BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai 2.1.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sungai Daerah Aliran Sungai merupakan suatu cekungan geohidrologi yang dibatasi oleh daerah tangkap air dan dialiri oleh suatu badan sungai dan merupakan penghubung antara kawasan daratan di hulu dengan kawasan pesisir, sehingga kondisi di kawasan hulu akan berdampak pada kawasan pesisir. DAS meliputi semua komponen lahan, air dan sumberdaya biotik yang merupakan suatu unit ekologi dan mempunyai keterkaitan antar komponen. DAS mempunyai banyak sub-sistem yang juga merupakan fungsi dan bagian dari suatu konteks yang lebih luas (Clark, 1996 dalam Lumbanbatu, 2013). Banyak definisi yang digunakan dalam memahami daerah aliran sungai, diantaranya terdapat dalam Undang-Undang RI No. 7 Tahun 2004, pasal 1 tentang Sumberdaya Air yang menyatakan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh oleh aktifitas daratan (Rauf dkk, 2011). Menurut Suranggajiwa (1978) dalam Lumbanbatu (2013), Daerah Aliran Sungai adalah suatu ekosistem yang merupakan kumpulan dari berbagai unsur 7 Universitas Sumatera Utara 8 dimana unsur-unsur utamanya adalah vegetasi, tanah, air serta manusia dan segala daya upayanya yang dilakukan di daerah tersebut. Menurut Rauf, dkk (2011), Berdasarkan kaitannya dengan wilayah daratan tempat berlangsungnya salah satu siklus hidrologi yaitu sebagai tempat berlangsungnya penampungan, pengaliran, dan pendistribusian air, maka wilayah DAS dapat dibedakan kedalam: 1. DAS bagian atas (DAS hulu) Ciri-ciri: adanya kerapatan drainase alami yang tinggi diakibatkan oleh banyaknya mata air yang membentuk anak-anak sungai yang rapat, kawasan hulu DAS selalu di dominasi oleh kawasan hutan. Fungi: sebagai daerah tangkapan atau resapan air yang sekaligus sebagai kawasan konservasi tanah dan air, kawasan lindung dan kontrol terhadap erosi lahan dan hutan. 2. DAS bagian tengah (DAS tengah) Ciri-ciri: kerapatan drainase yang lebih rendah karena keberadaan drainase alaminya sudah merupakan kumpulan dari beberapa anak sungai dari bagian hulu. Fungsi: sebagai daerah untuk pengaliran, dan pengalokasian atau pendistribusian serta pengendalian banjir. 3. DAS bagian bawah (DAS hilir) Ciri-ciri: ditandai dengan kawasan yang umumnya landai hingga datar yang menuju ke outlet air sehingga arus air sungai umumnya lambat (tenang), sungai lebar dan berbentuk huruf U, banyak terdapat kawasan pengendapan, baik Universitas Sumatera Utara 9 berupa buffer area sungai maupun rawa-rawa dan cekungan-cekungan tempat terakumulasinya air berlebih saat terjadi hujan. Fungsi: sebagai daerah pemanfaatan air dan sedimentasi, pengendalian banjir serta pencegahan intrusi air laut. Menurut Haslam (1992) yang di kutip oleh Lumbanbatu (2013), Sungai sebagai komponen utama DAS mempunyai beberapa definisi: 1. Sungai atau aliran sungai adalah jumlah air yang mengalir sepanjang lintasan di darat menuju ke laut sehingga sungai merupakan suatu lintasan dimana air yang berasal dari hulu bergabung dan menuju ke suatu arah yaitu hilir (muara). 2. Sungai merupakan suatu tempat kehidupan perairan membelah daratan. 2.1.2 Bagian-Bagian Sungai Mulyanto (2007) mengatakan bahwa sungai biasanya memiliki bentuknya sendiri sesuai faktor-faktor yang mengaturnya, terutama faktor geologi dari daerah aliran sungainya, serta iklim di tempat tersebut. Bahkan di dalam sebuah sungai sendiri, timbul pula perbedaan antara bagian-bagiannya. Kearah memanjang, sebuah sungai dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang berbeda sifat-sifatnya yaitu: 1. Bagian Hulu Sungai Bagian hulu sungai terletak paling hulu. Topografi hulu ini terdiri dri lereng-lereng yang curam dan kondisi geologinya terdiri dari lapisan batuan dasar yang belum lapuk. Curamnya kelandaian aliran menyebabkan tingginya kecepatan Universitas Sumatera Utara 10 aliran yang mempunyai daya gerus dan kapasitas transport sedimen yang sangat besar sehingga mengakibatkan: a. Arus akan menggerus dasar sungai dan membentuk alur dengan aliran yang deras, b. Waktu terkumpulnya aliran ke dalam alur akan sangat singkat sehingga hidrograf debit alurnya akan cepat mencapai puncaknya, c. Menyebabkan konsentrasi sedimen di dalam alirannya di dalam hilir akan bertambah besar. 2. Bagian Sungai Alluvial yang Mengalir Bantaran Sungai Dalam alirannya ke hilir yang lebih landai memasuki bagian sungai alluvial, butir-butir sedimen dari bagian hulu yang lembut akan terbawa. Karena kecepatan yang tinggi benturan dan geseran material yang terbawa alirannya menghasilkan butir-butir yang lebih halus. Secara umum sungai alluvial akan berubah dari arah aliran lurus membentuk lintasan yang berkelok-kelok. 3. Sungai Pasang Surut Pada sungai pasang surut selalu terjadi perubahan periodik ketinggain muka air disebabkan oleh pengaruh pasang surut. Air laut akan memasukinya pada saat pasang naik dan mengalir kembali ke laut pada saat pasang surut. Bagian sungai pasang surut ini mempunyai panjang yang berubah-ubah sesuai musim dan sangat ditentukan oleh debit air tawar dari hulu dan periode pasang astronomis yaitu pasang surut air laut yang disebabkan oleh gaya tarik surya dan bulan yang saling bekerjasama dengan gravitasi bumi karena jaraknya lebih dekat, gaya tarik bulan lebih berpengaruh. Universitas Sumatera Utara 11 4. Muara Sungai Pada muara sungai ini alur akan berbatasan dengan laut pada garis pantai. Pada muara, terjadi dua arah aliran yaitu debit air tawar dari hulu ke hilir, dan air laut pada saat pasang naik ke arah hulu. Sifat aliran pada muara sungai ini sangat tergantung pada bentuk bukaan mulut dan alurnya: a. Pada muara yang berubah-ubah lebar dan dalamnya, muka air di dalamnya pada saat pasang naik akan berubah dengan cepat yaitu menurun pada pelebaran dan meninggi pada penyempitan. b. Pada muara dengan bukaan dan alur yang sempit, gelombang pasang akan cepat lenyap dan pada saat surut muka airnya hampir serentak turun di sepanjang alurnya. c. Pada bukaan dan alur yang lebar dan dangkal serta arus yang kuat, akan terjadi hydraulic boure, yaitu muka aliran air yang hampir vertikal. d. Muara dengan bukaan berbentuk trompet sangat ideal untuk navigasi karena pada saat air pasang naiknya muka air di dalam alur hampir mendekati horizontal. Proses pengendapan dan pengerusan di dalam muara akan dipengaruhi oleh aliran dari hulu dan pasang surutnya air laut yang masuk kedalamnya. Pada saat surut, akan terjadi beberapa berikut: a. Sedimen dasar yang terbawa ke dalam dan mengendap pada dasar bagian sungai pasang surut akan terbawa kedalam muara, termasuk juga sedimen layang yang telah mengumpul dan mengendap menjadi sedimen dasar. Universitas Sumatera Utara 12 b. Penggumpalan sedimen layang akan berlanjut dan sebagian akan mengendap di dalam muara dan sebagian lagi akan terus terbawa ke laut. c. Aliran air surut di dalam muara ini akan memasuki laut dan pada saat itu kecepatan alirannya akan mengecil mendekati nol. Sedimen dari hulu akan di endapkan di dalam muara. d. Muara akan mendangkal sehingga tidak mampu melewatkan debit besar berikutnya kecuali dengan menambah lebarnya. Pada saat pasang naik: a. Air pasang akan membawa serta ke dalam muara sedimen layang yang menggumpal di laut, untuk diendapkan di dalam muara. b. Hanyutan sedimen sekunder yang terbawa arus littoral kedepan bukaan muara akan ikut terbawa masuk oleh pasang naik, sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan endapan. 5. Delta Sungai Proses pengendapan dan penggerusan di dalam muara sungai akan membentuk gugus endapan yang berupa pualu-pulau kecil yang berkembang semakin luas dan semakin tinggi yang menjadi embryo delta. Dengan terbentuknya muara-muara baru pada cabang-cabang baru maka proses pembentukan embrio delta ini juga akan berlangsung didalamnya. 2.1.3 Fungsi Sungai Sungai merupakan salah satu unsur alam yang sangat berperan dalam kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia tidak dapat lepas dari arti penting sungai dikarenakan dalam kehidupan sehari-hari manusia pasti Universitas Sumatera Utara 13 memanfaatkan sungai dalam berbagai hal. Akan tetapi pemanfaatan sungai yang berlebih dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran dan rusaknya tatanan sungai. Contohnya tercemarnya sungai akibat buangan limbah rumah tangga maupun industri di sekitar sungai, sehingga mengakibatkan terdapatnya banyak kandungan organik dan anorganik (logam berat) seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), cadmium (Cd) di dalam air. Hal tersebut dapat menjadi toksik bagi biota sungai (Sukadi, 1999) . Menurut Mulyanto (2007), banyak manfaat yang dapat diambil dari sebuah sungai, diantaranya: 1. Air: air merupakan kebutuhan dari keseluruhan makhluk untuk kelangsungan hidup, serta dimanfaatkan sebagai penunjang produksi pangan untuk pembasahan lahan irigasi dan perikanan. 2. Aliran: bersama dengan airnya akan menghasilkan energi, pembersih pencemaran dan dapat sebagai fasilitas rekreasi. 3. Alur: jalan transportasi dan unsur pertahanan dan keamanan terutama dimasa lalu. 4. Sedimen: dapat di pakai sebagai bahan bangunan, membentuk maupun menyuburkan lahan. 5. Lembah, delta: dapat dikembangkan sebagai areal permukiman, pertanian dan industri. Menurut Maryono (2005) sungai dapat berfungsi sebagai: 1. Saluran eko-drainase (drainase ramah lingkungan) 2. Saluran irigasi Universitas Sumatera Utara 14 3. Fungsi ekologi 2.1.4 Pencemaran Sungai Secara alamiah, sungai dapat tercemar pada daerah permukaan air saja. Pada sungai yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah kecil bahan pencemaran akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbarui. Tetapi terkadang sebuah sungai mengalami pencemaran yang berat sehingga air mengandung bahan pencemaran yang sangat besar. Akibatnya, proses pengenceran dan biodegradasi akan sangat menurun jika arus air mengalir perlahan karena kekeringan atau penggunaan sejumlah air untuk irigasi. Hal ini juga mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut. Suhu yang tinggi dalam air menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh bakteri pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara (Darmono, 2001). Menurut Darmono (2001) pencemaran yang dapat terjadi di sungai antara lain: 1. Pencemaran Oleh Mikroorganisme Berbagai kuman penyebab penyakit pada makhluk hidup seperti bakteri, virus, protozoa dan parasit sering mencemari air. Kuman yang masuk kedalam air tersebut berasal dari buangan limbah rumah tangga maupun buangan dari industri peternakan, rumah sakit, tanah pertanian dan lain sebagainya. Pencemaran dari kuman penyakit ini merupakan penyebab utama terjadinya penyakit pada orang Universitas Sumatera Utara 15 yang terinfeksi. Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran air ini disebut Waterborne disease dan sering ditemukan pada penyakit tifus, bakteri, kolera, dan disentri. 2. Pencemaran Oleh Bahan Inorganik Nutrisi Tanaman Penggunaan pupuk nitrogen dan fosfat dalam bidang pertanian telah dilakukan sejak lama secara meluas. Pupuk kimia ini dapat menghasilkan produksi tanaman pangan yang tinggi sehingga digunakan petani. Tetapi di lain pihak, nitrat dan fosfat dapat mencemari sungai, danau, dan lautan. Sebetulnya sumber pencemaran nitrat ini tidak hanya berasal dari pupuk pertanian saja, karena di udara atmosfer bumi mengandung 78% gas nitrogen. Pada waktu hujan dan terjadi kilat dan petir, di udara akan terbentuk ammonia dan nitrogen (NH 4-, NO3-) dan terbawa air hujan menuju permukaan tanah. Nitrogen akan bersenyawa dengan komponen yang kompleks lainnya. 3. Limbah Organik Menyebabkan Kurangnya Oksigen Terlarut Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen dalam air ialah limbah organik yang terbuang dalam air. Limbah organik akan mengalami degradasi dan dekomposisi oleh bakteri aerob (menggunakan oksigen dalam air), sehingga lamakelamaan oksigen yang terlarut dalam air akan sangat berkurang. Dalam kondisi berkurangnya oksigen tersebut hanya spesies organisme tertentu saja yang dapat hidup. 4. Pencemaran Bahan Kimia Inorganik Bahan kimia inorganik seperti asam, garam dan bahan toksik logam seperti Pb, Cd, Hg dalam kadar yang tinggi dapat menyebabkan air tidak enak Universitas Sumatera Utara 16 untuk di minum. Di samping dapat menyebabkan matinya kehidupan air seperti ikan dan organisme lainnya, pencemaran bahan tersebut juga dapat menurunkan produksi tanaman pangan dan merusak peralatan yang dilalui air tersebut (karena bersifat korosif). 5. Pencemaran Bahan Kimia Organik Bahan kimia organik seperti minyak, plastik, pestisida, larutan pembersih, detergen dan masih banyak lagi bahan organik terlarut yang digunakan oleh manusia dapat menyebabkan kematian pada ikan maupun organisme air lainnya. Lebih dari 700 bahan kimia organik sintetis ditemukan dalam jumlah relatif sedikit pada permukaan air tanah untuk minum di Amerika, dan dapat menyebabkan gangguan pada ginjal, gangguan kelahiran, dan beberapa macam bentuk kanker pada hewan percobaan di laboratorium. Tetapi sampai sekarang belum diketahui apa akibatnya pada orang yang mengkonsumsi air tersebut sehingga dapat menyebabkan keracunan kronis. 6. Sedimen dan Bahan Tersuspensi Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah, dan bahan kimia inorganik menjadi bentuk bahan tersuspensi di dalam air, sehingga bahan tersebut menjadi penyebab polusi tertinggi di dalam air. Kebanyakan sungai dan daerah aliran sungai selalu membawa endapan lumpur yang disebabkan erosi alamiah dari pinggir sungai. Akan tetapi, kandungan sedimen yang terlarut pada hampir semua sungai meningkat terus karena erosi dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi, dan pertambangan. Partikel yang tersuspensi menyebabkan kekeruhan dalam air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air Universitas Sumatera Utara 17 lainnya memperoleh makanan, mempersulit tanaman air melakukan fotosintesis, pakan ikan menjadi tertutup lumpur, insang ikan dan kerang tertutup oleh sedimen dan akan mengakumulasi bahan beracun seperti pestisida dan senyawa logam. Bagian bawah sedimen akan merusak produksi pakan ikan (plankton), merusak telur ikan, dan membendung aliran sungai dan danau. 2.2 Pencemaran (Polusi) Air 2.2.1 Pengertian Pencemaran (Polusi) Air Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 menyebutkan bahwa pencemaran air adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Mulia, 2005). Sedangkan yang dimaksud dengan bahan pencemar adalah bahan yang di buang ke lingkungan dan dapat menyebabkan perubahan tatanan lingkungan. Menurut Fardiaz (1992), Polutan air dapat dikelompokkan atas 9 kelompok berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya sebagai berikut: 1. Padatan 2. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen 3. Mikroorganisme 4. Komponen organik sintetik 5. Nutrien tanaman 6. Minyak 7. Senyawa anorganik dan mineral Universitas Sumatera Utara 18 8. Bahan radioaktif 9. Panas 2.2.2 Sifat Air Tercemar (Terpolusi) Menurut Wardhana (2004), indikator atau tanda bahwa air telah tercemar dapat di lihat dari sifatnya seperti berikut: a. Adanya perubahan suhu air b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen c. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut e. Adanya mikroorganisme f. Meningkatnya radioaktifitas air lingkungan. 2.3 Logam dan Logam Berat 2.3.1 Pengertian Logam dan Logam Berat Istilah “logam” secara khas menunjukkan suatu unsur yang merupakan konduktor listrik yang baik dan mempunyai konduktivitas panas, rapatan, kemudahan di tempa, kekerasan, dan keelektropositifan yang tinggi. Logam memasuki hidrosfer dari beragam sumber, secara alami atau di sebabkan oleh manusia. Pada skala waktu geologi sumber alami seperti kerusakan secara kimiawi dan kegiatan gunung berapi merupakan mekanisme pelepasan yang terbesar yang bertanggung jawab terhadap susunan kimiawi pada ekosistem laut dan air tawar (Connel, 1995). Menurut Slamet (1994) logam dikelompokkan menjadi: a. Logam berat dan logam ringan Universitas Sumatera Utara 19 b. Logam esensial dan tidak esensial c. Trace mineral (logam yang terdapat hanya sedikit) dan yang bukan trace mineral Logam berat (heavy metal) adalah logam dengan massa jenis lima atau lebih, dengan nomor atom 22 sampai dengan 92. Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria yang sama dengan logam-logam lain, perbedaannya hanya terletak pada pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup (Palar, 2008). 2.3.2 Karakteristik Logam Berat Istilah logam berat sebetulnya telah dipergunakan secara luas, terutama dalam perpustakaan ilmiah, sebagai suatu istilah yang menggambarkan bentuk dari logam tertentu. Karakteristik dari kelompok logam berat menurut Palar (2008) diantaranya: a. Memiliki spesifikasi graviti yang sangat besar (lebih dari 4) b. Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida dan aktinida c. Mempunyai respon biokimia khas pada organisme hidup Niebor dan Richardson menggunakan istilah logam berat untuk menggantikan pengelompokan ion-ion logam ke dalam 3 kelompok biologi dan kimia. Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut (Palar, 2008): a. Logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan unsur oksigen atau disebut juga dengan oxygen seeking metal. Universitas Sumatera Utara 20 b. Logam-logam dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan unsur nitrogen dan atau unsur belerang (sulfur) atau disebut juga nitrogen/sulfur seeking metal. c. Logam antara atau logam transisi yang memiliki sifat khusus sebagai logam pengganti untuk logam-logam dari kelas A dan logam dari kelas B. 2.3.3 Penyebaran Logam di Alam Unsur logam ditemukan secara luas di seluruh permukaan bumi. Mulai dari tanah dan batuan, badan air, bahkan pada lapisan atmosfer yang menyelimuti bumi. Umumnya logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan unsur lain, dan sangat jarang yang ditemukan dalam bentuk elemen tunggal (Palar, 2008). 1. Logam dalam batuan dan tanah Pada tahun 1969, skinner, salah seorang ahli kimia dunia, mengusulkan untuk mengelompokkan bahan alam atau sumber daya yang berasal dari dalam lapisan bumi ke dalam beberapa kelompok. Pengelompokan yang diusulkannya adalah sebagai berikut (Palar, 2008): a. Bahan yang menghasilkan logam dan teknologi b. Bahan untuk bangunan c. Bahan mineral untuk industri kimia d. Bahan mineral untuk pertanian e. Bahan bakar fosil (minyak bumi) f. Bahan bakar nuklir, dan g. air Universitas Sumatera Utara 21 2. Logam dalam perairan Menurut Leckie dan James (1974) dalam Palar (2008), kelarutan dari unsur-unsur logam dan logam berat dalam badan perairan di kontrol oleh: a. pH badan air. b. Jenis dan konsentrasi logam dan khelat. c. Keadaan komponen mineral teroksidasi dan sistem yang berlingkungan redoks. Keberadaan logam-logam dalam badan perairan dapat berasal dari sumber alamiah seperti berasal dari erosi, logam-logam yang dilepaskan gunung berapi di laut dalam, dan dari partikel atau endapan oleh adanya proses kimiawi. Sedangkan dari aktifitas manusia dapat bersumber dari kegiatan pertambangan, limbah rumah tangga, limbah buangan industri, dan aliran pertanian (Connel, 1995). Ada banyak faktor yang menjadi daya racun dari logam berat yang terlarut dalam badan perairan, diantaranya (Palar, 2008) : a. Bentuk logam dalam air, apakah organik atau anorganik. b. Keberadaan logam lain, adanya logam lain dalam badan air dapat memungkinkan logam tertentu menjadi sinergis atau sebaliknya. c. Fisiologis dari biota, proses fisiologis yang terjadi pada biota turut memengaruhi tingkat logam berat yang terakumulasi dalam tubuh biota air tersebut. d. Kondisi biota, kondisi biota berkaitan dengan fase-fase kehidupan yang dilaluinya. Universitas Sumatera Utara 22 3. Logam dalam atmosfer Logam-logam di atmosfer berdasarkan sumber alamiahnya berasal dari debu-debu hasil aktifitas gunung berapi, erosi dan pelapukan tebing dan tanah, asap dari kebakaran hutan, dan aerosol dan partikulat dari permukaan lautan (Connel, 1995) 2.3.4 Jalur Masuk (Portal Entri) Portal entri adalah pintu masuknya xenobiotik kedalam tubuh organisme. Beberapa portal entri yang penting menurut Slamet (1994) diantaranya: 1. Oral Pintu masuk melalui mulut dan masuk ke dalam saluran pencernaan. Portal entri ini sering dipakai xenobiotik, akan tetapi xenobiotik yang masuk tidak akan mudah mencapai peredaran darah. 2. Inhalasi Yaitu masuknya xenobiotik lewat saluran pernafasan. Portal entri ini akan memudahkan xenobiotik masuk kedalam peredaran darah karena tipisnya dinding paru-paru yang berhadapan dengan dinding kapiler darah yang juga hanya terdiri dari selapis sel. 3. Insang Insang pada ikan yang dewasa mempunyai luas permukaan terbesar di seluruh tubuhnya. Racun dengan demikian dapat mudah masuk ke dalam tubuh insang lewat ikan. Universitas Sumatera Utara 23 4. Dermal Xenobiotik yang memasuki tubuh lewat dermal akan lebih mudah memasuki peredaran darah jika dibandingkan dengan melalui oral. 5. Parenteral Xenobiotik masuk ke dalam tubuh melalui suntikan dan dapat langsung masuk ke dalam peredaran darah. 2.3.5 Proses Ekokinetika Ekokinetika diartikan sebagai gerakan suatu zat racun dalam suatu ekosistem. Di lingkungan pada dasarnya terdapat 4 kompartemen yang akan menentukan lokasi dan interaksi zat kimia, yaitu air, udara, tanah, dan biota/mikroorganisme. Apabila suatu zat diemisikan, maka lingkungan akan mendistribusikannya ke berbagai kompartemen seperti air, udara, tanah, dan biota sampai suatu saat akan terjadi suatu keseimbangan baru, yang tergantung pada berbagai sifat kimia-fisika baik xenobiotik maupun lingkungannya (Slamet, 1994). Secara spesifik, zat kimia akan mengalami transpor ke berbagai kompartemen lingkungan apabila terdapat zat yang dapat bereaksi dengannya membentuk senyawa lain. Selain itu pada saat yang sama akan terjadi paparan terhadap zat asli maupun yang di trasformasi terhadap berbagai organisme yang ada di sekitarnya ataupun yang jauh sekali dari lokasi, tergantung media transpor, persistensi, dan iklim yang memengaruhinya. Paparan dapat berbentuk macammacam tergantung dari wujud xenobiotik, apakah berbentuk gas, cair, ataupun Universitas Sumatera Utara 24 padatan yang sekaligus juga menentukan cara xenobiotik memasuki organisme (Slamet, 1994). Menurut Slamet (1994), prediksi dan perilaku zat di lingkungan dapat berakhir dengan 3 kemugnkinan, yaitu: 1. Zat kimia tetap berada pada tempat dimana dia mulai masuk atau diemisikan 2. Zat kimia terbawa masuk ke tanah, sedimen, air, atau atmosfer 3. Zat kimia bertransformasi atau terurai melalui proses kimia, fisik, atau biologi. Menurut Slamet (1994), Jumlah xenobiotik yang diemisikan akan mengalami nasib di lingkungan dan ditentukan oleh berbagai proses seperti: 1. Adsorpsi-desorpsi-sedimentasi 2. Input-evaporasi 3. Reaksi dengan zat lain membentuk senyawa baru. Proses kinetik dapat digolongkan ke dalam proses biotik dan abiotik. Dalam proses biotik segala reaksi dapat terjadi secara enzimatik. Sedangkan proses abiotik yang berupa proses fisis adalah transport lokal, regional dan global, leaching, evaporasi dari perairan dan atau padatan, deposisi dari atmosfer baik basah maupun kering, dan sedimentasi zat organik. Proses biotik yang berupa proses kimiawi meliputi proses hidrolisis, oksidasi, dan reaksi-reaksi fotokimia (Slamet, 1994). 2.3.6 Toksisitas Logam Berbahaya Menurut Slamet (1994), Tokosisitas logam dapat bersifat kronis dan akut, sangat tergantung pada berbagai faktor: 1. Toksisitas akut, tergantung pada: Universitas Sumatera Utara 25 a. Dosis tinggi sekaligus dalam waktu pendek, maka efek bisa akut dan parah b. Waktu pemaparan pendek tetapi massif c. Portal entri memungkinkan masuk ke peredaran darah dengan cepat 2. Toksisitas kronik, tergantung pada: a. Dosis yang tidak tinggi, tetapi paparan yang menahun b. Gejala tidak mendadak ataupun sangat kronis c. Organ dapat seluruhnya terkena 2.4 Pencemaran Logam Berat Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Pada awal digunakannya logam sebagai alat, belum di ketahui pengaruh pencemaran pada lingkungan. Proses oksidasi dari logam yang menyebabkan perkaratan sebetulnya merupakan tanda-tanda adanya hal tersebut diatas. Tahun demi tahun ilmu kimia berkembang dengan cepat dan dengan mulai ditemukannya garam logam HgNO3, PbNO3, HgCl, CdCl2, dan lain-lain serta di perjualbelikannya garam tersebut untuk industri, maka tanda-tanda pencemaran lingkungan mulai timbul. Suatu produksi dalam industri yang memerlukan suhu tinggi seperti pertambangan batu bara, pemurnian minyak, pembangkit tenaga listrik dengan energi minyak, dan pengecoran logam, banyak mengeluarkan limbah pencemaran, terutama pada logam-logam yang relatif mudah menguap dan larut dalam air (bentuk ion), seperti arsen (Ar), cadmium (Cd), timbal hitam (Pb) dan merkuri (Hg) (Darmono, 1995). Universitas Sumatera Utara 26 Pencemaran logam berasal dari buangan langsung berbagai jenis limbah yang terancu, gangguan pada cekungan perairan, presipitasi, dan jatuhan dari atmosfer. Menurut wittmann (1979) dalam Connel (1995) sumber utama pencemaran logam bersumber dari: 1. Kegiatan pertambangan Kegiatan proses pengambilan bijih, peleburan, dan penyulingan minyak dapat menyebabkan hamburan dan penimbunan sejumlah besar logam runutan seperti Pb, Zn, Cu, As, dan Ag ke dalam saluran pembuangan di sekelilingnya atau pengeluaran langsung ke dalam lingkungan perairan. 2. Cairan limbah rumah tangga dan aliran air badai perkotaan Pencemaran logam terbesar bersumber dari limbah rumah tangga yang berasal dari sampah-sampah metabolik, korosi pipa-pipa air (Cu, Pb, Zn, dan Cd) dan produk-produk konsumer seperti detergen. Pembuangan sampah lumpur juga dapat menyumbangkan pencemaran logam (Cu, Pb, Zn, Cd, dan Ag) ke dalam air penerima. 3. Limbah dan buangan industri Emisi logam dari pembakaran bahan bakar fosil juga merupakan sumber utama perancu logam di udara yang ada di dalam air alamiah dan daerah aliran sungai, pembakaran bahan bakar yang mengandung timah hitam juga memberikan sumbangan pada timbunan timah hitam di perkotaan. 4. Aliran Pertanian Tanah-tanah pertanian dapat menjadi kaya akan logam runutan dari sisasisa hewan dan tumbuhan, pupuk posfat, herbisida dan fungisida tertentu, serta Universitas Sumatera Utara 27 melalui pemakaian cairan limbah atau lumpur sebagai sumber makanan tanaman. Selanjutnya dikatakan bahwa ada dua hal yang menyebabkan logam berat digolongkan sebagai pencemar yang berbahaya, yaitu tidak dihancurkan oleh mikroorganisme yang hidup di lingkungan dan terakumulasi dalam komponenkomponen lingkungan, terutama air dengan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara adsorpsi dan kombinasi (Apriadi, 2005). Menurut Widowati,dkk (2008) Penggunaan logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri untuk memenuhi kebutuhan manusia akan memengaruhi kesehatan manusia melalui 2 jalur, yaitu: 1. Kegiatan industri akan menambah polutan logam dalam lingkungan udara, air, tanah, dan makanan. 2. Perubahan bikomia logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri dapat memengaruhi kesehatan manusia. Polutan logam mencemari lingkungan, baik di lingkungan udara, air, dan tanah yang berasal dari proses alami dan kegiatan industri. Proses alami antara lain siklus alamiah sehingga bebatuan gunung berapi dapat memberikan kontribusi ke lingkungan udara, air, dan tanah. Kegiatan manusia yang dapat menambah polutan bagi lingkungan berupa kegiatan industri, pertambangan, pembakaran bahan bakar, serta kegiatan domestik lain yang mampu meningkatkan kandungan logam di lingkungan udara, air, dan tanah. Pencemaran logam di darat yakni di tanah, selanjutnya akan mencemari bahan pangan, baik yang berasal dari tanaman atau hewan dan akhirnya di konsumsi oleh manusia. Pencemaran logam Universitas Sumatera Utara 28 baik berasal dari industri, kegiatan domestik, maupun sumber alami dari batuan akhirnya sampai ke sungai/laut dan selanjutnya mencemari manusia melalui ikan, air minum, atau air sumber irigasi dalam pertanian sehingga tanaman sebagai sumber pangan manusia tercemar logam (Widowati dkk, 2008). Untuk lebih jelasnya, lihat gambar 2.1 Universitas Sumatera Utara 29 Batuan, gunung berapi Industri Limbah logam Fitoplankton Zooplankton Bentos Darat Sungai Pertanian, peternakan Air minum Laut Udara Kolam Pangan, tanaman, hewan Ikan Manusia Gambar 2.1 Pejalanan logam sampai ke tubuh manusia Universitas Sumatera Utara 30 2.5 Pencemaran Perairan Oleh Logam Berat Keberadaan logam berat dalam perairan dapat bersumber dari limbah perkotaan, pertambangan, pertanian, dan industri. Selain itu logam berat secara alami memang ada di alam namun dalam jumlah yang kecil, logam pada ekosistem air secara alami hanya berkisar kurang dari 1 μg/l. Jumlah tersebut dapat meningkat seiring dengan semakin meningkatnya volume limbah yang berasal dari industri, pertambangan, pertanian, serta rumah tangga yang masuk kedalam perairan alami. Logam berat yang bersifat toksik ini dapat bertahan lama dan menumpuk di lingkungan. Pada tabel 2.1 dapat di lihat kandungan logam berat yang secara alami terdapat pada air laut dan air sungai. Apabila kandungan logam berat berlebihan terdapat dalam perairan, maka dapat berdampak negatif pada biota air serta manusia, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan terhadap batasan logam berat pada perairan yang dapat di lihat pada tabel 2.2 (Darmono, 2001) Tabel 2.1 Konsentrasi Beberapa Logam Dalam Air Laut dan Sungai Secara Alamiah Logam Air laut (μg/l) Air sungai (μg/l) As 2,6 2 Cd 0,11 Tt Cr 0,2 1 Pb 0,03 3 Sumber waldichuk (1974) Tabel 2.2 Standar Konsentrasi Logam Dalam Air yang Direkomendasikan Logam Simbol Standar (mg/L) Besi Fe 5,0 Cadmium Cd 0,01 Timbal Pb 0,10 Sumber: palupi (1994) Universitas Sumatera Utara 31 Pencemaran perairan oleh logam berat yang terjadi di danau, muara, dan laut lebih tinggi jika dibandingkan dengan sungai, hal itu disebabkan proses pelarutan dalam danau, waduk, muara, dan laut sering kurang efektif daripada dalam sungai karena air dalam danau , waduk, dan laut banyak terdiri dari lapisanlapisan yang sedikit mengalami percampuran. Bentuk lapisan air tersebut juga dapat mengurangi tingkat oksigen terlarut, terutama pada lapisan paling bawah. Disamping itu, aliran air yang sangat kecil menyebabkan daya pengenceran dan penambahan oksigen terlarut yang rendah (Darmono, 2001). Di dalam air biasanya logam berikatan dengan senyawa kimia atau dalam bentuk logam ion, bergantung pada kompartemen tempat logam tersebut berada. Tingkat konsentrasi logam berat dalam air dibedakan menurut tingkat pencemarannya, yaitu polusi berat, polusi sedang, dan non polusi. Suatu perairan dengan tingkat polusi berat biasanya memiliki kandungan logam berat dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya yang cukup tinggi. Pada tingkat polusi sedang, kandungan logam berat dalam air dan biota yang hidup di dalamnya berada dalam batas marjinal. Sedangkan pada tingkat non polusi, kandungan logam berat dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya sangat rendah, bahkan tidak terdeteksi (Mukono, 2001). Menurut Mukono (2002) tujuan untuk mengetahui konsentrasi logam dalam lingkungan perairan adalah: 1. Mengetahui konsentrasi logam yang tinggi dalam hewan air, baik ikan air laut maupun ikan air tawar, yang dapat di gunakan sebagai pedoman untuk Universitas Sumatera Utara 32 mencegah terjadinya toksisitas kronis maupun akut pada orang yang memakannya. 2. Mengetahui konsentrasi logam yang tinggi dalam air dan sedimen, yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk memonitor kualitas air yang mungkin digunakan sebagai irigasi maupun air minum, yang akhirnya berakibat buruk bagi orang yang mengonsumsinya. Darmono (2001) mengatakan bahwa untuk mengetahui siklus perputaran logam dalam air dapat dipelajari dengan mengetahui proses perpindahan logam berat yang melibatkan transformasi dan transport dari kompartemen satu ke kompartemen lainnya didalam suatu lingkungan perairan, adapun hal yang perlu diketahui yaitu: 1. Bentuk fisik-kimia dari logam yang terdapat didalam setiap kompartemen. 2. Proses yang menstimuli terjadinya transportasi logam dalam sistem tersebut. 3. Suatu proses perpindahan logam dalam suatu kompartemen ke kompartemen lainnya. 4. Suatu kejadian logam berat berinteraksi dengan biota air. Universitas Sumatera Utara 33 Gambar 2.2 Proses pencemaran logam dalam air sungai mulai dari hulu sampai ke muara sungai Gambar 2.3 Sistem biogeokimia sirkulasi logam dalam kehidupan biologi air laut dan air tawar Universitas Sumatera Utara 34 2.6 Toksisitas Logam Berat pada Hewan Air Menurut Darmono (2001), semua spesies kehidupan dalam air sangat terpengaruh oleh hadirnya logam yang terlarut dalam air, terutama pada konsentrasi yang melebihi normal. Ada beberapa faktor yang memengaruhi daya toksisitas logam dalam air terhadap makhluk yang hidup didalamnya, yaitu sebagai berikut: 1. Bentuk ikatan kimia dari logam yang terlarut. 2. Pengaruh interaksi antara logam dan jenis toksikan lainnya. 3. Pengaruh lingkungan seperti suhu, kadar garam, pH, dan kadar oksigen yang terlarut dalam air. 4. Kondisi hewan, fase siklus hidup (telur, larva, dewasa), besarnya ukuran organisme, jenis kelamin, dan kecukupan kebutuhan nutrisi. 5. Kemampuan hewan untuk menghindar dari pengaruh polusi. 6. Kemampuan organisme untuk beraklimatisasi terhadap bahan toksik logam. Logam dalam jaringan organisme air menurut Darmono (2001) dibagi menjadi dua kelas, yaitu logam kelas A yang terdiri dari Na, K, Ca, dan Mg, yang pada dasarnya bersifat elektrostatik dan pada larutan garam berbentuk ion hidrofilik. Logam tipe kelas B yang terdiri dari Cu, Zn, Ni, Cd, Pb, Hg. Logam pada kelas B bersifat lebih mudah dan cepat melakukan penetrasi dalam tubuh organisme air daripada logam dari kelas A. Sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan tubuh (insang dan usus) organisme air dan terakumulasinya logam berat pada hati dan ginjal (Darmono, 2001). Universitas Sumatera Utara 35 Hewan air seperti ikan yang mengakumulasi logam berat dapat mencemari manusia pada saat manusia memakan ikan yang mengandung logam tersebut. Adapun rantai makanan dan gambaran tingkat transfer logam berat (Pb) pada ikan di dalam air ke dalam tubuh manusia, dapat dilihat pada gambar 2.4 (Palar, 2008) Manusia (konsumen III) Ikan (mujair) (Konsumen ke II) Bentos (konsumen ke II) Di makan Dentritus (Konsumen I) Crustacea (Konsumen ke II) Tumbuhan (produsen) Gambar 2.4 Rantai makanan dan akumulasi Pb 2.6.1 Toksisitas Logam Berat pada Jenis Ikan Ikan merupakan salah satu organisme air yang rentan terhadap pencemaran logam berat. Ikan dapat memasukkan logam berat yang berasal dari air atau sedimen kedalam tubuhnya hingga 100-1000 kali lebih besar dari lingkungannya (Darmono, 2001). Logam berat akan terakumulasi dalam tubuh ikan melalui air dan pakan yang terkontaminasi. Proses bioakumulasi logam dalam jaringan ikan cukup bervariasi, tergantung pada jenis logam dan spesies ikan. Ikan mempunyai kemampuan untuk menghindar dari cemaran logam berat dengan berenang cepat, akan tetapi bagi ikan yang hidup pada aliran sungai, danau, dan teluk, cenderung lebih sulit menghindar dari pencemaran. Hal ini dapat menyebabkan kematian Universitas Sumatera Utara 36 pada beberapa spesies ikan, terutama ikan yang habitatnya pada perairan dangkal (Darmono, 2001). 2.6.2 Pengaruh Toksisitas Logam Berat pada Insang Insang sebagai alat pernafasan ikan juga digunakan sebagai alat pengatur tekanan antara air dan dalam tubuh ikan. Insang sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam berat. Logam kelas B (Pb) sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan nitrogen, sehingga ikatan logam kelas B tersebut sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan juga metabolisme terhadap sel. Bilamana metaloenzim di subsitusi oleh logam yang bukan semestinya, maka akan menyebabkan protein mengalami deformasi dan mengakibatkan menurunnya kemampuan katalik enzim tersebut. Hal ini sering terjadi pada sel epitel insang tempat beberapa macam logam kelas B terikat. Di samping gangguan sistem biokimiawi, masuknya logam berat yang tidak semestinya pada insang juga dapat mengakibatkan perubahan struktur morfologi insang, penurunan sel darah merah pada lamela sekunder insang, dan hipoksia karena kesulitan mengambil oksigen dalam air (Darmono, 2001). 2.6.3 Toksisitas Logam Berat pada Alat Pencernaan Toksisitas logam berat pada saluran pencernaan juga dapat terjadi pada pakan yang terkontaminasi logam, juga dapat melalui air yang mengandung dosis toksik logam. Akibatnya terjadi kerusakan pada mukosa usus dan gangguan sistem enzim pada hati ikan (Darmono, 2001). Universitas Sumatera Utara 37 2.6.4 Toksisitas Logam Berat pada Ginjal Ikan Ginjal berfungsi untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan oleh tubuh, termasuk bahan racun seperti logam berat yang toksik. Hal tersebut menyebabkan ginjal sering mengalami kerusakan oleh daya toksik logam (Darmono, 2001). 2.6.5 Akumulasi Logam Berat dalam Jaringan Menurut Prosi (1979) dalam Connel (1995) pada umumnya, ada beberapa faktor yang memengaruhi akumulasi logam oleh makhluk hidup perairan, yaitu : 1. Ketersediaan logam secara biologi untuk hewan pada tingkat trofik yang lebih tinggi, pada umumnya lebih ditentukan oleh perpindahan dari air dibandingan dari makanan. 2. Makhluk hidup pemangsa bersaing diketahui mengakumulasi logam di dalam jaringannya dengan tingkat kandungan yang tinggi, tetapi memindahkan hanya sebagian kecil saja pada makhluk predator. 3. Sedimen dan detritus biasanya mengandung kepekatan logam tertinggi di dalam sistem yang tercemar dan hewan pemangsa sedimen dan detritus cenderung untuk mengakumulasi logam dalam kepekatan yang lebih tinggi di bandingkan hewan pada tingkat trofik yang lebih tinggi. 4. Jangka waktu hidup hewan pada tingkat trofik yang lebih tinggi biasanya lebih besar daripada makhluk hidup pada tingkat yang lebih rendah. Dengan demikian, penambahan yang berhubungan dengan umur dapat merupakan faktor yang nyata yang memengaruhi tingkat penambahan logam pada tingkat trofik yang lebih tinggi. Universitas Sumatera Utara 38 Toksisitas timbal (Pb) terhadap organisme akuatik berkurang dengan meningkatnya kesadahan dan kadar oksigen terlarut. Toksisitas timbal (Pb) lebih rendah dari pada cadmium (Cd), merkuri (Hg), dan tembaga (Cu) akan tetapi lebih toksik daripada kromium (Cr), mangan (Mn), barium (Ba), zinc (Zn), dan Besi (Fe) (Bangun, 2005 dalam Effendi, 2003). 2.7 Logam Berat Timbal (Pb) 2.7.1 Karakteristik Logam Berat Timbal (Pb) Timbal (Pb) atau plumbum atau yang dalam keseharian dikenal dengan nama timah hitam masuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur dan memiliki nomor atom (NA) 82, berat atom 207,19, titik cair 328º C, titik didih 1740º C, dan memiliki gravitasi 11,34. Timbal (Pb) pada awalnya adalah logam berat yang secara alami terdapat di kerak bumi akan tetapi jumlahnya sangat sedikit yaitu hanya berkisar 0,0002%, namun timbal (Pb) juga dapat berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih banyak dibandingkan timbal (Pb) alami (Widowati dkk, 2008). Gambar 2.5 Logam Berat Timbal (Pb) Timbal (Pb) merupakan logam pascatransisi yang stabil, memiliki densitas tinggi, lembut, tahan korosi, memiliki konduktifitas lemah dan paruh waktu Universitas Sumatera Utara 39 sangat lama serta terdapat bebas secara alami di bumi dalam bentuk empat isotop, yaitu 204, 206, 207, dan 208 serta kemampuan bereaksi (Sembel, 2015). Timbal (Pb) banyak digunakan dalam berbagai keperluan karena sifatsifatnya (Widowati dkk, 2008): 1. Timbal (Pb) mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal. 2. Timbal (Pb) merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk. 3. Sifat kimia timbal (Pb) menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai lapisan pelindung jika kontak dengan udara lembab. 4. Timbal (Pb) dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang terbentuk mempunyai sifat berbeda dengan timbal yang murni. 5. Densitas timbal (Pb) lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas dan merkuri. Disamping itu timbal (Pb) juga mempunyai sifat (Palar, 2008): 1. Tahan terhadap korosi atau karat. 2. Bersifat neurotoksin (racun penyerang syaraf). 3. Dapat mengikat haemoglobin darah. 4. Merupakan penghantar listrik yang baik. 2.7.2 Kegunaan Logam Berat Timbal (Pb) Menurut Widowati, dkk (2008) Kemampuan Pb membentuk alloy dengan berbagai jenis logam lain sehingga bisa meningkatkan sifat metalurgi dari Pb seperti yang tertera pada tabel 2.3 Universitas Sumatera Utara 40 Tabel 2.3 Bentuk Persenyawaan Pb dan Kegunaannya No Bentuk Persenyawaan Kegunaan 1. Pb + Sb Kabel telepon 2. Pb + As + Sn + Bi Kabel listrik 3. Pb + Ni Senyawa azida untuk bahan peledak 4. Pb + Cr + Mo + Cl Untuk pewarnaan pada cat 5. Pb + asetat Pengkilapan keramik dan bahan anti api 6. Pb + Te Pembangkit listrik tenaga panas 7. Tetrametil-Pb dan Tetraetil Pb Bahan aditif pada bahan bakar kenderaan bermotor Sumber: Palar (2008) Fardiaz (1992) mengatakan bahwa Timbal (Pb) dalam kehidupan seharihari sering dipergunakan: 1. Dalam bentuk timbal dioksida (PbO2) pada produksi baterai penyimpanan untuk mobil. 2. Dalam produk-produk logam seperti amunisi, pelapis kabel, pipa dan solder, bahan kimia, pewarna (cat), dan lain-lain. 3. Dalam produk-produk yang harus tahan karat, timbal (Pb) digunakan dalam bentuk yang bukan alloy, seperti pipa-pipa yang digunakan untuk mengalirkan bahan kimia yang korosif. 4. Digunakan sebagai campuran dalam pembuatan pelapis keramik yang disebut glaze, dalam bentuk PbO untuk membentuk sifat mengkilap pada keramik. 5. Digunakan sebagai bahan aditif pada bahan bakar bensin dalam bentuk tetra ethyl lead (TEL), Pb (C2H5)4, untuk mengurangi letupan (anti knocking) pada proses pembakaran oleh mesin kendaraan. Universitas Sumatera Utara 41 2.7.3 Penyebaran dan Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) Logam berat timbal (Pb) secara alami telah tersebar di alam, yakni: 1. Batuan Menurut studi Weaepohl (1961) dalam Mukono (2002), dinyatakan bahwa kadar timbal (Pb) pada batuan sekitar 10-20 mg/kg. 2. Tanah Rerata timbal (Pb) dipermukaan tanah adalah 16 ppm (Fardiaz, 1992). 3. Air Konsentrasi timbal (Pb) pada air sungai secara alamiah yaitu 3 μ/l dan air laut yaitu 0,03 μ/l (Darmono, 2001) 4. Udara Berdasarkan penelitian Patterson (1965) Kadar timbal (Pb) yang ada di udara adalah 0,0006 µg/l (Mukono, 2002). Manusia juga dapat terpapar timbal yang ada pada: 1. Udara Emisi Pb ke udara dapat berupa gas atau partikel sebagai hasil samping pembakaran yang kurang sempurna dalam mesin kendaraan bermotor. Semakin kurang sempurna proses pembakaran dalam mesin kendaraan bermotor, maka semakin banyak jumlah Pb yang akan di emisikan ke udara. Meningkatnya pertumbuhan sektor transportasi, kepadatan lalu lintas, serta tingginya volume kendaraan dapat menyebabkan kemacetan arus lalu lintas sekaligus menigkatnya kadar Pb di udara yang dapat mencemari udara, tanaman, makanan, serta dapat mengganggu pernafasan bagi polisi lalu lintas, dan pengguna jalan, selain itu juga Universitas Sumatera Utara 42 dapat menyebabkan terdapatnya Pb dalam darah bagi yang terpapar secara terus menerus. Selain itu Pb yang ada di udara dapat berasal dari asap buangan industri dan pembakaran batu bara (Palar, 2008). 2. Air Pb yang ada di udara yang berasal dari pembakaran batu bara, asap kendaraan, dan asap buangan industri dapat langsung masuk ke badan air contohnya sungai. Selain itu badan air juga dapat terkontaminasi Pb yang bersumber dari air limbah industri yang menggunakan Pb, air dari pertambangan biji timah hitam, dan buangan sisa industri baterai. Badan perairan yang kemasukan senyawa atau ion Pb hingga konsentrasi yang melebihi batas dapat mengakibatkan kematian bagi biota perairan, bahkan konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/L dapat membunuh ikan-ikan. Minuman juga dapat ditemukan senyawa Pb bila air tersebut di simpan atau dialirkan melalui pipa yang merupakan alloy dari logam Pb (Palar, 2008). 3. Makanan Kontaminasi Pb juga terjadi pada makanan olahan atau makanan kaleng. Makanan yang telah diasamkan dapat melarutkan Pb dari wadah atau alat-alat pengolahannya. Beberapa studi terbatas juga menunjukkan bahwa terdapat kandungan Pb pada beberapa tanaman yang di tanam di pinggir jalan padat kendaraan (Palar, 2008). 2.7.4 Dampak Toksisitas Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) Timbal (Pb) merupakan logam yang bersifat toksik terhadap manusia. Pb dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman, udara, Universitas Sumatera Utara 43 kulit, maupun parenteral. Timbal (Pb) tidak di butuhkan bagi tubuh manusia, oleh sebab itu apabila timbal (Pb) masuk kedalam lewat makanan atau minuman maka tubuh akan mengeluarkannya bersamaan dengan urin dan feses. Orang dewasa mengabsorpsi Pb sebesar 5-15% dari keseluruhan Pb yang di cerna, sedangkan anak-anak mengabsorpsi Pb lebih besar, yaitu 41,5% (Widowati, 2008). Timbal (Pb) bersifat kumulatif mekanisme toksisitas timbal (Pb) berdasarkan organ yang di pengaruhinya adalah: 1. Sistem haemopoetik: dimana Timbal (Pb) menghambat sistem pembentukan haemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia. 2. Sistem saraf: dimana Timbal (Pb) dapat menimbulkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium. 3. Sistem urinaria: dimana Timbal (Pb) dapat menyebabkan lesi tubulus proksimalis, loop of henle, serta menyebabkan aminosiduria. 4. Sistem gastro-intestinal: dimana Timbal (Pb) menyebabkan kolik dan konstipasi. 5. Sistem kardiovaskuler: dimana Timbal (Pb) dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. 6. Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksisitas atau janin belum lahir menjadi peka terhadap Timbal (Pb). Ibu hamil yang terkontaminasi Timbal (Pb) dapat mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria. Universitas Sumatera Utara 44 7. Sistem endokrin: dimana Timbal (Pb) mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal. 8. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi (Widowati, 2008). Paparan Timbal (Pb) secara kronis dapat mengakibatkan kelelahan, kelesuan, gangguan iritabilitas, gangguan gastrointestinal, kehilangan libido, infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi serta aborsi spontan pada wanita, depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur (Widowati, 2008). Gejala dan tanda-tanda klinis akibat paparan Timbal (Pb) secara akut dapat menyebabkan beberapa gejala, antara lain: 1. Gangguan gastrointestinal, seperti kram perut, kolik, dan biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah-muntah, dan sakit perut yang hebat. 2. Gangguan neurologi berupa ensefalopati seperti sakit kepala, bingung atau pikiran kacau, sering pingsan, dan koma. 3. Gangguan fungsi ginjal, oliguria, dan gagal ginjal yang akut bisa berkembang dengan cepat (Widowati, 2008). Dampak dari timbal juga sudah di buktikan melalui hewan percobaan berupa hewan vertebrata. Keracunan timbal ditandai dengan adanya cacat neorologis, disfungsi ginjal, dan anemia. Kerusakan sistem syaraf dan ginjal biasanya terjadi akibat paparan timbal yang berlebih. Kerusakan sel-sel juga terjadi akibat dari terganggunya reabsorpsi glukosa, asam amino, dan posfat (Rand dan Sam) . 2.7.5 Penanggulangan Toksisitas Logam Berat Timbal (Pb) Universitas Sumatera Utara 45 Menurut Widowati, dkk (2008) Berbagai upaya untuk mencegah dan menghindari efek toksik Pb antara lain: 1. Melakukan tes medis (Pb dalam darah), terutama bagi pekerja yang beresiko terpapar Pb. 2. Mengindari penggunaan peralatan dapur atau tempat makanan yang mengandung Pb. 3. Pemantauan kadar Pb di udara dan dalam makanan. 4. Mengurangi emisi gas buang yang mengandung Pb, baik dari kendaraan bermotor maupun industri. 5. Memantau kualitas limbah yang akan di buang ke badan air. Melakukan monitoring Pb dalam tubuh manusia dapat dilakukan dengan pengujian kadar koproporphirin dalan urin, pengujian kadar ALA dalam urin, dan pengujian kadar ALA dan ALAD dalam darah. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di Amerika Serikat, disimpulkan bahwa pemasukan Pb sehari-hari ke dalam tubuh dan digolongkan ke tingkat paparan normal adalah dalam kisaran 330 μg, dengan tingkatan variasi 100 μg sampai dengan 2000 μg (Widowati dkk, 2008). 2.8 Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) 2.8.1 Sistematika dan Morfologi Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) berasal dari perairan Afrika, yaitu sekitar dataran rendah Zambezi, Shiré dan dataran pantai delta Zambezi sampai pantai Algoa. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar yang pertama kali di Indonesia ditemukan oleh bapak Universitas Sumatera Utara 46 mujair (Oreochromis mossambicus) di muara sungai Serang pantai selatan Blitar Jawa Timur pada tahun 1939. Jenis ikan ini mempunyai kecepatan pertumbuhan yang relatif lebih cepat, tetapi setelah dewasa percepatan pertumbuhannya akan menurun. Ikan ini merupakan ikan air tawar yang umum dikonsumsi oleh masyarakat (Sugiarti, 1988). Pada saat ini, ikan mujair (Oreochromis mossambicus) telah tersebar luas sekurang-kurangnya ke-90 negara di dunia, termasuk Indonesia. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) diperkenalkan sebagai ikan budi daya atau ikan komersial di Indonesia. Klasifikasi ikan mujair (Oreochromis mossambicus) sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis mossambicus (Webb dkk, 2007) Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain mujair biasa, mujair merah, dan mujair albino. Berdasarkan warna sisik, ikan ini dapat dibedakan ke dalam lima varietas, yaitu mujair dengan warna sisik abu-abu, bercak putih, hitam dan merah (Sugiarti, 1988). Universitas Sumatera Utara 47 Mujair (Oreochromis mossambicus) memiliki bentuk badan yang pipih dan memanjang, bersisik kecil-kecil bertipe stenoid, tubuh memiliki garis vertikal, sirip ekor memiliki garis berwarna merah. Warna ikan ini tergantung pada lingkungan atau habitat yang di huni (Webb dkk, 2007). Mulutnya agak besar dan mempunyai gigi-gigi yang halus. Letak mulut di ujung tubuh. Posisi sirip perut terhadap sirip dada adalah thoracic. Linea lateralis tidak sempurna atau terputus menjadi dua bagian. Jumlah sisik pada garis rusuk bagian atas 18-21 buah dan pada garis rusuk bagian bawah ada 10-15 buah. Sirip dada dan sirip perut berwarna hitam kemerahan, sedangkan sirip punggung dan sirip ekor berwarna kemerah-merahan pada ujung-ujungnya (Said, 2000). Gambar 2.6 Ikan Mujair (Orechromis mossambicus) Ciri-ciri khas dari ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yaitu dagu berwarna kekuning-kuningan dan tanda tersebut biasanya akan terelihat lebih jelas pada ikan jantan yang sudah dewasa. Ikan ini memiliki panjang tubuh dua sampai tiga kali dari tinggi badannya (Setianto, 2012). Ciri-ciri yang perlu diperhatikan untuk membedakan induk jantan dan induk betina yaitu pada betina terdapat tiga buah lubang pada urogenital yaitu dubur, lubang pengeluaran telur, dan lubang Universitas Sumatera Utara 48 urin. Ujung sirip berwarna pucat kemerah-merahan, warna perut lebih putih, warna dagu putih, dan jika perut di tekan tidak mengeluarkan cairan. Induk jantan memiliki dua buah lubang pada urogenital, yaitu anus dan lubang sperma merangkap lubang urin. Ujung sirip berwarna kemerah-merahan terang dan jelas. Warna perut lebih gelap/kehitam-hitaman, warna dagu kehitam-hitaman dan kemerah-merahan, dan jika perut ditekan akan mengeluarkan cairan (Popma dan Green, 1990 dalam Erika, 2008). 2.8.2 Ekologi Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) hidup di perairan tawar, seperti danau, waduk, dan rawa. Toleransinya yang luas terhadap salinitas menyebabkan ikan ini juga dapat hidup di air payau dan air laut (Setianto, 2012). Ersa (2008) menambahkan, ikan mujair (Oreochromis mossambicus) bersifat herbivora, tetapi ikan ini juga mengonsumsi detritus, crustacea, bentos, dan berbagai bentuk makanan suplemen yang tersedia di air. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) mempunyai kecepatan pertumbuhan yang relatif lebih cepat, tetapi setelah dewasa percepatan pertumbuhannya akan menurun. Telur mujair (Oreochromis mossambicus) dierami di dalam mulut induk betina selama 3-4 hari. Larva yang baru menetas akan hidup dari kuning telurnya selama 5-7 hari. Larva ikan mujair (Oreochromis mossambicus) mulai bisa makan pada hari ke delapan. Selama periode 14-17 hari larva mujair (Oreochromis mossambicus) di lindungi oleh induk betina di dalam mulutnya. Pada waktu tertentu larva ikan keluar dari mulut induk, berenang di sekitar induk untuk mendapatkan pakan. Ketika lepas dari perlindungan mulut Universitas Sumatera Utara 49 induk betina, larva mujair (Oreochromis mossambicus) biasanya sudah mencapai ukuran 9-10 mm (Setianto, 2012). Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dapat berkembang pesat di kolam, sawah dan sungai air deras. Kolam dengan sistem pengairan yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mujair (Oreochromis mossambicus). Keasaman air (pH) yang baik untuk perkembangan ikan mujair (Oreochromis mossambicus) berkisar antara 5-8, dengan suhu air berkisar antara 20-27ºC. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl (Sugiarti, 1988). Berat ikan dapat mencapai 120 sampai 200 gram dalam waktu empat bulan dengan sedikitnya 80% yang dapat bertahan hidup. Panjang total maksimum yang dapat dicapai ikan mujair (Oreochromis mossambicus) adalah 40 cm. Ikan ini mulai bisa berkembang biak pada umur 3 bulan, dan setelah itu ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dapat berkembang biak setiap 1½ bulan sekali (Setianto, 2012). 2.8.3 Kandungan Gizi Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Ikan salah satu bahan makanan yang memiliki protein tinggi. Rasanya yang gurih menyebabkan ikan disukai berbagai kalangan masyarakat. Salah satunya ikan mujair (Oreochromis mossambicus). Menurut Setianto (2012), ikan mujair (Oreochromis mossambicus) merupakan salah satu sumber protein yang tinggi, mengandung asam lemak tak jenuh (omega-3, Eicosapentaenoic acid/EPA, Docosahexanoic acid/DHA) yang berfungsi untuk perkembangan otak. Selain itu Universitas Sumatera Utara 50 masih banyak lagi kandungan gizi dari ikan mujair ini, antara lain air 80,0 gr, protein 16,0 gr, energi 86,0 kalori, lemak 2,0 gr, kalsium 20,0 mg, besi 2,0 g, vitamin A 150,0. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang kaya akan gizi tersebut bisa juga dijadikan sebagai makanan pengganti ikan laut, yang mana seperti kita ketahui harga ikan laut semakin hari semakin mahal (Ersa, 2008). Menurut Setianto (2012), tingginya kandungan gizi pada ikan sangat berguna bagi kesehatan. Konsumsi ikan secara kontinu juga terbukti mampu menghambat dampak buruk penyakit jantung. Menurut ahli gizi, mengonsumsi ikan sebanyak 30 gr dalam sehari dapat menurunkan resiko kematian akibat penyakit jantung hingga 50%. 2.9 Accaptable Daily Intake Logam Berat Pada Pangan Pangan adalah segala sesuatu yang bersumber dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman untuk dikonsumsi manusia (SNI, 2009). Untuk itu sudah seharusnya bahan pangan terbebas dari bahan-bahan pencemar yang bersifat toksik bagi tubuh manusia. Karena dengan adanya cemaran pada makanan yang akan di konsumsi dapat merugikan dan berdampak buruk bagi kesehatan dan jiwa manusia. Guna melindungi konsumen dari kerugian akibat pencemaran makanan, maka pemerintah telah menetapkan standar terhadap makanan yang boleh di konsumsi. Salah satu contoh bahan pencemar yang telah ditentukan nilai batas maksimumnya dalam bahan pangan adalah logam berat. Hal ini dikarenakan logam berat yang sifatnya dapat terakumulasi dan tidak dapat di ekskresikan Universitas Sumatera Utara 51 sepenuhnya dari dalam tubuh dan menimbulkan dampak parah dalam jangka waktu yang lama. Batas maksimum timbal (Pb) dalam makanan hasil laut yang ditetapkan oleh badan Standar Nasional Departemen Kesehatan RI tahun 2009 adalah sebesar 0,3 mg/kg (SNI, 2009). ADI didefinisikan sebagai ”besarnya asupan harian suatu zat kimia yang bila dikonsumsi seumur hidup, tampaknya tanpa risiko berarti berdasarkan semua fakta yang diketahui pada saat itu. Istilah asupan harian yang dapat diterima (Acceptable Daily Intake = ADI) oleh Komite gabungan FAO dan WHO mengenai zat tambahan makanan pada tahun 1991. Selanjutnya digunakan untuk uji toksikologik dan reevaluasinya terhadap sejumlah besar zat tambahan yang meninggalkan residu dan zat kimia dalam makanan (Hariyanto, 2012). Logam berat yang terakumulasi dalam tubuh ikan diukur untuk mengetahui konsentrasi logam yang ada di dalam tubuh, sehingga dapat menentukan batas aman untuk mengonsumsi ikan dan batas aman untuk konsumsi manusia. Organisasi internasional WHO telah merumuskan aturan untuk mengonsumsi ikan yang terakumulasi logam berat. Pada tabel 2. 4 menunjukkan aturan untuk mengonsumsi ikan yang terakumulasi logam berat dan data-data tersebut dikonversikan untuk mendapatkan angka yang merupakan aturan konsumsi ikan yang aman setiap minggu pada manusia (Hariyanto, 2012). Universitas Sumatera Utara 52 Tabel 2.4 Batas Aman Konsentrasi Logam yang dapat Diterima Secara Internasional Jenis Logam Cadmium Standar Menurut JECFA Standar Referensi PTWI 7 μg per kg berat WHO 1989 badan per minggu Tembaga JECFA PTWI 3500 μg per kg berat WHO 1982 badan per minggu Timbal JECFA PTWI 25 μg per kg berat ANZFA 1998 badan per minggu Seng JECFA PTWI 7000 μg per kg berat WHO 1982 badan per minggu PTWI = Provisional Tolerable Weekly Intake (Konsumsi yang diperbolehkan setiap minggunya) JEFCA = Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives Sumber: NSW Health, 2001 Universitas Sumatera Utara 53 2.10 Kerangka Konsep kandungan logam berat timbal (Pb) pada muara aliran sungai Percut Uji laboratorium Kandungan logam berat timbal (Pb) pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus) Memenuhi syarat SNI 7387: 2009 ≤ 0,3 mg/kg Tidak memenuhi syarat SNI 7387: 2009 > 0,3 mg/kg Acceptable Daily Intake (ADI) Gambar 2.7 Kerangka konsep Universitas Sumatera Utara