MAKALAH BIOFARMASETIKA BIOFARMASI SEDIAAN OBAT YANG DIBERIKAN MELALUI PARU Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Biofarmasetika Dosen Pengampu : Desy Nawangsari, M.Farm., Apt. Disusun Oleh : Agustina 180105003 Kuni Masrokhati 180105054 Tiara Indah Lestari 180105099 PROGRAM STUDI S1 FARMASI UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO 2020 i KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Biofarmasi Sediaan Obat Yang Diberikan Melalui Paru” dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Biofarmasi Sediaan Obat Yang Diberikan Melalui Paru. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Purwokerto, 20 April 2020 Tim Penyusun ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 I.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 I.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2 I.3 Maksud dan Tujuan ........................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3 II.1 Anatomi dan fisiologi paru-paru ................................................... 3 II.2 Pembuluh darah yang melewati paru-paru..................................... 6 II.3 Karakteristik paru-paru .................................................................. 7 II.4 Gerakan paru-paru ......................................................................... 8 II.5 Faktor yang mempengaruhi proses biofarmasetik melalui paru ... 8 II.6 Evaluasi biofarmasetik diberikan melalui paru-paru .................. 10 BAB III PENUTUP ................................................................................... 14 III.1 Kesimpulan ................................................................................ 14 III.2 Saran .......................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 15 iii BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Umumnya obat diberikan dala beberapa bentuk sediaan misalnya tablet, kapsul, suspensi, eliksir, suppositoria dan lain-lain. Sediaan obat ini dibuat dengan mempertimbangkan organ tubuh yang akan dilewatinya. Misalnya; suppositoria dibuat untuk dipakai sebagai sediaan obat yang melalui rectum, ataupun tablet yang dibuat sebagai sediaan obat yang di pakai secara oral. Suatu bentuk sediaan obat terdiri dari bahan obat dan bahan-bahan pembantu yang tersusun dalam formula dan diikuti dengan petunjuk cara proses pembuatan. Kita tentunya mengharapkan agar sediaan obat yang beredar di pasaran dapat memberikan efek terapi yang kita inginkan dengan memberikan bahaya minimal. Perlu diketahui untuk mendapat efek terapi yang di inginkan obat harus melewati berbagai proses biofarmasetika baik proses absorbsi, distribusi, dan metabolisme/ biotransformasi. Dalam proses biofarmasetika dapat dibagi menjadi dua ada sediaan yang dapat melalui pelepasan pertama pada hati (first pass effect) dan ada pula yang tidak. Dalam proses biofarmasetika ini yang perlu diperhatikan yakni bagaimana obat tersebut melalui beberapa organ tubuh kemudian akan membentuk zat terlarut hingga akhirnya dapat di absorbsi dan memberikan efek yang kita inginkan. Biofarmasetika sediaan obat melalui kulit, mata parenteral dan paruparu harus memperhatikan tingkat penyerapan obat tersebut yang didasarkan pada basis obat dan harus memperhatikan lepas lambat (artinya apabila sediaan obat tersebut diinginkan diserap di usus tap akhirnya baru mencapai lambung obat tersebut sudah larut). Paru-paru merupakan organ vital yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Paru-paru mempunyai permukaan absorpsi potensial 70m2 , permukaan yang lebih besar dari usus halus atau jalur nasal. Karena itu pemberian obat melalui paru-paru sangat efektif. Namun, pemberian obat melalui paru-paru harus memperhatikan beberapa faktor, misalnya ukuran partikel sediaan agar sediaan 1 obat dapat memberikan efek yang diinginkan. Oleh karena itu pada makalah ini membahas tentang biofarmasi obat yang diberikan melalui paru-paru. I.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana anatomi dan fisiologi paru-paru? 2. Pembuluh darah apa saja yang melewati paru-paru? 3. Apa karakteristik paru-paru? 4. Bagaimana gerakan paru-paru? 5. Apa saja faktor yang mempengaruhi proses biofarmasetik obat pada pemberian melalui paru-paru? 6. Bagaimana evaluasi biofarmasetik sediaan obat yang diberikan melalui paru-paru? I.3 Maksud dan Tujuan 1. Memahami anatomi dan fisiologi paru-paru 2. Mengetahui pembuluh darah yang melewati paru-paru 3. Mengetahui karakteristik paru-paru 4. Mengetahui gerakan paru-paru 5. Mengetahui faktor yang mempengaruhi proses biofarmasetik obat pada pemberian paru-paru 6. Mengetahui evaluasi biofarmasetik sediaan obat yang diberikan melalui paru-paru 2 BAB II PEMBAHASAN II.1 Anatomi Dan Fisiologi Paru-Paru A. Anatomi Paru-paru Paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama sebagai alat respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran untuk terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Pertukaran ini terjadinya pada alveolus-alveolus di paru melalui sistem kapiler (Guyton, 2007). Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paruparu kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Pada paru kanan lobus-lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula pulmonalis. Di antara lobuslobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior dan lobus inferior paru kiri terdapat fissura obliqua. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub bagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segment. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum (Sheerwood, 2001). Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura.pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura (Guyton, 2007). Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan kelanjutan dari trakea. Bronkus berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampak paru- 3 paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-2 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru/ gelembung hawa atau alveoli (Syarifuddin, 2006). Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim itu mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveoli merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri atas bronkhiolus respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 di antara kapiler pulmoner dan alveoli. Gambar Anatomi Paru-paru B. Fisiologi Paru-paru Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut (West, 2004). 4 Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebgai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat konraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price, 1994). Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit (bronkhi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paruparu utama (trakhea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis (Mc Ardle, 2006). Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali membesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas bernafas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafas dalam dan volume udara bertambah (Syarifuddin, 2001). Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan volume intratoraks. Selama bernafas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan 5 pernafasan seimbang menjadi sedikit negatif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru (Syarifuddin, 2001). Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price, 2005). Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveol ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah (Guyton, 2007). Gambar Fisiologi Paru-paru II.2 Pembuluh Darah Yang Melewati Paru-Paru Arteri pulmonalis membawa darah yang sudah tidak mengandung oksigen dari ventrikel kanan jantung ke paru-paru, cabang-cabangnya menyentuh saluransaluran bronkial, dan bercabang lagi sampai menjadi arteriol halus. Arteriol 6 membelah-belah dan membentuk kapiler selanjutnya kapiler menyentuh dinding alveoli atau gelembung udara (Guyton, 2007). Kapiler halus hanya dapat memuat sedikit darah, maka praktis dapat dikatakan sel-sel darah merah membuat baris tunggal. Alirannya bergerak lambat dan dipisahkan dari udara dalam alveoli hanya oleh dua membran yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung dengan difusi, yang merupakan fungsi pernapasan (Guyton, 2007). Kapiler paru-paru bersatu lagi sampai menjadi pembuluh darah yang lebih besar dan akhirnya dua vena pulmonalis meninggalkan setiap paru-paru membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aorta (Guyton, 2007). Pembuluh darah yang disebut sebagai arteria bronkialis membawa darah berisi oksigen langsung dari aorta teraksika ke paru-paru guna memberi makan dan menghantarkan oksigen ke dalam jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk pleksus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu dalam vena pulmonaris dan darahnya kemudian dibawa masuk ke dalam vena pulmonaris. Sisa darah itu diantarkan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena kava superior. Maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darag ganda (Guyton, 2007). II.3 Karakteristik Paru-Paru Paru-paru pada dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal terdapat lapisancairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruang antara paru-paru dan dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton,2007). Paru sendiri memiliki kemampuan recoil, yakni kemapuan tuntuk menggembung dan mengempis dengan sendirinya. Elastisitas paru untuk mengembung dan mengempis disebabkan karena adanya sulfaktan yang dihasilkan oleh sel alveolar 2. Namun selain itu mengembung dan mengepis paru juga sangat dibantu oleh otot-otot dinding toraks dan otot pernafasan lainnya, serta tekanan negative yang terdapat dalam vacum pleura. 7 Pergerakan udara dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paruparu, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancer dibituhkan fungsi yang baiak pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi mejadi dua yaitu: 1) Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna, sternokleidomasoideus, skalenus dan diafragma. 2) Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominus dan interkotalis internus (Alsagaff dkk, 2005). II.4 Gerakan Paru-Paru Pernafasan manusia melalui dua tahap, yakni (Alsagaff dkk, 2005): 1. Inspirasi (penghirupan) Pada tahap tersebut terjadi akibat tulang rusuk dan diafragma. Volume rongga dada dan paru-paru akan meningkat ketika diafragma bergeral turun ke bawah dan sangkar tulang rusuk membesar. Kemudian tekanann udara dalam paru-paru akan turun di bawah tekanan udara atmosfer dan mengalir ke dalam paru-paru. 2. Ekspirasi (penghemusan) Tahap penghembusan terjadi akibat otot tulang rusuk dan diafragms berelaksasi. Volume rongga dada dan paru-paru mengecil ketika diafragma bergerak naik dan sangkar tulang rusuk mengecil. Tekanan udara dalam paru-paru akan naik melebihi tekanan udara atmosfer, dan udara akan mengalir keluar paru-paru. II.5 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Biofarmasetik Obat Pada Pemberian Melalui Paru Paru-paru merupakan daerah absorpsi yang baik pada penggunaan sediaan gas atau kabut dari aerosol dengan partikel yang sangat halus dari cairan atau padatan. Penghantaran obat melalui paru-paru mengacu pada pendekatan 8 formulasi,teknologi dan sistem senyawa obat di dalam tubuh yang diperlukan untuk mencapai efek terapi yang diinginkan (Shargel, dkk.,2012 ). Ukuran partikel (tetesan) dan kecepatan pemakaian mengendalikan jumlah senyawa yang terhirup menembus ruang jalur udara. Ukuran optimum untuk penembusan jalur udara yang lebih dalam dari partikel obat adalah 3 sampai 5 mikrogram. Partikel- partikel besar cenderung terkumpul pada jalur udara atas, sedangkan partikel molekul sangat kecil (<3 mikrogram ) keluar bersama hembusan napas sebelum terjadi absorbsi (Shargel, dkk.,2012 ). Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penahanan partikel dalam saluran pernapasan sebgai berikut : A. Faktor anatomi saluran fisiologis saluran napas Ditinjau dari anatomi, penahanan partikel tersebut berkaitan dengan ukuran saluran napas yang secar bertahap semakin mengecil, frekuensi pembagian, jumlah dan sudut percabangan yang dapat mempengaruhi depo(Shargel, dkk.,2012 ). Ditinjau dari fisiologinya. Perubahan irama pernapasan , kapasitas vital, volume aliran,atau adanya halangan bronkus merupakan parameter yang berpengaruh pada pembentukan pada depo (Shargel, dkk.,2012 ). B. Faktor fisiko kimia partikel a) Ukuran partikel Pada aerosol monodispersi, partikel ukuran 1-5 mikrogram dapat menembus dan mengendap dalam alveoli prtikel yang lebih kecil dari 1 mikrogram tidak akan mengendap dan keluar saata ekspirasi (Shargel, dkk.,2012 ). b) Muatan partikel Parikel bermuatan dengan mobilitas yang tinggi dan menimbulkan muatan yang lemah pada partikel-partikel kecil (1 mikrogram atau lebih kecil ) atau muatan yang besar (1 mikrogram atau lebih) (Shargel, dkk.,2012 ). c) Bobot jenis partikel 9 Stabilitas sediaan aerosol berkaitan dengan pengaruh bobot jenis terhadap laju pengendapan suatu partikel dengan diameter 0,5 mikrogram dan bobot jenis 10 mikrogram , memiliki laju pengendapan yang sma dengan laju pengendapan partikel 2 mikrogram dan bobot jenis 1 g/cm (Shargel, dkk.,2012 ). d) Bobot jenis gas pendorong Sediaan farmasi yang berbentuk semprot pada gas pendorongnya mempunyai bobot jenis yang tinggi. Semakin tinggi bobot jenisnya maka semakin nyata pengaruh pembawa gas terhadap partikel yang tersuspensi, dan hal ini dapat mengakibatkan penetrasi yang jauh ke dalam saluran (Shargel, dkk.,2012 ). C. Faktor biologis Faktor biologis adalah adanya mekanisme pertahanan pada paru-paru yang terdapat benda asing sehingga terjadi barrier yang harus diatasi untuk memastikan deposisi dan absorpsi obat yang efisien pada saluran pernafasan. Adapun beberapa barrier tersebut yaitu : epitel paru-paru, sel-sel berselia, alveolar magrofag, lapisan cairan epitel, surfaktan paru-paru, dan mucociliary clearance (Ansel 1985). D. Faktor farmasetik Faktor farmasetik adalah faktor yang terkait dengan formulasi yang memepengaruhi sistem penghambatan pada obat ini adalah ukuran, bentuk, kerapatan dan stabilisasi fisik partikel (Ansel 1985). II.6 Evaluasi Biofarmasetik Sediaan Obat Yang Diberikan Melalui ParuParu A. Perjalanan aerosol dalam tubuh Dengan alat penyemprot, partikel-partikel aerosol akan menempuh jalur tertentu yang berbeda dengan jalur perjalanan zat aktif yang diberikan dengan cara lainyya dan jalur tesebut tergantung pada cara pemberian aerosol pada tempat pemberian aerosol (partikel yang dihirup). Oleh karena itu penelitian sediaan terdiri dari 2 jenis yaitu penelitian pertama, berkaitan dengan perjalanan partikel-partikel dari 10 alat generator sampat tempat fiksasi di dalam saluran napas (dengan kemungkinan kembali ke lingkungan luar), dan pada penelitian kedua meneliti transfer zat aktif yang terkandung dalam partikel aerosol sejak dari tempat depo sampai dikeluarkan dari tubuh. Perjalanan aerosol yaitu : 1. Transit atau penghirupan 2. Penangkapan atau depo 3. Penahanan atau pembersihan 4. Penyerapan (Shargel,2005). B. Evaluasi ketersediaan hayati Pada aerosol dengan efek sistemik kemungkinan untuk memperkirakan aktivitas farmakologi atau terapeutik, atau menentukan kadar obat dalam daarah dan membandingkan dengan kadar yang didapat dari cara pemberian intravena dan pemberian lainnya(Shargel,2005). Pada aerosol dengan efek setempat, sangat diperlukan untuk melaksanakan studi ketersediaan hayati relatif dengan memebandingkan berbagai formulasi yang berbeda untuk memilih formula yang lebih setempat, efeknya lebih lama, lebih spesifik, lebih cepat sebagai fungsi dari ukuran partikel yang harus sehomoge mungkin. Sebelum melakukan penilaian yang tepat tentang ketersediaan hayati sediaan aerosol , perlu diketahui dengan pasti seberapa parameter zat aktif, yaitu: a) Stabilitas fisiko-kimia dan stabilitas terapeutik dari partikel aerosol yang halus b) Daerah depo dan peranannya untuk menghasilkan efek terapeutik yang sesuai dan terukur c) Laju penyerapan, metabolisme dan atau pembersiham untuk menghindari efek sekunder d) Pengaruh bahan tambahan dalam sediaan terhadap partikel (Shargel,2005). Adapun tahap evaluasi biofarmasetik yaitu : 11 a. Tahap pertama Yaitu pemilihan bagian saluran napas yang akan dicapai oel zat aktif untuk memberikan aksi setempat atau untuk memberikan aksi setempat atau untuk diserap dan selanjutnya menghasilkan efek sistemik (Shargel,2005). b. Tahap kedua Yaitu pemilihan alat untuk pembuatan sediaan aerososl sedemikian hingga diperoleh diameter partikel yang diinginkan. Pemilihan alat harus dilengkapi dengan cara pemberian (tujuan bukal,nasal, masker wajah ) karena harus dihindari terjadinya depo yang tidak dikehendaki dalam saluran napas (Shargel,2005). c. Tahap ketiga Yaitu penelitian in vitro pada hewan untuk meramalkan toksisitas dan reaksi samping yang mungkin terjadi setelah pemberian zat aktif dalam aerosol.percobaan ini menggunakan pipa khusus ke berbagai tempat saluran napas untuk mengamati adanya reaksireaksi tertentu termasuk reaksi sistemik atau setempat (Shargel,2005). d. Tahap keempat Yaitu pada subjek manusia dalam hal ini keadaan pemeberian dan penghirupan partikel harus tepat, serta penentuan ritme pernapasan (Shargel,2005). e. Tahap kelima Yaitu studi ketercampuran obat dan stabilitas zat aktif dalam bentuk terpilih (larutan, serbuk, bentuk sediaan farmasi bertekanan dan lain-lain) (Shargel,2005). Sedangkan evaluasi pada subjek manusia : 12 Tahapan-tahapan evaluasi pada subjek manusia yaitu :Keadaan pemberian dan penghirupan partikel harus tepat,Ritme pernafasan diatur,Kedua hal diatas berhubungan dengan jumlah obat yang dihirup dan jumlah zat aktif yang diserap (Shargel,2005). 13 BAB III PENUTUP III.1 Kesimpulan Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk krucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua bagian yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru mempunyai permukaan absorpsi potensial 70m2, permukaan yang lebih besar dari usus halus atau jalur nasal. Pembuluh darah yang melewati paru-paru diantaranya arteri pulmonalis, vena pulmonalis, arteri bronkialis dan vena bronkialis. Faktor utama yang mempengaruhi proses biofarmasetik sediaan yang diberikan melalui paruparu yaitu ukuran partikel. Makin kecil ukuran partikel maka makin tinggi ukuran penetrasinya ke dalam alveoli paru-paru. Absorpsi melalui paru-paru cocok untuk sediaan terutama zat dalam bentuk gas yaitu aerosol. III.2 Saran Paru-paru merupakan organ vital pada manusia. Oleh karena itu, seorang farmasis harus memahami bagaimana biofarmasi sediaan obat yang diberikan melalui paru-paru agar sediaan obat dapat memberikan efek yang diinginkan. 14 DAFTAR PUSTAKA Alsagaf, H, dkk. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi 4. Surabaya: Universitas Airlangga. Ansel, H. C . 1985. Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms. Fourth Edition,New york : Lea & Fibiger. AMK, Syarifuddin. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk MahasiswaKeperawatan. Jakarta: EGC Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC McArdle WD. 2006. Exercise Physiology: Energy, Nutrition, and Human Performance. 4th Edition. USA: Williams and Wilkins. hlm. 19-41. Price, sylvia Anderson. 1994. Phatophysiology. Ed. 4. Jakarta : EGC Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Vol. 2 . Jakarta: EGC Shargel, L.& Andrew B.C.YU. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya: Air langga University Press. Shargel, Leon, et al,. 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan Edisi Kelima. Surabaya : Airlangga University Press. Sheerwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC Syaifuddin H. 2001. Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Jakarta: Widya Medika. West JW. 2004. Interaction of energy and bovine somatotropin eith heat stress. J. Dairy Sci. 43: 1245 15