Efektivitas Penyuluhan terhadap Peningkatan Pengetahuan Santri

advertisement
Efektivitas Penyuluhan terhadap Peningkatan Pengetahuan Santri Mengenai Gejala
dan Pengobatan Trikuriasis di Pesantren X, Jakarta Timur
Agung Nugroho, Saleha Sungkar
1. Program Studi Sarjana Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
E-mail: [email protected]
Abstrak
Trikuriasis merupakan salah satu penyakit parasitik yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di daerah padat
penduduk dengan sanitasi yang kurang baik. Keberhasilan pencegahan trikuriasis berkaitan dengan tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai gejala dan pengobatannya. Oleh karena itu, masyarakat perlu diberikan
penyuluhan mengenai trikuriasis lalu dievaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan
pengetahuan santri Pesantren X, Jakarta Timur mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis. Penelitian ini
menggunakan desain pre-test and post-test dan melibatkan 154 santri. Pengambilan data dilakukan tanggal 22
Januari 2011 dengan memberikan kuesioner mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis kepada semua santri
(total sampling) sebelum dan sesudah penyuluhan. Hasilnya menunjukkan, sebelum penyuluhan santri yang
memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis adalah 1 orang (0,6%), sedang
18 orang (11,7%) dan kurang 135 orang (87,7%). Setelah penyuluhan santri dengan pengetahuan baik bertambah
menjadi 4 orang (2,6%), sedang 39 orang (25,3%), dan kurang 111 orang (72,1%). Pada uji marginal
homogeneity didapatkan p=0,002 yang berarti terdapat perbedaan bermakna pada tingkat pengetahuan santri
sebelum dan setelah penyuluhan. Disimpulkan bahwa, penyuluhan efektif untuk meningkatkan pengetahuan
santri mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis.
The Effectiveness of Health Promotion to Increase the Knowledge Level of X Islamic
Boarding School Students About Symptoms and Treatment of Trichuriasis
Abstract
Trichuriasis is one of the parasitic diseases which became a problem for public health in the populous area with
poor sanitation. The success of trichuriasis prevention is associated with the knowledge level of people about the
symptoms and its treatment. Therefore, people need to be given health promotion about trichuriasis and will be
evaluated afterwards. The objective of this research is to understand the knowledge level of X Islamic boarding
school students in East Jakarta about symptoms and treatment of trichuriasis. The research is using pre-test and
post-test design and involving 154 students. This study was carried out on January 22nd, 2011 by giving
questionnaire about symptoms and treatment of trichuriasis to all students (total sampling) before and after
health promotion. The results before health promotion given, showed that the number of students with good, fair
and poor knowledge level of symptoms and treatment of trichuriasis was 1 (0,6%), 18 (11,7%) and 135 (87,7%),
respectively. After health promotion given, the results showed that the number of students with good knowledge
level is increasing up to 4 people (2,6%); 39 people (25,3%), and 111 people with fair and poor level. (72,1%).
Based on marginal homogeneity test, p value was obtained 0,002, which means there is a significant difference
between the knowledge level of the students before and after health promotion. In brief, it can be concluded that
health promotion is effective to improve the knowledge level of the students about symptoms and treatment of
trichuriasis.
Keywords:
trichuriasis, knowledge, symptoms, treatment, health promotion, Islamic boarding school
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
Pendahuluan
Trikuriasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Trichuris trichiura atau
cacing cambuk. T. trichiura bersifat kosmopolitan, yaitu terdapat di seluruh dunia namun
paling banyak ditemukan di daerah lembab dan panas, seperti Indonesia.1
Di Indonesia, prevalensi trikuriasis cukup tinggi. T. trichiura banyak terdapat di daerah
dengan kondisi tanah liat, penduduk yang padat, sosioekonomi rendah dan sanitasi
lingkungan yang kurang baik. Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 1991 prevalensi
trikuriasis di Bali 53%, di perkebunan Sumatera Selatan 36,2%, dan sebanyak 51,6% di
sejumlah sekolah di Jakarta. Pada tahun 1996, di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan
trikuriasis ditemukan sebanyak 60% dari 365 anak sekolah dasar.1 Pada penelitian tahun 2008
yang dilakukan Mardiana dan Djarismawati, diperoleh hasil penderita trikuriasis di Jakarta
Barat dan Jakarta Selatan masing-masing 25,3% dan 68,42%.2
T. trichiura adalah cacing yang termasuk soil transmitted helminths yaitu cacing yang
memerlukan tanah untuk perkembangan telur menjadi infektif. Oleh karena itu, trikuriasis
lebih banyak terdapat pada anak dibandingkan orang dewasa
karena anak sering kontak dengan tanah pada saat bermain. Jika anak kontak dengan tanah
yang tercemar telur T. trichiura maka telur akan tertelan bila anak tersebut tidak mencuci
tangan sebelum makan.
Trikuriasis dengan infeksi ringan biasanya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas
namun pada infeksi berat dapat menyebabkan anak sering mengalami diare, berat badan
turun, anemia serta sindrom disentri dengan komplikasi prolapsus rektum.1,3,4 Keadaan
tersebut akan menurunkan prestasi belajar dan secara keseluruhan akan menurunkan kualitas
hidup anak.
Jakarta Timur adalah salah satu wilayah di Jakarta yang berpenduduk padat dan
tanahnya merupakan tanah liat. Di Jakarta Timur terdapat pesantren dengan jumlah santri
yang cukup banyak namun memiliki fasilitas yang minim.
Mengingat jenis tanah di wilayah Jakarta Timur adalah tanah liat dan kepadatan santri
di pesantren cukup tinggi diduga prevalensi trikuriasis di pesantren tersebut tergolong tinggi.
Oleh karena itu, santri perlu dibekali dengan pengetahuan mengenai penyebab trikuriasis,
gejala, pengobatan dan pencegahannya dengan cara memberikan penyuluhan kesehatan
mengenai trikuriasis lalu tingkat pengetahuan santri dievaluasi.
Untuk mengetahui efektivitas penyuluhan perlu dilakukan survei yang mengukur
tingkat pengetahuan santri mengenai trikuriasis sebelum dan setelah penyuluhan, namun
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
karena keterbatasan penelitian maka yang dievaluasi adalah tingkat pengetahuan mengenai
gejala dan pengobatannya.
Tinjauan Teoritis
Hospes T. trichiura adalah manusia dan penyakit yang disebabkannya adalah
trikuriasis.1,3,4,5
T. trichiura betina dewasa memiliki panjang sekitar 5 cm, sedangkan yang jantan
berukuran sekitar 4 cm. Bagian anteriornya langsing mirip seperti cambuk, dan panjangnya
kira-kira 3/5 dari panjang tubuhnya. Bagian posteriornya lebih gemuk, pada cacing jantan
bentuknya melingkar dan terdapat satu spikulum, sedangkan pada cacing betina bentuknya
membulat tumpul.1 Cacing dewasa T. trichiura habitatnya adalah di kolon asendens dan
sekum yang bagian anteriornya seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus.1,3
Seekor cacing betina dapat menghasilkan telur sekitar 3000-10 000 butir per harinya.
Telur tersebut berukuran 50-54 x 32 mikron, bentuknya seperti tempayan dengan tonjolan
jernih pada kedua kutub.1,5 Kulit telur bagian luar berwarna kekuningan dan bagian dalamnya
jernih. Telur yang dibuahi kemudian dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut
akan matang dalam waktu 2 sampai 4 minggu pada lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah
liat dan pada tempat dengan kondisi yang lembab dan teduh.1,3,4,5 Telur matang adalah bentuk
infektif sebab berisi larva di dalamnya.1 Bentuk dewasa dan telur T. trichiura (Gambar 1)4
Gambar 1. Cacing Dewasa dan Telur T. trichiura4
Keterangan:
A: cacing dewasa jantan
B: bagian posterior cacing jantan (spikulum)
C: cacing dewasa betina
D: telur belum matang
E: telur sudah matang
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
Cara infeksi langsung adalah jika hospes menelan telur matang. Larva kemudian keluar
dari dinding telur lalu masuk ke dalam usus halus. Saat berubah menjadi dewasa, cacing T.
trichiura turun ke bagian distal usus dan masuk ke daerah kolon, tepatnya sekum. Cacing ini
tidak mempunyai siklus paruh. Masa pertumbuhan mulai dari telur tertelan sampai cacing
betina dewasa mengeluarkan telur kira-kira sekitar 1-3 bulan setelah infeksi.1,3 T. trichiura
dapat hidup selama 1-5 tahun di usus manusia (Gambar 2)6
Gambar 2. Siklus hidup T. trichiura6
T. trichiura pada manusia umumnya hidup di sekum, namun dapat juga ditemukan di
kolon asendens. Pada kasus dengan infeksi berat, terutama pada anak-anak, cacing ini dapat
tersebar di seluruh kolon dan rektum. Bahkan, kadang dapat terlihat di mukosa rektum yang
mengalami prolapsus diakibatkan penderita mengejan saat defekasi.
T. trichiura memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus sehingga akan terjadi trauma
yang menimbulkan peradangan dan juga iritasi mukosa usus. Tempat dimana cacing itu
melekat akan mengalami perdarahan. Cacing itu juga menghisap darah hospesnya sehingga
dapat mengakibatkan anemia. 1,3,4,5
Kebanyakan individu yang terinfeksi adalah asimtomatik. Hanya penderita trikuriasis
berat yang biasanya menunjukkan gejala diare menahun selama 2-3 tahun yang umumnya
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
diselingi mual, anemia, sindrom disentri, berat badan turun, serta kadang disertai prolapsus
rektum.
Infeksi berat trikuriasis juga sering disertai dengan infeksi cacingan lainnya atau
protozoa, sedangkan pada infeksi ringan, hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan tinja
rutin karena biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau bahkan tanpa gejala.
1,3,4,5
Pemeriksaan pulasan tinja menunjukkan telur T. trichiura yang khas.3 Diagnosis
trikuriasis dibuat dengan menemukan telur dan cacing T. trichiura di dalam feses.1,4,5 Pada
pemeriksaan sampel feses di laboratorium, jumlah telur harus dihitung untuk menentukan
tingkat infeksi. Morfologi telur lebih mudah dilihat pada sediaan basah.4,5
Trikuriasis dapat diobati dengan hasil yang cukup baik menggunakan mebendazol
dengan dosis 2 x 100 mg selama 3 hari atau 500 mg pada dosis tunggal, atau albendazol dosis
tunggal 400 mg, atau dengan oksantel pirantel pamoat dosis tunggal 10-15 mg/kgBB.1,3,4
Untuk pengobatan masal dianjurkan menggunakan dosis tunggal.4 Pemberian mebendazol
dengan dosis 2 x 100 mg selama 3 hari menghasilkan angka kesembuhan 70-90% dan
mengurangi keluaran telur 90-99%. Sebagai tindakan lanjutan, dilakukan pemeriksaan tinja 24 minggu setelah pengobatan.3
Trikuriasis sering terjadi pada masyarakat pedesaan miskin dengan fasilitas sanitasi yang
kurang.3 Kunci dalam persebaran trikuriasis adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur T.
trichiura tumbuh di tanah liat dan tempat yang teduh serta lembab dengan suhu optimum
30oC. Pemakaian tinja sebagai pupuk dapat menjadi sumber infeksi. Oleh karena itu, negara
yang menggunakan tinja sebagai pupuk seperti Indonesia, frekuensi trikuriasis tergolong
tinggi. Pada beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya mencapai 30-90%. Salah
satu upaya pencegahannya adalah mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah. 1
Di daerah yang sangat endemik, infeksi dapat dicegah dengan mengobati orang yang
menderita trikuriasis, pembuatan jamban atau sanitasi yang baik, dan pendididikan tentang
kebersihan perorangan.1 Mengingat penyebaran trikuriasis dapat melalui insekta, tangan,
makanan, atau minuman yang tercemar telur cacing, salah satu upaya pencegahannya adalah
dengan mencuci tangan sebelum makan dan menjaga kebersihan makanan.3
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pesantren adalah asrama tempat
santri atau tempat murid-murid belajar mengaji, dsb. Pondok pesantren menurut M. Arifin
(dikutip dari Mujamil Qomar7) berarti suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh
serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri
menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya
berada di bawah kedaulatan dari kepemimpinan seseorang atau beberapa orang kyai dengan
ciri-ciri khas bersifat karismatik serta independen dalam segala hal.
Lembaga riset Islam (dikutip dari Mujamil Qomar7) mendefinisikan pesantren ialah
suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam
sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pesantren merupakan suatu tempat
pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dengan disertai asrama
sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen.
Berdasarkan KBBI, penyuluhan adalah proses, cara, perbuatan menyuluh; penerangan.
Tahap-tahap perencanaan penyuluhan kesehatan (Gambar 3)8
Gambar 3. Langkah Perencanaan Penyuluhan Kesehatan8
Penyuluhan kesehatan memiliki berbagai tujuan, yaitu tujuan jangka pendek, tujuan
jangka menengah, dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendeknya adalah terciptanya
pengertian, nilai, norma dan sikap. Tujuan jangka menengah adalah terciptanya perilaku sehat
sedangkan tujuan jangka panjang adalah status kesehatan yang optimal.
Dalam melakukan penyuluhan perlu ditentukan sasaran penyuluhannya. Sasaran
penyuluhan adalah individu atau kelompok yang akan diberi penyuluhan. Pemilihan
kelompok sasaran menentukan strategi atau metode penyuluhan.
Penyuluhan dapat diberikan melalui berbagai metode. Pemilihan metode
bergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Jika tujuan yang ingin dicapai aspek pengertian,
pesan cukup disampaikan dengan lisan atau tulisan. Jika tujuannya untuk mengembangkan
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
sifat yang positif, sasaran harus menyaksikan sikap positif tersebut, baik diperagakan, melalui
film, atau dengan slide maupun foto.
Isi penyuluhan harus diberikan dalam bahasa yang mudah dipahami, dan dapa
dilaksanakan oleh sasaran dengan sarana yang mereka miliki. Saat menyusun isi penyuluhan,
harus diungkapkan keuntungan yang didapat jika sasaran melaksanakan anjuran yang
diberikan. Setelah penyuluhan diberikan perlu diadakan evaluasi dengan memberikan umpan
balik pada kelompok sasaran.8
Pengetahuan di sini didefinisikan sebagai apapun yang responden ketahui mengenai
trikuriasis, termasuk nama lain, siklus hidup, morfologi, pencegahan, gejala, dan
pengobatannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan berarti segala sesuatu
yang diketahui berkaitan dengan suatu hal.
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dsb.). Pada saat penginderaan
berubah menjadi pengetahuan, proses ini sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian besar didapat melalui indera
penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan seseorang terhadap objek memiliki intensitas yang
berbeda.9
Menurut Notoatmodjo (dikutip dari Ferry Efendi, Makhfudli9) terdapat 6 tingkat
pengetahuan, yaitu:
1. Mengetahui
Tahu diartikan sebagai proses pemanggilan memori yang sudah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui orang tahu akan sesuatu dapat diukur dengan
menggunakan pertanyaan.
2. Memahami
Memahami suatu objek tidak hanya sekedar tahu tentang objek tersebut, tidak sekedar
dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan dengan benar
tentang objek yang diketahui tersebut.
3. Mengaplikasikan
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
menerapkan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Menganalisis
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang ada dalam objek yang
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang sudah sampai tingkat analisis adalah jika
orang tersebut dapat membedakan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap
pengetahuan atas objek tersebut.
5. Menyintesis
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang
dimiliki. Dapat disimpulkan, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi yang sudah ada.
6. Mengevaluasi
Evaluasi berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian
terhadap objek tertentu. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden. Wawancara
dilakukan dengan berkomunikasi secara langsung (bertatap muka) dengan responden atau
tidak berhadapan langsung dengan responden (misalnya melalui telepon). Kuesioner diajukan
secara tertulis pada sekelompok orang untuk mendapatkan keterangan.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain pre-post study untuk mengetahui peningkatan
pengetahuan santri mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis sebelum dan setelah diberikan
penyuluhan (before and after). Penelitian ini bertempat di pesantren X, Jakarta Timur.
Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 22 Januari 2011. Populasi target penelitian ini
adalah santri pesantren. Populasi terjangkau penelitian ini adalah seluruh santri Pesantren X,
Jakarta Timur. Seluruh santri Pesantren X dijadikan subjek penelitian (related sample).
Kriteria inklusi penelitian ini adalah seluruh santri yang terdaftar di Pesantren X dan yang
berada pada saat pengambilan data. Tidak ada kriteria eksklusi pada penelitian ini karena
seluruh santri dijadikan subjek penelitian.
Peneliti menggunakan metode total sampling karena seluruh santri dijadikan subjek
penelitian. Variabel bebas yang digunakan adalah penyuluhan, variabel tergantungnya ialah
pengetahuan mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis, sedangkan variabel perancunya
yaitu usia, jenis kelamin, serta tingkat pendidikan.
Sebelum pengambilan data, peneliti memberikan penjelasan mengenai apa yang akan
dilakukan lalu meminta kesediaan subjek untuk mengikuti penelitian. Setelah mendapat
persetujuan, peneliti memberikan kuesioner pre-test yang berisi pertanyaan mengenai gejala
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
dan pengobatan trikuriasis. Setelah pengisian selesai, kuesioner dikumpulkan dan diperiksa
kelengkapannya. Selanjutnya, santri diberikan penyuluhan mengenai trikuriasis oleh tenaga
kesehatan (dokter) yang berpengalaman dalam memberikan penyuluhan. Setelah penyuluhan
selesai, dilakukan post-test dengan memberikan kuesioner yang berisi pertanyaan yang sama
dengan pre-test. Setelah pengisian selesai dan kuesioner telah lengkap peneliti memberikan
souvenir sebagai tanda terima kasih kepada responden. Data yang diperoleh akan dijaga
kerahasiaannya.
Pengolahan data penelitian ini menggunakan program SPSS for Windows versi 17.0.
Setelah dilakukan pengolahan data, data tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis
data menggunakan uji marginal homogeneity. Interpretasi analitik akan dilakukan untuk
mengetahui hubungan antar variabelnya.
Verifikasi data dilakukan oleh peneliti dengan memberikan kuesioner. Data yang
didapatkan dari pengisian kuesioner akan diperiksa kelengkapan dan kesesuaiannya segera
setelah pengambilan data selesai.
Setelah dipastikan lengkap dan sesuai, data yang diperoleh diklasifikasikan sesuai
dengan skala pengukurannya masing-masing yaitu numerik, ordinal, dan nominal. Usia dan
nilai pengetahuan responden diklasifikasikan ke dalam skala numerik. Lalu, jenis kelamin dan
tingkat pendidikan diklasifikasikan ke dalam skala nominal.
Analisis univariat digunakan untuk melihat penyajian distribusi frekuensi dari
analisis distribusi variabel tergantung dan variabel bebas. Analisis bivariat digunakan
untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Untuk
mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan sebelum dan setelah penyuluhan
digunakan uji marginal homogeneity.
Hasil
Dari survei yang dilakukan di pesantren X, Jakarta Timur didapatkan 154 orang responden
dengan jumlah responden laki-laki sebanyak 91 orang (59,1%), perempuan 63 orang (40,9%),
santri aliyah 73 orang (47,4%), dan santri tsanawiyah 81 orang (52,6%).
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
Tabel 4.2.1 Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Sumber Informasi
Jumlah Sumber Informasi
1 Sumber Informasi
2 Sumber Informasi
3 Sumber Informasi
4 Sumber Informasi
5 Sumber Informasi
6 Sumber Informasi
7 Sumber Informasi
8 Sumber Informasi
Jumlah
1 (0,6%)
26 (16,9%)
77 (50%)
33 (21,4%)
11 (7,1%)
4 (2,6%)
1 (0,6%)
1 (0,6%)
Dari Tabel 4.2.1 diketahui bahwa sebagian besar responden (50,0%) memperoleh
informasi mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis dari 3 sumber infomasi.
Tabel 4.2.2 Sebaran Berdasarkan Usia Responden
Usia
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Jumlah
4 (2,6%)
9 (5,8%)
23 (14,9%)
25 (16,2%)
26 (16,9%)
27 (17,5%)
23 (14,9%)
14 (9,1%)
2 (1,3%)
1 (0,6%)
Berdasarkan tabel 4.2.2 diketahui bahwa sebagian besar responden berusia antara 13
sampai 17 tahun, namun yang paling tinggi adalah usia 16 tahun dengan jumlah sebanyak 27
orang (17,5%).
Tabel 4.2.3 Sebaran Responden Berdasarkan Sumber Informasi Paling Berkesan
Sumber Informasi
Dokter
Teman
Guru
Orang Tua
Internet
TV
Koran
Jumlah
80 (51,9%)
1 (0,6%)
19 (12,3%)
42 (27,3%)
6 (3,9%)
5 (3,2%)
1 (0,6%)
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
Dari Tabel 4.2.3 diketahui bahwa sebanyak 80 responden (51,9%) memilih dokter sebagai
sumber informasi yang paling berkesan.
Tabel 4.2.4 Tingkat Pengetahuan Responden mengenai Gejala dan Pengobatan
Trikuriasis Sebelum dan Sesudah Penyuluhan
Penyuluhan
Sebelum
Baik
1 (0,6%)
Sesudah
4 (2,6%)
Tingkat Pengetahuan
Cukup
Kurang
18 (11,7%)
135 (87,7%)
39 (25,3%)
Uji
marginal
homogeneity
p=0,002
111 (72,1%)
Tabel 4.2.4 menjelaskan hubungan tingkat pengetahuan responden mengenai gejala
dan pengobatan trikuriasis sebelum dan setelah penyuluhan. Tampak bahwa terdapat
perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan sebelum dengan setelah penyuluhan
(p=0,002). Hal tersebut berarti tingkat pengetahuan mengenai gejala dan pengobatan
trikuriasis dipengaruhi oleh penyuluhan.
Tabel 4.2.5 Proporsi Skor Jawaban Terhadap Pertanyaan Mengenai Gejala dan Pengobatan
Trikuriasis
No
Pertanyaan
Skor Total
Skor maks
Pre-test Post-test
Persentase
Pre-test
Post-test
21
Infeksi berat cacing
cambuk (jumlah
cacing sangat
banyak) dapat
mengakibatkan…
200
246
770
26
32
22
Infeksi cacing
cambuk dapat
menyebabkan...
262
299
770
34
38,8
23
Infeksi cacing
cambuk dalam
jangka panjang dapat
menyebabkan…
256
294
770
33,2
38,2
24
Cacing cambuk
TIDAK dapat
diobati dengan obat
cacing yang dijual
340
435
770
44,2
56,5
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
bebas karena…
25
Pengobatan cacing
cambuk dilakukan
dengan minum obat
cacing selama…
195
340
770
25,3
44,2
Pada tabel 4.2.5 tampak bahwa semua skor pada pertanyaan nomor 21-25 meningkat
setelah penyuluhan. Sebelum penyuluhan, pertanyaan nomor 25 pada kuesioner mengenai
lamanya waktu minum obat cacing pada pengobatan cacing cambuk didapat rata-rata skor
paling rendah yakni 1,26 dari rentang skor 0-5. Sebagian besar responden 54 orang (35%)
menjawab bahwa pengobatan cacing cambuk dilakukan dengan minum obat cacing dua kali
sehari, sementara yang menjawab benar bahwa pengobatan cacing cambuk dilakukan dengan
minum obat cacing selama tiga hari berturut-turut hanya 39 responden (25,3%). Pertanyaan
dengan rata-rata skor paling tinggi yakni 2,2 dari rentang skor 0-5 adalah pertanyaan nomor
24 mengenai mengapa cacing cambuk tidak dapat diobati dengan obat cacing yang dijual
bebas. Sebagian besar responden 68 orang (44,2%) menjawab benar bahwa cacing cambuk
tidak dapat diobati dengan obat cacing yang dijual bebas dikarenakan cacing melekat erat di
dinding usus.
Setelah penyuluhan, pertanyaan nomor 21 pada kuesioner mengenai akibat infeksi
berat cacing cambuk (jumlah cacing sangat banyak) mendapatkan rata-rata skor paling rendah
yakni 1,6 dari rentang skor 0-5. Sebagian besar responden 64 orang (41%) menjawab bahwa
infeksi berat cacing cambuk (jumlah cacing sangat banyak) dapat mengakibatkan usus besar
menonjol di anus yang hanya bernilai 1, sedangkan hanya sebagian lainnya yaitu 21 orang
(13,6%) menjawab infeksi berat cacing cambuk (jumlah cacing sangat banyak) dapat
mengakibatkan perdarahan dan sebanyak 36 orang (23,4%) menjawab infeksi berat cacing
cambuk (jumlah cacing sangat banyak) dapat mengakibatkan disentri. Pertanyaan dengan
rata-rata skor paling tinggi yakni 2,8 dari rentang skor 0-5 adalah pertanyaan nomor 24
mengenai mengapa cacing cambuk tidak dapat diobati dengan obat cacing yang dijual bebas.
Sebagian besar responden 81 orang (52,6%) menjawab benar bahwa cacing cambuk tidak
dapat diobati dengan obat cacing yang dijual bebas dikarenakan cacing melekat erat di
dinding usus.
Pembahasan
Jakarta Timur merupakan wilayah yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta dan kondisi
tanahnya adalah tanah liat. Wilayah tersebut juga tergolong padat penduduk dan sering
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
dilanda banjir saat musim hujan. Banjir itu disebabkan sungai-sungai di wilayah tersebut tidak
dapat lagi menampung debit air hujan. Hal-hal di atas mengakibatkan wilayah Jakarta Timur
tergolong rawan dalam penyebaran trikuriasis karena T. trichiura memerlukan kondisi yang
sesuai untuk perkembangannya.
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya. Oleh karena itu
agar berperilaku baik seseorang harus memiliki tingkat pengetahuan yang baik, termasuk
dalam pencegahan trikuriasis. Dengan meningkatnya pengetahuan diharapkan masyarakat
dapat mengenali trikuriasis dan mengetahui cara mengobatinya. Benthem et al melaporkan
masyarakat yang memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai demam berdarah dengue
(DBD) memiliki upaya pencegahan yang jauh lebih baik.12 Namun, Karolina MS melaporkan
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan terhadap pencegahan
osteoporosis.13
Pada penelitian ini, sebelum penyuluhan mayoritas responden memiliki tingkat
pengetahuan kurang. Sebelum penyuluhan, responden yang memiliki pengetahuan kurang
berjumlah 135 orang (87,7%), cukup 18 orang(11,7%), dan baik 1 orang (0,6%). Hal itu
disebabkan kurangnya frekuensi penyuluhan kesehatan khususnya penyuluhan tentang
cacingan sehingga banyak siswa yang tidak mengetahui. Selain itu kurikulum pesantren tidak
menyediakan jurusan IPA dan hanya menyediakan jurusan IPS. Sebagaimana diketahui,
pengetahuan cacingan khususnya trikuriasis hanya didapat pada jurusan IPA sehingga
menyebabkan tingkat pengetahuan mereka masih kurang.
Peningkatan pengetahuan juga harus diiringi penanaman kebiasaan yang baik tentang
kesehatan. Diharapkan setelah pemberian penyuluhan tidak hanya pengetahuan mereka saja
yang meningkat, tetapi juga terciptanya perilaku sehat dan status kesehatan yang baik. Oleh
karena itu, perlu ada evaluasi berkala untuk menyesuaikan tingkat pengetahuan dan perilaku.
Hasti Lestari di Semarang meneliti hubungan paparan jenis media dengan
pengetahuan mengenai influenza dan diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara paparan
media dengan pengetahuan responden mengenai influenza.14 Karolus Ngambut juga meneliti
mengenai jenis media dan hubungannya dengan pengetahuan mengenai penyakit DBD yang
hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemanfaatan media dengan pengetahuan
responden. Penelitian tersebut juga menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata pengetahuan
mengenai penyakit DBD antara responden yang menggunakan media interpersonal
(penyuluhan) dengan responden yang menggunakan media siar (televisi).15
Pada umumnya, informasi dari sumber yang paling menarik dan berkesan akan
membuat penerimanya lebih ingat akan informasi tersebut. Jenis sumber informasi yang
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
menarik dan tidak menimbulkan salah tafsir adalah media audio visual. Hal tersebut
dikarenakan media audiovisual memiliki gambar yang bergerak dan disertai suara yang dapat
memperjelas isi informasi. Media audiovisual yang melibatkan lebih banyak panca indera
dibanding
media lain seperti buku atau majalah menyebabkan informasi lebih mudah
diterima. Hal tersebut dikarenakan pesan lebih mudah ditangkap melalui beberapa panca
indera.16
Berdasarkan hasil analisis data, sebagian besar responden memilih dokter sebagai
sumber informasi yang paling berkesan (51,9%). Hal itu mungkin disebabkan dokter
dianggap sebagai profesi yang paling terpercaya dalam menyampaikan informasi kesehatan.
Kemungkinan lainnya adalah banyak siswa bercita-cita menjadi dokter, sehingga mereka
mendengarkan dengan penuh antusias informasi apapun yang diberikan dokter. Selain itu,
jarangnya informasi kesehatan yang disampaikan di televisi khususnya trikuriasis
menyebabkan televisi sedikit dipilih oleh responden.
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa jumlah sumber informasi yang diterima
responden mengenai cacingan khususnya trikuriasis diperoleh dari 3 jenis sumber informasi
(50%), namun hasil pre-test menunjukkan pengetahuan siswa tergolong kurang. Salah satu
faktor penyebabnya antara lain banyaknya materi yang harus diterima santri terutama
pelajaran sekolah sehingga informasi yang didapat banyak yang terlupa.
Pada kuesioner ini terdapat lima soal mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis.
Sebelum penyuluhan, secara umum responden banyak yang salah menjawab sehingga tingkat
pengetahuan mereka tergolong kurang. Setelah penyuluhan, jawaban benar meningkat dan
jawaban salah berkurang sehingga pengetahuan meningkat secara bermakna.
Pertanyaan nomor 21 adalah mengenai akibat dari infeksi berat cacing cambuk.
Sebagian besar responden yaitu sebanyak 49 orang menjawab C (bernilai=2) namun setelah
penyuluhan yang memilih C berkurang menjadi 36 orang. Namun setelah penyuluhan,
sebagian besar responden justru memilih A (bernilai=1) yaitu 64 orang.
Pada pertanyaan nomor 22 adalah akibat dari infeksi cacing cambuk. Sebagian besar
responden yaitu sebanyak 69 orang menjawab C (bernilai=2). Setelah penyuluhan, sebagian
besar kembali memilih C dan bertambah menjadi 77 orang.
Pertanyaan nomor 23 adalah mengenai akibat dari infeksi cacing cambuk dalam
jangka panjang. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 58 orang menjawab A (bernilai=3).
Setelah penyuluhan, sebagian besar tetap memilih A namun berkurang menjadi 52 orang.
Pertanyaan nomor 24 adalah mengenai mengapa cacing cambuk tidak dapat diobati
dengan obat cacing yang dijual bebas. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 68 orang
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
menjawab B (bernilai=5). Setelah penyuluhan, sebagian besar responden tetap memilih B dan
jumlahnya bertambah menjadi 81 orang.
Pertanyaan nomor 25 adalah mengenai lama minum obat cacing pada pengobatan
cacing cambuk. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 54 orang menjawab B (bernilai=0)
dan setelah penyuluhan yang memilih B berkurang menjadi 27 orang. Setelah penyuluhan,
sebagian besar responden memilih C (bernilai=5) yaitu 67 orang.
Dari lima pertanyaan di atas, diketahui bahwa skor jawaban benar umumnya
meningkat namun belum semuanya mencapai kategori baik. Oleh karena itu penyuluhan harus
diberikan secara berkala agar pengetahuan santri dapat ditingkatkan.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan intervensi berupa penyuluhan kepada
responden. Setelah dilakukan analisis hasil penelitian, didapatkan bahwa terdapat perbedaan
bermakna antara tingkat pengetahuan mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis sebelum
dan setelah penyuluhan. Terjadi peningkatan jumlah responden dengan tingkat pengetahuan
kategori baik dari 0,6% menjadi 2,6%. Selain itu pula, terjadi penurunan signifikan jumlah
responden dengan tingkat pengetahuan kurang dari 87,7% menjadi 72,1%. Hal tersebut
membuktikan penyuluhan berpengaruh positif terhadap tingkat pengetahuan responden
mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis.
Penyuluhan terbukti secara bermakna dapat meningkatkan pengetahuan responden
mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis karena pada dasarnya, responden adalah santri
yang sudah terbiasa dalam menyimak pelajaran dan berada pada usia potensial untuk
menyerap informasi. Hal ini mempermudah responden menyerap informasi dan menerima
pengajaran. Selain itu topik penyuluhan adalah topik yang sesuai dengan kebutuhan santri.
Trikuriasis atau yang mereka kenal sebagai penyakit cacingan sering dan banyak dialami oleh
santri seperti mereka. Hal itu membuat mereka tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai pembahasan tentang penyakit tersebut. Ketertarikan mereka terbukti dengan sikap
kooperatif dan antusiasme responden dalam menyimak penyuluhan yang diberikan serta
seluruhnya mengikuti penelitian ini.
Penyuluh merupakan tenaga kesehatan sekaligus dokter yang ahli dalam memberikan
penyuluhan kesehatan. Materi penyuluhan telah dikuasai dengan baik karena beliau ahli
dalam bidangnya. Selain itu, penyuluh juga telah berpengalaman dalam menyampaikan
penyuluhan kepada berbagai jenis kalangan, termasuk anak-anak. Oleh karena itu, penyuluh
mampu menyampaikan materi secara komunikatif dan menyenangkan sehingga responden
lebih mudah memahami dan menyerap informasi yang diberikan.
.
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
Kesimpulan
1. Responden terbanyak adalah laki-laki dengan jumlah 91 orang (59,1%) dan santri
tsanawiyah sebanyak 81 orang (52,6%). 50% responden mendapatkan 3 jenis sumber
informasi dan dokter (51,9%) dipilih sebagai sumber informasi yang paling berkesan.
2. Sebelum diberikan penyuluhan, jumlah santri dengan pengetahuan baik sebanyak 1
orang (0,6%), cukup sebanyak 18 orang (11,7%), dan kurang sebanyak 135 orang
(87,7%). Setelah diberikan penyuluhan, santri dengan pengetahuan baik sebanyak 4
orang (2,6%), cukup sebanyak 39 orang (25,3%), dan kurang sebanyak 111 orang
(72,1%)
3. Penyuluhan efektif dalam meningkatkan pengetahuan santri mengenai gejala dan
pengobatan trikuriasis.
Saran
1. Tingkat pengetahuan santri harus terus ditingkatkan agar seluruhnya mencapai
kategori baik.
2. Pemberian penyuluhan perlu disampaikan dengan menarik agar materi mudah
diterima dengan baik oleh responden.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perilaku santri setelah
mendapat penyuluhan.
Daftar Referensi
1. Gandahusada S, Illahude HD, Pribadi W. Parasitologi Kedokteran. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.
2. Mardiana, Djarismawati. Prevalensi Cacing Usus pada Murid Sekolah Dasar Wajib
Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh di
Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 2, Agustus 2008: 769 –
774.
3. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1996.
4. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang
Diserang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005.
5. Muslim HM. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2005.
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
6. Purnomo, Gunawan J, Magdalena LJ, Ayda R, Harijani AM. Atlas Helmintologi
Kedokteran. Jakarta: Penerbit Gramedia, 2005.
7. Qomar M. Pesantren: dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi.
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007.
8. Maulana HDJ. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2009.
9. Efendi F, Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika, 2009.
10. http://timur.jakarta.go.id/v10/?page=Geografi&sub=1
diunduh
pada
tanggal
13
Agustus 2011 pukul 20.00 WIB.
11. http://timur.jakarta.go.id/v10/?page=Demografi diunduh pada tanggal 13 Agustus
2011 pukul 20.10 WIB.
12. Benthem BHB, Khantikul N, Panart K, Kessels PJ, Somboon P, Oskam L. Knowledge
and use of prevention measures related to dengue in northern Thailand. Tropical
Medicine and International Health. 2002; 7: 993-9
13. Karolina MS. Hubungan Pengetahuan dan Pencegahan Osteoporosis yang Dilakukan
Lansia di Kecamatan Medan Selayang. Medan: Fakultas Kedokteran USU, 2009.
Thesis
14. Lestari H. Hubungan Paparan Jenis Media dengan Pengetahuan Influenza pada Ibuibu di RW 08 Kelurahan Padangsari, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.
Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip, 2011. Thesis
15. Ngambut K. Studi tentang Jenis Media/Saluran Informasi Hubungannya dengan
Pengetahuan Mengenai Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Ibu Rumah
Tangga di Kelurahan Sumurboto Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Semarang:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip, 2003. Thesis
16. van den Ban AW, Hawkins HS. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
1999.
Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014
Download