Uploaded by User114199

BAB II Strategi Pembinaan Religiusitas

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Strategi Pembinaan Religiusitas
1.
Pengertian strategi Pembinaan Religiusitas
Menurut dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or
series of activities designed to achieves a particular aducational goal. Jadi,
dengan demikian strategi dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia strategi adalah usaha, ikhtiar
untuk mencapai maksud tertentu.2
Dari pernyataan di atas, peneliti dapat mengaris bawahi bahwa strategi
adalah usaha atau cara yang digunakan untuk meraih suatu tujuan yang
diharapkan.
Menurut Masdar Helmy Pembinaan mencakup segala ikhtiar (usahausaha), tindakan dan kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas
beragama baik dalam bidang peribadatan, bidang akhlak dan bidang
kemasyarakatan.3
1
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2006), hlm. 126.
2
Zul Fajri, Ratu Aprilia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (t.tp.Difa Publisherhlm.
852.
3
H. Masdar Helmy, Peranan Dakwah dalam Pembinaan Umat, (Semarang: Dies
Natalies, IAIN Walisongo Semarang, 2001), hlm. 31.
19
20
Menurut strategi Pembinaan Mahasiswa IAIN Pembinaan adalah suatu
usaha yang dilakukan dengan sabar, berencana, teratur dan terarah serta
bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian dengan segala aspekaspeknya.4
Pembinaan adalah proses, cara, perbuatan, membina, pembaruan (usaha,
tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien untuk memperoleh hasil
yang lebih baik).5
“Agama“ menurut orang Barat diartikan dengan Religios (bahasa Latin),
Religion (bahasa Inggris, Perancis, Jerman) dan religie (bahasa Belanda). Istilah
ini bukannya tidak mengandung arti yang dalam melainkan mempunyai latar
belakang pengertian yang lebih mendalam dari pada pengertian yang lebih
mendalam dari pada pengertian “agama” yang telah disebut diatas.
a. Religie (religion) menurut pujangga Kristen, Saint Augustinus, berasal dari
“re dan eligare” yang berarti “memilih kembali” dari jalan sesat kejalan
tuhan.
b. Religie, menurut Lactantius, beasal dari kata “re dan ligare” yang artinya
“menghubungkan kembali sesuatu yang telah putus”. Yang telah terputus
oleh karena dosa-dosanya.
c. Religie berasal dari “re dan ligere” yang berarti “membaca berulang-ulang
bacaan-bacaan suci” dengan maksud agar jiwa si pembaca terpengaruh oleh
kesuciaannya. Dengan demikian pendapat Cicero.
4
Departemen Agama Republik Indonesia, Pola Pembinaan Mahasiswa IAIN,
(Jakarta: 1979), hlm. 2.
5
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 137.
21
Baik pengertian letterlijk ”agama” maupun “religie” tersebut di atas
belum menggambarkan arti sebenarnya dari pada apa yang kita maksudkan
dengan pengertian “ agama” secara definitif, karena “agama” selain mengandung
hubungan dengan Tuhan juga hubungan dengan masyarakat di dalam mana
terdapat peraturan-peraturan yang menjadi pedoman bagaimana seharusnya
hubungan-hubungan tersebut dilakukan dalam rangka mencapai kebahagiaan
hidup, baik duniawi maupun ukhrawi.6
Dari rumusan di atas dapat di simpulkan, yang dimaksud dengan
pembinaan keagamaan (religiusitas) adalah suatu usaha untuk membimbing dan
mempertahankan serta mengembangkan atau menyempurnakan dalam segala
seginya, baik segi akidah, segi ibadah dan segi akhlak.
Menurut pendapat Darminta pembinaan religiusitas merupakan usaha
untuk hidup iman, sebab pada dasarnya hidup merupakan penyerahan diri penuh
kepada Tuhan.7
Sedangkan menurut Hagen “pembinaan keagamaan adalah pembinaan
hati, yakni pembinaan yang bersifat menyeluruh, dapat berlangsung hanya jika
dilaksanakan terus menerus oleh semua pihak dengan mengembangkan
sekaligus daya-daya kemampuan jasmani dan rohani anak”.8
Berdasarkan pendapat
para ahli dapat disimpulkan bahwa pembinaan
keagamaan (religiusitas) adalah suatu bentuk upaya yang dilakukan untuk
memberikan pengarahan, bimbingan kepada seseorang agar ia dengan secara
6
Abdurrahman Mas’ud, Antologi Studi Agama Dan Pendidikan, (Semarang: CV Aneka
Ilmu, 2014), hlm. 55-56.
7
Darmita. Praksis Bimbingan Rohani, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm.16.
8
Bernart, Hagent. Agama Bertindak. (Jakarta: Kanisius, 2006), hlm. 171.
22
sadar dan sukarela mau melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Tuhan sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing, sehingga sikap dan perilaku
sehari-harinya mencerminkan nilai-nilai religius.
2. Strategi Pembinaan Religiusitas Perilaku Siswa
a. Ruang Lingkup Pembinaan Religiusitas di Sekolah
Sekolah adalah sebagai pembantu pendidikan anak, yang dalam banyak hal
melebihi pendidikan dalam keluarga, terutama: dari segi cakupan ilmu
pengetahuan yang diajarkannya. Karena sekolah juga merupakan pelengkap dari
pendidikan dalam keluarga.
Sekolah betul–betul merupakan dasar pembinaan anak. Apabila Pembinaan
pribadi anak terlaksana dengan baik, maka si anak akan memasuki masa remaja
dengan mudah dan membina masa remaja itu tidak akan mengalami kesusahan.
Akan tetapi jika si anak kurang bernasib baik, dimana pembinaan pribadi di
rumah tidak terlaksana dan di sekolah kurang membantu, maka ia akan
mengahadapi masa remaja yang sulit dan pembinaan pribadinya akan sangat
sukar.
Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan
pada anak, antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama di lingkungan keluarga,
atau membentuk keagamaan pada diri anak agar menerima pendidikan agama
yang diberikan.
Dalam pedoman pengembangan Standar Kompetensi dan Kopetensi Dasar
dijelaskan bahwa mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah memuat
materi al-Qur’an dan Hadist, Aqidah/Tauhid, Akhlaq, Fiqih, dan Sejarah
23
Kebudayaan Islam (SKI). Ruang lingkup tersebut menggambarkan materi
pendidikan agama yang mencakup perwujudan, keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama
manusia, makhluk lainnya, maupun lingkungannya.9
b. Dasar-dasar Pembinaan Religiusitas
1. Pembinaan Iman dan Ibadah
Pembinaan iman mencakup keseluruhan bagian agama baik yang
berkaitan dengan amalan hati dan anggota tubuh. Iman juga merupakan
menampakkan ketundukan syariat Allah dan terhadap apa yang dibawa oleh
Nabi, serta meyakini dan membenarkannya dengan hati, tanpa ada kebimbangan
dan keraguan. Urgensi pembinaan keimanan lahir dari kedudukannya sebagai
sebagai landasan utama dalam pembentukan kepribadian manusia, baik secara
pikiran maupun prilaku dan jasmani. Iman merupakan gizi bagi rohani dan unsur
dalam mengerakan perasaan dan mengarahkan kehendaknya. Maka ketika unsurunsur iman itu tumbuh dan tertanam dengan benar dalam diri manusia maka setiap
perbuatannya akan di landasi dengan nilai-nilai keimanannya tersebut.10
Menurut Nurul Zuriah, “iman adalah meyakini akan adanya Tuhan Yang
Maha
Esa
ini
diwujudkan
dengan kepatuhan dan
ketaatan dalam
melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya.11
9
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Upaya Mengembangkan PAI
dari Teori ke Aksi), (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 17.
10
Jatmiko, Agung, Skripsi:Hubungan Aktivitas Pembinaan Rohani Dengan Perubahan
Sikap Siswa, (Lampung: Muhibbin, 2012), hlm. 13.
11
Zuriah, Nurul, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, (
Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 83.
24
Sehingga, iman dapat disimpulkan sebagai bentuk keyakinan seseorang
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diwujudkan dalam perilaku kesehariaanya
dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya,
sehingga apabila keimanan tersebut sudah tertanam dalam diri manusia dengan
benar, maka sikap dan perbuatan yang dihasilkan pun akan mencerminkan nilainilai keimanannya tersebut.
Sedangkan ibadah menurut Sayyid Quthb sebagaimana dikutip dalam
Agung Jatmiko, “ibadah merupakan penghambaan terhadap Tuhan dalam
keseluruhan urusan dunia maupun akhirat”.12
Sedangkan menurut Sigit Muryono, “ibadah adalah penghambaan diri
untuk mencari keridhoan Tuhan dan mengharap pahala di akhirat”.13
Nurul Zuriah juga mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian
ibadah yang dibedakan menjadi dua macam yaitu yang bersifat umum dan yang
bersifat khusus.
a) Umum
Kita mengenal pencipta dan yang diciptakan. Manusia sebagai ciptaan
Tuhan mempunyai kewajiban terhadap Sang Pencipta dan kewajiban terhadap
sesama manusia. Kewajiban terhadap Tuhan adalah melaksanakan perintah- Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya. Perbuatan yang dilakukan karena perintahNya disebut ibadah. Banyak perbuatan baik yang merupakan ibadah yang
bersifat umum yang diajarkan oleh agama yang ada di dunia ini, seperti tolong-
12
Jatmiko, Agung, Skripsi:Hubungan Aktivitas Pembinaan Rohani Dengan Perubahan
Sikap Siswa, (Lampung: Muhibbin, 2012), hlm. 19.
13
Muryono, Sigit, Empati, Penalaran Moral dan Pola Asuh, (Yogyakarta: Gala Ilmu
Semesta, 2011), hlm. 135.
25
menolong dalam kebaikan, kasih sayang, bersikap ramah dan sopan dan lain
sebagainya.
b) Khusus
Ibadah yang bersifat khusus adalah ibadah yang pelaksanaannya
mempunyai tata cara tertentu.
Dengan
demikian,
seseorang
yang
memperoleh
pembinaan dalam
bentuk pembinaan ibadah, akan mampu membiasakan dirinya untuk melakukan
perbuatan yang berlandaskan pada ajaran agama yang dianutnya, sehingga
perilakunya pun akan sesuai dengan tuntunan agama yang dianutnya serta tidak
melanggar batas-batas aturan agama yang dianutnya tersebut.
2. Pembinaan Pemikiran
Menurut Rajih sebagaimana dikutip
dalam
Agung
Jatmiko
mendefinisikan pembinaan pemikiran dalam dua definisi: Pertama, definisi umum
yaitu : ”setiap akal yang berusaha menyingkap dan mengungkap berbagai hal.
Sosok, sikap dan peristiwa dengan simbol-simbolnya tanpa melakukan upaya fisik
untuk menyelesaikannya”. Definisi ini merupakan keseluruhan definisi akal,
mulai dari yang paling mudah hingga yang paling rumit.
Kedua, yang bersifat khusus, yaitu menyelesaikan kerumitan dalam
pemikiran baik dengan perkataan maupun perbuatan”. Urgensi pembinaan
pemikiran dapat dilihat dari nilai pemikiran yang dicapai oleh akal dan pengaruh
dalam kehidupan manusia. Nilai pemikiran itu akan nampak pada hasil wawasan
dan paradigma yang dicapai oleh seseorang manusia setelah mengarahkan seluruh
upayanya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Kemudian itu semua itu
26
diikuti dengan refleksinya pengaruh pengetahuan itu bagi kehidupan manusia,
baik dalam arah maupun perilaku.
Pembinaan pemikiran penting untuk dilakukan
agar wawasan yang
diperoleh akan dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan
yang dihadapi, karena pembinaan pemikiran ini bertujuan untuk menyelesaikan
kerumitan dalam pikiran seseorang.14
3. Pembinaan akhlaq
Akhlaq adalah tata cara berperilaku dengan norma dan aturan, baik yang
bersumber dari adat, negara, dan agama. Akhlaq agama adalah perilaku dengan
ukuran nilai-nilai dan aturan agama, yang dianggap baik adalah menurut agama
dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama.15
4. Penanaman nilai religius
Pembinaan agama dimaksudkan untuk meningkatkan potensi religius dan
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan dan bertaqwa
kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlaq mulia. Akhlaq mulia mencakup
etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
Peningkatan potensi religius mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman
nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi religius tersebut
pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia
14
Jatmiko, Agung, Skripsi:Hubungan Aktivitas Pembinaan Rohani Dengan Perubahan
Sikap Siswa, (Lampung: Muhibbin, 2012), hlm. 21.
15
Moh. Padil, Triyo Supriyanto, Sosiologi Pendidikan, (Malang: UIN-Maliki Press,
2007), hlm.143-144.
27
yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai mahluk
Tuhan.16
c. Upaya Strategi Pembinaan Religiusitas Perilaku Siswa
Dalam paradigma model Organis mempunyai hal penting dalam kerangka
pemikiran yang dibangun fundamental doctrines dan funda-mental value yang
tertuang dan terkandung dalam al-Qur’an dan al-sunnah sebagai sumber pokok.
Ajaran dan nilai-nilai Illahi/agama/wahyu didudukkan sebagai sumber konsultasi
yang bijak, sementara aspek-aspek kehidupan lainnya didudukkan sebagai nilainilai insani yang mempunyai hubungan vertikal-linier dengan nilai Illahi/agama.
Melalui upaya seperti itu, maka sistem pendidikan diharapkan dapat
mengintegrasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilai-nilai agama dan etik, serta
mampu melahirkan manusia-manusia yang menguasai dan menerapkan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki kematangan professional, dan
sekaligus hidup di dalam nilai-nilai agama.17
Adapun upaya pendekatan pembelajaran starategi pembinaan religiusitas di
sekolah yang dapat dilakukan oleh para guru agama antara lain:
1. Keimanan,
memberikan
peluang
kepada
peserta
didik
untuk
mengembangkan pemahaman adanya Tuhan sebagai sumber kehidupan
mahluk jagad.
2. Pengamalan, memberikan kesempatan peserta didik untuk mempraktikkan
dan merasakan hasil pengamalan ibadah dan akhlaq dalam menghadapi
tugas-tugas dan masalah dalam kehidupan.
16
Malik Fadjar, Visi Pendidikan Islam, (Jakarta Pusat: Lembaga Pengembnangan
Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia (LP3NI), 1998), hlm. 31.
17
Ibid., hlm. 24.
28
3. Pembiasaan, memberikan kesempatan peserta didik untuk berperilaku baik
sesuai ajaran agama islam dan budaya bangsa dalam menghadapi masalah
kehidupan.
4. Rasional, usaha memberikan peranan pada rasio (akal) peserta didik dalam
memahami dan membedakan bahan ajar dalam materi pokok serta
kaitannya dengan perilaku baik dan buruk dalam kehidupan duniawi.
5. Emosional, upaya menggugah perasaan atau emosi peserta didik dalam
menghayati perilaku yang sesuai ajaran agama dan budaya bangsa.
6.
Fungsional, menyajiakan semua materi pokok dan manfaatnya bagi
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
7. Keteladanan, menjadikan figur guru agama serta petugas sekolah lainnya
maupun orang tua sebagai cermin manusia berpribadian agama.18
Sebagaimana Firman Allah Swt :
َْ‫سنَةْ ِل َمنْ َكانَْْيَر ُجْهللا‬
ُ ‫ىْر‬
َ ‫سو ِلْهللاِْأُس َوةْْ َح‬
َ ِ‫لَقَدْ َكانَ ْلَ ُكمْف‬
)21(ْ‫ْوذَ َك َرْهللاَْ َكثِي ًرا‬
َ ‫َواليَو َمْالْ ِخ َر‬
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmad) Alaah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S Al-Ahzab:21)19
Sedangkan strategi pembinaan dalam madrasah juga dapat dilakukan secara
preventif artinya tindakan yang dilakukan oleh pihak sekolah/madrasah sebelum
penyimpangan terjadi agar suatu tindak pelanggaran dapat diredam atau dicegah.
Pengendalian yang bersifat preventif umumnya dilakukan dengan cara melalui
bimbingan, pengarahan dan ajakan kepada siswa dan juga pengendalian secara
18
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2001), hlm. 159-160.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV Diponegoro,
2005), hlm. 420.
19
29
represif artinya suatu tindakan aktif yang dilakukan pihak sekolah/madrasah pada
saat penyimpangan terjadi agar penyimpangan yang sedang terjadi dapat
dihentikan. Hukuman ini dimaksudkan agar tindakan penyimpangan sswa tidak
berulang lagi.20
religiusitas pendidikan mendasarkan bangunan epistemologinya ke dalam
tiga kerangka ilmu yaitu: dasar filsafat, tujuan, dan nilai serta orientasi
pendidikan. Pertama, dasar filsafat religiusitas pendidikan adalah filsafat
teosentrisme yang menjadikan Tuhan sebagai pijakan. Kedua, tujuan religiusitas
pendididkan diarahkan untuk membangun kehidupan duniawi melalui pendidikan
sebagai wujud pengabdian kepadaNya. Hal tersebut bisa diartikan bahwa
kehidupan duniawi bukan tujuan final, tetapi sekadar gerbong menuju kehidupan
yang kekal dan abadi sebagai tujuan final perjalanan hidup manusia. Ketiga, nilai
dan orientasi religiusitas pendidikan menjadikan iman dan taqwa sebagai ruh
dalam setiap proses pendidikan yang dijalankan.
Berdasarkan ketiga
kerangka konsep religiusitas pendidikan di atas dapat
diartikan bahwa religiusitas pendidikan menumbuhkan kecerdasan spiritual
kepada siswa dalam pendidikan dan kehidupan. Religiusitas pendidikan melalui
kecerdasan spiritual juga memberi guide line kepada guru untuk mengajarkan arti
pentingnya religiusitas kepada para peserta didiknya. Religiusitas pendidikan
menajamkan kualitas kecerdasan spiritual terhadap guru maupun siswa, hal
tersebut dilakukan dengan menginternalisasikan nilai-nilai kejujuran, keadilan,
kebajikan, kebarsamaan, kesetiakawanan sosial kepada siswa sejak usia dini, dan
20
Haedari, Amin, Ishoma El-Saha, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah
Diniyah, (Jakarta: Diva Pustaka, 2006), hlm. 26.
30
dan untuk guru juga dapat memperoleh hal tersebut melalui sikap keteladan dalam
setiap proses yang terjadi dalam pendidikan. Semua hal tersebut tentu saja tidak
bisa terlepas dari peran Pendidikan Agama Islam beserta pengembangannya
termasuk dalam mewujudkan budaya religius sekolah.21
Menurut Muhaimin, penciptaan suasana religius sangat dipengaruhi oleh
situasi dan kondisi tempat model itu akan diterapkan beserta penerapan nilai yang
mendasarinya.
Pertama, penciptaan budaya religius yang bersifat vertikal dapat
diwujudkan dalam bentuk meningkatkan hubungan dengan Allah Swt melalui
peningkatan secara kuantitas maupun kualitas kegiatan-kegiatan keagamaan
disekolah yang bersifat ubudiyah, seperti: shalat berjama’ah, puasa Senin Kamis,
khataman al-qur’an, do’a bersama dan lain-lain.
Kedua, penciptaan budaya religius yang bersifat horizontal yaitu lebih
mendudukkan sekolah sebagai institusi sosial religius, dapat diklirifikasikan ke
dalam tiga hubungan yaitu: 1. Hubungan atas-bawahan, 2. Hubungan
professional, 3. Hubungan sederajat atau sukarela yang didasarkan pada nilai-nilai
religius, seperti: persaudaraan, kedermawanan, kejujuran, saling menghormati dan
sebagainya.22
d. Tujuan dan Fungsi Strategi Pembinaan Religiusitas
Dalam dunia pendidikan, pendidik diharapkan dapat mengembangkan
model pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kopetensi dasar.
Pencapaian seluruh kompetensi dasar perilaku terpuji dapat dilakukan melalui
21
Asmaun Sahlan. Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Upaya Mengembangkan
PAI dari Teori ke Aksi), (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 32.
22
Ibid., hlm. 47.
31
penanaman nilai-nilai agama. Peran semua unsur sekolah, orang tua, siswa dan
masyarakat sangat penting dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan
pembinaan Agama Islam.
Adapun tujuan strategi pembinaan keagamaan di sekolah Menegah
Tingkat Atas adalah sebagai berikut:
1. Menumbuh kembangkan Aqidah
melalui pemberian, pemupukan, dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengamalan peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia
muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah
Swt.
2. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlaq mulia
yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif,
jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan
secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya Agama dalam
komunitas sekolah.23
Berkaitan dengan toleransi , hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an
surat Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi:
ُ ْ‫ىْو َج َعلنَ ُكم‬
ْ‫اْوقَبَاْئِْ َل‬
ِ ‫ِْإنْاْ َخلَقنَ ُكم‬
َ ً‫شعُوب‬
َ َ ‫ْواُنث‬
َ ‫ْمنْذَ َك ٍر‬
ْ‫خ ِبير‬
َْ ْ‫ارفُواْ ِإنْاَك َر َم ُكمْ ِعندَْهللاِْأَتقَ ُكمْ ِإنْهللاَْ َع ِليم‬
َ ‫ِلت َ َع‬
)13(
Artinya:” Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan
kamu seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa dan bersuku-suku supaya
kamu salinh kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
23
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMA, MA, SMALB, SMK, dan
MAK, Lampiran 3,2.
32
paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahuai lagi maha mengenal.”(Q.S. Al-Hujurat : 13)24
Secara spesifik, beberapa pesantren yang tergabung dalam forum pesantren
merumuskan beberapa tujuan pendidikannya, yang dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga kelompok: yaitu pembentukan akhlaq/kepribadian, penguatan
kopetensi santri, dan penyebaran ilmu.
Salah satu dari pendidikan dalam pesantren yaitu Pembentukan akhlaq,
berpijak pada hadist Nabi Muhammad SAW “Innama bu’itstu Liutammima
Shalikh al-akhlaq” atau Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq
mulia (HR. Ahmad), maka para pengasuh pesantren , sebagai ulama pewaris para
nabi, terpanggil untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam
membentuk kepribadiaan masyarakat melalui para santrinya. Para pengasuh
pesantren mengharapkan santri-santrinya memiliki integritas kepribadian yang
tinggi (shalih)25
Sedangkan strategi pembinaan keagamaan yang diselenggarakan di
sekolah umum berfungsi untuk:
1. Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt. Serta akhlaq mulia
peserta didik secara optimal, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam
lingkungan keluarga.
2. Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman dalam meniti kehidupan untuk
mencapai kebahagian hidup baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Khadim Al-Hramain Asy Syarifai, Alqur’an dan Terjemahnya, 1418 H, 847.
M. Dian Nafi’, Praktis Pembelajaran pesantren, (Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi
Aksara, 2007), hlm. 50.
24
25
33
3. Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui
penanaman nilai-nilai pendidikan agama Islam yang berkaitan dengan
hubungan sosial kemasyarakatan.
4. Perbaikan kesalah pahaman, kesalahan dan kelemahan peserta didik dalam
keyakinan, pemahaman dan pengalaman agama Islam dalam keyakinan seharihari.
5. Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif baik yang berasal dari pengaruh
budaya asing maupun kehidupan sosial kemasyarakatan yang dihadapinya
dalam kehidupan sehari-hari.
6. Pengajaran tentang pengetahuan ilmu keagamaan secara umum, sistem dan
fungsional dalam kehidupan sehingga terbentuk peribadi muslim sempurna.
7. Penyiapan dan penyaluran peserta didik untuk mendalami pendidikan agama
ke lembaga pendididkan yang lebih tinggi.26
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Pembinaan Religiusitas
Perilaku Siswa
Dalam melaksanankan strategi pembinaan religiusitas faktor-faktor
tersebut ikut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan pembinaan religiusitas
perilaku siswa Adapun faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
pembinaan religiusitas perilaku siswa dapat di kelompokan menjadi 6 faktor yaitu:
a. Faktor yang bersumber dari dalam siswa
Faktor ini di sebut faktor interen, maksudnya faktor yang timbul dari diri
siswa itu sendiri. Dari faktor ini kita dapat melihat kemungkinaan yang menjadi
26
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran (Upaya Reaktualisasi
Pendidikan Islam), (Malang: LKP21,2009), hlm. 59-69.
34
penghambat dan penunjang pelaksanaan pembinaan religiusitas perilaku siswa.
Diantara adalah kesadaran akan pentingnya perilaku yang baik. Dalam masa itu
siswa sangat memerlukan bimbingan untuk menjadi diri sendiri dengan demikian
kita dapat memahami karekter yang akan timbul dalam diri siswa tersebut.
b. Faktor yang timbul dari lingkungan keluarga
Keluarga merupakan kesatuan sosial yang paling sederhana dalam
kehidupan manusia. Anggotanya terdiri dari ayah-ibu dan anak, bagi anak-anak
keluarga merupakan lingkungan yang pertama dikenal. Dengan demikian
kehidupan keluarga merupakan fase pertama yang pembentukan sosial bagi anak.
Menurut islam anak merupakan amanat dari Allah bagi kedua orang
tuanya ia mempunyai jiwa yang suci dan cemerlang, bila ia sejak kecil di biasakan
berbuat baik. Pendidikan yang dilatih secara continue akan menumbuhkan dan
dapat berkembang menjadi anak yang baik pula. Dan sebaliknya apabila ia di
biasakan berbuat buruk, nantinya ia akan terbiasa berbuat buruk pula dan menjadi
rusak mental dan moral mereka. Oleh karena itu perlu dibentuknya lembaga
pendidikan, walaupun pendidikan yang pertama dan utama.27
Sebagian pendidikan yang pertama dan utama keluarga dapat mencetak
anak agar mempunyai kepribadiaan yang kemudian dapat di kembangkan dalam
lembaga pendidikan berikutnya. Sehingga wewenang lembaga-lembaga tersebut
tidak di perkenangkan mengubah apa yang di milikinya, tetapi cukup dengan
mengkombinasikan antara pendidikan keluarga dengan pendidikan lembaga.
Tingkah laku anak tidak hanya di pengaruhi oleh bagaimana sikap orang tua yang
27
Muhaimin-Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka
Dasar Operasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 290.
35
berada dalam lingkungan keluarga itu. Melainkan juga bagaimana sikap mereka
dan di luar rumah. Dalam hal ini peranan orang tua penting sekali untuk
mengikuti apa saja yang di butuhkan oleh anak dalam rangka perkembangan nilainilai anak.
Orang tua harus bisa menciptakan keadaan dimana anak bisa berkembang
dalam suasana ramah, ikhlas, jujur dan kerjasama yang di perhatikan oleh masingmasing angota keluarga dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sebaliknya sulit
untuk menumbuhkan sikap yang baik pada anak di kemudian hari, bilamana anak
tumbuh dan berkembang dalam suasana pertikaian, pertengkaran, ketidak jujuran
menjadi hal yang biasa dalam hubungan antara anggota keluarga ataupun dengan
orang yang ada di luar rumah. Kebijakan orang tua menciptakan suasana baik
dalam rumah, menuntut pengertian yang cukup dari orang tua terhadap danak.
Faktor-faktor kemampuan pengertian akan segi pendidikan dengan sendirinya
dapat mempengaruhi ataupun tidak berarti, bahwa rendahnya taraf inteligensi
yang di miliki orang tua akan menciptakan anak-anak yang kurang bermoral,
ataupun sebaliknya, orang tua yang memiliki taraf kemampuan dan kecerdasan
yang tinggi akan memjamin dapat menciptakan anak dengan nilai moral yang
tinggi pula.
Demikian pula setatus ekonomi sekalipun nampak ada kecenderungan
pengaruh terhadap perkembangan nilai-nilai moral anak tetapi faktor lain yang
mungkin lebih berperan dan akan lebih mempengaruhi. Rumanh miskin tidak
berarti rumah buruk buat si anank. Kenyataanya memang susanan kemiskinan
khususnya pada mereka dengan taraf sosial ekonomi yang rendah sering
36
menunjukkan unsur-unsur kebersihan yang kurang di perhatikan, pembentukan
cara bersikap rendah terhadap orang lain di abaikan, dengan nilai moral yang
kurang di perhatikan.
c. Faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting sesudah keluarga,
karena makin besar kebutuhan siswa, maka orang tua menyerahkan tanggung
jawabnya sebagain kepada lembga pendidikan. sekolah sebagai pembantu
keluarga mendidik anak. Sekolah memberi pendidikan dan pengajaran kepada
siswa mengenai apa yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orang tua untuk
memberikan pendidikan dan pengajaran di dalam keluarga.
Tugas guru dan pemimpin sekolah di samping menberikan ilmu
pengetahuan, ketrampilan, juga mendidik siswa beragama. Disinilah sekolah
berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam memberikan bimbingan dan
pengajaran kepada anak didik. Perndidikan budi pekerti dan keagamaan yang di
selenggarakan di sekolah haruslah merupakan kelanjutan setidaknya jangan
bertentangan dengan apa yang di berikan dalam keluarga.
Dalam tubuh setiap muslim yang benar-benar beriman dan melaksanankan
ajaran islam mereka berusaha untuk memasukan anak mreka ke sekolah yang
diberikan pendidikan agama. Dasar kepribadian dan pola sikap siswa yang telah di
peroleh melalui pertumbuhan dan perkembangan akan di alami secara meluas
apabila anak memasuki sekolah. Corak hubungan antara murit dengan guru atau
antara guru dengan murit, banyak mempengaruhi aspek-aspek kepribadiaan,
termasuk nilai-nilai moral yang memang masih mengalami perubahan-perubahan.
37
Tipe seorang guru keras mernyebabkan sikap rendah diri pada siswa akan tetapi
sikap ini akan berubah apabila menemukan guru yang bersikap demokratis.
Kepribadiaan yang di pancarkan oleh guru dapat menjadi tokoh yang di
kagumi, karena itu timbul hasrat peniru terhadap sebagian atau keseluruhan
tingkah laku guru tersebut. Di pihak lain rasa tidak segan dapat menimbulkan
pihak lain terhadap guru menjadi negatif khususnya baik hubungan antara murid
dengan guru maka makin tinggi pula nilai kejujuran dan akan lebih efektif suatu
pendidikan moral yang sengaaja di lakukan dalam diri siswa.
Hubungan murid dengan murid
yang baik dapat memperkecil
kemungkinan tumbuhnya perbuatan-perbuatan yang jauh dari nilai moral yang
tinggi bilamana kelompok itu sendiri sudah mempunyai norma-norma moral yang
baik pula. Melalui kegiatan kegiatan yang mengandung unsure-unsur persaingan
olahraga, siswa memperoleh kesempatan bagaimana bertingkah laku yang sesuai
dengan jiwa seoramg olahragawan yang seportif, menghargai dan menghormanti
kekalahan orang lain, belajar berkerja sama, sehingga secara tidak langsung siswa
memperoleh kesempatan untuk melatih dan meperkembangkan nilai nilai moral.
d. Faktor dari lingkungan teman-teman sebaya.
Makin bertambah umur anak makin memperoleh kesempatan luas untuk
mengadakan hubungan dengan teman sebaya Sekalipun dalam kenyataannya
perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadikan sebab tidak adanya
kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain. Siswa
yang bertindak langsung atau tidak langsung sebagai pemimpin, atau yang
menunjukan cirri-ciri kepemimpinan dengan sikap menguasai anak lain akan
38
besar pengaruhnya terhadap pola sikap kepribadian mereka. Konflik akan terjadi
pada siswa bilamana norma pribadi sangat berlainan dengan norma yang ada di
lingkungan teman-teman mereka. Di situlah ia ingin mepertahankan pola tingkah
laku yang telah di peroleh dirumah/sekolah sedangkan di pihak lain lingkungan
menuntut siswa untuk meperlihatkan pola lain yang bertentangan dengan pola
yang sudah ada atau sebaliknya.
Teman sepergaulan mempunyai pengaruh yang cukup besar umembuat
anak menjadi anak yang baik dan juga membuat anak yang suka melanggar
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Hal ini terjadi hampir di seluruh
kawasan yang ada, kawasan yang kami maksut adalah kawasan yang ada
penduduknya yang masih usia remaja, orang dewasayang masih dikategorikan
sebagai generasi muda. Para ahli ilmu social pada umumnya berpendapat bahwa
kelompok seusia atau kelompok sepermainan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap remaja/generasi muda sebagai individu atau pribadi.
e. Faktor dari segi keagamaan
Seorang siswa perlu mengetahui hukum dan ketentuan agama. Di samping
itu yang lebih penting adalah menggerakan hati mereka untuk secara otomatis
terdorong untuk mengetahui hukum dan ketentuan agama. Jangan sampai
pengetahuan dan pengertian mereka tentang agama hanya sekedar pengetahuan
yang tidak berpengaruh apa-apa dalam kehidupan sehari- hari. Untuk itu
diperlukan pendekatan agama dengan segala ketentuan pada kehidupan sehari-hari
dengan jalan mencarikan hikmah dan manfaat setiap ketentuan agama itu. Jangan
sampai mereka menyangka bahwa hukum dan ketentuan agama merupakan
39
perintah tuhan yang terpaksa mereka patuhi, tanpa merasakan manfaat dari
kepatuhan itu. Hal ini tidak dapat di capai dengan penjelasan yang sederhana saja,
tetapi memerlukan pendekatan pendekatan secara sungguh-sungguh yang di
dasarkan atas pengertian dan usaha yang sungguh-sungguh pula.
Kejujuran dan tingkah laku moralitas lainya yang di perhatikan seseorang
siswa, tidak ditentukan bagaimana pandainya atau oleh pengertian dan
pengetahuan keagamaan yang di miliki siswa melaikan bergantung sepenuhnya
pada penghanyatan nili-nilai keagamaan dan pewujudannya dalam tingkah laku
dan dalam hubungan dengan siswa lain.
Dalam perkembangannya seorang siswa mula-mula merasa takut untuk
berbuat sesuatu yang tidak baik, seperti berbohong karena larangan-larangan
orang tua atau guru agama, bahwa perbuatan yang tidak baik akan di hukum oleh
penguasa yang tertinggi yaitu Tuhan. Sekalipun tokoh tuhan ini adalah tokoh
abstrak yang tidak kelihatan tetapi pengaruhnya besar sekali. Siswa akan
menginsafi bahwa perbuatan-perbuatan yang tidak baik itu perbuatan dosa
derngan akibat di hukum. Ajaran-ajaran keagamaan dapat berupa petunjuk apa
yang boleh dan wajar di lakukan dan dapat berupa pengontrolan untuk melakukan
sesuai dengan keinginan atau kehenedaknya.
Nilai-nilai keagamaan yang di peroleh siswa pada usia muda dapat
menetapkan menjadi pedoman tingkahlaku di kemudian hari. Kalau pada mulanya
kepatuhan di dasarkan karena adanya rasa takut yang di asosiasikan dengan
kemumgkinan memperoleh hukuman, maka lama-lama kepatuhan ini akan dapat
dihayati sebagai dari cara dan tujuan hidup.
40
f. Faktor dari aktivitas-aktivitas rekreasi
Dalam kehidupan siswa dapat mempelajari pelajaran yang di sampaikan
oleh guru dan dapat mereka terapkan dalam ke kehidupan sehari-hari. Bagaimana
seorang siswa mengisi waktu luang seiring dikemukakan sebagai sesuatu yang
berpengaruh besar terhadap konsep moral siswa. Orang tua dan guru menyadari
betapa pentingnya bacaan pada siswa yang antara lain juga membentuk segi-segi
moral bagi siswa. Perhatian dan anjuran untuk membaca ini minimbulkan
keinginan dan kebebasan yang besar untuk membaca. Akan tetapi kebiassaan dan
keinginan membaca ini juga di arahkan untuk membaca yang sekiranya dapat
membangun pikiran nya.
Dengan hal ini makam pemikiran siswa akan semakin meningkat dan
dapat menjangkau apa yang mereka inginkan. Selain dari factor di atas masih ada
factor lain yang tidak kalah pentingnya dalam menghambat pembinaan moral, di
antaranya faktor inteligendan jenis kelamin. Intelegensi di kemukakan dengan
alasan bahwa untuk mengerti hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan di
butuhkan kemampuan yang baik. Sebaliknya kemampuan yang baik dan yang
dapat mengeti perbuatan yang baik dan yang tidak baik. Jenis kelamin
dikemukakan karena kemyataanya bahwa lebih banyak kenakalan atau kejahatan
di temui pada siswa laki-laki dari pada siswa perempuan . ini pun tidak dikatakan
secara umum, juga hal-hal yang sebaliknya yakni bahwa siswa perempuan lebih
jujur dari pada siswa laki-laki.
41
Demikian mengenai faktor-faktor yang mendukung dan menghambat
pembinaan moral siswa. 28
B. Wujud Pembinaan Religius
1. Pengertian Wujud Budaya Religius
Istilah budaya dapat diartikan sebagai otalitas pola perilaku, kesenian,
kepercayaan, kelembagaan, dan semua produk lain dari karya dan pemikiran
manusia yang mencirikan kondisi suatu masyarakat atau penduduk yang
transmisiskan bersama.29
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya (cultural) diartikan
sebagai: pikiran; adat istiadat; sesuatu yang sukar berkembang; sesuatu yang
menjadi kebiasaan yang sukar diubah.30
Tylor mengartikan budaya sebagai “that complex whole which includes
knowledge, beliefs, art, morals, laws, cusoms and other capabilities and habits
acquired by man as a member of society”. Budaya merupakan suatu kesatuan
yang unik dan bukan jumlah dari bagian-bagian suatu kemampuan psikologis
seperti ilmu pengetahuan, teknologi, kepercayaan, keyakinan, seni dan
sebagainya.31
Budaya religius merupakan sekumpulan nilai-nilai agama yang melandasi
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol- simbol yang dipraktikan oleh
28
Singgih D. Gunarsa-Ny, Psikologi Praktis anak, Remaja dan Keluarga, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2001), hlm. 38-46.
29
Muhaimin dan Abdul Mudjib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Triganda Karya, 1993), hlm. 35.
30
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 149.
31
Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral Berpijak pasa Karakteristik Siswa dan Budaya,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 18.
42
semua warga sekolah, meliputi kepala sekolah, guru, karyawan, siswa dan
masyarakat sekolah32.
Menurut Ismail Raji budaya religius sekolah merupakan cara berfikir dan
cara bertindak warga sekolah didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan).33
Perwujudan budaya tidak muncul begitu saja tetapi melalui proses
pembudayaan. Koentjoroningrat menyatakan bahwa proses pembudayaan
dilakukan melalui tiga tataran, yaitu :
a.
Tataran nilai yang dianut, yakni merumuskan secara bersama nilai-nilai
keagamaan yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah, selanjutnya
dibangun komitmen bersama di antara semua warga sekolah untuk
melaksanakan nilai-nilai yang sudah disepakati.
b.
Tataran
praktik
keseharian,
nilai-nilai
keagamaan
yang
sudah
disepakati selanjutnya diwujudkan dalam bentuk sikap, perilaku dan praktik
pengamalan keagamaan dalam keseharian oleh semua warga sekolah.
c. Tataran simbol-simbol budaya, mengganti simbol-simbol budaya yang kurang
sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai keagamaan dengan simbol budaya
yang agamis.34
2. Proses Terbentuknya Budaya Religius Sekolah
Secara umum budaya dapat terbentuk melalui proses secara prescriptive
dan dapat juga secara terprogram sebagai learning process atau solusi terhadap
32
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Upaya Mengembangkan
PAI dari Teori ke Aksi), (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm, 116.
33
Ismail Raji al-Faruqi, Islamization Of Knowladge: GeneralPrinciples and Workplan,
(Washington DC., International institute of Islamic Thougt, 1982), hlm. 34.
34
Koenjoroningrat, Kebudayaan, Metalitet dan pengembangan, (Jakarta: Gramedia,
1974), hlm.32
43
suatu masalah. Yang pertama adalah pembentukan atau terbentuknya budaya
religius sekolah melalui penurutan, peniruan, penganutan dan penataan suatu
skenario (tradisi, perintah) dari atas atau dari luar pelaku budaya yang
bersangkutan. Yang kedua adalah pembentukan budaya secara terprogram melalui
learning procces. Pola ini bermula dari dalam diri pelaku budaya, dan suara
kebenaran, keyakinan, anggapan dasar atau dasar yang dipegang teguh sebagai
pendirian, dan diaktualisasikan menjadi kenyataan melalui sikap dan perilaku.35
Menurut Tafsir, strategi yang dapat dilakukan oleh para praktisi
pendidikan untuk membentuk budaya religius sekolah, diantaranya:
a. Memberikan contoh (teladan)
b. Membiasakan hal-hal yang baik
c. Menegakkan disiplin
d. Memberikan motivasi dan dorongan
e. Memberikan hadiah terutama psikologis
f. Menghukum (mungkin dalam rangka kedisiplinan)
g. Penciptaan suasana religius yang berpengaruh bagi pertumbuhan
anak36
Menurut Koentjaraningrat strategi dalam proses terbentuknya wujud
budaya religius sekolah, meniscayakan upaya pengembangan dalam tiga tataran:
a. Tataran nilai yang dianut, nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu
dikembangkan di sekolah, selanjutnya membangun komitmen dan loyalitas
bersama diantara semua warga di sekolah terhadap nilai yang disepakati.
35
Talizuhu Ndara, Teori Budaya Organisa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 24.
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja; Rosda Karya,
2004), hlm. 112.
36
44
b. Tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati
diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga
sekolah.
c. Tataran simbol-simbol budaya, Pengembangan yang perlu dilakukan adalah
menganti simbol-simbol budaya yang kurang sejalan dengan ajaran dan nilainilai agama dengan simbol budaya yang agamis. Perubahan simbol dapat
dilakukan dengan mengubah berpakaian dengan prinsip menutup aurat, fotofoto dan motto yang mengandung pesan-pesan dan nilai-nilai keagamaan dan
lain-lain.
Adapun startegi untuk membudayakan nilai-nilai agama di sekolah dapat
dilakukan melalui:
a. Power strategi, yakni strategi pembudayaan agama di sekolah dengan cara
menggunakan kekuasaan atau melalui people’s power, dalam hal ini peran
kepala sekolah dengan segala kekuasaanya sangat dominan dalam melakukan
perubahan.
b. Persuasive strategy, yang dijalankan lewat pembentukan opini dan pandangan
masyarakat atau warga sekolah.
c. Normative re-educative, norma adalah aturan yang berlaku dimasyarakat.
Norma yang termasyarakat lewat education (pendidikan). Normative
digandengkan dengan re-educative (pendidikan ulang) untuk menanamkan dan
menganti paradigma berpikir warga sekolah yang lama dengan yang baru.
Pada strategi pertama dikembangkan melalui pendekatan perintah atau
larangan. Allah Swt. Memberikan contoh dalam hal shalat agar manusia
45
melaksanakan setiap waktu dan setiap hari, maka diperlukan hukuman yang
sikapnya mendidik. Hal ini sebagaimana sabda Rosulullah Saw.
ُ ْ ‫َعن ْ َعم ٍر ْب ِن‬
ُْ ‫عنْ ْه‬
َْ ْ ُ‫هللا‬
ْ ْ‫ى‬
َْ ‫ض‬
ْ ِ ‫ج ِْدِْه ْ َْر‬
َْ ْ ْ‫عن‬
َْ ْ ‫ب ْ َعنْ ْْا َبِْيْ ِْه‬
ٍ ‫شعَي‬
ْْ‫ل ْدَ ُْكم‬
ْ َ ْ‫ْ ُْم ُْروْاْْا َو‬:ْ‫سلْ َْم‬
َْ ‫عْلَيْ ِْهْ َْو‬
َْ ُْ‫هللا‬
ْ ْْ‫صلى‬
َْ ِْ‫هللا‬
ْ ْ‫ل‬
ُْ ْ‫سو‬
ُْ ‫لْ َْر‬
َْ ‫ْقَْا‬:‫ال‬
َْ َْ‫ق‬
ْْ‫ْو ُْهم‬
َْ ‫علَْيْ َْها‬
َْ ْ ْ‫سْنِيْنَْ ْ َْواضْ ِْرْبُوْ ُْهم‬
ِْ ْ ِ‫سبْ ْع‬
َْ ‫لةِْ ْ َْو ُْهمْ ْْا َبْنَا ُْء‬
ْ َ ْ‫ِْباالص‬
ْ‫س ٍن‬
ِْ ‫ض‬
َْ ‫عشْ ٍْر ْ َْوفَْ ِْرْقُوْ َْْبيْنَ ُْه َْما ْفِْى ْالْ َْم‬
َْ ْ ‫ْا َبْنَا ُْء‬
َ ‫اج ْعِ ْ َحدِيث ْ َح‬
.ْ‫ن‬
ٍْ ‫س‬
َ ‫َر َواهُْأَْبُوْدَ ُاودَ ِبإِْسنَا ٍد َح‬
Artinya: Dari Amr Ibnu Syu’aib dari Ayahnya dari Kakeknya
RA Rasulullah SAW Bersabda: Perintahkanlah kepada anakanak kalian untuk salat ketika umur mereka tujuh tahun, dan
pukullah mereka karenanya ( tidak mau shalat) ketika umur
mereka sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat-tempat tidur
mereka saat itu.(Hadist Hasan, Diriwayatkan oleh Abu
Dawud dengan sanad yang Hasan)37
Sedangkan pada strategi kedua dan ketiga tersebut dikembangkan melalui
pembiasaan, keteladanan dan pendekatan persuasive atau mengajak kepada
warganya dengan cara yng halus dengan memberikan alasan dan prospek baik
yang bisa menyakinkan mereka.38
3.
Contoh Perilaku Wujud Budaya Religius di Sekolah
1. Senyum, Salam, Sapa (3S)
Dalam Islam sangat dianjurkan memberikan salam. Ucapan salam di
samping sebagai do’a bagi orang lain juga sebagai bentuk persaudaraan antara
sesama manusia. Secara sosiologis sapaan dan salam dapat meningkatkan
interaksi antar sesama, dan berdampak pada rasa penghormatan sehingga antara
sesama saling dihargai dan dihormati.
37
Riyadus Shalihin, hlm:158-159.
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran (Upaya Reaktualisasi
Pendididkan Islam), (Malang: LKP21, 2009), hlm.160-167.
38
46
Senyum, sapa dan salam dalam perspektif budaya menunjukkan bahwa
komunitas masyarakat memiliki kedamaian, santun, saling tenggang rasa, toleran,
damai dan bersahaja dan rasa hormat. Namun seiring dengan perkembangan dan
berbagai kasus yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, sebutan tersebut berubah
menjadi sebaliknya. Sebab itu, budaya senyum, salam dan sapa harus dibudayakan
pada semua komunitas, baik di keluarga, sekolah atau masyarakat sehingga
cerminan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang santun, damai, toleran dan
hormat muncul kembali.
Didalam surat an-nur ayat 61 yang menjelaskan bahwasannya Allah akan
memberikan berkah yang baik bagi siapa yang memasuki rumah dengan memberi
salam kepada penghuninya, sebagaimana ayat tersebut berbunyi:
ِْ‫هللا‬
ْ ْ‫عنْ ِْد‬
ِْ ْْ‫حيْ ْةًْ ِْمن‬
ِْ َ ‫س ُْكمْْْت‬
ِْ ُ‫عْلَىْْا َنْْف‬
َْ ْ‫سِْل ُْموْا‬
َْ َْ‫خلْْت ُمْْْبُْيُوْْت ًاْف‬
َْ َ‫فَْإ ِ ْذَاْ ْد‬
ْ ْ)61(َْْ‫تْْلَ َْعلْ ُْكمْْْت َعِْْقْلُوْن‬
ِْ ‫هللاُْْلَ ُْك ُْمْالْيَْا‬
ْ ْ‫ن‬
ُْ ِ‫كْْيُبَْْي‬
َْ ‫طِْيبَْ ْةًْ َْك ْذَاِْل‬
َْ ًْ‫ار َْك ْة‬
َْ َْ‫ُْمب‬
Artinya: Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari)
rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada
(penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu
sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat
lagi baik, Demikian Allah menjelaskan ayat-ayat (Nya) bagimu,
agar kamu memahaminya. (Q.S An-Nur)39
2.
Saling Hormat dan Toleran
Budaya saling hormat dan toleran juga nampak pada tiga sekolah. Saling
menghormati antara yang muda dengan yang lebih tua, menghormati perbedaan
pemahaman agama, bahkan saling menghormati antar agama yang berbeda.
Masyarakat yang toleran dan memiliki rasa hormat menjadi harapan
bersama. Dalam perspektif apapun toleransi dan rasa hormat sangat dianjurkan.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan,
2005), hlm. 385.
39
(Bandung: CV Diponegoro,
47
Bangsa Indonesia sebagai bangsa berbhineka dengan ragam agama, suku, dan
Bahasa sangat mendambakan persatuan dan kesatuan bangsa, sebab itu melalui
Pancasila sebagai falsafah bangsa menjadikan tema persatuan sebagai salah satu
sila dari Pancasila, untuk mewujudkan hasil tersebut maka kuncinya adalah
toleran dan rasa hormat sesama anak bangsa.
Fenomena perpecahan dan konflik yang terjadi di Indonesia sebagian besar
disebabkan karena tidak adanya toleransi dan rasa hormat diantara sesama warga
atau masyarakat yang memiliki paham, ide, atau agama yang berbeda. Sebab itu
melalui pendidikan dan dimulai sejak dini, sikap toleran dan rasa hormat harus
dibiasakan dan dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun dalil al- Qur’an yang menerangkan anjuran untuk mempunyai rasa
toleran sebagaimana dalam surat al-kafirun ayat 1-6 sebagai berikut:
ْ‫ل‬
ْ َ ‫) ْ َْو‬2(ْ َْ‫ْل ْْا َعْْبُ ْد ُ ْ َْما ْْت َعْْبُ ْدُوْن‬
ْ َ )1(ْ َْ‫ْقُلْ ْيَْآ ْْا َيْ َْها ْالْ َْكافِْ ُْروْن‬
ْ)4(ْ ْ‫عبَْدْْت ُم‬
َْ ْ ‫عاِْبدْ ْ َْما‬
َْ ْ ‫ل ْْا َنَا‬
ْ َ ‫) ْ َْو‬3(ْ ُ ‫عاِْب ْدُوْنَْ ْ َْمآ ْْا َعْْبُ ْد‬
َْ ْ ْ‫ْا َنْْت ُم‬
)6(ْ‫ن‬
ِْ ْ‫ىْ ِْدي‬
َْ ‫)ْلَْ ُْكمْْ ِْديْْنُ ُْكمْْ َْوِْل‬5(ُْ‫عاِْب ْدُوْنَْْ َْمآْْا َعْْبُ ْد‬
َْ ْْ‫لْْا َنْْت ُم‬
ْ َ ‫َْو‬
Artinya: Katakanlahْ : Hai orang-orang kafir, aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan
penyembah tuhan yang aku sembah, dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah,
untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku (Q.S. AlKafirun). 40
3. Puasa Senin Kamis
Puasa merupakan bentuk peribadatan tinggi terutama dalam bab
spiritualitas dan jiwa sosial. Puasa hari Senin dan Kamis ditekankan di sekolah
disamping sebagai bentuk peribadatan sunnah muakkad yang sering dicontohkan
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan,
2005), hlm. 602.
40
(Bandung: CV Diponegoro,
48
Rosulullah SAW. Juga sebagai sarana pendidikan dan pembelajaran takziyah agar
siswa dan warga sekolah memiliki jiwa yang bersih, berfikir dan bersikap positif,
dan memiliki rasa kepedulian terhadap sesama.
Nilai-nilai yang ditumbuhkan melalui proses pembiasaan berpuasa tersebut
merupakan nilai-nilai luhur yang sulit dicapai oleh siswa-siswa di era sekarang
ini, disamping hantaman budaya negatif dan arus globalisasi juga karena piranti
untuk penangkal arus budaya negatif tersebut yang tidak maksimal baik dalam
bentuk pendidikan maupun keteladanan dari tokoh dan warga masyarakat. Sebab
itu melalui pembiasaan puasa senin kamis diharapkan dapat menumbuhkan nilainilai luhur tersebut yang sangat dibutuhkan generasi saat ini.
Dalam hadist yang riwayat oleh Imam Muslim dalam Riyadus Shalihin
menjelaskan Rasulullah senang jika dalam hari Senin dan Kamis dalam keadaan
berpuasa karna pada saat hari itu ditunjukkanlah amalan-amalan oleh para
malaikat kepada Allah. Sebagaimana hadist tersebut:ْ
ُْ‫هللا‬
ْ ْ‫صلْى‬
َْ ِْ‫هللا‬
ْ ْ‫ل‬
ِْ ْ‫سو‬
ُْ ‫عنْْ َْر‬
َْ ُْ‫عنْ ْه‬
َْ ُْ‫هللا‬
ْ ْ‫ى‬
َْ ‫ض‬
ْ ِ ‫عنْ ْْأ َبِْىْ ُْه َْريْ َْر ْة َْ َْر‬
َْ ‫َْو‬
ْ‫س‬
ْ ِ ْ‫خ ِْمي‬
َْ ْ‫ن ْ َْوال‬
ِْ ْ‫الثْْنَي‬
ِْ ْ ‫ل ْيَْوْ َْم‬
ُْ ‫ال َعْ َْما‬
ْ ْ‫ض‬
ُْ ‫ْْت ُعْ َْر‬:ْ ‫ل‬
َْ ‫سلْ َْم ْْقَا‬
َْ ‫عْلَيْ ِْه ْ َْو‬
َْ
ْ‫ل‬
َْ ‫ىْوقَْا‬
َْ ‫ْر َْواْهُ ْالتِْرْ ِْم ِْذ‬،
َْ ْ‫صائِْم‬
َْ ْ ‫ىْوْأ َنَا‬
َْ ‫ع َْمِْل‬
َْ ْ ‫ض‬
َْ ‫حبْ ْْأ َنْ ْْيُعْ َْر‬
َْ َ ‫فَْْأ‬
ْ .‫ْو َْر َْوا ْهُْ ُْمسِْْلمِْْْبغَْيْ ِْرْ ِْذكْ ِْرْالصْوْ ِْم‬،
َْ ْ‫سن‬
َْ ‫ح‬
َْ ْْ‫ح ِْديْث‬
َْ
Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a dari Rosulullah s.a.w. katanya:
“Ditunjukkanlah amalan-amalan itu oleh para malaikat kepada
Allah Ta’ala pada hari Senin dan Kamis, maka saya senang
jikalau amalanku itu ditunjukkan, sedang saya dalam keadaan
berpuasa. “ Di riwayatkan pula oleh Imam Tirmidzi dan ia
mengatakan bahwa in adalah Hadits Hasan, hadist ini
diriwayatkan pula oleh Imam Muslim, tanpa menyebutkan
berpuasa.41
41
Riyadus Shalihin, hlm. 498
49
4. Shalat Dhuha
Melakukan ibadah dengan mengambil wudhu dilanjutkan dengan shalat
dhuha dilanjutkan dengan membaca al-Qur’an, memiliki implikasi pada
spiritualitas dan mentalitas bagi seorang yang akan menuntut ilmu dianjurkan
untuk melakukan pensucian diri baik secara fisik maupun ruhani. Berdasarkan
pengalaman para ilmuwan muslim seperti, Al-Ghazali, Imam Syafi’i, Syaikh
Waqi’, menuturkan bahwa kunci sukses mencari ilmu adalah dengan mensucikan
hati dan mendekatkan diri pada Allah SWT.
Berdasarkan hasil penelitian Mohammad Sholeh, tentang terapi sholat
tahajjud didapatkan kesimpulan bahwa salat dapat meningkatkan spiritualisasi,
membangun kestabilan mental, dan relaksasi fisik.42
Berdasarkan penjelasan mengenai manfaat dari melaksanakan shalat dhuha
dan waktu dalam mengerjakannya, dijelaskan dalam surat ad-dhuha ayat 1-2:
)2(ْ‫جى‬
َْ ‫س‬
َْ ْ‫لْْاِ ْذَا‬
ِْ ْ‫)ْ َْوالْي‬1(ْ‫حى‬
َْ ْ‫َْوالض‬
Artinya: Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi
malam apabila telah sunyi. (Q.S Ad-dhuha)43
5. Tadarrus al-Qur’an
Tadarrus al-Qur’an atau kegiatan membaca al-Qur’an merupakan bentuk
peribadatan yang diyakini dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dapat
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan yang berimpliklasi pada sikap dan
perilaku positif, dapat mengontrol diri, dapat tenang, lisan terjaga, dan istiqamah
dalam beribadah.
42
Mohammad Sholeh, Terapi Sholat Tahajjud, (Jakarta: Hikmah Populer, 2007), hlm. 14.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV Diponegoro,
2005), hlm. 596.
43
50
Tadarus al-Qur-an disamping sebagai wujud peribadatan, meningkatkan
keimanan dan kecintaan pada al-Qur’an juga dapat menumbuhkan sikap positif
diatas, sebab itu melalui tadarus al-Qur’an siswa-siswi dapat tumbuh sikap-sikap
luhur sehingga dapat berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar dan juga
dapat membentengi diri dari budaya negatif.
Di dalam al-Qur’an surat al-Fathir ayat 29-30 menjelaskan bahwasannya
Allah akan menyempurnakan pahala dan menambah karunia bagi mereka yang
selalu membaca kitab Allah, mendirikan shalat dan menafqahkan sebagian dari
rezki yang dimiliki. Sebagaimana ayat yang berbunyi:
ْ‫اْممْا‬
ِْ ْ‫لْة َْ َْوْا َنْفَْْقُو‬
ْ َ ْ‫هللاِْ َْوْا َقَْا ُْمواْالص‬
ْ ْ‫ب‬
َْ ‫ِْإنْْالْ ِْذيْنَْْْيَتْْلُوْنَْْ ِْكْت َا‬
ْ)29(ْ‫ار ْة ًْلَْنْْْت َْبُوْ َْر‬
َْ ‫ج‬
َْ ِْ‫جوْنَْْت‬
ُْ ْ‫لنِْيْ ْةًَْْير‬
َْ ‫ع‬
َْ ‫سرْاْ َْو‬
ِْ ْْ‫َْرزَْقْنَا ُْهم‬
ْْ‫ش ُْكوْر‬
َْ ْْ‫غْفُوْر‬
َْ ُْ‫جوْ َْر َْهمْْ َْوَْي ِْزيْ ْد ُ ُْهمْْ ِْمنْْفَْضِْْل ِْهْاِْنْ ْه‬
ُْ ُ ‫ِْلْيُ َْوِْفَْي ُْهمْْْا‬
ْ )30(
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab
Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari
rezki yang kami anugrahkan kepada mereka dengan diam-diam
dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang
tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka
pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya.
Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha mensyukuri.
(Q.S Al-Fathir)44
6. Istighotsah dan Do’a Bersama
Istighotsah adalah do’a bersama yang bertujuan memohon pertolongan
dari Allah SWT. Inti dari kegiatan ini sebenarnya dihikrullah dalam rangka
taqarrub ila Allah (mendekatkan diri kepada Allah SWT). Jika manusia sebagai
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan,
2005), hlm.437.
44
(Bandung: CV Diponegoro,
51
hamba selalu dekat dengan sang khalik, maka
segala keinginannya akan
dikabulkan olehnya.
Istilah ini biasa digunakan dalam salah satu madzab atau tarikat yang
berkembang dalam Islam. Kemudian dalam perkembangannya juga digunakan
oleh semua aliran dengan tujuan meminta pertolongan dari Allah SWT. Dalam
banyak kesempatan, untuk menghindarikan kesan ekslusif maka sering digunakan
istilah do’a bersama.
Sebagaimana di dalam Al-Qur’an surah yunus ayat 89 yang menjelaskan
Allah akan memperkenankan permohonan do’a dari do’a yang dilakukan dengan
bersama-sama:
‫جيْبَْتْدْعْ َْوْت ُ ُْك َْماْفَْاسْْت َِْقيْ َْما‬
ِْ ُ ‫لْقَْدْْْا‬
َْ ‫قَْا‬
Artinya: Allah berfirman: “Sesungguhnya telah diperkenankan
permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada
jalan yang lurus. (Q.S Yunus)45
C. Strategi Mewujudkan Budaya Religius Sekolah
1. Menciptakan Kebijakan Sekolah yang Stategis
Menurut Muhaimin strategi dalam mewujudkan budaya religius sekolah
dapat dilakukan melalui empat pendekatan, yaitu:
Pertama, pendekatan struktural yaitu strategi dalam mewujudkan budaya
religius sekolah sudah menjadi komitmen dan kebijakan pimpinan sekolah,
sehingga lahirnya berbagai peraturan atau kebijakan yang mendukung terhadap
lahirnya berbagai kegiatan keagamaan di sekolah beserta berbagai sarana dan
45
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan,
2005), hlm. 220.
(Bandung: CV Diponegoro,
52
prasarana pendukungnya termasuk dari sisi pembiayaan. Dengan demikian
pendekatan ini lebih bersifat “top down” yakni kegiatan keagamaan yang dibuat
atas prakarsa atau instruksi dari pejabat atau pimpinan sekolah.
Kedua, pendekatan formal, yaitu strategi mewujudkan budaya religius
sekolah dilakukan melalui pengoptimalan kegiatan belajar mengajar (KBM) mata
pelajaran PAI di sekolah yang setiap minggu untuk sekolah negeri diterapkan dua
jam pelajaran. Dengan demikian, dalam pendekatan formal ini, guru PAI
mempunyai peran yang lebih banyak dibanding guru-guru mata pelajaran yang
lain.
Ketiga, pendekatan mekanik, yaitu strategi dalam mewujudkan budaya
religius
sekolah
melalui
peningkatan
kuantitas
dan
kualitas
kegiatan
ekstrakulikuler bidang agama. Artinya dengan semakin menyemarakkan berbagai
kegiatan ekstrakulikuler bidang agama di sekolah, warga sekolah khususnya para
siswa tidak hanya memahami PAI secara kulikuler dikelas saja, namun juga
diwujudkan dalam berbagai kegitan ekstrakulikuler yang saling terintegrasi
dengan kegiatan sekolah lainnya.46
Keempat, pendekatan organik, yaitu penciptaan suasana religius yang
disemangati oleh adanya pandangan bahwa pendidikan agama adalah kesatuan
atau sebagai sistem sekolah yang berusaha mengembangkan pandangan atau
semangat hidup agamis. Artinya Strategi dalam mewujudkan budaya religius
sekolah sudah menjadi komitmen dan mendapat dukungan dari seluruh warga
sekolah.
46
Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar: Penerapannya dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama, (Surabaya: Citra Media, 1996), hlm. 63-64.
53
2. Membangun Komitmen Pimpinan dan Warga Sekolah
Kuatnya komitmen pimpinan dan warga sekolah dapat dijelaskan dengan
menggunakan pendekatan struktural, yaitu strategi dalam mewujudkan budaya
religius sekolah sudah menjadi komitmen dan kebijakan pimpinan sekolah,
sehingga lahirnya berbagai peraturan atau kebijakan yang mendukung terhadap
lahirnya berbagai kegiatan keagamaan di sekolah beserta berbagai sarana dan
prasarana pendukungnya termasuk dari sisi pembiayaan. Dengan demikian
pendekatan ini lebih bersifat “top down” yakni kegiatan keagamaan yang dibuat
atau prakarsa atau instruksi dari pejabat atau pemimpin sekolah.
Keberhasilan dalam upaya mewujudkan budaya religius tidak terlepas dari
komitmen semua warga sekolah, Sebagaimana dijelaskan Muhaimin bahwasannya
dalam upaya pewujudan budaya religius perlu dirumuskan secara bersama nilainilai agama yang disepakati dan perlu dirumuskan secara bersama nilai-nilai
agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah, untuk selanjutnya
membangun komitmen dan loyalitas bersama warga sekolah terhadap nilai-nilai
yang telah disepakati. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hicman dan Silva
bahwa terdapat tiga langkah untuk mewujudkan budaya. Yaitu commitment,
competence, dan consistency.47
Sedangkan nilai-nilai yang disepakati tersebut bersifat vertikal dan
horizontal. Yang vertikal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan
Allah, dan yang horizontal berwujud hubungan manusia dengan warga sekolah
dengan sesamanya, dan hubungan mereka dengan alam sekitar.
47
Hickman dan Silva, Budaya Perusahaan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2001), hlm. 67.
54
3. Menerapkan Strategi Perwujudan Budaya Religius yang Efektif
Strategi pewujudan budaya religius dapat diterapkan melalui startegi yang
efektif, yaitu meliputi:
a. Penciptaan Suasana Religius
Tentang penciptaan suasana religius mencakup beberapa hal yang perlu
dibiasakan di sekolah, yaitu seperti dibawah ini:
a) Berdo’a bersama sebelum pembelajaran, kegiatan ini dilakuakan setiap awal
dan akhir pembelajaran.
b) Khataman Al-Qur’an, kegiatan ini diadakan setiap bulan sekali agar siswa
lancar dalam membaca Al-Qur’an
c) Istighotsah, merupakan kegiatan do’a bersama dengan membaca kalimahkalimah tayyibah dan memohon petunjuk kepada Allah
d) Peringatan hari besar Islam (PHBI)
e) Kegiatan Pondok Romadhon
Penciptaan suasana religius merupakan upaya untuk mengkondisikan
suasana sekolah dengan nilai-nilai dan perilaku religius (keagamaan). Hal itu
dapat dilakukan dengan: kepemimpinan, skenario penciptaan suasana religius,
wahana peribadatan atau tempat ibadah, serta dukungan warga masyarakat.
b. Internalisasi Nilai
Internalisasi dilakukan dengan memberikan pemahaman tentang agama
ekslusif.
kata yang sopan dan bertata krama baik terhadap orang tua, guru, maupun
sesama orang lain. Selain itu proses internalisasi tidak hanya dilakukan oleh guru
55
agama saja, melainkan juga semua guru, dimana mereka menginternalisasikan
ajaran agama dengan keilmuwan yang mereka miliki seperti guru biologi yang
mengkaitkan materi tersebut dengan al-Qur’an dan nilai-nilai Agama Islam
lainnya.
Talidzhuhu Ndara menyatakan bahwa agar budaya tersebut menjadi nilainilai yang tahan lama, maka harus ada proses internalisasi budaya. Dalam bahasa
Inggris, internalized berarti to incorporate in oneself. Jadi, Internalisasi berarti
bagian
diri
(self)
penumbuhkembangkan
orang
dan
yang
pengajaran.
bersangkutan.
Seperti
Penanaman
pendidikan,
dan
pengarahan,
indoktrtinasi, brain washing dan lain sebagainya.48
c. Keteladanan
Keteladanan merupakan perilaku yang memberikan contoh kepada orang
lain dalam hal kebaikan. Rosulullah Saw sendiri di utus ke dunia tidak lain adalah
untuk
menyempurnakan
Akhlaq,
dengan
memberikan
contoh
pribadi.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
ْ‫ق‬
ْ َ ْ‫الَخ‬
ْ ْ‫ار َْما‬
ِْ ‫ل ُْت َ ِْم َْمْ َْم َْك‬
ْ ِ ُْْ‫ِْإنْ َْماْْبُ ِْعثْت‬
ِ ‫ل‬
“ Sesungguhnya aku (Muhamammad) di utus, untuk
menyempurnakan akhlaq”.49
d. Pembiasaan
Pendekatan pembiasaan, keteladanan dan persuasif atau mengajak kepada
warga sekolah dengan cara yang halus, dengan memberikan alas an dan prospek
baik yang bias menyakinkan mereka. Sikap kegiatannya berupa proaksi, yakni
48
Talizhidu Dhara, Budaya Organisasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 82.
Al-adabul Mufrad, hlm: 273.
49
56
membuat aksi atas inisiatif sendiri, jenis dan arah ditentukan sendiri, tetapi
munculnya aksi-aksi agar dapat ikut memenciptakan situasi dan kondisi memberi
warna dan arah pada perkembangan nilai-nilai religiusitas di sekolah. Bisa pula
berupa antisi, yakni tindakan aktif menciptakan situasi dan kondisi ideal agar
bisa tercapai tujuan idealnya.50
e. Membangun Kesadaran diri
Untuk membangun kesadaran diri dapat dilakukan oleh guru bidang studi
yang lain, misalnya guru biologi dan guru bahasa. Dalam pembelajaran bahasa
guru juga memberikan pemahaman kepada siswa bahwa ketika berbicara dengan
kepada orang lain utamanya yang lebih tua, sebaiknya menggunakan bahasa yang
sopan.
Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan pandangan Malik Fadjar, yang
menyatakan bahwa fungsi utamanya pendidikan agama di sekolah adalah
memberikan landasan yang mampu menggugah kesadaran dan mendorong peserta
didik melakukan perbuatan yang mendukung pembentukan pribadi beragama
pembentukan pribadi beragama yang kuat.51
Sementara itu, keberagamaan menurut Madyo Eko Susilo, merupakan
suatu sikap atau kesadaran yang muncul yang didasarkan atas keyakinan atau
kepercayaan seseorang terhadap suatu agama.52
4. Dukungan Warga Sekolah terhadap Mewujudkan Budaya Religius
Sekolah
50
Talizhidu Dhara, Budaya Organisasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 63-64.
Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, (Bandung: Raja Grafindo Persada,
2005), hlm. 195.
52
Madyo Ekosusilo, Hasil Penelitian Kualitatif Sekolah Unggul Berbasis Nilai,
(Sukoharjo: Univet Bantara Pres, 2003), hlm. 22.
51
57
Upaya mewujudkan budaya religius sekolah tidak akan tercapai secara
optimal bila tidak diidukung oleh semua komponen sekolah seperti guru,
karyawan, siswa bahkan para orang tua siswa. Mereka dalam bahasa manajemen
disebut sebagai pelanggan internal pendidikan. Semua jenis pelanggan ini adalah
hal penting yang harus dikenali oleh lembaga pendidikan atau kepala sekolah
untuk kerjasama antara supervisor (penyelia) dan pelanggan pendidikan agar
menghasilkan lulus yang dapat memuaskan para pelanggan pendidikan. Agar
kualitas pendidikan dapat ditingkatkan, maka diperlukan pelibatan secara optimal
semua komponen tersebut.
Pelibatan secara total total involvement yaitu melibatkan secara total
semua komponen sekolah, baik komponen internal maupun eksternal. Tujuannya
tidak lain agar mutu atau kualitas sekolah tersebut dapat ditingkatkan secara terusmenerus. Dalam hal ini, pelibatan tersebut bertujuan meningkatkan kualitas
keagamaan warga sekolah yaitu terwujudnya budaya religius sekolah.
D. Kajian Tentang Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku merupakan suatu perbuatan seseorang, tindakan seseorang serta
reaksi seseorang terhadap sesuatu yang dilakukan, didengar, dan dilihat. Perilaku
ini lahir berdasarkan perbuatan maupun perkataan. Sedangkan pengertian
religiusitas/keberagamaan adalah asal dari kata agama. Agama adalah peraturan
hidup lahir dan batin berdasarkan keyakinan dan kepercayaan yang bersumber
kepada kitab suci dalam hal ini adalah Al-qur’an dan As-sunnah.
58
Sedangkan menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skinner ini di sebut “S-O-R” atau Stimulus-OrganismeRespon.53
Secara definisi dapat diartikan bahwa perilaku keagamaan adalah bentuk
atau ekspresi jiwa dalam berbuat, berbicara sesuai dengan ajaran agama. Definisi
tersebut menunjukkan bahwa perilaku keberagamaan pada dasarnya adalah suatu
perbuatan seseorang baik dalam tingkah laku maupun dalam berbicara yang di
dasarkan dalam petunjuk ajaran agama Islam.
Batasan seorang peserta didik sudah berperilaku keberagamaan ialah saat
peserta didik sudah dengan kesadaran dirinya melakukan tindakan atau perbuatan
yang berada dalam norma agama Islam dan masih berada dalam peraturan yang
telah dibuat dan ditetapkan oleh sekolah.
2. Macam-Macam Perilaku
a. Perilaku terpuji
Perilaku terpuji adalah segala sikap, ucapan dan perbuatan yang baik
sesuai ajaran Islam. Kendatipun manusia menilai baik, namun apabila tidak sesuai
dengan ajaran Islam, maka hal itu tetap tidak baik. Sebailiknya, walaupun
manusia menilai kurang baik, apabila Islam meyatakan baik, maka hal itu tetap
baik.
53
Notoadmodjo, Soekidjo, Perilaku Kesehatan dan Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,
2003), hlm. 64.
59
Macam-macam perilaku terpuji terhadap sesama dalam masyarakat.
1) Ta’aruf
Dalam pergaulan sehari-hari sering kita dengar ungkapan “tidak kenal
maka tidak sayang”. Hal tersebut berlaku untuk apa saja baik itu dalam
perdagangan, perumahan, lingkungan masyarakat dan lain-lain. Begitu juga
dengan sesama manusia, kalau kita belum kenal mungkin kita punya dzan
(sangkaan) yang bermacam-macam. Orang kita sangka baik ternyata belum tentu
baik, orang yang kita sangka buruk belum tentu buruk, oleh karena itu supaya
tidak punya dzan yang bermacam-macam, sabaiknya kita memperkenalkan diri.
Perkenalan bukan hanya dari segi nama saja, tetapi dari berbagai aspek baik itu
keluarga, pendidikan, agama, pekrjaan dan lain-lain.
Itulah makna kita saling kenal mengenal yang dalam bahasa arab disebut
Ta’aruf. Ta’aruf dapat di artikan saling mengenal, saling mengetahui manusia satu
dengan manusia lain. Saling kenal mengenal tersebut harus didasari dengan
kemanusiaan, persaudaraan kecintaan serta ketakwaan kepada Allah swt . tanpa
membedakan ras, keturunan, warna kulit, pangkat jabatan maupun agama. Dalam
ta’aruf perbedaan-perbedaan itu harus kita jauhkan dan di ganti dengan kasih
sayang.
Atas kodrat dan irodat Allah, kita lahir didunia yang memiliki berbagai
macam perbedaan-perbedaan baik bentuk fisik, warna kulit, rambut, suku bangsa,
maupun yang dibentuk oleh manusia itu sendiri seperti kelompok buruh, majikan
dan lain-lain. Adanya perdaan itu jangan dijadikan alasan untuk permusuhan dan
pertentangan akan tetapi harus dijadikan sarana saling kenal mengenal.
60
Ajaran tentang persaudaraan dan saling kenal mengenal antar manusia
harus dilandasi dengan landasan yang amat luas. Yang dituju disini bukan hanya
kaum mukmin, malinkan manusia pada umumnya yang mereka itu seakan-akan
satu keluarga dan terbagi menjadi bangsa, kebilah dan keluarga. Supaya
perkenalan menjadi persaudaraan semakin erat, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dan kita kerjakan, yaitu sebagai berikut:
a. Jaga persatuan dan kesatuan, karena pada dasarnya setiap muslim itu adalah
saudara.
b. Sebarkan salam, beri makan dan sambung tali persaudaraan.
c. Segala urusan dimusyawarahkan
d. Lemah lembut dan berseri-seri.
2) Tafahum
Tafahum artinya saling memahami keadaan seseorang, baik sifat watak
maupun latar belakang seseorang.
3) Jujur
Allah meminta kapada manusia dalam membina kehidupan ini supaya
berlaku benar dan jujur, karena kebenaran dan kejujuran merupakan hal yang
pokok dalam kehidupan manusia. Akan tetapi sebaliknya, apabila manusia
melalaikan hal yang pokok ini, maka kehancuran dan kekacauan yang akan
menimpa manusia. Oleh karenanya berpegang teguh pada kejujuran dan
kebenaran dalam segala hal merupakan faktor yang penting dalam membina
akhlak bagi orang-orang muslim.
61
Benar atau jujur artinya sesuainya sesuatu dengan kenyataan yang
sesungguhnya, tidak saja berupa perkataan tetapi juga perbuatan. Dalam bahasa
arab benar atau jujur disebut sidiq (ash shidqu). Benar atau jujur perkataan artinya
mengatakan sesuatu keadaanya yang sebenarnya, tidak mengada-ngada dan tidak
pula menyembunyikan. Akan tetapi, apabila yang disembunyikan itu suatu rahasia
atau menjaga nama baik seseorang, maka itu diperbolehkan. Benar atau jujur
dalam perbuatan ialah melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan aturan atau
oetunjuk agama. Apabila menurut agama itu diperbolehkan, maka itu benar, dan
apabila perbuatan itu menurut agama dilarang, berarti perbuatan itu tidak benar.
Benar atau jujur pada diri sendiri berarti kita harus bersungguh-sungguh
untuk meningkatkan kemampuan dan tujuan hidup kita untuk memberikan sesuatu
yang terbaik bagi orang lain, yaitu kita memperlihatkan diri kita yang sebenarnya,
tangpa dibuat-buat, bersih dan lurus. Benar atau juur kepada orang lain tidak
hanya sekedar berbuat dan berkata yang benar, akan tetapi harus berusaha
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya. Sebagaimana disabdakan rasulullah
yang artinya: “sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi
orang lain.” Disamping memberikan manfaat kepada orang lain rasulullah juga
mencontohkan kepeduliannya terhadap orang lain.
Jujur adalah kata yang mudah umtuk diucapkan, akan tetapi berat dalam
pelaksanaannya. Kejujuran memancarkan kewibawaan, karena orang yang berlaku
jujur dapat menepiskan segala prasangka buruk, dia berani karena benar.
4) Adil
62
Adil menurut istilah agama adalah sama dalam segala urusan dan
menjalankan sesuai dengan ketentuan agama. Dengan kata lain, adil adalah
mengerjakan yang benar dan menjauhkan yang batil.
Adil adalah jalan bagi seseorang untuk menuju kepada ketakwaan. Apabila
didalam pergaulan hidup ini masing-masing pihak berbuat sesuai dengan
pekerjaannya, maka diharapkan akan terwujud ketenteraman dan kedamaian
didalam masyarakat. Salah satu sifat yang ahrus dimiliki setiap orang untuk dapat
menegakkan kebenaran adalah sifat adil.
Didalam Al-Quran dijelaskan bahwa bersikap adil tidak pilih-pilih, kepada
golongan yang kita bencipun kita haarus tetap berlaku adil. Dengan berbuat adil,
maka akan mendekatkan kita kepada sifat takwa. Firman Allah SWT dalam Q.S.
Al-Maidahْ:ْ8
‫ط‬
ُ ‫شن‬
ْ‫ب‬
َ ْ‫َو َلْيَج ِر َمن ُكم‬
ُ ‫ْر‬
َ ‫َآنْقَو ٍمْ َعلَىْأَلْْتَع ِدلُوا ْاع ِدلُواْ ُه َوْأَق‬
‫ز‬
ْ)8(ْ َ‫هللاَطْإِنْهللاَْ َخ ِبيرْ ِب َماْتَع َملُون‬
ْ ْ‫ْواتقُوا‬
َ ‫ِللتق َوى‬
artinya:
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku
adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Maidahْ: 8)54
5) Amanah
Secara bahasa, amanah adalah kepercayaan, kesetiaan atau ketulusan hati.
Berdasarkan istilah, amanah adalah sesuatu yang dititipkan kepada pihak lain
sehingga menimbulkan rasa aman bagi pemberinya, dan sebaliknya, pihak
penerima memelihara amanah dengan baik.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan,
2005), hlm. 108.
54
(Bandung: CV Diponegoro,
63
Dibawah ini akan disampaikan tiga amanah Allah yang pokok kepada
manusia, yaitu sebagai berikutْ:
1) Amanah ilmu pengetahuan, yang diberikan kepada manusia yang berpredikat
ulama, kaum cerdik pandai dan para sarjana. mereka ini bertanggungjawab
untuk memelihara ilmu, menyiarkannya serta mengembangkannya.
2) Amanah kekuasaan, yang diberikan kepada mereka yang memegang
kekuasaan, yaitu para pemimpin, tokoh masyarakat. Kekuasaan yang ada
pada mereka itu merupakan amaliah Allah yang harus dilaksanakan sesuai
dengan norma-norma yang telah ditentukan oleh Allah.
3) Amanah harta, amanah ini dilimpahkan Allah kepada mereka hartawan,
usahawan, produsen, supaya dapat mengursnya dengan baik sesuaid engan
garis-garis yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Oleh karena itu amanah itu hendaknya diberikan kepada orang yang
mampu melaksanakannya. Begitu juga orang yang menerima amanah harus
menyadari, bahwa amanah yang diterimanya itu harus dapat dipertanggung
jawabkan kepada yang memberi amanah dan kepada Allah SWT.
6) Tasamuh
Tasamuh dapat diartikan sebagai lapang dada, yaitu sikap tidak terburuburu menerima atau menolak saran atau pendapat orang lain, sekalipun hal
tersebut menyangkut pada masalah agama, akan tetapi dipikirkan dalam-dalam
dipertimbangkan masak-masak baru menetapkan sikap.
7) Toleransi
64
Secara bahasa toleransi artinya bersabar, menahan diri dan membiarkan.
Toleransi menghendaki agar kerukunan hidup diantara manusia yang bermacammacam paham, keyakinan dapat terhindar dari sifat-sifat kaku, bahkan menjurus
pada sikap-sikap permusuhan.
Pada dasarnya, tujuan utama dalam toleransi adalah terciptanya kerukunan
hidup antar manusia, dan dalam agama Islam juga diajarkan bahkan merupakan
sesuatu ajaran yang sangat prinsip diantara ajaran-ajaran yang lain. Tuuan yang
demikian ini merupakan tujuan utama dari agama Islam dimuka bumi ini dan
sesuai pula dengan kata “Islam” yang berarti “damai” yaitu damai dengan sesama
umat manusia.
8) Ta’awun
Ta’awun artinya tolong menolong. Manusia tidak dapat berbuat banyak
kalau seorangdiri, apalagi untuk kepentingan orang banyak. Karena manusia tidak
dapat hidup sendiri maka manusia memerlukan bantuan atau pertolongan orang
lain, bahkan harus mengikat kerjasama dengan orang lain.
Dampak positif ta’awun dan tasamuh:
a. Terwujudnya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai.
b. Tercapai ketentraman batin hidup bersama masyarakat.
c. Terjalinnya hubungan batin yang mesra antara sesama manusia.
d. Terwujudnya kesatuan dan persatuan.
3. Perilaku Terpuji Terhadap Sesama
a. Akhlak terpuji terhadap orang lemah
65
Dalam menghadapi kehidupan didunia ini, Allah telah memberikan kepada
semua manusia antara lain berupa panca indera, akal dan sebagainya. Namun,
diantara manusia ada yang tidak dapat memanfaatkan karunia dari Allah dengan
sempurna karena beberapa sebab. Ada yang disebabkan karena lanjut usia, karena
cacat, lumpuh dan sebagainya.
Kita tentu sangat beruntung dibandingkan dengan mereka, kita dapat
membayangkan, bagaimana caranya mereka menghadapi kehidupan ini. Kalau
mereka masih mempunyai sanak keluarga yang mampu, mereka dapat membantu
menghidupi keperluan hidupnya. Tetapi, bagi mereka yang sudah tidak
mempunyai sanak keluarga yang mampu, anggota masyarakat seluruhnyalah yang
menjadi harapannya. Untuk itu, umat Islam berkewajiban mengeluarkan sebagian
dari haratanya sebagai zakat untuk mencukupi keperluan hidup mereka. Adapun
bagi orang Islam yang mempunyai sedikit kelebihan dari keperluan hidupnya
sehari-hari dapat membantunya dengan sedikit sesuai dengan kemampuannya.
b. Akhlak terpuji terhadap tetangga
Tetangga adalah orang yang terdekat dengan kita. Dekat bukan karena
pertalian saudara ataupun pertalian darah, bahkan mungkin tidak seagama dengan
kita.
c. Akhlak terpuji terhadap orang yang berbeda agama
Agama Islam adalah agama perdamaian, artinya Islam melarang umatnya
mencari lawan, karena mencari lawan merupakan perbuatan yang tertcela yang
dilarang agama. Dalam hal ini keyakinan kita harus berbeda, tetapi dalam
kemasyarakatan kita harus bersatu untuk menjaga kerukunan bersama.
66
4. Perilaku Terpuji Terhadap Allah
a. Pengertian Akhlak Terpuji Terhadap Allah
Akhlak terpuji disebut juga akhlak mahmudah. Islam mengjarkan ,
berakhlak terpuji tidak hanya berhubungan dengan sesama manusia, tetapi juga
terhadap Allah SWT. sebagai Zat Yang Maha Pencipta. Akhlak terpuji kepada
Allah adalah suatu sikap atau perilaku terpuji yang hanya ditujukan kepada Allah
SWT. sebagai hamba ciptaan Allah kita wajib berperilaku terpuji kepada Allah.
Hal ini wujud rasa terima kasih atau bersyukur kepada Allah yang telah
menciptakan manusia dengan segala kelengkapan dan fasilitas untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia.
b. Macam-macam Akhlak Terpuji Terhadap Allah
1) Ikhlas
Ikhlas adalah melakukan atau mengerjakan sesuatu pekerjaan semata-mata
hanya karena Allah SWT. Orang yang berbuat ikhlas tidak mengharapkan balas
jasa atau pujian dari orang lain kecuali hanya mengharap rida dari Allah SWT.
Orang yang beramal secara ikhlas disebut mukhlis.
Dampak positif dari perbuatan ikhlas adalah sebagai berikut:
a) Memperoleh pahala yang besar dari Allah SWT.
b) Memperoleh kepuasan batin karena merasa bahwa kebaikan yang dilakukan
sesuai dengan perintah Allah SWT.
c) Merasa lebih dekat dengan Allah,karena amalnya diterima oleh Allah SWT.
Ada beberapa upaya untuk membiasakan sifat ikhlas antara lain:
a) Melatih diri untuk beramal baik saat tidak dilihat oleh orang lain.
67
b) Tidak merasa kecewa apabila perbuatan baiknya diremehkan orang lain.
c) Melatih diri agar tidak merasa bangga jika perbuatan baiknya dipuji orang.
d) Tidak suka memuji perbuatan baik yang dilakukan seseorang karena hal itu
dapat mendorong pelakunya menjadi riya.
2) Taat
Taat menurut bahasa berarti tunduk, patuh, dan setia. Adapun taat dalam
berakhlak terpuji kepada Allah ialah tunduk, patuh, dan setia kepada Allah SWT
dan Rasul-nya baik dalam bentuk pelaksanaan perintah maupun meninggalkan
larangannya.
Orang yang taat kepada Allah dan Rasulnya tentu akan memperoleh
dampak positif dari dirinya, antara lain sebagai berikut:
a) Memperoleh rida dari Allah SWT, karena mampu menaati perintah-nya dan
menjauhi larangan-nya.
b) Memperoleh kepuasan batin karena telah mampu melaksanakan salah satu
kewajibannya kepada Allah dan Rasul-nya.
c) Memperoleh kemenangan dan keberuntungan yang besar sesuai firman Allah
SWT dalam Q.S. An-Nisa: Ayat 13
‫ط‬
ٍْ‫سولَهُْيُد ِخلهُْ َجنات‬
ْ ُْ ‫تِل َكْ ُحدُود‬
ُ ‫ْو َر‬
َ َ‫ْو َمنْيُ ِطعِْهللا‬
َ ِ‫هللا‬
‫ط‬
ْْ‫ْوذ ِل َكْالفَو ُز‬
ِ ‫تَج ِر‬
ِ ‫ىْمنْتَح ِت َهاْالَن َه‬
َ ‫ارْخَا ِلدِينَاْ ِفي َها‬
)13(ْ‫العَ ِظي ُم‬
Artinyaْ:
“Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya
Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir
didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di
68
dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar”. (Q.S. AnNisaْ: 13 )55
Apa yang ditegaskan dalam firman Allah SWT mengandung pengertian
bahwa orang yang taat kepada Allah SWT akan mendapatkan balasan yang sesuai
dengan apa yang diperbuat dan itulah kemengan yang besar.56
c. Macam-macam akhlak Tercela
selain perilaku terpuji ada pula perilaku tercela.Perilaku tercela merupakan
Perilaku yang harus di hindari, dan Allah tidak suka pada perilaku tercela karna
tidak sesuai dengan ajaran islam.
Berikut beberapa contoh ahklak tercela:
1) Sikap Memfitnah
Kata fitnah di dalam Al-Qur’an dalam berbagai bentuknya di jumpai 61
kali. Dalam bentuk masdar nakirah (fitnah) 22 kali. Masdar makrifah dengan alif
lam (al-fitnah) 8 kali, ma’rifah dengan idhafah (fitnatahu, fitnatahun, fitnatuka,
fitnatahun) 4 kali sisanya dalam bentuk kata kerja. Sebagian besar digunakan
untuk pengertian cobaan atau ujian, dan sebagian lain dalam arti azab atau
siksaan, kekacauan, bencana dan sebagian lain digunakan untuk menunjukkan
semua tindakan yang bertujuanmenghalangi kebebasan beragama.
Dalam percakapan sewhari-hari istilah fitnah digunakan dalam pengertian
tuduhan yang dilontarkan kepada seseorang dengan maksud menjelekkan atau
merusak nama baik orang tersebut, padahal dia tidak pernah melakukan perbuatan
buruk sebagaimana yang dituduhkan itu.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV Diponegoro,
2005), hlm. 79.
56
Tufiqurokhman, Aqidah Akhlaq Kelas X Madrasah Aliyah Semester Ganjil, (Jakarta:
Madrasah Development Centre, 2005), hlm. 97-119.
55
69
Memfitnah dalam artian diatas jelas termasuk perbuatan buruk, bahkan
keji. Fitnah seperti ini dapat berakibat fatal, baik bagi klorban fitnah secara
pribadi maupun bagi keluarga, bahkan masyarakat sekalipun. Oleh sebab itu
untuk menunjukkan bahwa fitnah itu sangat keji, masyarakat menyatakan fitnah
itu lebih kejam dari pada pembunuhan. Ungkapan ini sebenarnya terjemahan dari
potongan ayat berikut ini:
‫َ ج‬
ُ ‫ْواقتُلُو ُهمْ َحي‬
ُ ‫ِمنْ َحي‬
ْ‫ث‬
ِْ ‫ْمنَ ْالقت‬
ِ ‫ْوال ِفتنَةُْاَشَد‬
َ ‫ل‬
َ ‫ثْأَخ َر ُجو ُكم‬
ْ‫ام‬
ِْ ‫ْو َلْتُقَاتِلُو ُهمْ ِعندَْال َمس ِجدِْال َح َر‬
َ ‫ْوأَخ َر ُجو ُهم‬
َ ‫ث َ ِقفت ُ ُمو ُهم‬
ْ‫ْكْ َجزَ آ ُء‬
َ ‫َحتىْيُقتِلُو ُكمْفِي ِْهجْفَإِنْقَتَلُو ُكمْفَاقتُلُوهُمْقلىْ َكذ ِل‬
)191(ْ َ‫كفرين‬
ِ ‫ال‬
Artinyaْ:
“ Dan bunuhlah mereka dimana kamu temui merelka, dan usirlah
mereka dari mana mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah itu
lebih kejam dari pada pembunuhan. Dan jagalah kamu perangi
mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu
di tempat itu. Jika mereka memerangikamu, maka perangilah
mereka. Demikianlah balasan bagi orang kafir”. (Q.S. AlBaqarah 2ْ:191)57
Adapun hikmah menghindari sikap memfitnah diantaranya adalah:
1. Kedamaian dan ketentraman, fitnah dapat menimbulkan kekacauan bagi
masyarakat, sebaliknya menghindari perilaku fitnah membawa kedamaian
dan ketentraman bagi semua orang.
2. Persaudaraan, tidak saling memfitnah tercipta persaudaran dimasyarakat,
sebagian mereka menyayangi kepada sebagian yang lain.
3. persatuan dan kesatuan
2) Sikap Mencuri
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan,
2005), hlm. 30.
57
(Bandung: CV Diponegoro,
70
Kata mencuri dalam bahasa arab dikenal dengan istilahْ "َْ‫س َرق‬
َ " sedangkan
perilakunya disebut pencuri atau dalam bahasa arabْ ْ‫ سا َ ِرق‬yang dimaksud mencuri
ialah mengambil milik orang lain dengan cara yang tidak sah. Sedangkan yang
termasuk dalam perbuatan mencuri antara lain: mencopet, merampok membajak
dan korupsi. Pekerjaan mencuri mestinya tidak lazim dilakukan manusia sebagai
hamba Allah. Karena manusia adalah mahluk Allah yang diberikan kelebihan dari
mahluk yang lain. Salah satu kelebihan manusia di bekali akal yang mampu
menerima agama yang diturunkan Allah untuk membimbing manusia menuju
keselamatan dan kebahagiaan, sebagaimana Firman Allahْ:
‫انْتَق ِوي ِْم لَقَد َخلَقنَا‬
ِ
َ ‫ْفىْاَح‬
َ ‫الن‬
ِ ‫س‬
ِ َ‫سان‬
Artinyaْ:
sesungguhnya kami telam menciptakan manusia dalam bentuk
sebaik-baiknya (Q.S. At-Tin 95ْ: 4)58
Adapun hikmah dari menghindari sikap mencuri ada tiga macam:
1. Menghormati/menjaga hak milik: menghindari perilaku mencuri berarti
menghormati, menjaga, melindungi hak orang lain, sebagaimana sabda
rosululloh SAW.:
ُْ‫صلْىْهللا‬
ْ ْ‫ل‬
ُْ ْ‫سو‬
ُْ ‫ْر‬
َْ ‫عنْ ُْه َْماْأَن‬
َْ ُْ‫ّللا‬
ْ ْ‫ي‬
َْ ‫ض‬
ْ ِ ‫عمْ ٍْرْ َْر‬
َْ ْ‫ن‬
ِْ ْ‫نْاب‬
ِْ ‫ع‬
َْ ‫َْو‬
َ ِْ‫ّللا‬
َْ‫ل‬
ْ ‫ْو‬،
َْ ْ ُ‫ْل ْيَْظ ِل ُم ْه‬،ْ
ْ َ ‫ْْْا َلْ ُمس ِل ُم ْأ َ ُخوْاْل ُمس ِل ِم‬:ْ ‫ل‬
َْ ‫سل َْم ْقَْا‬
َ ‫َعلَي ِه ْو‬
ْ،ْ ‫جتِ ِه‬
َْ ‫حا‬
َْ ْ ‫ ْ َْمن ْ َكانَ ْفِي ْ َحا َج ِة ْأ َ ِخي ِه ْ َكانَ ّْللاُ ْفِي‬،ُْ‫يُس ِل ُْمه‬
ْ‫ْمن‬
َْ ْ ُ‫و َمن ْفَرجْع!ن ْ ُمس ِل ٍم ْ ُكربةً ْفَر َج ّْللا‬
ِ ً‫عنهُْبِ َهاْ ُكر َبة‬
ْ‫ستَرهُ ّْللاُ ْ َيو َْم‬
َْ ْ ‫ ْو َمن‬،ْ ‫ب ْيو َم ْال ِقيا َم ِة‬
ِ ‫ُك َر‬
َ ْ ً ‫سْت َ َْر ْ ُمس ِلما‬
. ‫ال ِقيَا َم ِةْ ُْمْت َفَْقْ َْعْلَيْ ِْه‬
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV Diponegoro,
2005), hlm. 597.
58
71
Dari Ibnu Umar ra., ia berkata : Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam
bersabda : “Sesama muslim itu bersaudara. Karena itu, jangan menganiaya
dan mendiamkannya. Siapa saja yang memperhatikan kepentingan
saudaranya, maka Allah akan memperhatikan kepentingannya. Siapa saja
yang melapangkan satu kesulitan terhadap sesama muslim, maka Allah akan
melapangkan satu kesulitan dari beberapa kesulitan di hari kiamat. Dan
siapa saja yang menutupi kejelekan orang lain, maka Allah akan menutupi
kejelekannya di hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)59
2.
Menjaga harga diri: manusia lebih mulia dari mahluk lain karena akal dan
perasaannya. Tidak berperilaku mencuri berarti menjaga kemuliaannya
sebagai manusia.
3.
Membawa ketenangan hati: tidak ada pencuri, koruptor, perampok
membawa ketenangan hati seluruh masyarakat. Tidak ada rasa takut,
khawatir
59
bahkan
merasa
tenang
dan
tentram
dalam
hati.60
Shohih Bukhori Muslim, hlm: 233
Taufiqurahman, Akidah Akhlak Kelas X Semester Ganjil, (Jakarta: Madrasah Develop
ment Centre, 2005)), hlm. 151-156.
60
72
E. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang lebih dahulu dilakukan dan memiliki beberapa
banyak kesamaan dan perbedaan dengan penelitian ini dapat disajikan dalam tabel
E.1 berikut ini.
Tabel E.1
Beberapa penelitian terdahulu
No
1
Judul Penelitian
Pengaruh
Pembinaan Rohani
Terhadap
Sikap
Siswa
Dalam
Mengaplikasikan
Nilai Religius di
SMA Negeri 1
Seputih
raman
Lampung Tengah
Yuni
Purwaningsih,
(2013) Universitas
Lampung
Variabel
1.
pembinaan
rohani (X)
2. sikap siswa
dalam
mengaplikasikan
nilai religius (Y)
Metode
Angket,
dokumentasi
dan
wawancara
2
Strategi
Guru
Pendidikan Agama
Islam
Dalam
Meningkatkan
Religiusitas Siswa
di SMA Negeri 3
Yogyakarto
Slamet
Susilo
1. Strategi guru Wawancara,
pendidikan agama observasi dan
Islam (X)
dokumentasi
2.Meningkatkan
religiusitas siswa
(Y)
Hasil Penelitian
dengan
adanya
pembinaan
rohani yang baik,
akan
mempengaruhi
sikap
siswa
dalam
mengaplikasikan
nilai
religius.
Semakin
baik
dan
kompleks
pembinaan rohani
tersebut,
maka
akan
semakin
baik pula sikap
siswa khususnya
dalam
mengaplikasikan
nilai
religius
tersebut.
strategi
yang
diterapkan guru PAI
dalam meningkatkan
religiusitas siswa di
SMA
Negeri
Yogyakarta, antara lain
:
Meningkatkan
73
(2013) Universitas
MuhammadiyaH
Surakarta
3
profesionalisme guru
PAI,
Meningkatkan
kualitas pembelajaran
PAI
di
kelas,
Mengembangkan
pembelajaran
PAI
melalui
kegiatan
keagamaan,
Membentuk
seksi
kerohanian
Islam
(rohis), Membangun
komitmen
warga
sekolah dan Penciptaan
budaya religius di
sekolah
Pengaruh
1.
Religiusitas Angket, dan Religiusitas
Religiusitas
(X)/Variabel
skala
memberikan
Terhadap
tergantung
psikologi
sumbangan
efektif
Kenakalan Remaja 2.
Kenakalan
terhadap
kenakalan
Pada Siswa Kls remaja
remaja sebesar 59,4%
XII
(Y)/Variabel
sisanya 40,6% hal
Atika Oktaviana bebas
tersebut dipengaruhi
Palupi
(2013)
oleh faktor internal
Universitas Negeri
yang
meliputi
Semarang
identitas, kontrol diri
dan proses keluarga
sedang faktor eksternal
meliputi pengawasan
yang kurang dari orang
tua,
kurangnya
pendidikan
dan
kurangnya pemahaman
terhadap remaja dari
lingkungan keluarga,
lingkungan
dan
masyarakat
Dari penelitian terdahulu yang sudah ada, yang menjadi persamaan dan
perbedaan dengan masalah yang diteliti yaitu peneliti mengambil judul “Strategi
Pembinaan Religiusitas Perilaku Siswa di SMP Islam Terpadu Mamba’ul Ulum
Awang-awang Mojosari”
Persamaan: Metode yang digunakan Yuni Purwaningsih dan Slamet susilo
sama dengan metode yang digunakan oleh peneliti, yaitu menggunakan metode
74
wawancara, observasi, serta dokumentasi. Dalam penelitian yang berjudul
“Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Religiusitas Siswa
di SMA Negeri 3 Yogyakarto” dengan judul peneliti mempunyai kesamaan yaitu
teknik analisisnya menggunakan analisa induktif. Ditinjau dari tempat dalam
penelitian yang berjudul “Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam
Meningkatkan Religiusitas Siswa di SMA Negeri 3 Yogyakarto” dengan judul
peneliti mempunyai persamaan yaitu termasuk penelitian Field Research (riset
lapangan), yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan.
Perbedaannya: Metode yang digunakan oleh Atika Oktaviana Palupi
dengan jydul skripsi “Pengaruh Religiusitas Terhadap Kenakalan Remaja Pada
Siswa Kls XII” berbeda dengan penelitian yang sekarang yaitu penelitian yang
sekarang menggunakan metode observasi dan wawancara, sedang penelitian Atika
Oktaviana Palupi menggunakan angket dan skala psikologi. Penelitian yang
digunakan oleh Atika oktaviana palupi menggunakan penelitian kuantitatif,
berbeda dengan penelitian penulis yang menggunakan metode penelitian
kualitataif.
75
Download