LaporanKasus PNEUMONIA ASPIRASI Oleh : dr. Ida BagusGdeSujana, Sp.An, M.Si AnakAgungPutriSatwika DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/SMFANESTESI DAN REANIMASI FK UNUD/RSUP SANGLAH 2016 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii DAFTAR ISI ................................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................v DAFTAR TABEL ........................................................................................................vi BAB I Pendahuluan .....................................................................................................1 BAB II TinjauanPustaka .............................................................................................. 3 2.1 Pneumonia Aspirasi ..................................................................................3 2.1.1Definisi ............................................................................................3 2.1.2Epidemiologi ...................................................................................3 2.1.3Etiologi ............................................................................................ 3 2.1.4 DayaTahanTraktusRespiratorius .................................................... 5 2.1.5 Patofisiologi .................................................................................... 7 2.1.6 Klasifikasi ....................................................................................... 11 2.1.7 GejalaKlinis .................................................................................... 12 2.1.8 Diagnosis ........................................................................................ 13 2.1.9 PemeriksaanPenunjang ................................................................... 14 2.1.10 Penatalaksanaan ............................................................................ 17 2.1.11 Diagnosis Banding ........................................................................ 18 2.1.12 Komplikasi.................................................................................... 20 2.1.13 Prognosis ...................................................................................... 21 2.1.14 Pencegahan ................................................................................... 22 2.2 Pneumonia PadaPasien Stroke................................................................. 22 2.2.1 Definisi ........................................................................................... 22 2.2.2 Epidemiologi .................................................................................. 23 2.2.3 Patofisiologi .................................................................................... 23 2.2.4 FaktorResiko ................................................................................... 24 2.2.5 Penatalaksanaan .............................................................................. 25 2.2.6 Pencegahan ..................................................................................... 25 2.3 SindromMendelson .................................................................................. 26 iii 2.3.1 Definisi ........................................................................................... 26 2.3.2 GejalaKlinis .................................................................................... 27 2.3.3 Patofisiologi .................................................................................... 27 2.3.4 Penatalaksanaan .............................................................................. 28 BAB III LaporanKasus ............................................................................................. 32 BAB IV Pembahasan ................................................................................................39 BAB V Penutup .......................................................................................................46 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................47 iv DAFTAR GAMBAR Gambar 1.Faktorresiko yang berhubungandengan pneumonia aspirasi………... 5 Gambar 2a.Sistemrespirasimanusia ……………………………………………. 6 Gambar 2b.Sistemrespirasimanusia …………………………………………… 6 Gambar 3.Paru-paru yang mengalamiinfeksi …………………………………… 10 Gambar 4. Alveoli yang terisiolehaspirsimakanan ……………………………... 11 Gambar 5.Aspiration pneumonia.Memperlihatkaninfiltratpadaparu ….... ...... ..15 Gambar 6.Aspirasi pneumonia. CT scan melalui bronkus lobus bawah menunjukkan benda logam di kiri bawah bronkus lobus........................ 16 Gambar 7. Gambaran pneumonia denganmenggunakan MRI terlihatpadapanah yangterbesar………………………………………………………….... 17 Gambar 8.Skema diagnosis pneumonia aspirasi ………………………………...... 18 Gambar 9.Atelektasis.Lobuskiriatastertarik.Tampakbagianatas aorta knob... 19 Gambar 10.Gambarfototoraksposisi PA tegakmenunjukkanefusi pleura sisikiri danhilangnyasudutcostophrenikuskiri lateral …………………….... 19 Gambar 11.FotoToraks. Massa parukananatas……………………………….....20 Gambar 12.FotoToraks AP (21/09/2016)……………………………………..…. 37 v DAFTAR TABEL Tabel 1.Predisposisiterjadinya pneumonia aspirasi ………………………………….. 8 Tabel 2.Predisposisiterjadinya pneumonia aspirasi………………………………….. 30 vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang berasal dari dalam tubuh maupun di luar tubuh penderita.1 Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru.Tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika.Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian.Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian.1 Pada beberapa studi, 5-15% kasus pneumonia merupakan pneumonia aspirasi.Pneumonia aspirasi terjadi paling sering pada pasien dengan faktor predisposisi yang sudah ada seperti stroke, kejang dan disfagia karena beberapa kasus. Pneumonia aspirasi adalah penyebab kematian paling umum pada pasien dengan disfagia karena suatu kondisi akibat gangguan neurologis, yang mempengaruhi sekitar 300.000 sampai 600.000 orang setiap tahun di Amerika Serikat. Sedangkan aspirasi pneumonitis terjadi pada sekitar 10% pasien yang dirawat di rumah sakit setelah overdosis obat. Ini juga merupakan komplikasi yang disebabkan oleh anestesi umum, yang terjadi sekitar 1 dari 3000 operasi dengan anesthesia umumdan merupakan 10-30% persen penyebab kematian yang terkait dengan anestesi.Pneumonia aspirasi lebih sering dijumpai pada pria daripada perempuan, terutama usia anak atau lanjut.1 Aspirasi merupakan proses terbawanya bahan yang ada di orofaring pada saat respirasi kesaluran napas bawah dan dapat menimbulkan kerusakan parenkim paru. Kerusakan yang terjadi tergantung jumlah dan jenis bahan yang teraspirasi serta daya tahan tubuh. Sindrom aspirasi dikenal dalam berbagai bentuk berdasarkan etiologi dan patofisiologi yang berbeda dan cara terapi yang juga berbeda.2 1 Agen-agen mikroba yang menyebabakan pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer: (1) aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, (2) inhalasi aerosol yang infeksius, dan (3) penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi.3 Hubungan pneumonia dengan stroke ada pada pneumonia aspirasi, terjadi pada pasien dengan debilitas berat atau mereka yang menghirup isi lambung selagi tidak sadar (misalnya pada stroke) atau muntah berulang.Pada pasien ini, gangguan refleks tersendak dan menelan yang mempermudah aspirasi.Pneumonia yang terjadi sebagian bersifat kimiawi, karena efek asam lambung yang iritatif, dan sebagian bakteri.Bakteri aerob lebih dominan daripada bakteri anaerob. Bakteri jenis tersebut sering menyebabkan nekrosis, memperlihatkan perjalan penyakit yang fulminant dan sering menjadi penyebab kematian pada pasien yang rentan aspirasi.3 Pada laporan ini akan dibahas terkait pneumonia aspirasi yang terjadi pada pasien dengan stroke. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia Aspirasi 2.2.1 Definisi Pneumonia aspirasi didefinisikan sebagai inhalasi isi orofaring atau lambung ke dalam larynx dan saluran pernafasan bawah.Beberapa sindrom pernafasan mungkin terjadi setelah aspirasi, tergantung pada jumlah dan jenis material aspirasi, frekuensi aspirasi dan respon host terhadap material aspirasi. Pneumonitis aspirasi (Mendelson’s syndrome) adalah jejas kimia yang disebabkan oleh inhalasi isi lambung.1Nama lain nya yaitu Anaerobic pneumonia, aspirasi vomitus, pneumonia necrotizing, pneumonitis aspirasi, pneumonitis kimia. 2.1.2 Epidemiologi Pada beberapa studi, 5-15% kasus pneumonia merupakan pneumonia aspirasi.Pneumonia aspirasi terjadi paling sering pada pasien dengan faktor predisposisi yang sudah ada seperti stroke, kejang dan disfagia karena beberapa kasus. Pneumonia aspirasi adalah penyebab kematian paling umum pada pasien dengan disfagia karena suatu kondisi akibat gangguan neurologis, yang mempengaruhi sekitar 300.000 sampai 600.000 orang setiap tahun di Amerika Serikat. Sedangkan aspirasi pneumonitis terjadi pada sekitar 10% pasien yang dirawat di rumah sakit setelah overdosis obat. Ini juga merupakan komplikasi yang disebabkan oleh anestesi umum, yang terjadi sekitar 1 dari 3000 operasi dengan anesthesia umumdan merupakan 10-30% persen penyebab kematian yang terkait dengan anestesi. Pneumonia aspirasi lebih sering dijumpai pada pria daripada perempuan, terutama usia anak atau lanjut.1,4 2.1.3 Etiologi Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi asamlambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan oropharingealmenyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral oil atau vegetable oil dapatmenyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Apirasi benda 3 asing merupakan kegawatdaruratanparu dan pada beberapa kasus merupakan faktor predisposisi pneumonia bakterial.1,5 Infeksi terjadi secara endogen oleh kuman orofaring yang biasanya polimikrobialnamun jenisnya tergantung kepada lokasi, tempat terjadinya, yaitu di komunitas atau di RS. PadaPAK, kuman patogen terutama berupa kuman anaerob obligat (41-46%) yang terdapat di sekitargigi dan dikeluarkan melalui ludah, misalnya Peptococcus Stafilococcus, atau yang juga dapat fusobacterium disertai Klebsiellapnemoniae dan nucleatum, Bacteriodes melaninogenicus, danPeptostreptococcus. Pada PAN pasien di RS kumannya berasal dari kolonisasi kuman anaerobfakultatif, batang Gram negatif, pseudomonas, proteus, serratia, dan S. aureus di samping bisajuga disertai oleh kuman ananerob obligat di atas.1,4 Kondisi yang mempengaruhi pneumonia aspirasi antara lain: Kesadaran yang berkurang, merupakan hasil ayang berbahaya dari reflex batuk dan penutupan glottis. Disfagia dari gangguan syaraf Gangguan pada system gastrointestinal, seperti penyakit esophageal, pembedahan yang melibatkan saluran atas atau esophagus, dan aliran lambung. Mekanisme gangguan penutupan glottis atau sfingter jantung karena trakeotomi, endotracheal intubations (ET), bronkoskopi, endoskopi atas dan nasogastric feeding (NGT) Anestesi faringeal dan kondisi yang bermacam-macam seperti muntahan yang diperpanjang, volume saluran cerna yang lebar, gastrostomi dan posisi terlentang. Lain-lain: fistula trakeo-esofageal, pneumonia yang berhubungan dengan ventilator, penyakit periodontal dan trakeotomi. Kondisi-kondisi ini kesemuanya berbagi dalam seringnya dan banyaknya volume aspirasi, yang meningkatkan kemungkinan pengembangan pneumonitis aspirasi. Pasien dengan stroke atau penyaki kritis yang membutuhkan perawatan biasanya mempunyai beberapa factor resiko dan memperbaiki kasus yang mempunyai proporsi yang besar.Kurangnya kebersihan gigi khususnya pada orang tua atau pasien yang kondisinya lemah, menyebabkan koloni dalam mulut dengan 4 organism patogenik yang secara potensial bisa menyebabkan bertambahnya jumlah bakteri.Peningkatan resiko infeksi dapat menyebabkan aspirasi. Gambar 1. Faktor resiko yang berhubungan dengan pneumonia aspirasi4 2.1.4 Daya tahan traktus respiratorius Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegahinfeksi dan terdiri dari:3 1. Susunan anatomis rongga hidung 2. Jaringan limfoid di nasoorofaring 3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret yangdikeluarkan oleh set epitel tersebut. 4. Refleks batuk 5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. 6. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. 7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari imunoglobulin A(IgA).5 5 Gambar 2a. Sistem respirasi Manusia6 Gambar 2b.Sistem respirasi Manusia6 6 2.1.5 Patofisiologi Aspirasi merupakan hal yang dapat terjadi pada setiap orang.Di sini terdapat perananaksi mukosilier dan makrofag alveoler dalam pembersihan material yang teraspirasi. Terdapat 3faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi, yaitu sifat material yang teraspirasi,volume aspirasi, serta faktor defensif host.3 Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat dibedakan antaraberbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan terjadi pada parenkim disertaibronkiolitis dan gangguan interstisial.Perubahan patologis meliputi kerusakan epitel,pembentukan mukus dan akhirnya terjadi penyumbatan bronkus.Selanjutnya terjadi infiltrasi selradang peribronkial (peribronkiolitis) dan terjadi infeksi baik pada jaringan interstisial, duktusalveolaris maupun dinding alveolus, dapat pula disertai pembentukan membran hialin danperdarahan intra alveolar. Gangguan paru dapat berupa restriksi, difusi dan perfusi.3 Pneumonia aspirasi mengarah kepada konsekuensi patologis akibat secret orofaringeal,nanah, atau isi lambung yang masuk ke saluran napas bagian bawah. Penyakit ini terjadi pada orang dengan level kesadaran yang berubah karena serangan cerebrovascular accident (CVA), CNS lesion mass, keracunan obat atau overdosis dan cidera kepala. Kebanyakan individumengaspirasi sedikit secret orofaringeal selama tidur, dan secret tersebut akan dibersihkan secaranormal.3 Faktor predisposisi terjadinya aspirasi berulangkali adalah:1 1. Penurunan kesadaran yang mengganggu proses penutupan glottis, reflex batuk (kejang,stroke, pembiusan, cedera kepala, tumor otak) 2. Disfagia sekunder akibat penyakit esophagus atau saraf (kanker nasofaring, scleroderma) 3. Kerusakan sfingter esophagus oleh selang nasogastrik. Juga peran jumlah bahan aspirasi,hygiene gigi yang tidak baik, dan gangguan mekanisme klirens saluran napas. 7 Tabel 1: predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi1 Predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi Perubahan tingkat kesadaran Stroke Kejang Intoksikasi (alkohol dan obat lainnya) Trauma kepala Anastesi Mekanisme Nasogastric tube Intubasi endotrakeal Tracheostomy upper gastrointestinal endoscopy bronchoscopy Penyakit neuromuskuler multiple sclerosis parkinson’s disease myasthenia gravis bulbar atau pseudobulbar palsy Gangguan gastro-oesophageal inkompetensi sfingter cardiac striktur oesophageal neoplasma obstruksi gaster protracted vomiting Lainnya posisi recumbent general debility Aspirasi mikroorganisme patologik yang berkoloni pada orofaring adalah cara infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang paling sering dan menyebabkan pneumonia bakteri. Pneumonia anaerobik disebabkan oleh aspirasi sekret orofaringeal yang terdiri dari mikroorganisme anaerob seperti Bacteroides, Fusobacterium,Peptococcus, dan Peptostreptococcus yang merupakan spesies yang paling sering ditemukan diantara pasien-pasien dengan kebersihan gigi yang buruk. Awitan gejala biasanya terjadi secara perlahan-lahan selama 1 hingga 2 minggu, dengan demam, penurunan berat badan, anemia, leukositosis, dispnea, dan batuk disertai produksi sputum berbau busuk. Abses-abses paru yang terbentuk pada parenkim paru dapat rusak, dan empiema dapat timbul seperti mikroba-mikroba yang berjalan ke permukaan pleura. Kebanyakan abses-abses tersebut terbentuk pada paru 8 kanan bagian posterior dan segmen basilar bronkopulmonal akibat gaya gravitasi karena banyak cabang yang langsung menuju cabang bronkus utama kanan.2 Resiko dari aspirasi secara langsung terkait dengan level kesadaran pasien seperti misalnya penurunan Glascow ComaScale(GCS) yang dihubungkan dengan resiko aspirasi yang meningkat. Luasnya dan sulitnya penyakit ini secara langsung terkait dengan volume dan kadar asam cairan yang dihirup. Aspirasi isi lambung dalam jumlah besar juga dikenal dengan Mendelson syndrome, yang bisa menyebabkan pernafasan akut dalam waktu 1 jam.Kadar asam dan isi lambung menghasilkan pembakaran kimia pada cabang tracheobronchial yang terlibat dalam aspirasi. Sebuah penelitian pada tikus menunjukkan bahwa terdapat dua fase mekanisme kerusakan paru setelah aspirasi asam. Puncak fase pertama terjadi pada satu hingga dua jam setelah aspirasi dan menghasilkan efek langsung yang diakibatkan pH yang rendah saat aspirasi pada sel-sel alveolar-permukaan kapiler. Fase kedua, puncak pada empat hingga enam jam, berhubungan dengan infiltrasi neutrofil ke dalam alveoli dan intestinum paru, dengan karakteristik gambaran histologist inflamasi akut. Mekanisme jejas pada paru setelah aspirasi lambung melibatkan mediator-mediator inflamasi, sel-sel inflamasi, adesi molekuler, dan enzim, terdiri dari Tumor Necrosis Factor a,, interleukin-8, cyclooxygenase dan produk lipoxygenasedan Reactive Oxygen Species (ROS). Meskipun neutrofil dan komplemen berperan dalam perkembangan jejas, penelitian pada hewan, neutropenia, inhibitor fungsi neutrofil, menginaktivasi interleukin-8 (chemoatraktan poten neutrofil), dan inaktivasi komplemen melemahkan jejas akut pada paru yang diinduksi aspirasi asam.2 Karena asam lambung mencegah pertumbuhan bakteri, isi lambung tetap steril dibawah kondisi normal.kesterilan isi lambung yang relatif normal, bakteri tidak menjalankan peran dalam tahap awal penyakit. Ini tidak sepenuhnya baik bagi pasien dengan gastroparesis atau sembelit atau bagi mereka yang menggunakan antasida (Proton Pump Inhibitor/PPI,H2 receptor antagonist).Dengan tanpa melihat jumlah bakteri inokulum, infeksi bakteri yang parah bisa saja terjadi setelah cidera kimia awal.Aspirasi isi lambung secara bersama dengan adanya partikel, menyebabkan terjadi fokus peradangan dan reaksi tubuh terhadap benda asing dengan kerusakan 9 jaringan secara menyeluruh akibat asam. Partikel dan asam lambung bekerja sama secara sinergis menyebabkan kebocoran kapiler alveolar. Isi lambung tidak steril sehingga aspirasi yang terjadi dapat disertai bakteri.Enam puluh sampai 100% terdiri dari kuman anaerob. Gabungan kuman aerob dan anaerob sering dijumpai pada aspirasi yang terjadi di Rumah sakit.2,5 Ada dua persyaratan untuk menghasilkan pneumonia aspirasi: 1. Membahayakan bagi pertahanan biasa yang melindungi saluran bawah, termasuk penutupan glottis, reflek batuk, dan mekanisme pembukaan. 2. Sebuah inolukrum mengganggu saluran bawah dengan sifat toksiknya langsung, stimulasi proses peradangan dari bakteri inolukrum yang cukup atau penghambatan karena volume zat atau zat partikelnya yang cukup. Gambar 3.Paru-paru yang mengalami infeksi1 Sindrom aspirasi lain berkaitan dengan bahan yang diaspirasi (biasanya makanan) atau cairan bukan asam (misalnya karena hampir tenggelam atau saat pemberian makanan) yang menyebabkan obstruksi mekanik. Bila cairan teraspirasi, trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Bila yang diaspirasi adalah bahan padat, maka gejala yang terlihat akan bergantung pada ukuran bahan tersebut dan lokasinya dalam saluran pernapasan. Jika bahan tersebut tersangkut dalam bagian atas trakea, akan menyebabkan obstruksi total, apnea, aphonia, dan dapat terjadi kematian cepat. Jika bahan tersangkut pada bagian saluran pernapasan yang kecil, tanda dan gejala yang timbul dapat berupa batuk kronik dan infeksi berulang.2 10 Gambar 4.Alveoli yang terisi oleh aspirasi makanan1 2.1.6 Klasifikasi Aspirasi bisa terjadi pada individu yang sehat tanpa gejala perkembangan infeksi tergantung pada faktor-faktor lain seperti ukuran inolukrum, besarnya efek yang dihasilkan oleh organisme dan pertahanan bagian yang ditempatinya seperti penutupan glottis, reflek batuk, dan status imunologis.Pneumonia bisa muncul mengikuti aspirasi mikroorganisme yang virulen.Dan istilah pneumonia digunakan untuk kemunculan pneumonia ketika ukuran inolukrum cukup luas dan/atau gagalnya pertahanan bagian yang ditempatinya. Aspirasi bisa dibagi menjadi dua kategori. Ini mempunyai penilaian penting, yang akan menyebabkan bakteri pneumonia dengan organism mulut mendominasi. Aspirasi isi lambung akan menyebabkan sebuah pneumonitis kimia (contoh: Mendelson’s syndrome) karena isi lambung biasanya steril, tapi kadar asamnya menghasilkan perkembangan radang yang cepat pada paru-paru. Terdapat tumpang tindih antara pneumonia dan pneumonitis, tetapi memungkinkan untuk membuat perbedaan dan menyesuaikan perawatan yang sesuai.Sindrom-sindrom aspirasi yang lain termasuk penghambatan saluran karena benda asing dan pneumonia lipoid eksogen. Aspirasi meliputi beberapa sindrom aspirasi: 1. Pneumonitis kimia: aspirasi agen toksik seperti asam lambung, cidera instanteneus ditandai dengan hipoksemia. Pengobatan membutuhkan dukungan ventilator bertekanan positif. 11 2. Reflek penutupan saluran nafas: aspirasi cairan (air, garam, makanan nasogastrik) dapat menyebabkan laringospasme pada saluran pernafasan dan edema pulmo yang menghasilkan hipoksemia. Pengobatan termasuk pernafasan dengan tekanan positif yang tidak teratur dengan 100% oksigen dan isoproterenol. 3. Obstruksi mekanik: aspirasi cairan atau zat partikel (saluran pernafasan makanan secara parsial, hot dog, kacang) bisa menghasilkan penghambatan mekanis yang sederhana. Terjadinya batuk, desahan dab dispnea dengan atelektasis yang terlihat pada X-ray di dada. Pengobatan memerlukan penyedotan trakeobronkial dan menghilangkan zat partikel dengan serat optic bronkoskopi. 4. Pneumonia aspirasi: aspirasi bakteri dari orofaring. Pasien mengalami batuk, demam, batuk berdahak dan hasil radiografi menunjukkan infiltrasi. Pengobatan membutuhkanantibiotik. 2.1.7 Gejala Klinis Manifestasi klinis pneumonia aspirasi ini bervariasi dari yang ringan hingga berat dengan syok sepsis atau hingga gagal nafas, semua itu tergantung dengan faktor penjamu, beratnya aspirasi dan kuman yang menjadi penyebabnya.Gejala klinis dapat berupa bronkopneumonia, pneumonia lobar, pneumonia nekrotikans,atau abses paru dan dapat diikuti terjadinya empiema.Adapun gambaran klinis dari pneumonia aspirasi ini didukung dengan adanya sputum berwarna kemerahan atau bisa juga kehijauan, dan sputum tersebut berbau.Gejala klinis yang bisa ditemui juga dapat berupa gangguan menelan dan gejala yang ada pada pneumonia yaitu demam, batuk, sesak, kesulitan saat inspirasi atau inspirasi memanjang, dan ada nafas cuping hidung.Gangguan menelan pada pasien pneumonia aspirasi ini diketahui bila pasien mengeluarkan cairan atau makanan melalui hidung, lalu adanya sisa makanan di mulut setelah menelan.Pasien juga biasanya mengeluhkan nyeri saat menelan, seperti ada yang menyngkut di tenggorokan, terkadang sampai batuk hingga tersedak saat makan atau minum, serta terdengar adanya bunyi yang terdengar setelah makan.Pasien juga dapat mendadak batuk dan sesak napassesudah makan atau minum.Awitan umumnya insidious, walaupun pada infeksi anaerob bisamemberikan gambaran akut seperti pneumonia pneumokokus berupa sesak napas pada saatistirahat, sianosis.Umumnya pasien datang 1-2 minggu sesudah aspirasi, dengan 12 keluhan demammengigil, nyeri pleuritik, batuk, dan dahak purulen berbau (pada 50% kasus). Kemudian bisaditemukan nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat badan, bersuara saat napas (mengi),takikardi, merasa pusing atau kebingungan, merasa marah atau cemas.1,2,5 2.1.8 Diagnosis Diagnosis pneumonia aspirasi harus dilihat dari gejala pasien dan temuan daripemeriksaan fisik. Keterangan dari foto polos dada, pemeriksaan darah dan kultur sputum yangjuga bermanfaat. Foto torak biasanya digunakan untuk mendiagnosis pasien di rumah sakit danbeberapa klinik yang ada fasilitas foto polosnya.Namun, pada masyarakat (praktek umum),pneumonia biasanya didiagnosis berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik saja.Mendiagnosispneumonia bisa menjadi sulit pada beberapa orang, khususnya mereka dengan penyakit penyertalainnya. Adakalanya CT scan dada atau pemeriksaan lain diperlukan untuk membedakanpneumonia dari penyakit lain.1,5 Orang dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis. Pemeriksaan fisik olehtenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh, peningkatan laju pernapasan(tachypnea), penurunan tekanan darah (hipotensi) , denyut jantung yang cepat (takikardi) danrendahnya saturasi oksigen, yang merupakan jumlah oksigen di dalam darah yang indikasikanoleh oksimetri atau analisis gas darah. Orang dengan kesulitan bernapas, yang bingung, ataumemiliki sianosis memerlukan perhatian segera.2,5 Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru.Pada pemeriksaan terlihat bagianyang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat disisi yang sakit. Pada perkusiditemukan redup, pernapasan bronkial, ronki basah halus, egofoni, bronkofoni, “whisperedpectoriloquy”. Kadang- kadang terdengar bising gesek pleura (pleural friction rub). Distensiabdomen terutama pada konsolidasi pada lobus bawah paru, yang perlu dibedakan dengankolesistitis dan peritonitis akut akibat perforasi.2 2.1.9 Pemeriksaan penunjang 13 1 . Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat (lebih dari10.000/mm3, kadang- kadang mencapai 30.000/mm3), yang mengindikasikan adanyainfeksi atau inflamasi.Tapi pada 20% penderita tidak terdapat leukositosis. Hitung jenisleukosit “shift to the left”. LED selalu naik. Billirubin direct atau indirect dapatmeningkat, oleh karena pemecahan dari sel darah merah yang terkumpul dalam alveolidan disfungsi dari hepar oleh karena hipoksia. Untuk menentukan diagnosa etiologidiperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Analisis gas darah menunjukanhipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.3 2.Pemeriksaan radiologi Foto Toraks Pemeriksaan radiologi pilihan untuk pneumonia aspirasi adalah foto toraks.3 Gambaran radiologi pneumonia aspirasi bervariasi tergantung pada beratnya penyakit dan lokasinya.Lobus bawah dan lobus tengah kanan paling sering terkena, Tetapi lobus bawah kiri juga sering.Ditemukan area-area ireguler yang tidak berbatas tegas yang mengalami peningkatan densitas. Pada tahap awal area densitas tinggi tersebut hanya lokal, akan tetapi pada tahap lanjut akan berkelompok/ menyatu (infiltrat). Pada beberapa kasus pneumonia aspirasi bersifat akut dan akan bersih dengan cepat ketika penyebab yang menimbulkan aspirasi telah teratasi. Pada beberapa kasus, pneumonia disebabkan oleh penyakit kronik dan aspirasi berulang akan mengakibatkan pneumonitis basis paru kronik yang menampilkan bercak berawan (perselubungan inhomogen). 4,5 Lokasi infiltrate: Bagian tengah dan bawah lobus kanan paru paling sering terjadi inflamasi denganukuran lebih besar Pasien yang mengalami aspirasi pada keadaan berdiri, infiltrat akan terbentuk padalobus kanan dan kiri bagian bawah. Pasien yang mengalami aspirasi pada pada keadaan berbaring posisi dekubitus lateralkiri, infiltrate akan terbentuk pada sisi kiri. 14 Pada pasien pecandu alkohol yang mengalami aspirasi pada posisi prone, kosolidasiyang terbentuk lebih sering pada lobus atas paru-paru kanan. Gambar 5.Aspiration pneumonia. Memperlihatkan infiltrat pada paru Gambaran radiologi klasik dari pneumonia adalah perselubungan inhomogen (konsolidasi) dengan air bronchograms sign, dengan distribusi segmental atau lobar.Pneumonia aspirasi dapat terjadi pada pasien yang kesulitan menelan.Pneumonia disebabkan oleh aspirasi bahan-bahan yang terinfeksi dari orofaring dan esophagus ke dalam saluran napas bawah.Keadaan ini sering ditemui pada pasien yang tidak sadar dan pada pasien dengan penyakit neuromuscularatau kelainan esophagus yang menimbulkan refluks (refluks gastroesofageal).Segmen posterior lobus atas kanan atau segmen superior lobus bawah kanan yang sering terkena.Infiltrat pada basis lobus bawah bilateral juga pertanda pneumonia aspirasi. Aspirasi dalam jumlah kecil tetapi berulang-ulang akan memberikan gambaran infiltrate difus.6 Pada foto toraks terlihat gambaran infiltrat pada segmen paru unilateral yang dependen dan mungkin disertai kavitasi dan efusi pleura. Lokasi tersering adalah lobus kanan tengan dan/atau lobus atas, meskipun lokasi ini tergantung kepada jumlah aspirat dan posisi badan pada saat aspirasi.8 Computed Tomography Scanning (CT scan) Toraks Pemeriksaan CT scan lebih unggul dibanding dengan foto konvensional dalam menentukan sifat, luas, dan komplikasi aspirasi. Multidetektor CT (MDCT) telah terbukti efektif dalam mengevaluasi adanya benda asing atau cairan. Pada pasien 15 yang diduga aspirasi benda asing, dalam hubungannya dengan MDCT, dapat menggambarkan lokasi yang sesungguhnya. Temuan ini mungkin dapat membantu penyebab aspirasi seperti fistulla atau tumor tenggorokan, laring, atau kerongkongan.18Gambaran CT scan yang dapat kita peroleh pada pneumonia aspirasi adalah adanya peningkatan densitas dari paru-paru yang terkena bahan aspirasi berupa bayangan opak. Bayangan ini terlihat seperti konsolidasi dan ground-glass opacities.3,5 Gambar 6. Aspirasi pneumonia. CT scan melalui bronkus lobus bawah menunjukkan benda logam di kiri bawah bronkus lobus18 Magnetic Resonance Imaging (MRI) Toraks Beberapa penelitian besar dari MRI yang didedikasikan untuk penyakit aspirasi pneumonia ini telah dilakukan. Namun, hasil dari studi kasus dipublikasikan untuk mengkonfirmasi akurasi pencitraan MRI untuk kondisi-kondisi seperti peradangan akut, granuloma, dan fibrosis. MRI berkerja baik dalam mendefinisikan sifat aspirasi dan reaksi tubuh terhadap aspirasi. Beberapa penulis telah menemukan bahwa MRI lebih unggul daripada CT scan dalam diagnosis lipoid aspirasi.8 16 Gambar 7.Gambaran pneumonia dengan menggunakan MRI terlihat pada panah yang terbesar 2.1.10 Penatalaksanaan Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagi dan atau gangguan reflex menelan perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan teraspirasi, trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Lakukan maneuver Heimlich untuk mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila bahan yang teraspirasi tidak dapat dikeluarkan segera lakukan trakeotomi (krikotirotomi). Pengeluaran bahan yang tersangkut, biasanya dilakukan dengan bronkoskopi.Berikan oksigen nasal atau masker bila ada tanda gagal napas berikan bantuan ventilasi mekanik. Lakukan postural drainage untuk membantu pengeluaran mukus dari paru-paru 1,2,5 Pneumonia aspirasi (PA) dengan tipe yang didapat di masyarakat diberikan penisilin atau sefalosporin generasi ke 3, ataupun klindamisin 600 mg iv/ 8 jam bila penisilin tidak mempan atau alergi terhadap penisilin. Bila PA didapatkan di rumah sakit diberikan antibiotika spectrum luas terhadap kuman aerob dan anaerob, misalnya aminoglikosida dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke 3 atau 4, atau klindamisin.Perlu dipertimbangkan pola dan resistensi kuman di rumah sakit bersangkutan. Dilakukan evaluasi hasil terapi dan resolusi terhadap terapi berdasarkan gambaran klinis bakteriologis untuk memutuskan penggantian atau penyesuaian antibiotik (AB).1 Tidak ada patokan pasti lamanya terapi.Antibiotik perlu diteruskan hingga kondisi pasien baik, gambaran radiologis minggu.Biasanya diperlukan terapi 3-6 minggu. bersih atau stabil selama 2 1 17 Skema Diagnostik Tanda dan gejala infeksi tractus respiratorius inferior Riwayat aspirasi isi lambung (pasti atau supect) Ya Tidak Rontgen Thorax Rontgen Thorax Positif Negatif Pneumonia asprasi Bronkitis Pneumonia Durasi gejala > 24 jam Tidak diterapi antibiotik, tindakan suportif Terapi antibiotik, tindakan suportif Negatif Peristiwa aspirasi Tidak Ya Tidak diterapi antibiotik, tindakan suportif Terapi antibiotik, tindakan suportif Positif Gambar 8.Skema diagnosis pneumonia aspirasi2 2.1.11 DIAGNOSIS BANDING Atelektasis Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps.Atelektasis sebenarnya bukan penyakit, tetapi 18 ada kaitannya dengan penyakit parenkim paru.Atelektasis timbul karena alveoli menjadi kurang berkembang atau tidak berkembang.Terdapat dua penyebab utama kolaps yaitu atelektasis absorpsi sekunder dari obstruksi bronkus atau beronkiolus, dan atelektasis yang disebabkan oleh penekanan. 5 Gambaran 9.Atelektasis.Lobus kiri atas tertarik. Tampak bagian atas aorta knob Efusi pleura Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura.Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada.Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua lapisan pleura. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi. 2 Gambaran 10.Gambar Foto toraks posisi PA tegak menunjukkan efusi pleura sisi kiridan hilangnya sudut costophrenikus kiri lateral 19 Massa di Paru Karsinoma bronkogen dimulai sebagai bayangan noduler kecil di perifer paru dan akan berkembang menjadi suatu massa sebelum terjadi keluhan. Biasanya massa di paru sebesar 4-12 cm berbentuk bulat atau oval yang berbenjol (globulated) dan kadang-kadang pada pemeriksaan tomografi terlihat gambaran radiolusen yang menunjukkan adanya nekrosis di dalam tumor.3 Gambar 11.Foto Toraks. Massa paru kanan atas. 2.1.12 Komplikasi Gagal nafas dan sirkulasi Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang menderita pneumonia seringkesulitan bernafas,dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernafas tanpabantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasiv yang dapat membantu sepertimesin untuk jalan nafas dengan bilevel tekanan positif,dalam kasus lain pemasanganendotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan untuk membantu pernafasan.Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh pencetus acute respiratory distresssyndrome(ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respon inflamasi dalam paru-parusegera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu dengan kerasmenyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli,harus membuat ventilasimekanik yang dibutuhkan.2 20 Syok sepsis dan septic Merupakan komplikasi potensial dari pneumonia.Sepsis terjadi karenamikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi sitokin.Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptoccocus pneumoniamerupakan salah satu penyebabnya.Individu dengan sepsis atau septik membutuhkan unitperawatan intensif di rumah sakit.Mereka membutuhkan cairan infus dan obat-obatanuntuk membantu mempertahankan tekanan darah agar tidak turun sampai rendah. Sepsisdapat menyebabkan kerusakan hati,ginjal,dan jantung diantara masalah lain dan seringmenyebabkan kematian.2 Effusi pleura,empyema dan abces Ada kalanya,infeksi mikroorganisme pada paru-paru akan menyebabkanbertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (cavum pleura).Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini disebutempyema.Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini sering diambildengan jarum (toracentesis) dan diperiksa, tergantung dari hasil pemeriksaan ini.Padakasus empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika cairan tidak dapatdikeluarkan,mungkin infeksi berlangsung lama, karena antibiotik tiak menembus denganbaik ke dalam rongga pleura. Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thoraxdengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada pneumonia aspirasi dan seringmengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik cukup untuk pengobatan abses padaparu,tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli bedah atau ahli radiologi.2 2.1.13 Prognosis Angka mortalitas PAK adalah sebesar 5% yang meningkat menjadi 20% padaPAN.Angka mortalitas pneumonia aspirasi yang tidak disertai komplikasi adalah sebesar5%, sedangkan pada aspirsai masif dengan atau tanpa disertai sindrom Mendelsonmencapai 70%. Angka mortalitas aspirasi pneumonia disertai empyema sebesar 20%.1,3 21 2.1.14 Pencegahan Pada pasien yang memiliki disfungsi menelan untuk menghindari aspirasi asamlambung, diperlukan teknik kompensasi untuk mengurangi aspirasi dengan diet lunakdan takaran yang lebih sedikit Posisikan kepala 45º dari bed tempat tidur pada pasien beresiko untukterjadinya aspirasi. Pasang NGT pada pasien yang beresiko, contoh disfagia. Puasa 6-8 jam sebelum operasi1,3 2.2 Pneumonia Pada Pasien Stroke 2.2.1 Definisi Pasca-stroke pneumonia telah digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang terjadi awal setelah stroke. Istilah stroke associated pneumonia telah digunakan untuk pertama kalinya oleh Hilker et al. Mengacu pada konsep ini. SAP dijelaskan ketika itu terjadi di 72 jam pertama masuk ke rumah sakit. Klasifikasi lain membagi SAP ke tingkat akut (ketika pneumonia berkembang dalam waktu satu bulan stroke) dan kronis (ketika itu terjadi paling lambat satu bulan). Klinis Studi SAP menggunakan berbagai kriteria untuk menentukan SAP mulai dari kriteria Center of Disease Control and Preventionuntuk menyelidiki ventilator-associated pneumonia setelah stroke untuk meninjau diagnosis pasien dari grafik. Menurut kriteria ini, kesehatan care associated pneumonia diklasifikasikan menjadi 3 kategori: Klinis pneumonia yang didefinisikan, pneumonia dengan bakteri umum atau patogen jamur berfilamen dan laboratorium khusus temuan dan pneumonia di immunocompromised pasien.3 Menurut Lin Li et al (2014), SAP merupakan komplikasi stroke potensial yang bisa dicegah dan mempunyai prognosis yang buruk. SAP terjadi sebagian besar pada tahap akut dan kritis stroke. Stroke cerebral dan radang paru-paru bersamaan dapat meningkatkan tingkat kematian pasien dalam 30 hari secara 4 kali lipat, memperpanjang masa tinggal di rumah sakit sebanyak 3 kali lipat, dan 22 mengakibatkan peningkatan tajam dari biaya pengobatan. Gambaran klinis SAP adalah: - Manifestasi klinis yang beragam; - Beragam patogen; - Manifestasi klinis atipikal; - Kondisi yang mudah kambuh; dan - Perubahan yang cepat dari kondisi, mudah rumit dengan edema paru. Patogenesis SAP terdiri disfungsi kekebalan tubuh, disfagia, atau edema paru neurogenik. 2.2.2 Epidemiologi Di Amerika Serikat. Sedikit studi yang telah dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara pneumonia aspirasi dan pneumonitis aspirasi. Beberapa studi menyatakan bahwa 5-15% dari 4,5 juta kasus community-acquired pneumonia diakibatkan oleh pneumonia aspirasi. Pneumonia aspirasi dipertimbangkan sebagai penyakit yang paling sering, namun tak ada statistik yang menunjukkannya. Angka kematian/kesakitan dihubungkan dengan pneumonia aspirasi yang mirip dengan community-acquired Pneumonia pada kira-kira 1% pasien yang rawat jalan dan meningkat hingga 25% pada pasien yang diopname. Angka kematian ini cakupannya tergantung pada hadirnya faktor penyulit atau komplikasi.Tingkat kematian akibat pneumonitis aspirasi (Mendelson sindrom) bisa mencapai 70%.Pneumonia aspirasi tanpa perawatan, dihubungkan dengan tingginya insidens timbulnya kavitas dan abses bila dibandingkan dengan community-acquired Pneumonia.Walaupun demikian, ternyata keduanya bisa menyebabkan komplikasi berupa empyema, sindrom distress pernapasan akut, dan kegagalan pernapasan.Pneumonitis aspirasi dapat menyebabkan kegagalan pernapasan dengan cepat. 2.2.3 Patofisiologi Teori Aspirasi Secara tradisional, SAP dianggap sebagai hasil aspirasi sekunder.Aspirasi dan faktor risiko yang terkait seperti tingkat gangguan kesadaran dan disfagia telah 23 ditemukan menjadi faktor risiko penting untuk SAP di berbagai studi klinis. Banyak pasien stroke memiliki gangguan mekanisme menelan menyebabkan aspirasi konten oral saat tidur, yang mungkin secara teoritis terkait dengan transmisi dopamin abnormal.9 Tingkat substansi dahak P rendah juga ditemukan pada pasien usia lanjut dengan aspirasi pneumonia dan peningkatan kadar serum substansi P diamati dalam studi klinis setelah mengobati pasien stroke dengan angiotensin-converting enzyme inhibitor dengan resolusi bersamaan aspirasi, menyarankan peran lanjut substansi P rendah aspirasi. Namun, insiden yang lebih tinggi dari pneumonia pada pasien stroke dibandingkan dengan orang lain yang menderita disfagia atau tingkat kesadaran yang dikompromikan serta dominasi infeksi pada fase stroke akut ketika defisit neurologis maksimal hadir, mencirikan bahwa mekanisme lain yang terlibat dalam patogenesis SAP mendorong suatu perubahan imunologi.9 Beberapa mekanisme SAP mungkin menyebabkan kerusakan setelah stroke akut. SAP umumnya terkait dengan demam, ketidakseimbangan elektrolit atau hipoksia. Faktor-faktor ini secara teoritis dapat mengganggu stroke.Efek demam telah banyak diteliti pada model binatang. Demam memperburuk inflamasi menyebabkan akumulasi neutrofil dalam luka jaringan, sementara hipotermia terapeutik memodulasi proses inflamasi ini. Excitotoxicity saraf, oleh peningkatan pelepasan neurotransmiter dan radikal bebas, adalah mekanisme lain dimana demam mungkin menyebabkan stroke memburuk. Pada tingkat klinis, metaanalisis menunjukkan bahwa demam dikaitkan dengan morbiditas dan kematian setelah stroke.Ketidakseimbangan elektrolit, terutama hiponatremia, dapat memperburuk edema serebral dan pasien stroke hyponatremic mungkin mengalami peningkatan mortalitas. Masuknya bakteri dan lipopolisakarida ke dalam aliran darah mengaktifkan koagulasi serta sistem fibrinolisis dan mungkin secara teoritis menghasilkan perpanjangan daerah infark.3 2.2.4 Faktor Resiko Untuk disfagia neurogenik, pencegahan aspirasi pneumonia adalah tujuan terapi umum.Meskipun tabung makan sering ditempatkan untuk mencegah 24 pneumonia aspirasi, tidak ada data yang menunjukkan bahwa mereka mengurangi risiko pneumonia aspirasi di neurogenic disfagia.Selanjutnya, tabung makan telah lama disebut-sebut sebagai faktor risiko aspirasi pneumonia. Beberapa laporan menunjukkan bahwa dalam kasus-kasus Gram-negatif yang serius pneumonia dan bacteremia organisme pertama kali berkembang biak pada tabung, kemudian di perut dan faring, dan akhirnya di paru-paru atau darah.4 2.2.5 Penatalaksanaan Pengobatan SAP harus dimulai dengan cepat karena SAP berhubungan dengan kematian dan memburuknya hasil neurologis.Pengobatan SAP dapat mengikuti pedoman terapi didapat di rumah sakit tentang terapi awal pneumonia karena SAP bisa terjadi di beberapa hari pertama setelah rawat inap.Keputusan tentang pengobatan empiris antibiotik tergantung pada faktor risiko individu, tingkat keparahan penyakit, waktu onset, mikrobiologi umum SAP dan data mikrobiologis lokal dari lembaga. 2.2.6 Pencegahan Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam dan terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pneumonia. Vaksinasi bisa membantu mencegah beberapa jenis pneumonia pada anak-anak dan orang dewasa yang beresiko tinggi yakni: - Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus pneumoniae) - Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae type b). - Tindakan untuk mencegah agar stroke tidak berulang, sama dengan menghindari serangan jantung, yakni mempertahankan kesehatan sistem kardiovaskuler dan mempertahankan aliran darah ke otak. Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah mengontrol penyakit–penyakit yang berhubungan dengan terjadinya aterosklerosis. Secara umum, pengontrolan dapat dilakukan dengan menerapkan pola diet yang tepat dan olahraga yang teratur untuk mempertahankan kesehatan otak dan sistem saraf. Faktor-faktor pencegahan stroke saling berkaitan satu sama lain dan saling mendukung mencegah stroke berulang.5 25 - Kendalikan tekanan darah - Kendalikan diabetes - Miliki jantung sehat - Kendalikan kadar kolesterol - Berhenti merokok American Heart Associaton (AHA) mengeluarkan beberapa rekomendasi preventif primer maupun sekunder diantaranya: - Preventif Stroke pada Hipertensi Pengendalian gaya hidup untuk masalah hipertensi menurut Bethesda stroke center (2007) adalah: a. Mempertahankan berat badan normal untuk dewasa dengan perhitungan indeks masa tubuh 20-25kg/m2, b. Mengurangi asupan garam, kurang dari 6 gram dapur atau kurang dari 2,4 gr Na+/hari, c. Olahraga 30 menit/hari, jalan cepat lebih baik dari pada angkat besi, d. Makan buah dan sayur, e. Mengurangi konsumsi lemak baik yang jenuh maupun tidak jenuh. - Preventif Stroke pada Diabetes Mellitus Pengendalian glukosa direkomendasikan sampai kadar yang hampir normoglikemik pada pasien diabetes mikrovaskular. ACE-1 Dan ARB lebih efektif dalam menurunkan progresivitas penyakit hipertensi dan ginjal dan direkomendasikan sebagai pilihan pertama untuk pasien diabetes mellitus.6 - Preventif Stroke pada Gaya Hidup Sehat Gaya hidup sehat meliputi pengaturan gizi yang seimbang, olah raga secara teratur, berhenti merokok, dan mengurangi alkohol.6 2.3 Sindrom Mendelson 2.3.1 Definisi Aspirasi pneumonitis didefinisikan sebagai cedera paru akut setelah menghirup muntahanisi lambung. Sindrom ini terjadi pada pasien yang memiliki gangguan kesadaran seperti yang disebabkan oleh overdosis obat, kejang, kecelakaan 26 cere-brovascular besar, atau penggunaan anestesi. Adnet dan Baud menunjukkan bahwa risiko aspirasi meningkat sesuai dengan tingkat kesadaran (yang diukur dengan Glasgow Coma Scale).Secara historis, sindrom paling sering dikaitkan dengan aspirasi pneumonitis adalah sindrom Mendelson, dimana pada Tahun 1946 Mendelson melakukan penelitian pada anesthesia umum yang dilakukan pada pasien kebidanan. 2.3.2 Gejala Klinis Mendelson mengklasifikasikan 2 kelompok gejala akibat aspirasi dari isi lambung. Kelompok pertama adalah gejala akibat dari bahan padat isi lambung yang mempunyai tanda dan gejala sianosis, suara wheezing, batuk-batuk, takipneu, hipotensi dan mediastinal shift serta pada foto rontgen thoraks tampak konsolidasi jaringan paru. Kelompok kedua adalah gejala dikenal dengan sindroma Mendelson klasik yaitu akibat dari aspirasi asam dengan gejala spasme bronchus, takhipneu, wheezing, sianosis dan rasa panas. 2.3.3 Patofisiologi Aspirasi isi lambung, penyebab, akibat dan gejalanya dapat dibedakan oleh 3 bahan aspirat yaitu berupa asam, partikel (sisa makanan) dan bakteri.Secara umum aspirasi dapat dicegah dengan menjaga isi lambung agar tidak masuk ke esophagus dan faring, aspirat yang di faring dijaga tidak masuk trakhea dan paru.Selain bahan aspirat, volume isi lambung menentukan keparahan akibat aspirasi sehingga jumlah yang cairan masuk paru diupayakan menjadi lebih sedikit. Timbulnya reaksi akibat aspirasi asam dapat terlihat segera setelah kejadian atau gejala yang timbulnya lambat.Aspirasi asam lambung terjadi 2 fase yaitu trauma pada jaringan dan reaksi keradangan. Dalam waktu 5 detik, asam akan bereaksi dengan mukosa trakhea dan alveoli, dan dalam waktu 15 detik telah terjadi netralisasi. Enam jam kemudian akan kehilangan lapisan sel superfisial yang bersilia dan yang tidak bersilia. Regenerasi terjadi dalam waktu 3 hari, dan dalam waktu 7 hari terjadi regenerasi yang sempurna pada sel yang mengalami kerusakan. Sel alveolar tipe II sangat peka terhadap asam hidroklorid dan mengalami kerusakan dalam waktu 4 jam setelah terjadinya aspirasi. Peningkatan lisophophosphatidyle 27 choline yang cepat dalam 4 jam setelah aspirasi asam mengakibatkan peningkatan permiabilitas alveolar dan cairan paru (lung water). Peningkatan cairan paru mengakibatkan menurunkan compliance paru,, menurunkan kemampuan perfusiventilasi paru. Pada fase kedua, ditandai dengan pelepasan sitokin sitokin inflamasi yag terangsang dengan adanya zat asam seperti TNFα dan interleukin-8. Hal ini akan merangsang ekspresi sel adhesion molecule L-selectin dan beta-2 integrins pada neutrofil, and intercellular adhesion molecules (ICAM) pada endothel paru yang selanjutnya merangsang reaksi peradangan (neutrophilic inflammatory response). Akibatnya memicu reaksi peradangan yang menyeluruh yang memungkinan terjadinya kegagalan kardiopulmoner.Aspirasi isi lambung secara bersamaan menyebabkan terjadi fokus peradangan dan reaksi tubuh terhadap benda asing dengan kerusakan jaringan secara menyeluruh akibat asam. Partikel dan asam lambung bekerja sama secara sinergis menyebabkan kebocoran kapiler alveolar. Aspirasi partikel besar dari isi lambung, akan menimbulkan gejala obstruksi jalan napas, dan dalam waktu pendek dapat terjadi kematian pasien, oleh karena itu partikel tersebut harus segera dikeluarkan, dan dilakukan oksigenasi dan ventilasi untuk menghindari hipoksia, dan segera dilakukan intubasi untuk mencegah aspirasi selanjutnya. Isi lambung tidak steril sehingga aspirasi yang terjadi dapat disertai bakteri.60-100% terdiri dari kuman anaerob.Gabungan kuman aerob dan anaerob sering dijumpai pada aspirasi pneumoni yang terjadi di rumah sakit.Pseudomonas aeroginosa, Klebsiella dan Escheresia colli merupakan kuman gram negatif yang banyak dijumpai sebagai penyebab pneumonia nosokomial.Staphylococcus aureus merupakan kuman gram positif yang patogen.Kuman gram negatif yang dijumpai pada pemakaian ventilator, 34% berasal dari aspirasi isi lambung dan sekret orofaring, dan diduga merupakan penyebab kematian pneumonia pasca bedah. 2.3.4 Penatalaksanaan Aspirasi merupakan resiko dari tindakan anesthesia dan pemberian obatobatan yang mengurangi reflek proteksi jalan napas.Aspirasi dapat menyebabkan pneumonitis, meningkatkan kejadian pneumonia dan adult respiratory distress syndrome (ARDS).Tindakan segera setelah diketahui terjadi aspirasi, pertama adalah terapi suportif dengan, pasien diposisikan head down untuk meminimalkan kontaminasi isi lambung dengan paru.Mulut dan faring segera dibersihkan dengan 28 menekan cricoid.Pembersihan jalan napas melalui endotrakheal dapat dilakukan dengan mengisap intratrakheal yang sebelumnya diberikan oksigen 100% dengan PPV.Tindakan selanjutnya adalah melakukan bronhoscopy untuk membuang partikel dari aspirat.Pemasangan oro/nasogastro ditujukan untuk mengosongkan lambung dan mengukur derajat keasaman lambung.Terapi oksigen dan bronchodilator diberikan sesuai dengan keadaan klinis dari pasien tersebut.Setelah diagnosis aspirasi ditegakkan kelanjutan dari tindakan pembedahan dapat dibicarakan dan disesuaikan dengan keadaan pasien. Setelah pembedahan berakhir dilihat keadaan klinik dalam 2 jam setelah aspirasi, apakah pasien perlu dilakukan tindakan lanjutan di ruang perawatan intensif. Pertimbangan ini perlu dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.Warner melakukan studi retrospektif pada 66 pasien yang mengalami aspirasi. Empat puluh dua pasien dari 66 orang dalam 2 jam tidak tampak adanya gejala dan pasca bedah tidak dilakukan intervensi pada pernapasan. Delapan belas pasien yang dilakukan rawat jalan 12 pasien, pulang pada hari tersebut. Delapan belas pasien dari 24 pasien yang menunjukan gejala wheezing, penurunan SpO2 lebih dari 10% dan ada gambaran radiologis dari aspirasi dalam waktu 2 jam. Pasien tersebut dilanjutkan perawatan di ICU untuk diberikan napas buatan. Tiga pasien dilakukan napas buatan lebih dari 24 jam, dan 2 orang mengalami sindroma distres napas dan meninggal. Pemberian antibiotika dilakukan bila pasien sudah dinyatakan pneumonia.Pemeriksaan mikrobiologi dari pasien aspirasi diperlukan untuk memastikan pemberian obat-obatan.Bahan aspirat membawa kuman masuk kedalam jaringan paru. Dari penelitian bahan aspirat pada kasus aspirasi berat, didapatkan kuman basili gram negatif 49%, bakteri anaerob 16% dan stafilokokus 12%. Keberadaan kuman basili gram negatif menunjukan bahwa pasien tersebut mengalami aspirasi dari bahan tractus gatrointestinal.Pemberian kortikosteroid masih kontroversi.Pertimbangan penggunaannya adalah untuk mengurangi keradangan dan stabilisasi membrane lysosom. Selain itu diduga dapat mencegah kerusakan sel paru dengan cara melindungi pneumosit alveolar tipe II dan mengurangi aglutinasi leukosit dan platelet. Hasil penelitian eksperimental oleh Downs JB et al menunjukan efektivitas pemberian kortikosteroid ada hubungannya dengan nilai pH Aspirat, jika pH aspirat berada pada 1,5-2,5 terapi corticosteroid berperan untuk membantu proses kesembuhan acid aspiration pneumonitis. Dexamethasone diberikan 0,8 mg/kg BB 29 tiap 6 jam menurunkan cairan paru (lung water) secara bermakna mulai 24jam, dan kembali kekeadaan normal setelah 72 jam. Bila pH aspirat lebih kecil dari 1,5 akan terjadi kerusakan parensim paru yang hebat dan luas, oleh karena itu terapi steroid tidak efektif. Apabila pH aspirat lebih besar dari 2,5 pemberian kortikosteroid tidak ada artinya. Penelitian Wolfe et al, memperlihatkan bahwa pasien pneumonia pasca aspirasi yang disebabkan oleh kuman gram negatif lebih banyak ditemukan pada pasien yang diberi kortikosteroid. Tabel 2. Predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi10 No 1. 2. 3. Karakteristik Mekanisme Proses patofisiologi Temuan bakteri Pneumonitis Aspirasi Pneumonia Aspirsi Aspirasi isi lambung Aspirasi dari kolonisasi yang steril materi orofaringeal cedera paru akut dari Respon inflamasi paru bahan asam lambung akut terhadap bakteri dan dan partikulat produk bakteri Awalnya steril, Coccus gram positif, berikutnya mungkin batang gram-negatif, dan disertain dengan infeksi (jarang) bakteri anaerob bakteri 4. 5. Faktor predisposisi Penekanan terhadap Disfagia dan dismotilitas utama kesadaran lambung Kelompok usia Berbagai kelompok Umumnya usia tua yang terinfeksi usia, umumnya usia muda 6. Kejadian aspirasi Dapat disaksikan Biasanya tidak tampak 7. Presentasi khas Pasien dengan riwayat pasien dengan disfagia penurunan tingkat yang menunjukkan gejala kesadaran dengan klinis pneumonia dan adanya infiltrate pada perkembangan gejala paru dan tergantung segmen berkembangnya gejala bronkopulmonal yang pernapasan terkena 30 8. Gejala klinis Tidak ada gejala atau Takipnea, batuk, dan gejala mulai dari batuk tanda-tanda pneumonia produktif sampai tachypnea, spasme bronkus, dahak berdarah atau berbusa, dan gangguan pernapasan terjadi 2 sampai 5 jam setelah aspirasi 31 BAB III LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : IKS Tempat/Tanggal Lahir : Denpasar / 31 Desember 1951 II. Usia : 54 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Jalan A. Yani Gang Jatayu No.20 Denpasar Status perkawinan : Menikah Pekerjaan : Swasta Pendidikan : SMP Suku : Bali Agama : Hindu Tanggal MRS : 21 September 2016 No.RM : 00829851 ANAMNESIS Keluhan Utama: Demam Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke IGD RSUP Sanglah diantar oleh keluarganya pada tanggal 21 September 2016 pukul 18.30 WITA dengan keluhan utama demam. Demam dikatakan muncul sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.Demam dikatakan muncul mendadak, hilang timbul dan awalnya berespon dengan obat penurun panas.Namun sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan demam dikatakan semakin berat dan tidak berespon dengan pemberian obat penurun panas.Dikatakan tidak ada faktor yang memperberat maupun memperingan keluhan demam tersebut.Keluhan penyerta seperti kejang, penurunan kesadaran, riwayat infeksi pada gigi dan telinga disangkal. Pasien juga dikeluhkan mengalami batuk yang dirasakan sejak kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.Batuk dikatakan berisi dahak 32 berwarna putih kekuningan dan kental.Batuk awalnya dikatakan ringan kemudian semakin lama semakin memberat hingga pasien kesulitan untuk mengeluarkan dahaknya.Keluhan batuk ini disertai dengan keluhan nafas yang berbunyi grok-grok.Selain itu, pasien juga mengeluh sesak yang dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.Sesak dikatakan muncul secara mendadak dan semakin lama semakin memberat. Keluhan lain seperti batuk berisi dahak dan keringat malam disangkal. Pasien juga dikatakan sempat mengalami muntah 3 hari sebelum masuk rumah sakit.Muntah dikatakan sebanyak 4 kali, sebanyak kurang lebih ½ gelas aiar mineral yang berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi pasien sebelumnya dan tidak ada darah.Sebelumnya pasien dikatakan memang sering mengalami muntah dan tersedak terutama saat makan sejak pasien mengalami stroke. Makan dan minum pasien dikatakan baik, BAB dan BAK dengan pampers normal seperti biasa dan tidak ada darah. Riwayat Penyakit Dahulu: Keluhan demam sebelumnya seperti saat ini disangkal.Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak lama yaitu lebih dari 10 tahun.Selain itu, pasien juga memiliki riwayat stroke lebih dari 4 kali dimana stroke terakhir terjadi pada Bulan Januari 2016.Stroke dikatakan jenis penyumbatan dan kelemahan yang terjadi dikatakan pernah di sisi kanan maupun sisi kiri tubuh pasien.Pasien juga dikatakan memiliki gangguan ginjal oleh keluarganya namun tidak diketahui berapa kadar creatinin sebelumnya. Riwayat penyakit jantung, paru dan diabetes mellitus disangkal. Riwayat Pengobatan: Terkait keluhan demam yang dikeluhkan pasien, pasien sempat mengkonsumsi obat penurun panas berupa paracetamol, namun demam dikatakan belum membaik. Pasien juga sempat mengkonsumsi obat batuk yang diperoleh dari dokter pribadinya namun pasien lupa nama obat tersebut dan batuk tidak menghilang. Sebelumnya pasien mengkonsumsi Irbesartan 150mg untuk mengontrol tekanan darahnya.Namun dikatakan pasien tidah rutin 33 mengkonsumsi obat.Terkait gangguan ginjal, pasien dikatakan belum pernah mendapatkan terapi sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga: Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat hipertensi, stroke, diabetes mellitus, penyakit jantung, paru maupun ginjal di keluarga disangkal. Riwayat Sosial: Pasien adalah seorang wiraswasta namun saat ini sudah tidak bekerja.Semenjak mengalami stroke pasien hanya tidur berbaring di rumah dengan aktivitas sehari-hari yang bergantung kepada keluarganya.Pasien menyangkal adanya kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol. III. PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan fisik saat masuk rumah sakit (21 September 2016) Status Present : Kesadaran : compos mentis Tekanan Darah : 180/110 mmHg Nadi : 112 kali/menit Suhu Axilla : 38,7o C Respirasi : 36 kali/menit, spontan Berat badan : 70 kg Tinggi badan : 165 cm BMI : 25,7 kg/m2 Status General: Mata : anemis +/+, ikterus -/-, pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm, edema palpebra -/- THT : dalam batas normal Leher : JVP ± 0 cmH2O, pembesaran KGB (-) Thorax : simetris 34 Cor : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-) Pulmo : vesikular +/+, rhonki +/+, wheezing -/Abdomen : distensi (-), Bising usus (+) normal Ekstremitas : akral hangat, edema -/- Status Neurologi: GCS : E4V5M6 Rangsang meningeal : -/- Reflek pupil : +/+ Paresis CN : paresis nervus VII sinistra supranuklear Tenaga : 333333 333 333 Reflek fisiologis : +++ + +++ + Reflek patologis : Refleks Babinski dextra et sinistra 2. Pemeriksaan fisik saat pemeriksaan (14 November 2016) Status Present : GCS : E2VxM4 Tekanan Darah : 142/85 mmHg Nadi : 94 kali/menit Suhu Axilla : 36,8o C Respirasi : 27 kali/menit on ventilator (SIMV, PEEP 5, FO2 40%) Berat badan : 70 kg Tinggi badan : 165 cm BMI : 25,7 kg/m2 Status General: Mata : anemis +/+, ikterus -/-, pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm, edema palpebra -/- THT : dalam batas normal Leher : JVP ± 0 cmH2O, pembesaran KGB (-) Thorax : simetris 35 Cor : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-) Pulmo : vesikular +/+, rhonki +/+, wheezing -/- Abdomen : distensi (-), Bising usus (+) normal Ekstremitas : akral hangat, edema -/- Status Neurologi: GCS : E2VxM4 Rangsang meningeal : -/- Reflek pupil : +/+ Paresis CN : tidak dapat dievaluasi Tenaga : tidak dapat dievaluasi Reflek fisiologis : +++ + +++ + Reflek patologis : Refleks Babinski dextra et sinistra IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : Darah lengkap 21/09/2016: WBC 14,31 x 103/µL (4,1-11); HGB 11,97 (13,5-17,5) g/dL ; HCT 37,34 % (41-53) ; MCV 91,92 fL (80-100) ; MCH 29,47 pg (26-34) ; MCHC 32,06 g/dL (31-36) ; PLT 301,9 x103/µL (150-440) Faal Hemostasis (21/09/2016) : PPT 14,2 detik (10,8-14,4) ; aPTT 29,70 detik (24-36) ; INR 1,17 (0,9-1,1) Kimia darah (21/09/2016) : SGOT 18,8 U/L (11-33) ; SGPT 10,60 U/L (11-50) ; Albumin 3,81 g/dL (3,40-4,80) ; BUN 79,0 mg/dL (8-23) ; SC 9,22 mg/dL (0,7-1,2) ; Asam Urat 9,10 mg/dL (2-7) ; Glukosa Darah Sewaktu 136 mg/dL (70-140) ; HbA1C 4,3% (4,8-5,9) AGD (21/09/2016) : pH 7,33 (7,35-7,45) ; pCO2 29,5 mmHg (35-45) ; pO274,20 mmHg (80100) ; BE -10,6 mmol/L (-2-2) ; HCO3-15,3 mmol/L (22-26) ; SO2c 36 94,3%(95-100) ; 134 mmol/L (136-145) ; K 3,09 mmol/L (3,5-5,1) ; Cl 94 mmol/L (96-108) Procalcitonin (22/09/2016) :2,04 ng/mL (Resiko tinggi) Imunoserologi (22/09/2016) : HBsAg non reaktif, Anti HCV non reaktif Urine Lengkap (22/09/2016) : pH 6,00 (4,5-8) ; leukosit positif (++) ; protein positif (++) ; glukosa normal ; keton negative ; darah positif (+++) ; urobilinogen negatif ; bilirubin negatif ; leukosit 22,40/µL (≤5,8) ; leukosit sedimen 4,00/HPF (≤2) ; eritrosit 521,80/µL (≤6,4) ; eritrosit sedimen 93,90/HPF (≤2) ; sel epitel 5,80/µL (≤3,5) ; sel epitel sedimen 1,00/HPF (≤1) ; silinder 0,91/µL (≤0,47) ; silinder sedimen 2,64/LPF (≤2) ; bakteri 19,60/µL (≤23) 2. Thorax AP Gambar 12. Foto Toraks AP (21/09/2016) Hasil Bacaan: Cor kesan membesar ke kiri Tampak kalsifikasi di aorta knob Pulmo tampak infiltrate di paracardial kanan Sinus pleura kanan dan kiri tajam Diafragma kanan kiri kesan normal Tulang-tulang tak tampak kelainan 37 Kesan: Cardiomegali (ASHD) Pneumonia V. DIAGNOSIS - Pneumonia Aspirasi - Sepsis - Retensi Sputum - Acute on Chronic Kidney Disease et causa Pyelonefritis Kronis - Hipertensi stage II - Hiperurisemia - Completed Stroke VI. TATALAKSANA Paracetamol 1000mg @ 8 jam intravena Cefoperazone 1 gram @ 12 jam intravena Levofloxacine 750 mg @ 24 jam intravena Metronidazole 500 mg @ 8 jam intravena N. Acetyl Cystein 200 mg @ 8 jam intraoral Asam folat 2 mg @ 12 jam intraoral Irbesartan 150 mg @ 24 jam intraoral Amlodipin 10 mg @ 24 jam intraoral Allopurinol 100 mg @ 24 jam intraoral Asetosal 100 mg @ 24 jam intraoral 38 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Epidemiologi Teori: Pada beberapa studi, 5-15% kasus pneumonia merupakan pneumonia aspirasi.Pneumonia aspirasi terjadi paling sering pada pasien dengan faktor predisposisi yang sudah ada seperti stroke, kejang dan disfagia karena beberapa kasus. Pneumonia aspirasi adalah penyebab kematian paling umum pada pasien dengan disfagia karena suatu kondisi akibat gangguan neurologis, yang mempengaruhi sekitar 300.000 sampai 600.000 orang setiap tahun di Amerika Serikat. Sedangkan aspirasi pneumonitis terjadi pada sekitar 10% pasien yang dirawat di rumah sakit setelah overdosis obat.Pneumonia aspirasi lebih sering dijumpai pada pria daripada perempuan, terutama usia anak atau lanjut.Pasien yang mengalami pneumonia aspirasi di fasilitas kesehatan lebih banyak dibandingkan pneumonia komunitas yaitu sekitar tiga kali lebih banyak, sehingga angka mortalitasnya pun berbeda yaitu sekitar 28,4% untuk pneumonia aspirasi di fasilitas kesehatan dan sekitar 19,4% untuk pneumonia aspirasi komunitas. Kasus: Pada kasus ini pasien merupakan seorang laki-laki berusia 54 tahun dimana berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, pasien didiagnosis dengan pneumonia aspirasi.Berdasarkan epidemiologi, jenis kelamin laki-laki lebih sering menderita pneumonia aspirasi.Pneumonia aspirasi lebih sering dijumpai pada pria dibandingkan dengan wanita terutama pada usia anak atau lansia karena sistem pernapasan dibawa oleh kromosom X, dan pada laki-laki hanya memiliki jumlah kromosom X hanya satu, berbeda dengan wanita yang memiliki jumlah kromosom X yang lebih, sehingga pada wanita lebih bagus fungsi paru-parunya daripada pria. Terjadinya pneumonia aspirasi paling umum terjadi pada pasien yang memiliki gangguan neurologis yang mempengaruhi kesadaran ataupun terjadinya disfagia.Pada pasien dalam kasus ini diketahui memiliki riwayat stroke sehingga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya aspirasi pada pasien ini, dimana pada stroke dapat dijumpai adanya disfagia. 39 4.2 Diagnosis 4.2.1 Anamnesis Teori: Manifestasi klinis pneumonia aspirasi ini bervariasi dari yang ringan hingga berat dengan syok sepsis atau hingga gagal nafas, semua itu tergantung dengan faktor penjamu, beratnya aspirasi dan kuman yang menjadi penyebabnya.Gejala klinis dapat berupa bronkopneumonia, pneumonia lobar, pneumonia nekrotikans,atau abses paru dan dapat diikuti terjadinya empiema.Adapun gambaran klinis dari pneumonia aspirasi ini didukung dengan adanya sputum berwarna kemerahan atau bisa juga kehijauan, dan sputum tersebut berbau.Gejala klinis yang bisa ditemui juga dapat berupa gangguan menelan dan gejala yang ada pada pneumonia yaitu demam, batuk, sesak, kesulitan saat inspirasi atau inspirasi memanjang, dan ada nafas cuping hidung.Gangguan menelan pada pasien pneumonia aspirasi ini diketahui bila pasien mengeluarkan cairan atau makanan melalui hidung, lalu adanya sisa makanan di mulut setelah menelan.Pasien juga biasanya mengeluhkan nyeri saat menelan, seperti ada yang menyngkut di tenggorokan, terkadang sampai batuk hingga tersedak saat makan atau minum, serta terdengar adanya bunyi yang terdengar setelah makan.Pasien juga dapat mendadak batuk dan sesak napassesudah makan atau minum.Awitan umumnya insidious, walaupun pada infeksi anaerob bisamemberikan gambaran akut seperti pneumonia pneumokokus berupa sesak napas pada saatistirahat, sianosis.Umumnya pasien datang 1-2 minggu sesudah aspirasi, dengan keluhan demammengigil, nyeri pleuritik, batuk, dan dahak purulen berbau (pada 50% kasus). Kemudian bisaditemukan nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat badan, bersuara saat napas (mengi),takikardi, merasa pusing atau kebingungan, merasa marah atau cemas.1,2,5 Kasus: Gejala awal yang tampak pada pasien ini berupa demam.Demam dikatakan muncul sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.Demam dikatakan muncul mendadak, hilang timbul dan awalnya berespon dengan obat penurun panas.Namun sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan demam dikatakan semakin berat dan tidak berespon dengan pemberian obat penurun panas.Dikatakan tidak ada faktor 40 yang memperberat maupun memperingan keluhan demam tersebut.Keluhan penyerta seperti kejang, penurunan kesadaran, riwayat infeksi pada gigi dan telinga disangkal. Pasien juga dikeluhkan mengalami batuk yang dirasakan sejak kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.Batuk dikatakan berisi dahak berwarna putih kekuningan dan kental.Batuk awalnya dikatakan ringan kemudian semakin lama semakin memberat hingga pasien kesulitan untuk mengeluarkan dahaknya.Keluhan batuk ini disertai dengan keluhan nafas yang berbunyi grok-grok.Selain itu, pasien juga mengeluh sesak yang dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.Sesak dikatakan muncul secara mendadak dan semakin lama semakin memberat. Keluhan lain seperti batuk berisi dahak dan keringat malam disangkal. Pasien juga dikatakan sempat mengalami muntah 3 hari sebelum masuk rumah sakit.Muntah dikatakan sebanyak 4 kali, sebanyak kurang lebih ½ gelas aiar mineral yang berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi pasien sebelumnya dan tidak ada darah.Sebelumnya pasien dikatakan memang sering mengalami muntah terutama saat makan sejak pasien mengalami stroke. Pada kasus ini, manifestasi klinis yang ditemukan sebagai keluhan utama adalah demam. Seperti yang telah diketahui demam merupakan respon imun alamiah terhadap bakteri ekstraselular dimana melalui mekanisme pertahanan tubuh tersebut akan dihasilkan sitokin pro inflamasi sehingga menyebabkan terjadinya demam. Aspirasi didefinisikan sebagai inhalasi bahan asing ke dalam saluran udara.Isi dari aspirasi adalah bervariasi dan dapat terdiri dari hasil sekresi, darah, bakteri, cairan dan partikel makanan.Selain itu, gejala sistem pernapasan yang dijumpai pada pasien ini berupa adanya keluhan batuk dan sesak.Kedua gejala tersebut umum terjadi pada gangguan sistem respirasi dan merupakan gejala yang umumnya ditemukan pada pasien dengan pneumonia aspirasi.Terkait dengan faktor resiko, pada pasien dengan riwayat stroke dan sering mengalami muntah dan tersedak.Muntah dan tersedak pada pasien kemungkinan disebabkan oleh disfagia yang dapat terjadi pada pasien stroke.Akibat stroke, sel neuron mengalami nekrosis dan kematian sel sehingga menyebabkan terjadinya gangguan fungsi.Gangguan fungsi yang terjadi tergantung pada luas dan lokasi lesi.Pada pasien dengan stroke gangguan yang paling sering terjadi adalah fase faringeal dan fase esophagus.Fase faringeal meliputi disfungsi palatum mole dan faring superior, kelemahan muskulus kontriktor faring, gangguan 41 relaksasi muskulus krikofaring.Sedangkan fase esophagus meliputi kelemahan dinding esophagus, kelemahan peristaltik esophagus. 4.2.2 Pemeriksaan Fisik Teori: Diagnosis pneumonia aspirasi harus dilihat dari gejala pasien dan temuan daripemeriksaan fisik. Orang dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis. Pemeriksaan fisik olehtenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh, peningkatan laju pernapasan(tachypnea), penurunan tekanan darah (hipotensi), denyut jantung yang cepat (takikardi) danrendahnya saturasi oksigen, yang merupakan jumlah oksigen di dalam darah yang indikasikanoleh oksimetri atau analisis gas darah. Orang dengan kesulitan bernapas, yang bingung, ataumemiliki sianosis memerlukan perhatian segera.2,5 Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru.Pada pemeriksaan terlihat bagianyang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat disisi yang sakit. Pada perkusiditemukan redup, pernapasan bronkial, ronki basah halus, egofoni, bronkofoni, “whisperedpectoriloquy”. Kadang-kadang terdengar bising gesek pleura (pleural friction rub). Distensiabdomen terutama pada konsolidasi pada lobus bawah paru, yang perlu dibedakan dengankolesistitis dan peritonitis akut akibat perforasi.2 Kasus: Pada pemerikasaan vital sign didapatkan laju respirasi pasien 36 kali/menit yang mennjukkan adanya peningkatan laju pernapasan(tachypnea), dan menunjang keluhan sesak yang dirasakan pasien. Selain itu, didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh yaitu temperature aksila saat datang yaitu 38,7oC.Peningkatan suhu tuguh dapat terjadi pada pasien dengan pneumonia karea berhubungan dengan infeksi yang dialami.Denyut jantung juga meningkat diakibatkan oleh kompensasi terhadap adanya peningkatan suhu.Selain itu ditemukan peningkatan tekanan darah saat pasien masuk rumah sakit yaitu 180/110 mmHg. Hal ini sesuai dengan riwayat hipertensi yang tidak terkontrol yang diderita oleh pasien.Pada pemeriksaan status general juga di dapatkan rhonki berupa rhonki basah pada kedua lapang paru yang menunjukkan adanya cairan dalam paru untuk menunjang diagnosis pneumonia.Pada pasien dengan riwayat stroke ditemukan kelainan pada pemeriksaan status neurologis saat 42 awal masuk rumah sakit didapatkan adanya paresis nervus VII sinistra supranuklear, penurunan tenaga dengan grade 3 dan ditemukan adanya reflex babinski dekstra dan sinistra sesuai dengan gambaran neurologis pada pasien stroke. 4.2.3 Pemeriksaan penunjang Teori: Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat (lebih dari10.000/mm3, kadang- kadang mencapai 30.000/mm3), yang mengindikasikan adanyainfeksi atau inflamasi.Tapi pada 20% penderita tidak terdapat leukositosis. Hitung jenisleukosit “shift to the left”. LED selalu naik. Billirubin direct atau indirect dapatmeningkat, oleh karena pemecahan dari sel darah merah yang terkumpul dalam alveolidan disfungsi dari hepar oleh karena hipoksia. Untuk menentukan diagnosa etiologidiperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Analisis gas darah menunjukanhipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.3 Pemeriksaan radiologi pilihan untuk pneumonia aspirasi adalah foto toraks.13 Gambaran radiologi pneumonia aspirasi bervariasi tergantung pada beratnya penyakit dan lokasinya.Lobus bawah dan lobus tengah kanan paling sering terkena, Tetapi lobus bawah kiri juga sering.Ditemukan area-area ireguler yang tidak berbatas tegas yang mengalami peningkatan densitas. Kasus: Pada pasien dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium untuk mencari kausa penyakit dan di dapatkan adanya leukositosis yang menunjukkan adanya infeksi dimana umumnya leukositosis ditemukan pada pasien dengan pneumonia aspirasi. Procalcitonin sebagai salah satu marker infeksi juga diperiksa pada pasien ini dan ditemukan >2 yang menunjukkan resiko tinggi. Pada pemeriksaan analisis gas darah saat masuk rumasakit didapatkan gambaran asidosis yang disertai dengan hipoksemia dan hipokarbia. Pada pemeriksaan kimia darah diperoleh adanya peningkatan serum kreatinin. Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan adanya infiltrate di paracardial kanan yang menunjang adanya pneumonia. Selain itu pada pasien juga di dapatkan adanya kardiomegali dimana pasien sudah mengalami hipertensi dalam jangka waktu lama. 43 4.4 Tatalaksana Teori: Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagi dan atau gangguan reflex menelan perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan teraspirasi, trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Lakukan maneuver Heimlich untuk mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila bahan yang teraspirasi tidak dapat dikeluarkan segera lakukan trakeotomi (krikotirotomi). Pengeluaran bahan yang tersangkut, biasanya dilakukan dengan bronkoskopi.Berikan oksigen nasal atau masker bila ada tanda gagal napas berikan bantuan ventilasi mekanik. Lakukan postural drainage untuk membantu pengeluaran mukus dari paru-paru 1,2,5 Pneumonia aspirasi (PA) dengan tipe yang didapat di masyarakat diberikan penisilin atau sefalosporin generasi ke 3, ataupun klindamisin 600 mg iv/ 8 jam bila penisilin tidak mempan atau alergi terhadap penisilin. Bila PA didapatkan di rumah sakit diberikan antibiotika spectrum luas terhadap kuman aerob dan anaerob, misalnya aminoglikosida dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke 3 atau 4, atau klindamisin.Perlu dipertimbangkan pola dan resistensi kuman di rumah sakit bersangkutan. Dilakukan evaluasi hasil terapi dan resolusi terhadap terapi berdasarkan gambaran klinis bakteriologis untuk memutuskan penggantian atau penyesuaian antibiotik (AB).1 Tidak ada patokan pasti lamanya terapi.Antibiotik perlu diteruskan hingga kondisi pasien baik, gambaran radiologis bersih atau stabil selama 2 minggu.Biasanya diperlukan terapi 3-6 minggu. Kasus: Pada awalnya pasien ini belum dilakukan pemeriksaan kultur sputum sehingga belum diketahui secara spesifik bakteri yang menginfeksi sehingga belum dapat ditentukan antibiotic spesifik untuk mengeradikasi bakteri tersebut. Pada pasien diberikan terapi antibiotik berupa Cefoperazone 1 gram @ 12 jam intravena yang merupakan antibiotic golongan sefalosporin generasi ke 3, Levofloxacine 750 mg @ 24 jam intravena sebagai antibiotic broad spectrum golongan fluorokuinolon, sedangkan Metronidazole 500 mg @ 8 jam intravena sebagai terapi antibiotic untuk bakteri anaerob dimana pada pneumonia aspirasi sering terjadi aspirasi bakteri 44 anaerob ke paru. Paracetamol 1000mg @ 8 jam intravena sebagai terapi simtomatik untuk menterapi demam pada pasien. N. Acetyl Cystein 200 mg @ 8 jam intraoral sebagai agen mukolitik untuk mengencerkan dahak pada pasien. Terkait dengan penyakit dasar yang dialami pasien, hipertensi pada pasien diterapi dengan kombinasi amlodipine yang merupakan golongan calcium channel blocker dan irbesartan yang merupakan golongan angiotensin II receptor antagonist. Pasien juga diberikan terapi allopurinol untuk menterapi hiperurisemia yang diketahui dari pemeriksaan kimia darah. Terkait dengan riwayat stroke yang dialami pasien, pasien juga diterapi dengan asetosal 100 mg @ 24 jam intraoral. 45 BAB V PENUTUP Pneumonia aspirasi didefinisikan sebagai inhalasi isi orofaring atau lambung ke dalam larynx dan saluran pernafasan bawah.Beberapa sindrom pernafasan mungkin terjadi setelah aspirasi, tergantung pada jumlah dan jenis material aspirasi, frekuensi aspirasi dan respon host terhadap material aspirasi. Telah diuraikan kasus laki-laki, 54 tahun dimana berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mengarah kepada diagnosis pneumonia aspirasi.Pada kasus juga disebutkan bahwa pasien merupaka penderita stroke yang merupakan salah satu faktor resiko terjadinya aspirasi. Hubungan pneumonia dengan stroke ada pada pneumonia aspirasi, terjadi pada pasien dengan debilitas berat atau mereka yang menghirup isi lambung selagi tidak sadar (misalnya pada stroke) atau muntah berulang.Pada pasien ini, gangguan refleks tersendak dan menelan yang mempermudah aspirasi.Pneumonia yang terjadi sebagian bersifat kimiawi, karena efek asam lambung yang iritatif, dan sebagian bakteri.Bakteri aerob lebih dominan daripada bakteri anaerob.Sehingga pada pasien ini juga telah diberikan terapi berupa antibiotik berupa cefoperazone, levofloxacin dan metronidazole sebagai agen untuk mengeradikasi bakteri tersebut. 46 DAFTAR PUSTAKA 1. Marik. E.P, 2001. Aspiration Pneumonitis and Aspiration Pneumonia. N Engl J Med, Vol 334, No. 9. Texas tech University Health Science Center: Massacussetts 2. O, 8 Maret 2012) connor, S. 2003. Aspiration pneumonia and pneumonitis. Australian Prescriber 3. Bartlett, JG, Sexton, DJ, Thorner, AR. 2009. Aspiration Pneumonia In Adult. UpToDate For Patients 4. Stead L. G, Stead S. M, Kaufman M. S. Aspiration Pneumonia in First Aid for the Emergency Medicine Clerkship. Singapore: The McGraw-Hill Companies; 2002. p. 116 5. Karlinsky JB, King TE, Crapo JD, Glassroth J. Aspiration Pneumonia in Anaerobic and other Infection Syndromes. In: Baum’s textbook of pulmonary diseases.7th Ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2004.p. 405-8. 6. Mettler AF. Chest dalam Essentials of Radiology. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. p 94 7. Eisenberg, Ronald L. Aspiration Pneumonia. In: Comprehensive Radiographic Pathology. United States of America: Mosby Elsevier; 2007. p 48 8. Gurney WJ, Muram, Winer HT. Aspiration Pneumonia. In: Pocket Radiologist Chest Top 100 Diagnoses. China: Amirsys; 2003. p. 6-8 9. Hannawi Y, Vankatasubba R, Suarez J, Bershad E. Stroke-Associated Pneumonia : Mayor Advances and Obstacle. Cerebrovascular Disease 2013;35; p.430-43 10. Marik, PE. Aspiration Pneumonitis and Aspiration Pneumonia. The New England Journal of Medicine. 2001:344(9); p. 665-71 47