juga dapat melalui air yang mengandung dosis
toksik logam. Akibatnya terjadi kerusakan pada mukosa usus dan gangguan
sistem enzim pada hati ikan (Darmono, 2001).
Universitas Sumatera Utara
37
2.6.4 Toksisitas Logam Berat pada Ginjal Ikan
Ginjal berfungsi untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang biasanya
tidak dibutuhkan oleh tubuh, termasuk bahan racun seperti logam berat yang
toksik. Hal tersebut menyebabkan ginjal sering mengalami kerusakan oleh daya
toksik logam (Darmono, 2001).
2.6.5 Akumulasi Logam Berat dalam Jaringan
Menurut Prosi (1979) dalam Connel (1995) pada umumnya, ada beberapa
faktor yang memengaruhi akumulasi logam oleh makhluk hidup perairan, yaitu :
1. Ketersediaan logam secara biologi untuk hewan pada tingkat trofik yang lebih
tinggi, pada umumnya lebih ditentukan oleh perpindahan dari air dibandingan
dari makanan.
2. Makhluk hidup pemangsa bersaing diketahui mengakumulasi logam di dalam
jaringannya dengan tingkat kandungan yang tinggi, tetapi memindahkan
hanya sebagian kecil saja pada makhluk predator.
3. Sedimen dan detritus biasanya mengandung kepekatan logam tertinggi di
dalam sistem yang tercemar dan hewan pemangsa sedimen dan detritus
cenderung untuk mengakumulasi logam dalam kepekatan yang lebih tinggi di
bandingkan hewan pada tingkat trofik yang lebih tinggi.
4. Jangka waktu hidup hewan pada tingkat trofik yang lebih tinggi biasanya lebih
besar daripada makhluk hidup pada tingkat yang lebih rendah. Dengan
demikian, penambahan yang berhubungan dengan umur dapat merupakan
faktor yang nyata yang memengaruhi tingkat penambahan logam pada tingkat
trofik yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
38
Toksisitas timbal (Pb) terhadap organisme akuatik berkurang dengan
meningkatnya kesadahan dan kadar oksigen terlarut. Toksisitas timbal (Pb) lebih
rendah dari pada cadmium (Cd), merkuri (Hg), dan tembaga (Cu) akan tetapi lebih
toksik daripada kromium (Cr), mangan (Mn), barium (Ba), zinc (Zn), dan Besi
(Fe) (Bangun, 2005 dalam Effendi, 2003).
2.7
Logam Berat Timbal (Pb)
2.7.1 Karakteristik Logam Berat Timbal (Pb)
Timbal (Pb) atau plumbum atau yang dalam keseharian dikenal dengan
nama timah hitam masuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada
tabel periodik unsur dan memiliki nomor atom (NA) 82, berat atom 207,19, titik
cair 328º C, titik didih 1740º C, dan memiliki gravitasi 11,34. Timbal (Pb) pada
awalnya adalah logam berat yang secara alami terdapat di kerak bumi akan tetapi
jumlahnya sangat sedikit yaitu hanya berkisar 0,0002%, namun timbal (Pb) juga
dapat berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali
lebih banyak dibandingkan timbal (Pb) alami (Widowati dkk, 2008).
Gambar 2.5 Logam Berat Timbal (Pb)
Timbal (Pb) merupakan logam pascatransisi yang stabil, memiliki densitas
tinggi, lembut, tahan korosi, memiliki konduktifitas lemah dan paruh waktu
Universitas Sumatera Utara
39
sangat lama serta terdapat bebas secara alami di bumi dalam bentuk empat isotop,
yaitu 204, 206, 207, dan 208 serta kemampuan bereaksi (Sembel, 2015).
Timbal (Pb) banyak digunakan dalam berbagai keperluan karena sifatsifatnya (Widowati dkk, 2008):
1. Timbal (Pb) mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam
bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal.
2. Timbal (Pb) merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi
berbagai bentuk.
3. Sifat kimia timbal (Pb) menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai
lapisan pelindung jika kontak dengan udara lembab.
4. Timbal (Pb) dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang
terbentuk mempunyai sifat berbeda dengan timbal yang murni.
5. Densitas timbal (Pb) lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali
emas dan merkuri.
Disamping itu timbal (Pb) juga mempunyai sifat (Palar, 2008):
1. Tahan terhadap korosi atau karat.
2. Bersifat neurotoksin (racun penyerang syaraf).
3. Dapat mengikat haemoglobin darah.
4. Merupakan penghantar listrik yang baik.
2.7.2 Kegunaan Logam Berat Timbal (Pb)
Menurut Widowati, dkk (2008) Kemampuan Pb membentuk alloy dengan
berbagai jenis logam lain sehingga bisa meningkatkan sifat metalurgi dari Pb
seperti yang tertera pada tabel 2.3
Universitas Sumatera Utara
40
Tabel 2.3 Bentuk Persenyawaan Pb dan Kegunaannya
No
Bentuk Persenyawaan
Kegunaan
1.
Pb + Sb
Kabel telepon
2.
Pb + As + Sn + Bi
Kabel listrik
3.
Pb + Ni
Senyawa azida untuk bahan peledak
4.
Pb + Cr + Mo + Cl
Untuk pewarnaan pada cat
5.
Pb + asetat
Pengkilapan keramik dan bahan anti
api
6.
Pb + Te
Pembangkit listrik tenaga panas
7.
Tetrametil-Pb dan Tetraetil Pb Bahan aditif pada bahan bakar
kenderaan bermotor
Sumber: Palar (2008)
Fardiaz (1992) mengatakan bahwa Timbal (Pb) dalam kehidupan seharihari sering dipergunakan:
1. Dalam bentuk timbal dioksida (PbO2) pada produksi baterai penyimpanan
untuk mobil.
2. Dalam produk-produk logam seperti amunisi, pelapis kabel, pipa dan solder,
bahan kimia, pewarna (cat), dan lain-lain.
3. Dalam produk-produk yang harus tahan karat, timbal (Pb) digunakan dalam
bentuk yang bukan alloy, seperti pipa-pipa yang digunakan untuk mengalirkan
bahan kimia yang korosif.
4. Digunakan sebagai campuran dalam pembuatan pelapis keramik yang disebut
glaze, dalam bentuk PbO untuk membentuk sifat mengkilap pada keramik.
5. Digunakan sebagai bahan aditif pada bahan bakar bensin dalam bentuk tetra
ethyl lead (TEL), Pb (C2H5)4, untuk mengurangi letupan (anti knocking) pada
proses pembakaran oleh mesin kendaraan.
Universitas Sumatera Utara
41
2.7.3 Penyebaran dan Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb)
Logam berat timbal (Pb) secara alami telah tersebar di alam, yakni:
1. Batuan
Menurut studi Weaepohl (1961) dalam Mukono (2002), dinyatakan bahwa
kadar timbal (Pb) pada batuan sekitar 10-20 mg/kg.
2. Tanah
Rerata timbal (Pb) dipermukaan tanah adalah 16 ppm (Fardiaz, 1992).
3. Air
Konsentrasi timbal (Pb) pada air sungai secara alamiah yaitu 3 μ/l dan air laut
yaitu 0,03 μ/l (Darmono, 2001)
4. Udara
Berdasarkan penelitian Patterson (1965) Kadar timbal (Pb) yang ada di udara
adalah 0,0006 µg/l (Mukono, 2002).
Manusia juga dapat terpapar timbal yang ada pada:
1. Udara
Emisi Pb ke udara dapat berupa gas atau partikel sebagai hasil samping
pembakaran yang kurang sempurna dalam mesin kendaraan bermotor. Semakin
kurang sempurna proses pembakaran dalam mesin kendaraan bermotor, maka
semakin banyak jumlah Pb yang akan di emisikan ke udara. Meningkatnya
pertumbuhan sektor transportasi, kepadatan lalu lintas, serta tingginya volume
kendaraan dapat menyebabkan kemacetan arus lalu lintas sekaligus menigkatnya
kadar Pb di udara yang dapat mencemari udara, tanaman, makanan, serta dapat
mengganggu pernafasan bagi polisi lalu lintas, dan pengguna jalan, selain itu juga
Universitas Sumatera Utara
42
dapat menyebabkan terdapatnya Pb dalam darah bagi yang terpapar secara terus
menerus. Selain itu Pb yang ada di udara dapat berasal dari asap buangan industri
dan pembakaran batu bara (Palar, 2008).
2. Air
Pb yang ada di udara yang berasal dari pembakaran batu bara, asap
kendaraan, dan asap buangan industri dapat langsung masuk ke badan air
contohnya sungai. Selain itu badan air juga dapat terkontaminasi Pb yang
bersumber dari air limbah industri yang menggunakan Pb, air dari pertambangan
biji timah hitam, dan buangan sisa industri baterai. Badan perairan yang
kemasukan senyawa atau ion Pb hingga konsentrasi yang melebihi batas dapat
mengakibatkan kematian bagi biota perairan, bahkan konsentrasi Pb yang
mencapai 188 mg/L dapat membunuh ikan-ikan. Minuman juga dapat ditemukan
senyawa Pb bila air tersebut di simpan atau dialirkan melalui pipa yang
merupakan alloy dari logam Pb (Palar, 2008).
3. Makanan
Kontaminasi Pb juga terjadi pada makanan olahan atau makanan kaleng.
Makanan yang telah diasamkan dapat melarutkan Pb dari wadah atau alat-alat
pengolahannya. Beberapa studi terbatas juga menunjukkan bahwa terdapat
kandungan Pb pada beberapa tanaman yang di tanam di pinggir jalan padat
kendaraan (Palar, 2008).
2.7.4 Dampak Toksisitas Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb)
Timbal (Pb) merupakan logam yang bersifat toksik terhadap manusia. Pb
dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman, udara,
Universitas Sumatera Utara
43
kulit, maupun parenteral. Timbal (Pb) tidak di butuhkan bagi tubuh manusia, oleh
sebab itu apabila timbal (Pb) masuk kedalam lewat makanan atau minuman maka
tubuh akan mengeluarkannya bersamaan dengan urin dan feses. Orang dewasa
mengabsorpsi Pb sebesar 5-15% dari keseluruhan Pb yang di cerna, sedangkan
anak-anak mengabsorpsi Pb lebih besar, yaitu 41,5% (Widowati, 2008).
Timbal (Pb) bersifat kumulatif mekanisme toksisitas timbal (Pb)
berdasarkan organ yang di pengaruhinya adalah:
1. Sistem haemopoetik: dimana Timbal (Pb) menghambat sistem pembentukan
haemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia.
2. Sistem saraf: dimana Timbal (Pb) dapat menimbulkan kerusakan otak dengan
gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium.
3. Sistem urinaria: dimana Timbal (Pb) dapat menyebabkan lesi tubulus
proksimalis, loop of henle, serta menyebabkan aminosiduria.
4. Sistem gastro-intestinal: dimana Timbal (Pb) menyebabkan kolik dan
konstipasi.
5. Sistem kardiovaskuler: dimana Timbal (Pb) dapat menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah.
6. Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksisitas atau janin
belum lahir menjadi peka terhadap Timbal (Pb). Ibu hamil yang
terkontaminasi
Timbal
(Pb)
dapat
mengalami
keguguran,
tidak
berkembangnya sel otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta
hipospermia dan teratospermia pada pria.
Universitas Sumatera Utara
44
7. Sistem endokrin: dimana Timbal (Pb) mengakibatkan gangguan fungsi tiroid
dan fungsi adrenal.
8. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi (Widowati, 2008).
Paparan Timbal (Pb) secara kronis dapat mengakibatkan kelelahan,
kelesuan, gangguan iritabilitas, gangguan gastrointestinal, kehilangan libido,
infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi serta aborsi spontan pada wanita,
depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur
(Widowati, 2008).
Gejala dan tanda-tanda klinis akibat paparan Timbal (Pb) secara akut dapat
menyebabkan beberapa gejala, antara lain:
1. Gangguan gastrointestinal, seperti kram perut, kolik, dan biasanya diawali
dengan sembelit, mual, muntah-muntah, dan sakit perut yang hebat.
2. Gangguan neurologi berupa ensefalopati seperti sakit kepala, bingung atau
pikiran kacau, sering pingsan, dan koma.
3. Gangguan fungsi ginjal, oliguria, dan gagal ginjal yang akut bisa berkembang
dengan cepat (Widowati, 2008).
Dampak dari timbal juga sudah di buktikan melalui hewan percobaan
berupa hewan vertebrata. Keracunan timbal ditandai dengan adanya cacat
neorologis, disfungsi ginjal, dan anemia. Kerusakan sistem syaraf dan ginjal
biasanya terjadi akibat paparan timbal yang berlebih. Kerusakan sel-sel juga
terjadi akibat dari terganggunya reabsorpsi glukosa, asam amino, dan posfat
(Rand dan Sam) .
2.7.5 Penanggulangan Toksisitas Logam Berat Timbal (Pb)
Universitas Sumatera Utara
45
Menurut Widowati, dkk (2008) Berbagai upaya untuk mencegah dan
menghindari efek toksik Pb antara lain:
1. Melakukan tes medis (Pb dalam darah), terutama bagi pekerja yang beresiko
terpapar Pb.
2. Mengindari penggunaan peralatan dapur atau tempat makanan yang
mengandung Pb.
3. Pemantauan kadar Pb di udara dan dalam makanan.
4. Mengurangi emisi gas buang yang mengandung Pb, baik dari kendaraan
bermotor maupun industri.
5. Memantau kualitas limbah yang akan di buang ke badan air.
Melakukan monitoring Pb dalam tubuh manusia dapat dilakukan dengan
pengujian kadar koproporphirin dalan urin, pengujian kadar ALA dalam urin, dan
pengujian kadar ALA dan ALAD dalam darah. Dari beberapa penelitian yang
telah dilakukan di Amerika Serikat, disimpulkan bahwa pemasukan Pb sehari-hari
ke dalam tubuh dan digolongkan ke tingkat paparan normal adalah dalam kisaran
330 μg, dengan tingkatan variasi 100 μg sampai dengan 2000 μg (Widowati dkk,
2008).
2.8
Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)
2.8.1 Sistematika dan Morfologi Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)
Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) berasal dari perairan Afrika,
yaitu sekitar dataran rendah Zambezi, Shiré dan dataran pantai delta Zambezi
sampai pantai Algoa. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) merupakan jenis
ikan konsumsi air tawar yang pertama kali di Indonesia ditemukan oleh bapak
Universitas Sumatera Utara
46
mujair (Oreochromis mossambicus) di muara sungai Serang pantai selatan Blitar
Jawa Timur pada tahun 1939. Jenis ikan ini mempunyai kecepatan pertumbuhan
yang relatif lebih cepat, tetapi setelah dewasa percepatan pertumbuhannya akan
menurun. Ikan ini merupakan ikan air tawar yang umum dikonsumsi oleh
masyarakat (Sugiarti, 1988).
Pada saat ini, ikan mujair (Oreochromis mossambicus) telah tersebar luas
sekurang-kurangnya ke-90 negara di dunia, termasuk Indonesia. Ikan mujair
(Oreochromis mossambicus) diperkenalkan sebagai ikan budi daya atau ikan
komersial di Indonesia.
Klasifikasi ikan mujair (Oreochromis mossambicus) sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis mossambicus
(Webb dkk, 2007)
Ikan mujair
(Oreochromis mossambicus) dibedakan menjadi beberapa
jenis, antara lain mujair biasa, mujair merah, dan mujair albino. Berdasarkan
warna sisik, ikan ini dapat dibedakan ke dalam lima varietas, yaitu mujair dengan
warna sisik abu-abu, bercak putih, hitam dan merah (Sugiarti, 1988).
Universitas Sumatera Utara
47
Mujair (Oreochromis mossambicus) memiliki bentuk badan yang pipih
dan memanjang, bersisik kecil-kecil bertipe stenoid, tubuh memiliki garis vertikal,
sirip ekor memiliki garis berwarna merah. Warna ikan ini tergantung pada
lingkungan atau habitat yang di huni (Webb dkk, 2007). Mulutnya agak besar dan
mempunyai gigi-gigi yang halus. Letak mulut di ujung tubuh. Posisi sirip perut
terhadap sirip dada adalah thoracic. Linea lateralis tidak sempurna atau terputus
menjadi dua bagian. Jumlah sisik pada garis rusuk bagian atas 18-21 buah dan
pada garis rusuk bagian bawah ada 10-15 buah. Sirip dada dan sirip perut
berwarna hitam kemerahan, sedangkan sirip punggung dan sirip ekor berwarna
kemerah-merahan pada ujung-ujungnya (Said, 2000).
Gambar 2.6 Ikan Mujair (Orechromis mossambicus)
Ciri-ciri khas dari ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yaitu dagu
berwarna kekuning-kuningan dan tanda tersebut biasanya akan terelihat lebih jelas
pada ikan jantan yang sudah dewasa. Ikan ini memiliki panjang tubuh dua sampai
tiga kali dari tinggi badannya (Setianto, 2012). Ciri-ciri yang perlu diperhatikan
untuk membedakan induk jantan dan induk betina yaitu pada betina terdapat tiga
buah lubang pada urogenital yaitu dubur, lubang pengeluaran telur, dan lubang
Universitas Sumatera Utara
48
urin. Ujung sirip berwarna pucat kemerah-merahan, warna perut lebih putih,
warna dagu putih, dan jika perut di tekan tidak mengeluarkan cairan. Induk jantan
memiliki dua buah lubang pada urogenital, yaitu anus dan lubang sperma
merangkap lubang urin. Ujung sirip berwarna kemerah-merahan terang dan jelas.
Warna perut lebih gelap/kehitam-hitaman, warna dagu kehitam-hitaman dan
kemerah-merahan, dan jika perut ditekan akan mengeluarkan cairan (Popma dan
Green, 1990 dalam Erika, 2008).
2.8.2 Ekologi Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)
Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) hidup di perairan tawar, seperti
danau, waduk, dan rawa. Toleransinya yang luas terhadap salinitas menyebabkan
ikan ini juga dapat hidup di air payau dan air laut (Setianto, 2012). Ersa (2008)
menambahkan, ikan mujair (Oreochromis mossambicus) bersifat herbivora, tetapi
ikan ini juga mengonsumsi detritus, crustacea, bentos, dan berbagai bentuk
makanan suplemen yang tersedia di air.
Ikan
mujair
(Oreochromis
mossambicus)
mempunyai
kecepatan
pertumbuhan yang relatif lebih cepat, tetapi setelah dewasa percepatan
pertumbuhannya akan menurun. Telur mujair
(Oreochromis mossambicus)
dierami di dalam mulut induk betina selama 3-4 hari. Larva yang baru menetas
akan hidup dari kuning telurnya selama 5-7 hari. Larva ikan mujair (Oreochromis
mossambicus) mulai bisa makan pada hari ke delapan. Selama periode 14-17 hari
larva mujair (Oreochromis mossambicus) di lindungi oleh induk betina di dalam
mulutnya. Pada waktu tertentu larva ikan keluar dari mulut induk, berenang di
sekitar induk untuk mendapatkan pakan. Ketika lepas dari perlindungan mulut
Universitas Sumatera Utara
49
induk betina, larva mujair (Oreochromis mossambicus) biasanya sudah mencapai
ukuran 9-10 mm (Setianto, 2012).
Ikan mujair
(Oreochromis mossambicus) dapat berkembang pesat di
kolam, sawah dan sungai air deras. Kolam dengan sistem pengairan yang
mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mujair
(Oreochromis mossambicus). Keasaman air (pH) yang baik untuk perkembangan
ikan mujair (Oreochromis mossambicus) berkisar antara 5-8, dengan suhu air
berkisar antara 20-27ºC. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dapat tumbuh
normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl
(Sugiarti, 1988).
Berat ikan dapat mencapai 120 sampai 200 gram dalam waktu empat
bulan dengan sedikitnya 80% yang dapat bertahan hidup. Panjang total
maksimum yang dapat dicapai ikan mujair (Oreochromis mossambicus) adalah
40 cm. Ikan ini mulai bisa berkembang biak pada umur 3 bulan, dan setelah itu
ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dapat berkembang biak setiap 1½ bulan
sekali (Setianto, 2012).
2.8.3 Kandungan Gizi Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)
Ikan salah satu bahan makanan yang memiliki protein tinggi. Rasanya
yang gurih menyebabkan ikan disukai berbagai kalangan masyarakat. Salah
satunya ikan mujair (Oreochromis mossambicus). Menurut Setianto (2012), ikan
mujair (Oreochromis mossambicus) merupakan salah satu sumber protein yang
tinggi, mengandung asam lemak tak jenuh (omega-3, Eicosapentaenoic acid/EPA,
Docosahexanoic acid/DHA) yang berfungsi untuk perkembangan otak. Selain itu
Universitas Sumatera Utara
50
masih banyak lagi kandungan gizi dari ikan mujair ini, antara lain air 80,0 gr,
protein 16,0 gr, energi 86,0 kalori, lemak 2,0 gr, kalsium 20,0 mg, besi 2,0 g,
vitamin A 150,0.
Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang kaya akan gizi tersebut
bisa juga dijadikan sebagai makanan pengganti ikan laut, yang mana seperti kita
ketahui harga ikan laut semakin hari semakin mahal (Ersa, 2008). Menurut
Setianto (2012), tingginya kandungan gizi pada ikan sangat berguna bagi
kesehatan. Konsumsi ikan secara kontinu juga terbukti mampu menghambat
dampak buruk penyakit jantung. Menurut ahli gizi, mengonsumsi ikan sebanyak
30 gr dalam sehari dapat menurunkan resiko kematian akibat penyakit jantung
hingga 50%.
2.9
Accaptable Daily Intake Logam Berat Pada Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang bersumber dari hayati dan air, baik
yang diolah maupun yang tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan dan
minuman untuk dikonsumsi manusia (SNI, 2009). Untuk itu sudah seharusnya
bahan pangan terbebas dari bahan-bahan pencemar yang bersifat toksik bagi tubuh
manusia. Karena dengan adanya cemaran pada makanan yang akan di konsumsi
dapat merugikan dan berdampak buruk bagi kesehatan dan jiwa manusia. Guna
melindungi konsumen dari kerugian akibat pencemaran makanan, maka
pemerintah telah menetapkan standar terhadap makanan yang boleh di konsumsi.
Salah satu contoh bahan pencemar yang telah ditentukan nilai batas
maksimumnya dalam bahan pangan adalah logam berat. Hal ini dikarenakan
logam berat yang sifatnya dapat terakumulasi dan tidak dapat di ekskresikan
Universitas Sumatera Utara
51
sepenuhnya dari dalam tubuh dan menimbulkan dampak parah dalam jangka
waktu yang lama. Batas maksimum timbal (Pb) dalam makanan hasil laut yang
ditetapkan oleh badan Standar Nasional Departemen Kesehatan RI tahun 2009
adalah sebesar 0,3 mg/kg (SNI, 2009).
ADI didefinisikan sebagai ”besarnya asupan harian suatu zat kimia yang
bila dikonsumsi seumur hidup, tampaknya tanpa risiko berarti berdasarkan semua
fakta yang diketahui pada saat itu. Istilah asupan harian yang dapat diterima
(Acceptable Daily Intake = ADI) oleh Komite gabungan FAO dan WHO
mengenai zat tambahan makanan pada tahun 1991. Selanjutnya digunakan untuk
uji toksikologik dan reevaluasinya terhadap sejumlah besar zat tambahan yang
meninggalkan residu dan zat kimia dalam makanan (Hariyanto, 2012).
Logam berat yang terakumulasi dalam tubuh ikan diukur untuk
mengetahui konsentrasi logam yang ada di dalam tubuh, sehingga dapat
menentukan batas aman untuk mengonsumsi ikan dan batas aman untuk konsumsi
manusia. Organisasi internasional WHO telah merumuskan aturan untuk
mengonsumsi ikan yang terakumulasi logam berat. Pada tabel 2. 4 menunjukkan
aturan untuk mengonsumsi ikan yang terakumulasi logam berat dan data-data
tersebut dikonversikan untuk mendapatkan angka yang merupakan aturan
konsumsi ikan yang aman setiap minggu pada manusia (Hariyanto, 2012).
Universitas Sumatera Utara
52
Tabel 2.4 Batas Aman Konsentrasi Logam yang dapat Diterima Secara
Internasional
Jenis Logam
Cadmium
Standar Menurut
JECFA
Standar
Referensi
PTWI 7 μg per kg berat
WHO 1989
badan per minggu
Tembaga
JECFA
PTWI 3500 μg per kg berat
WHO 1982
badan per minggu
Timbal
JECFA
PTWI 25 μg per kg berat
ANZFA 1998
badan per minggu
Seng
JECFA
PTWI 7000 μg per kg berat
WHO 1982
badan per minggu
PTWI = Provisional Tolerable Weekly Intake (Konsumsi yang diperbolehkan
setiap minggunya)
JEFCA = Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives
Sumber: NSW Health, 2001
Universitas Sumatera Utara
53
2.10 Kerangka Konsep
kandungan logam berat timbal
(Pb) pada muara aliran sungai
Percut
Uji
laboratorium
Kandungan logam berat timbal
(Pb) pada ikan mujair
(Oreochromis mossambicus)
Memenuhi syarat
SNI 7387: 2009
≤ 0,3 mg/kg
Tidak memenuhi syarat
SNI 7387: 2009
> 0,3 mg/kg
Acceptable Daily Intake
(ADI)
Gambar 2.7 Kerangka konsep
Universitas Sumatera Utara
Download