Uploaded by User113688

499659323-Makalah-Ulkus-Deabetikum-Bener

advertisement
MAKALAH STASE INTEGUMEN
PENATALAKSAAN FISIOTERAPI PADA ULCUS
DEABETICUS
Disusun oleh:
Narjati Fuadatun Nikmah
1910306114
PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
i
HALAMAN PERSETUJUAN
PENATALAKSAAN FISIOTERAPI ULCUS
DEABETICUS
MAKALAH
Disusun oleh:
Narjati Fuadatun Nikmah
1910306114
Makalah ini telah disetujui oleh pembimbing guna memenuhi tugas praktik Program
Studi Profesi Fisioterapi
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Pada tanggal : 6 Juni 2020
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Tyas Sari Ratna Ningrum, SSt.FT., M.Or
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
tentang ‘’PENATALAKSAAN FISIOTERAPI PADA ULCUS DEABETICUS
‘’ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Saya sangat berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai masalah ulcus deabeticus
Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
Yogyakarta, 6 Juni 2020
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 5
A. Latar Belakang .............................................................................. 5
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 8
C. Tujuan Masalah ............................................................................. 9
D. Manfaat Penulisan ......................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 10
A. Definisi ........................................................................................... 10
B. Anatomi .......................................................................................... 10
C. Etiologi ........................................................................................... 13
D. Tanda dan Gejala............................................................................ 15
E. Patofisiologi ................................................................................... 16
F. Faktor Resiko ................................................................................. 17
G. Penatalaksanaan Fisioterapi .......................................................... 21
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 24
A. Kesimpulan.................................................................................... 24
B. Saran .............................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 25
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif
tidak menular yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun terutama di
daerah perkotaan. Masalah tersebut terutama disebabkan oleh gaya hidup yang
cenderung kurang sehat. Jumlah penderita diabetes di dunia tahun 1994 sekitar
110,4 juta orang dan melonjak 1,5 kali lipat di tahun 2000 yaitu sebanyak 175,4
juta orang (Perkeni, 2011). International Diabetes Federation (IDF)
menyatakan bahwa tahun 2005 di dunia terdapat 200 juta (5,1%) orang
menderita diabetes dan di tahun 2011 terdapat 366 juta orang (IDF, 2011).
WHO (2005) membuat perkiraan bahwa di tahun 2025 jumlah penderita
diabetes akan membengkak menjadi 6,3%. Negara-negara seperti India, China,
Amerika Serikat, Jepang, Indonesia, Pakistan, Bangladesh, Italia, Rusia, dan
Brazil merupakan 10 negara dengan jumlah penduduk diabetes terbanyak
(Depkes, 2007).
Pada tahun 2000 di Indonesia terdapat 8,4 juta orang menderita DM
dan menempati urutan keempat dalam prevalensi diabetes mellitus terbanyak
di dunia (Perkeni, 2011). Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun
2030 prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang
(Depkes RI, 2007; Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian
akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki
5
ranking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah pedesaan, DM menduduki
ranking ke-6 yaitu 5,8% (Kementrian Kesehatan RI, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang bekerjasama dengan Bidang
Penelitian
dan
Pengembangan
Departemen
Kesehatan
tahun
2006
menghasilkan data bahwa di daerah Depok prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%
sementara di Jakarta sebesar 12,1% dengan DM yang terdeteksi 3,8% dan yang
tidak terdeteksi sebesar 7,3% (Sudoyo, 2009). Berdasarkan data ini diketahui
bahwa kejadian DM yang belum terdiagnosis masih cukup tinggi, hampir dua
kali lipat dari jumlah kasus DM yang terdeteksi. Sementara prevalensi pasien
DM di ruang rawat Melati Atas selama tujuh minggu (6 Mei-20 Juni 2014)
sebanyak 30,1% dari total semua pasien yang dirawat. Hal ini menunjukkan
bahwa diabetes merupakan penyakit yang sebagian besar dialami oleh
masyarakat perkotaan yang perlu mendapat perhatian dari petugas kesehatan.
Peningkatan jumlah penderita DM terutama disebabkan oleh jumlah
penduduk yang meningkat, urbanisasi makin tak terkendali, gaya hidup
kebarat-baratan (peningkatan jumlah restoran siap saji, teknologi canggih
menimbulkan sedentary lifestyle, kurang gerak badan), meningkatnya
pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi lebih panjang
(Suyono, 2010). Pola makan di daerah perkotaan telah bergeser ke pola makan
tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayuran ke
pola makan kebarat-baratan dengan komposisi makanan yang terlalu banyak
mengandung kolesterol, protein, lemak, gula, garam, dan mengandung sedikit
serat. Komposisi makanan seperti ini terutama terdapat pada makanan siap saji
6
yang akhir-akhir ini digemari terutama oleh anak-anak muda (Sudoyo et all,
2009).
Berbagai masalah kesehatan lain timbul akibat komplikasi dari diabetes
mellitus diantaranya munculnya luka yang sulit sembuh, gangren kaki,
penyakit jantung, gagal ginjal, gangguan penglihatan hingga kebutaan. Ulkus
kaki diabetik merupakan masalah kesehatan yang sering menyertai diabetes
mellitus. Hal ini disebabkan karena menderita DM dalam jangka waktu yang
lama dapat mengalami komplikasi neuropati dan angiopati. Kondisi tersebut
mengakibatkan kemampuan untuk merasakan adanya sensasi terutama
dibagian distal tubuh berkurang terutama bila terjadi trauma mekanik sehingga
timbullah luka tanpa disadari. Menurut data dari The National Institute of
Diabetes and Digestive and Kidney Disease sebanyak 15% penderita DM di
Amerika Serikat menderita ulkus kaki diabetik dan 12-14% diantaranya
memerlukan amputasi (American Medical Association, 2000; Amstrong, 2008;
Frykberg, 2002; Stillman, 2008). Separo lebih amputas non trauma merupakan
akibat dari komplikasi ulkus diabetik dan disertai dengan tingginya angka
mortalitas, reamputasi dan amputasi kaki kontralateral. Bahkan setelah hasil
perawatan penyembuhan luka bagus, angka kekambuhan diperkirakan sekitar
66%, dan risiko amputasi meningkat sampai 12% (Frykberg, 2002; Jones,
2007).
Di Indonesia prevalensi penderita ulkus kaki diabetik sekitar 15%,
angka amputasi 30%, dan merupakan alasan perawatan rumah sakit yang
terbanyak sebesar 80% untuk diabetes mellitus. Menurut data Perkeni (2009)
angka kematian karena ulkus mencapai 17-23%. Angka kematian satu tahun
paska amputasi berkisar 14,8% dan meningkat pada tiga tahun paska amputasi
7
37% dengan rata-rata umur pasien hanya 23,8 bulan paska amputasi. Ulkus
diabetik yang tidak ditangani dengan benar merupakan sumber infeksi yang
dapat menyebar ke seluruh organ tubuh yang pada akhirnya akan menyebabkan
kematian.
Penatalaksanaan ulkus diabetik sangat penting untuk mengurangi risiko
infeksi dan amputasi, memperbaiki kualitas hidup, serta mengurangi biaya
pemeliharaan kesehatan. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa
perkembangan ulkus diabetik dapat dicegah (Frykberg, 2002). Oleh karena itu
tindakan keperawatan yang dapat dioptimalkan untuk mencegah perburukan
ulkus diabetik adalah pengontrolan glukosa darah dan perawatan luka yang
efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan pernyataan Brem, Sheehan, dan
Boulton (2014) yang telah membuat protokol penanganan ulkus kaki diabetik
diantaranya adalah pengontrolan kadar glukosa darah, debridement surgical,
pemberian antibiotik untuk pengendalian infeksi, moist-woud environment,
dan penatalakasanaan dengan growth factorserta terapi seluler jika luka tidak
sembuh selama 2 minggu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi ulcus diabeticus?
2. Bagaimana anatomi dari pankreas?
3. Apa etiologi dari ulcus diabeticus?
4. Apa saja tanda dan gejala dari ulcus diabeticus?
5. Bagaimana patofisiologi pada ulcus diabeticus?
6. Apa saja factor resiko dari ulcus diabeticus?
7. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada ulcus diabeticus?
8
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi ulcus diabeticus
2. Untuk mengetahui anatomi pankreas
3. Untuk mengetahui etiologic dari ulcus diabeticus
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari ulcus diabeticus
5. Untuk mengetahui patofisiologi ulcus diabeticus
6. Untuk mengetahui factor resiko dari ulcus diabeticus
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi ulcus diabeticus
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Fisioterapi
Untuk mengetahui wawasan bagi fisioterapi agar memberikan
intervensi efektif dan efisien. Makalah ini di harapkan dapat di jajadikan
sebagai bahan masukan bagi fisioterapi dalam menangani kasus ulcus
diabeticus.
2. Bagi Penulis
Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam
mengembangkan diri pada dunia kesehatan, khususnya bidang fisioterapi
dimasa yang akan daang.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik dari penyakit
diabetes melitus. Adanyaluka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam
dermis yang terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah di
tungkai dan neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga
pasien tidak menyadari adanya luka (Waspadji, 2006). Menurut Tambunan
(2006) dalam Hidayah (2012), ulkus diabetik adalah salah satu bentuk
komplikasi kronik diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit
yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan, ulkus diabetika
merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopatidari penyakit diabetes melitussehingga terjadi vaskuler
insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang
sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi.
B. Anatomi
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan
tebal sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai
ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke
duodenum (usus 12 jari). Organ ini dapat diklasiikasikan ke dalam dua bagian
yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin. Pankreas terdiri dari :
1. Kepala pankreas Merupakan bagian yang paling lebar, terletak di sebelah
kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum dan yang praktis
melingkarinya.
10
2. Badan pankreas Merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di
belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama.
3. Ekor pankreas Merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri dan yang
sebenarnya menyentuh limpa. Letak PankreasPulau Langerhans adalah
kumpulan sel berbentuk ovoid, berukuran 76x175 mm dan berdiameter 20
sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih banyak
ditemukan di ekor daripada kepala dan badan pankreas.
Pulau-pulau ini menyusun 1-2% berat pankreas. Pada manusia
terdapat 1-2 juta pulau. Masing-masing memiliki pasokan darah yang besar;
dan darah dari pulau Langerhans, seperti darah dari saluran cerna tetapi
tidak seperti darah dari organ endokrin lain, mengalir ke vena hepatika. Selsel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada sifat
pewarnaan dan morfologinya. Pada manusia paling sedikit terdapat empat
jenis sel : sel A (alfa), B (beta), D (delta), dan F. Sel A mensekresikan
glukagon, sel B mensekresikan insulin, sel D mensekresikan somastostatin,
dan sel F mensekresikan polipeptida pankreas. Sel B yang merupakan sel
terbanyak dan membentuk 60-70% sel dalam pulau, umumnya terletak di
bagian tengah pulau. Sel-sel ini cenderung dikelilingi oleh sel A yang
membentuk 20% dari sel total, serta sel D dan F yang lebih jarang
ditemukan. Pulau-pulau yang kaya akan sel A secara embriologis berasal
dari tonjolan pankreas dorsal, dan pulau yang kaya akan sel F berasal dari
tonjolan pankreas ventral. Kedua tonjolan ini berasal dari tempat yang
berbeda di duodenum.
11
Gambar 2.1 anatomi pancreas
Fungsi Eksokrin Pankreas: Getah pankreas mengandung enzimenzim untuk pencernaan ketiga jenis makanan utama: protein, karbohidrat,
dan lemak. Ia juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang
memegang peranan penting dalam menetralkan kimus asam yang
dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum.Enzim-enzim proteolitik
adalah
tripsin,
kimotripsin,
karboksipeptidase,
ribonuklease,
deoksiribonuklease. Tiga enzim petama memecahkan keseluruhan dan
secara parsial protein yang dicernakan, sedangkan neklease memecahkan
kedua jenis asam nukleat: asam ribonukleat dan deoksinukleat.
Enzim Pencernaan untuk karbohidrat adalah amilase pankreas, yang
menghidrolisis pati, glikogen, dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali
selulosa untuk membentuk karbohidrat, sedangkan enzim-enzim untuk
pencernaan lemak adalah lipase pankreas, yang menghidrolisis lemak netral
menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase, yang menyebabkan
hidrolisis ester-ester kolesterol. Bila pankreas rusak berat atau bila saluran
terhambat, sjumlah besar sekret pankreas tertimbun dalam daerah yang
rusak dari pankreas.
12
Dalam keadaan ini, efek tripsin inhibitor kadang-kadang kewalahan,
dan dalam keadaan ini sekret pankreas dengan cepat diaktifkan dan secara
hariah mencernakan seluruh pankreas dalam beberapa jam, menimbulkan
keadaan yang dinamakan pankreatitis akuta. Hal ini sering menimbulkan
kematian karena sering diikuti syok, dan bila tidak mematikan dapat
mengakibatkan insuisiensi pankreas selama hidup. (Lutvia Krismayanti,
2015)
C. Etiologi
Ada beberapa komponen penyebab sebagai pencetus timbulnya ulkus
kaki diabetik pada pasien diabetes, dapat dibagai dalam 2 faktor besar, yaitu
(Putu Yasa K, 2012):
1.
Faktor kausatif
a. Neuropati perifer (sensorik, motorik, autonom)
Merupakan Faktor kausatif utama dan terpenting. Neuropati
sensorik biasanya derajatnya cukup dalam (>50%) sebelum mengalami
kehilangan sensasi proteksi yang berakibat pada kerentanan terhadaptrauma
fisik dan termal sehingga meningkatkan resiko ulkus kaki. Tidak hanya
sensasi nyeri dan tekanan yang hilang, tetapi juga propriosepsi yaitu sensasi
posisi kaki juga menghilang. Neuropati motorik mempengaruhi semua otototot di kaki, mengakibatkan penonjolan tulang-tulang abnormal, arsitektur
normal kaki
berubah, deformitas yang khas seperti hammer toe dan hallux
rigidus. Sedangkan neuropati autonom atau autosimpatektomi, ditandai
dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler
sekunder akibat pintasan arteriovenous di kulit, hal ini mencetuskan
13
timbulnya fisura, kerak kulit, semuanya menjadikan kaki rentan terhadap
trauma yang minimal
b. Tekanan plantar kaki yang tinggi
Merupakan faktor kausatif kedua terpenting. Keadaan ini berkaitan
dengan dua hal yaituketerbatasan mobilitas sendi (ankle, subtalar, and first
metatarsophalangeal joints) dan deformitas kaki. Pada pasien dengan
neuropati perifer, 28% dengan tekanan plantar yang tinggidalam 2,5 tahun
kemudian timbul ulkus di kaki dibanding dengan pasien tanpa tekanan
plantar tinggi.
c. Trauma
Terutamanya trauma yang berulang, 21% trauma akibat gesekan dari
alas kaki, 11% karena cedera kaki (kebanyakan karena jatuh), 4% selulitis
akibat komplikasi tinea pedis, dan 4% karena kesalahan memotong kuku
jari kaki.
2. Faktor kontributif
1. Aterosklerosis
Aterosklerosis karena penyakit vaskuler perifer terutama mengenai
pembuluh darah femoropoplitea dan pembuluh darah kecil dibawah lutut,
merupakan faktor kontributif terpenting.
2. Diabetes
Diabetes menyebabkan gangguan penyembuhan luka secara
intrinsik, termasuk diantaranya gangguan collagen cross-linking, gangguan
fungsi matrik metalloproteinase, dan gangguan imunologi terutama
gangguan fungsi PMN. Disamping itu penderita diabetes memilikiangka
onikomikosis dan infeksi tinea yang lebih tinggi, sehingga kulit mudah
14
mengelupas dan mengalami infeksi. Pada diabetes dengan hiperglikemia
berkelanjutan dan adanya peningkatan mediator-mediator inflamasi, akan
memicu respon inflamasi sehingga berujungpada inflamasi kronis.
Inflamasi dan neovaskularisasi penting dalam penyembuhan luka, tetapi
harus sekuensial, self-limited, dan dikendalikan secara ketat oleh interaksi
sel-molekul. Pada DM respon inflamasi akut dianggap lemah dan
angiogenesis terganggu sehingga terjadi gangguan penyembuhan luka.
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala Ulkus Diabetik Menurut Maryunani (2013), tanda
dan gejala ulkus diabetik dapat dilihat berdasarkan stadium antara lain;
1. Stadium I menunjukkan tanda asimptomatis atau gejala tidak khas
(kesemutan gringgingen).
2. Stadium II menunjukkan klaudikasio intermitten (jarak tempuh menjadi
pendek).
3. Stadium III menunjukkan nyeri saat istirahat.
4. Stadium IV menunjukkan kerusakan jaringan karena anoksia (nekrosis,
ulkus). Klasifikasi ulkus diabetikus menurut university of texas sebagai
berikut:
15
E. Patofisologi
Ulkus DiabetikMenurut Frykberg dkk., (2006) dalam Pramudito
(2014), mendefinisikan patofisologi ulkus diabetik sebagai berikut:
1. Neuropati perifer
Neuropati sensorik perifer, di mana seseorang tidak dapat merasakan luka
merupakan faktor utama penyebab ulkus diabetik. Kurang lebih 45-60%
dari semua penderita ulkus diabetik disebabkan oleh neuropati, di mana
45% nya merupakan gabungan dari neuropati dan iskemik. Bentuk lain dari
neuropati juga berperan dalam terjadinya ulserasi kaki. Neuropati perifer
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu neuropati motorik yaitu tekanan tinggi pada
kaki ulkus yang mengakibatkan kelainan bentuk kaki, neuropati sensorik
yaitu hilangnya sensasi pada kaki, dan yang terakhir adalah neuropati
autonomi
yaitu
berkurangnya
sekresi
kelenjar
keringat
yang
mengakibatkan kaki kering, pecah-pecah dan membelah sehingga
membuka pintu masuk bagi bakteri.
2. Gangguan pembuluh darah
Gangguan pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Diseaseatau PVD)
jarang menjadi faktor penyebab ulkus secara langsung. Walaupun
demikian, penderita ulkus diabetik akan membutuhkan waktu yang lama
untuk sembuh dan resiko untuk diamputasi meningkat karena insufisiensi
arterial. Gangguan pembuluh darah perifer dibagi menjadi 2 yaitu
gangguan makrovaskuler dan mikrovaskuler, keduanya menyebabkan
usaha untuk menyembuhkan infeksi akan terhambat karena kurangnya
oksigenasi dan kesulitan penghantaran antibiotika ke bagian yang
16
terinfeksi. Oleh karena itu penting diberikan penatalaksanaan iskemik pada
kaki.
F.
Faktor Resiko
Menurut
Hastuti(2008),
Purwanti
(2013),
dan
Ferawati
(2014),menyebutkan bahwa pasien diabetes melitus dapat mengalami ulkus
diabetik apabila memiliki faktor resiko antara lain:
1. Umur
≥ 60 tahunUmur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus
diabetika karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun
karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin
sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah
yang tinggi kurang optimal.
2. Lama DM
≥ 10 tahunSemakin lama seseorang mengalami DM, maka makin
berisiko mengalami komplikasi. Ulkus diabetikterutama terjadi pada
penderita diabetes mellitus yang telah menderita selama 10 tahun atau
lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul
komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami
makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan
neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya
robekan/luka pada kakipenderita diabetik yang sering tidak dirasakan.
Penelitian Hastuti (2008) pada 72 pasien diabetes melitus menunjukkan
hasil, pasien yang menderita DM ≥ 10 tahun beresiko mengalamiulkus
diabetik.
17
3. Obesitas
Pada pasien obesitas dengan indeks masa tubuh atau IMT ≥ 23 kg/m2
(wanita) dan IMT ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan relatif (BBR)lebih
dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin
melebihi 10 μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat
menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga
terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang
menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkusdiabetik.
4. Neuropati
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan
mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang
lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat
mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat
kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi
berkurang, kulit kering dan mudah robek.
5. Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah (TD) > 130/80 mmHg) pada penderita diabetes
mellitus
karena
adanya
viskositas
darah
yang
tinggi
akan
berakibatmenurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler,
selain itu hipertensi yang tekanan darahlebih dari 130/80 mmHg dapat
merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel
akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan
agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat
18
terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya
ulkusdiabetik.
6. Glikosilasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak
terkendali.
Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam
sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel
darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan
menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang
mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada
dinding sel otot polos subendotel.Kadar glukosa darah tidak terkontrol (
gula darah puasa (GDP)> 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan
mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler
maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika.Penelitian
Kurniasari,
2007,
menunjukkan
terdapat
perbedaan
proporsi
yangbermakna terhadap kejadian ulkus diabetikantara pasien DM yang
rutin melakukan kontrol gula darah dengan yang tidak rutin melakukan
kontrol gula darah dengan nila p=0,018, α=0,05.
7. Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok
akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan
dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga
lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan
mempermudah timbulnya aterosklerosis.
8. Kolesterol Total, HighDensity Lipoprotein(HDL), Trigliserida tidak
terkendali.
19
Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan
kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL
(highdensity-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45
mg/dl). Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl , kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan
HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar
jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang
reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya
aterosklerosis adalah penyempitan lumenpembuluh darah yang akan
menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke
pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya
denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau
tungkai.Penelitian oleh Hastuti (2008), menunjukkan adanya adanya resiko
terjadi ulkus diabetik pada pasienDMyang memiliki kadar kolesterol ≥ 200
mg/dl.
9. Diet
Diet adalah pengaturan terhadap makanan yang dikonsumsi. Jenis diet
yang dilakukan dapat bermacam-macam sesuai dengan tujuan dari diet
(Wicak, 2009).Kepatuhan diet DM mempunyai fungsi yang sangat penting
yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki
profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki
sistem koagulasi darah. Penelitian Kurniasari(2007), menunjukkan ada
perbedaan proporsi yang bermakna terhadap kejadian luka kaki antara
20
pasien DM yang sesuai melakukan diet dengan yang tidak sesuai
melakukan dietdengan nilaip=0,024, α=0,05.
10. Kurangnya aktivitas Fisik
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi
darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap
insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Kadar glukosa
darahyangterkendali dapatmencegah komplikasi kronik Diabetes mellitus.
Hasil penelitian Hastuti (2008), menunjukkan adanya adanya resiko terjadi
ulkus diabetik pada pasien DM yang kurang melakukan latihan fisik.
11. Perawatan kaki tidak teratur.
Perawatan kaki diabetisi yang teratur dapatmencegah atau mengurangi
terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Penelitian Kurniasari, 2007,
menunjukkan terdapat perbedaan proporsi yang bermakna terhadap
kejadian luka kaki antara pasien Diabetes Melitus (DM) yang rutin
melakukan perawatan kaki dengan yang tidak rutin melakukan perawatan
kaki dengan nilai p=0,024, α=0,05.
12. Penggunaan alas kaki tidak tepat. Pasien diabetestidak boleh berjalan tanpa
alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan
terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetik, terutama pada pasien
DM yang mengalamineuropati.
G. Penatalaksanaan Fisioterapi
Penatalaksanaan kaki diabetik dengan ulkus harus dilakukan sesegera
mungkin. Komponen paling penting dalam manajemen kaki diabetik dengan
ulkus adalah (WHO, 2011):
21
1. Kendali metabolik, pengendaliannya sebaik mungkin seperti pengendalian
kadar glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin, dan sebagainya.
2. Kendali vaskular, perbaikan asupan vascular (dengan operasi atau
angioplasty), biasanya dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik.
3. Kendali infeksi, jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi harus diberikan
pengobatan
infeksi
secara
agresif
(adanya
kolonisasipertumbuh
anorganisme pada hasil usap namun tidak terdapat tanda klinis, bukan
merupakan infeksi).
4. Kendali luka, pembuangan jari ngan terinfeksi dan nekrosis secara teratur
dengan konsep TIME yaitu Tissudebridement, Inflamation and infection
control, Moisture balance, Epithelial edge advancement.
5. Kendali tekanan, mengurangi tekanan pada kaki karena dapat
menyebabkan ulkus.
6. Penyuluhan, dengan memberi edukasi
7. Latihan rentang gerak sendi atau range of motion (ROM) termasuk dalam
latihan jasmani pada penderita DM yang berfungsi melancarkan peredaran
darah sehingga memudahkan nutrien masuk kedalam sel. Latihan jasmani
secara langsung dapat membantu meningkatkan sensivitas reseptor insulin
sehingga kadar gula darah menjadi stabil. Kerusakan sel saraf lebih jauh
dapat dihindari serta memperbaiki fungsi endotel vaskular sehingga ulkus
kaki diabetik dapat dihindari (Yuni & Soebardi, 2009).
8. PNF, penelitian yang di lakukan oleh nugraha tahun 2019 Menyimpulkan
bahwa PNF efektif dalam meningkatkan konduksi saraf sensoris dan
motoris yang berkaitan pada pergerakan ankle pada ulkus diabetikum
grade 2
22
9. Terapi Laser Penelitian dari (Tantawy dan Zakaria, 2010) menunjukkan
bahwa terapi laser intensitas rendah membantu dalam penyembuhan ulkus
kaki dan secara signifikan mengurangi ukuran ulkus. Hal ini dikaitkan
dengan kemampuan laser untuk meningkatkan pelepasan faktor
pertumbuhan dari fibroblas dan merangsang proliferasi sel, dan
meningkatkan konversi fibroblas menjadi myofibroblast (tantawy, 2010).
Selain itu iradiasi laser menghasilkan efek sterilisasi dari bakteri yang
menginfeksi ulkus diabetik, dan penurunan dalam ukuran ulkus (tantawy,
2010). Laser juga membantu dalam hal pelepasan faktor pertumbuhan dan
sitokin dari monosit yang menginduksi proliferasi sel dan perbaikan
jaringan (david, 1997 dalam nugraha, 2019). Evaluasi histologis pada tikus
diabetes menunjukkan bahwa iradiasi laser meningkatkan epitelisasi luka,
pembentukan jaringan granular, dan pengendapan kolagen (tantawy,
2010). Hal ini ditunjukkan ketika iradiasi laser menstimulasi proliferasi sel
fibroblast, memediasi perubahan limfosit dan proses imunitas, yang
memiliki peran dalam persistensi luka kronis, dan efek ini dapat
menyebabkan percepatan penyembuhan (david, 1997 dalam nugraha,
2019)
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang setiap tahun
jumlahnya meningkat terutama di daerah perkotaan. Faktor risiko yang
meningkatkan angka kejadian diabetes mellitus di daerah perkotaan
diantaranya riwayat keluarga, gaya hidup yang kurang sehat misalnya obesitas,
kebiasaan makan makanan siap saji, kebiasaan merokok, dan kurangnya
aktivitas fisik.
B. Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, baik itu disebabkan karena penulis sendiri maupun karena
terbatasnya sumber bacaan yang penulis peroleh. Untuk itu diharapkan agar
pembaca lebih menggali lagi informasi mengenai kanker payudara dari
berbagai sumber yang ada guna keakuratan informasi yang didapat.
24
Daftar Pustaka
______. (2006). The millennium development goals and diabetes: A critical
connection. http://www.idf.org/. Diakses tanggal 24 Juni 2014 pukul 20.30
WIB.
Abad, C., dan N. Safdar. (2012). From ulcer to infection: An update on clinical
practice and adjunctive treatments of diabetic foot ulcers. USA. Cure
infection disease journal.
Achmadi U. F. (2010). Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta: Universitas
Indonesia.
American Diabetes Association. (2007). Clinical practice recommendations: Report
of the expert committee on the diagnosis and classification of diabetes
mellitus care. USA.
Andayani, Meitya., Irni Novitha., dan Mery Fanada. (2013). Pengaruh pendidikan
kesehatan tentang perawatan luka gangrene terhadap peningkatan
pengetahuan keluarga pada penderita diabetes mellitus di ruang non bedah
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Skripsi. Palembang.
Badan penelitian dan pengembangan. (2008). Riset Kesehatan Dasar. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Black, J.M., dan Hawks J.H. (2009). Medical surgical nursing clinical management
for positive outcomes. 8th ed. Singapura: Elsevier.
Boulton, AJ. (2002). The diabetic foot. Philadelphia: Blackwell Publishing.
Brem, Harold., Peter Sheehan, dan Andrew Boulton. (2013). Protocol for treatment
of diabetic foot ulcers. New York. The American journal of surgery.
Bulton M. And Marshall J.: He-Ne laser stimulationn of human fibroblast
proliferationn and attachment in vitro. Lasers in Life Sciences. , 1986; 1: 125134
California Podiatric Medical Association Diabetic Wound Care. (2008).
Http://www.Podiatrist.org Diakses tanggal 24 Juni 2014.
Copstead, Lee-Ellen C dan Jacquelyn Banasic L. (2000). Pathophysiology:
Biological and behavioral perspective experience. Philadelphia: W.B
Saundess Company.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Handbook of pathophisiology. USA: Lippincott
Williams and Wilkins.
David G.B., O'kane S. And Dolores T.S. Laser photobiomodulationn of woundd
healing. In. Therapeutic laser therapy and Practice. Eolonbergh, London;
1997; 89: 139,
Decroli, dkk. (2008). Profil ulkus diabetik pada penderita rawat inap di bagian
penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Artikel penelitian. Padang:
Bagian ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran Universitas Andalas
Departemen Kesehatan RI. (2007). Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan
yang serius.http://www.depkes.go.id/index.php. Diakses tanggal 25 Juni
2014.
Ditjen PP & Pl. (2008). Petunjuk teknis pengukuran faktor risiko diabetes mellitus.
Jakarta: Departemen kesehatan RI.
25
Doengoes, M. E., Mary, F. M., dan Alice, C.G (2007). Rencana asuhan
keperawatam pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien. Jakarta: EGC.
Doupis J, Veves A. (2008). Classification, diagnosis, and treatment of diabetic foot
ulcers.20: 117-126.
Frykberg, Robert G. (2002). Risk Factor, Pathogenesis and Management of
Diabetic Foot Ulcers, Des Moines University, Iowa.
Goldstein, Barry J & Wieland, Dirk Muller. (2008). Type 2 diabetes: Principles and
practice. 2nded. New York: Informas Healthcare USA.
Goodridge, Donna M. (2003). Comparison of health-related quality of life in adults
with current and healed diabetic foot ulcers. Dissertation. Canada: National
library of Canada.
Gultom, Y. T. (2012). Tingkat pengetahuan pasien diabetes mellitus tentang
manajemen diabetes mellitus di ruamh sakit pusat angkatan darat gatot
soebroto Jakrta Pusat. Skripsi. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
Hastuti, Rini Tri. (2008). Faktor-faktor risiko ulkus diabetika pada penderita
diabetes mellitus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Thesis. Semarang:
Universitas Diponegoro.
International Diabetes Federation. (2011). One adult in ten will have diabetes by
2030. http://www.idf.org/media-events/press-releases/2011/diabetes-atlas5th-edition . Diunduh pada 23 Juni 2014 pukul 16.14 WIB).
Ismail, Dina Dewi Sartika Lestari., Dewi Irawaty., dan Tutik Sri Haryati. (2009).
Penggunaan balutan modern memperbaiki proses penyembuhan luka
diabetik. Jurnal kedokteran Brawijaya vol XXV.
Jain AKC. A new classification of diabetic foot complications.: a simple and
effective teaching tool. The Journal of Diabetic Foot Complication. 2012;
4(1):1-5.
Jones R. (2007). Exploring the complex care of the diabetic foot ulcer. JAAPA
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Profil kesehatan Indonesia
tahun 2011. Jakarta: Kemenkes RI.
Kristianto, Heri. (2010). Perbandingan perawatan luka teknik modern dan
konvensional terhadap transforming growth factor beta 1 dan respons nyeri
pada luka diabetes mellitus. Tesis. Depok: Universitas Indonesia.
Kristiyaningrum, Indanah, dan Suwarto. (2012). Efektivitas penggunaan larutan
NaCl 0,9% dibandingkan dengan D40% terhadap proses penyembuhan luka
ulkus DM di RSUD Kudus. Skripsi. Universitas Stikes Muhammadiyah
Kudus.
26
Kruse I, Edelman S. (2006). Evaluation and treatment of diabetic foot ulcer. Clinical
diabetes.
Mihardja, Laurentia. (2009). Faktor yang berhubungan dengan pengendalian gula
darah pada penderita diabetes mellitus di perkotaan Indonesia. Penelitian
Ilmiah. Jakarta: Badan penelitian dan pengembangan departemen kesehatan
Republik Indonesia.
Misnadiarly. (2006). Diabetes mellitus: Ulcer, infeksi, gangren. Jakarta: Penerbit
popular obor.
Nain Y., JO,. Lanzafame R.J. Effects of photostumulationn on wound healing in
diabetic mice. In lasers in surgeryy and Medicine. 1991; 20 (1): 56-63
NANDA International. (2012). Nursing diagnosis: definitions and classification
2012-2014. John Willey & Son Publishers.
Nandavati. (2002). Perawatan optimal luka kaki diabetic, apakah efisien biaya.
Diambil dari http://www.husada.co.id. Diakses pada 27 Juni 2014 pukul
14.15 WIB.
Nugraha S, wahyuni N, dkk. (2019). Efektivitas low power laser terapi dan
proprioceptive Neuromuscular facilitation pada ulkus diabetikum Derajat 2.
Universitas Udayana, vol 7.
Perkeni. (2011). Konsesus pengendalian dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di
Indonesia 2011. http://www.perkeni.net. Diakses pada 23 Juni 2014 pukul
15.20 WIB.
Peter, Frank J. (2006). Wound management: Cost effectiveness in wound
care.Diambil dari http://www.medscape.com. Diakses pada 26 Juni 2014
pukul 21.05 WIB.
Price, S. A., dan Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Putu Yasa K. Debridemen dengan Fasiotomi pada kaki diabetic menurunkan Tumor
Necrosis factor a dan meningkatkan Vascular Endothelial Growth Factor
(VEGF) disertai perbaikan Klinis. Disertasi. Denpasar: Universitas Udayana.
Program StudiPendidikan Dokter Spesialis; 2012.
Reddy G.K., Stehno B.L. And Enwemeka G.S.: Laserr photo stimulation
accelerates wound healing in diabeticc rats wound repair and regeneration.
2001; 9 (3): 248- 255
Rinaldi F., Abboetto M., Pontirali A. The diabeticc foot general considerations and
proposal of a new therapeutic and preventive. Approach. Diabetess Res. Clin.
Pract. 1993; 21 (1): 439
Riyanto B.(2007). Infeksi pada Kaki Diabetik. Naskah lengkap diabetes mellitus
ditinjau dari berbagai aspek penyakit dalam dalam rangka purna tugas Prof
27
Dr.dr. RJ Djokomoeljanto. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Sapico, FL. (2007). Food ulcer in patients with diabetes mellitus. Journal of
American Podiatric Medical Association, Vol 79, Issue 482-485.
Setacci, et all. (2009). Diabetic patients: Epidemiology and global impact. Jurnal
cardiovascular, 50.
Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC
Sriyani, Kumarasinghe A., Wasalathanthri, Sudhasharni., Hettiarachchi,
Priyadharshika., Prathapan Sharmini. (2013). Predictors of diabetic foot and
leg ulcers in a developing country with a rapid increase in the prevalence of
diabetes mellitus. Journal of health science. Sri Langka: University of
Srilangka
Stillman, RM. (2008). Diabetic Ulcers. http://www.emedicine.com. Diakses 25 Juni
2014.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Edisike-IV. Jakarta: Interna Publishing; 2007.
Sudoyo, Aru W., dkk. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta:
Interna Publishing.
Tantawy, S dan Zakaria, H. 2010. The Rolee of Physical Therapy Intervention in
the Management of Diabeticc Neuropathic Foot Ulcers. Med. J. Cairo Univ.
2010
Tjokroprawiro, A. (2006). Hidup sehat dan bahagia bersama diabetes. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Viswanathan, Vijay., Madhavan, Sivagami., Rajasekar, Seena; Snehalatha
Chakuttan. (2006). Urban-rural differences in the prevalence of foot
complications in South-Indian Diabetic patients. Journal of epidemiology.
(29).3
Waspadji, S. (2004). Pengelolaan kaki diabetes sebagai suatu model pengelolaan
holistik terpadu dan komprehensif di bidang penyakit dalam. Pidato pada
acara pengukuhan sebagai guru tetap dalam ilmu penyakit dalam. Jakarta.
World Health Organization (WHO). (2008). Environmental Health. 25 Juni 2014.
http://www.WHO.int.
World Health Organization. Diabetes mellitus [internet]. World Health
Organization; 2011 [diakses tanggal 14 mei 2017]. Tersedia dari:
http://www.who.int/topics/diabetes_mellitus/en/
28
Wulandari, Indah., Krisna Yetti., dan Rr . Tutik Sri Hayati. (2010). Pengaruh elevasi
ekstrimitas bawah terhadap proses penyembuhan ulkus diabetik. Tesis.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Yetzer, Elizabeth A. (2004). Incorporating foot care education into diabetic foot
screening. Journal of rehabilitation nursing (29), 3
Yunir, E., & Soebardi, S. (2009). Terapi non farmakologis pada diabetes mellitus
29
Download