fakultas hukum universitas singaperbangsa karawang 2012 / 2013

advertisement
TUGAS P.I.H
HUKUM SEBAGAI ATURAN PERUNDANG- UNDANGAN
Disusunoleh :
Denu Ksatria Perdana
( 1241173300087 )
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA
KARAWANG 2012 / 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Mengingat akan pentingnya arti sebuah konstitusi yang merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk dalam
mengatur hubungan antar Negara dan warga Negara. Konstitusi juga dapat dipahami sebagai bagian dari social
contrct (kontrak social) yang memuat aturan main dalam berbangsa dan bernegara.serta satu-satunya peraturan
yang di buat untuk memberikan batasan-batasan tertentu terhadaap jalananya pemerinetahan.sehingga dengan hal
itu merupkan hal yang pentinglah kiranya bagi kita untuk mempeljari dan memahami semua hal yang berhubungan
dengan konstitusi dan perundang-undangan.oleh kerena itu kami akan mencoba memeberikan sedikit gambaran
tentang konstitusi ini secara umum dan bagaimana peranannya dalam sebuah Negara.
1.2RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini kami memberikan suatu gambaran yang jelas tentang konstitusi dalam suatu negara yang
dijalankan melalui perundang-undangan dibawahnya,bagaimana keberadaan konstitusi ini dalam sebuah
negara,yangmana dalam prakteknya di indonesia konstitusi/UUD '45 ini pernah mangalami amandemen,tentang
demokrasi di negara hukum dan upaya menumbuhkan kesadaran berkonstitusi.
1.3TUJUAN
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca sekalian mengetahui tentang apa yang
dimaksud dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya yang setiap negara memilikinya termasuk
juga negara kita indonesia.yang mana dengan memiliki pemahaman tentang konstitusi dan perundang-undangan ini
kita sebagi generasi penerus bangsa akan mempunyai arah dan pedoman yang jelas dalam melanjutkan
pembangunan ini di masa yang akan datang yang pada prinsipnya semua agenda penting kenegaraan, serta prinsip
– prinsip dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, telah tercoverdalam konstitusi dan
dilaksanakandalam bentuk perundang-undangan.untuk itu kami rasa perlu dalam makalah ini mengajak rekan-rekan
sekalian untuk mempelari semua hal yang berhubungan dengan konstitusi ini dan menumbuhkan kesadaran
berkonstitusi kita sebagai warga Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang dan mengikat secara umum.
Jenis dan hierarki
Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.berikut adalah hieraki peraturan perundang-undangan di indonesia menurut
Undang-Undang No 10/2004 tentang pembentukan peraturan perundang –undangan :
1.UUD 1945
Merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan.UUD1945 ditempatkan dalam lembaran negara
republik indonesia.
2. Undang-Undang (UU)
Peratuaran perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama presiden.
Materi muatan UU :
mengatur lebih lanjut ketentuan UUD '45 yang meliputi: HAM, hak dan kewajiban warga negara,pelaksanaan dan
penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara,wilayah dan pembagian
daerah,kewarganegaraan dan kependudukan,serta keuangan negara.
3.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang(Perpu)
Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. materi
muatannya sama dengan undang-undang.
4.Peratuaran Pemerintah(PP)
PP adalah perturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden untuk menjalankan UU sebagaimana
mestinya.Materi muatan PP adalah materi untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya.
5. Peraturan Presiden(perpres)
Merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh presiden.materi muatannya adalah materi yang
diperintahkan oleh undang-undang atau materi untuk melaksanakan PP.
6. Perturan Daerah(Perda)
Merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala
daerah(gubernur,bupati/walikota).
Materi muatannya adalah seluruh muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan,dan penampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
Termasuk pula Qanun yang berlaku di NAD,serta perdasus dan perdasi yang berlaku di provinsi papua dan papua
barat.
Dari peraturan perundang-undangan tersebut,aturan yang mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam
undang-undang dan peraturan daerah
2.2 KEDUDUKAN KONSTITUSI
Dalam pengertian yang sederhana, konstitusi adalah suatu dokumen yang berisi aturan-aturan untuk menjalankan
suatu organisasi. Organisasi dimaksud beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya, mulai dari organisasi
mahasiswa, perkumpulan masyarakat di daerah tertentu, serikat buruh, organisasi-organisasi kemasyarakatan,
organisasi politik, organisasi bisnis, perkumpulan sosial sampai ke organisasi tingkat dunia seperti misalnya Perkumpulan ASEAN, European Communities (EC), World Trade Organization (WTO), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
dan sebagainya semuanya membutuhkan dokumen dasar yang disebut konstitusi.
Demikian pula negara, pada umumnya selalu memiliki naskah yang disebut sebagai konstitusi atau Undang-Undang
Dasar. Bahkan negara yang tidak memiliki satu naskah konstitusi seperti Inggris, tetap memiliki aturan-aturan yang
tumbuh menjadi konstitusi dalam pengalaman praktek ketatanegaraan dan para ahli tetap dapat menyebut adanya
konstitusi dalam konteks hukum tata negara Inggris, sebagaimana dikemukakan oleh Phillips Hood and Jackson
sebagai berikut” “a body of laws, customs and conventions that define the composition and powers of the organs of
the State and that regulate the relations of the various State organs to one another and to the private citizen.”
Dengan demikian, ke dalam konsep konstitusi itu tercakup juga pengertian peraturan tertulis dan tidak tertulis.
Peraturan tidak tertulis berupa kebiasaan dan konvensi-konvensi kenegaraan (ketatanegaraan) yang menentukan
susunan dan kedudukan organ-organ negara, mengatur hubungan antar organ-organ negara itu, dan mengatur
hubungan organ-organ negara tersebut dengan warga negara.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip
kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber
legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan
berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent poweryang merupakan
kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Karena itu, di lingkungan negaranegara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi.
Hal itu dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat, misalnya melalui referendum, seperti yang dilakukan di Irlandia
pada tahun 1937, atau dengan cara tidak langsung melalui lembaga perwakilan rakyat. Dalam hubungannya dengan
kewenangan mengubah UUD,secara tidak langsung ini misalnya dilakukan di Amerika Serikat dengan menambahkan naskah perubahan Undang-Undang Dasar secara terpisah dari naskah aslinya. Meskipun, dalam pembukaan
Konstitusi Amerika Serikat (preambule ) terdapat perkataan “We the people”, tetapi yang diterapkan sesungguhnya
adalah sistem perwakilan, yang pertama kali diadopsi dalam konvensi khusus (special convention ) dan kemudian
disetujui oleh wakil-wakil rakyat terpilih dalam forum perwakilan negara yang didirikan bersama.
Dalam hubungan dengan pengertian constituent power tersebut di atas, muncul pula pengertian constituent act .
Dalam hubungan ini, konstitusi dianggap sebagai constituent act , bukan produk peraturan legislatif yang biasa
(ordinary legislative act ). Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului organ pemerintahan
yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Seperti dikatakan oleh Bryce, konstitusi tertulis merupakan :
“The instrument in which a constitution is embodied proceeds from a source different from that whence spring other
laws, is regulated in a different way, and exerts a sovereign force. It is enacted not by the ordinary legislative
authority but by some higher and specially empowered body. When any of its provisions conflict with the provisions of
the ordinary law, it prevails and the ordinary law must give way”.
Karena itu, dikembangkannya pengertian constituent power berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum
(hierarchy of law ). Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental
sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum
atau peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka
agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat berlaku dan
diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut. Atas dasar
logika demikian itulah maka Mahkamah Agung Amerika Serikat menganggap dirinya memiliki kewenangan untuk
menafsirkan dan menguji materi peraturan produk legislatif ( judicial review ) terhadap materi konstitusi, meskipun
Konstitusi Amerika tidak secara eksplisit memberikan kewenangan demikian kepada Mahkamah Agung .
Basis pokok berlakunya konstitusi adalah adanya kesepakatan umum atau persetujuan (consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh
warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui
pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut negara. Kata kuncinya adalah konsensus ataugeneral
agreement . Jika kesepakatan umum itu runtuh, maka runtuh pula legitimasi kekuasaan negara yang bersangkutan,
dan pada gilirannya perang saudara ( civil war ) atau revolusi dapat terjadi. Hal ini misalnya, tercermin dalam tiga
peristiwa besar dalam sejarah umat manusia, yaitu revolusi penting yang terjadi di Perancis tahun 1789, di Amerika
pada tahun 1776, dan di Rusia pada tahun 1917, ataupun di Indonesia pada tahun 1945, 1965 dan 1998.
• PERUBAHAN UUD 1945
Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa reformasi adalah reformasi konstitusional
( constitutional reform ) . Reformasi konstitusi dipandang merupakan kebutuhan dan agenda yang harus dilakukan
karena UUD 1945 sebelum perubahan dinilai tidak cukup untuk mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan
negara sesuai harapan rakyat, terbentuknya good governance , serta mendukung penegakan demokrasi dan hak
asasi manusia.
Perubahan UUD 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda Sidang MPR dari 1999 hingga
2002 . Perubahan p ertama dilakukan dalam Sidang Umum MPR Tahun 1999 . A rah p erubahan p ertama UUD
1945 adalah membatasi kekuasaan Presiden dan memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai
lembaga legislatif.
Perubahan k edua dilakukan dalam sidang Tahunan MPR Tahun 2000 . Perubahan kedua menghasilkan rumusan
perubahan pasal-pasal yang meliputi masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan daerah,
menyempumakan perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR, dan ketentuan-ketentuan terperinci
tentang HAM.
Perubahan k etiga ditetapkan pada Sidang Tahunan MPR 2001 . Perubahan tahap ini mengubah dan atau
menambah ketentuan-ketentuan pasal tentang a sas-asas landasan bemegara, kelembagaan negara dan hubungan
antarlembaga negara, serta ketentuan-ketentuan tentang Pemilihan Umum. Sedangkan p erubahan k eempat
dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2002. Perubahan Keempat tersebut meliputi ketentuan tentang
kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA),
pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan aturan peralihan serta aturan tambahan.
Empat tahap perubahan UUD 1945 tersebut meliputi hampir keseluruhan materi UUD 1945. Naskah asli UUD 1945
berisi 71 butir ketentuan, sedangkan perubahan yang dilakukan menghasilkan 199 butir ketentuan. Saat ini, dari 199
butir ketentuan yang ada dalam UUD 1945, hanya 25 (12%) butir ketentuan yang tidak mengalami perubahan.
Selebihnya, sebanyak 174 (88%) butir ketentuan merupakan materi yang baru atau telah mengalami perubahan.
Dari sisi kualitatif, perubahan UUD 1945 bersifat sangat mendasar karena mengubah prinsip kedaulatan rakyat yang
semula dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR menjadi dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal itu
menyebabkan semua lembaga negara dalam UUD 1945 berkedudukan sederajat dan melaksanakan kedaulatan
rakyat dalam lingkup wewenangnya masing-masing. Perubahan lain adalah dari kekuasaan Presiden yang sangat
besar (concentration of power and responsibility upon the President) menjadi prinsip saling mengawasi dan
mengimbangi (checks and balances) . Prinsip-prinsip tersebut menegaskan cita negara yang hendak dibangun, yaitu
negara hukum yang demokratis.
Setelah berhasil melakukan perubahan konstitusional, tahapan selanjutnya yang harus dilakukan adalah
pelaksanaan UUD 1945 yang telah diubah tersebut. Pelaksanaan UUD 1945 harus dilakukan mulai dari konsolidasi
norma hukum hingga dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai hukum dasar , UUD 1945 harus
menjadi acuan dasar sehingga benar-benar hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan
warga negara (the living constitution) .
• NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS
Salah satu prinsip dasar yang mendapatkan penegasan dalam perubahan UUD 1945 adalah prinsip negara hukum,
sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 A yat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa ‘Negara Indonesia adalah
negara hukum' . Bahkan secara historis negara hukum ( Rechtsstaat ) adalah negara yang diidealkan oleh para
pendiri bangsa sebagaimana dituangkan dalam penjelasan umum UUD 1945 sebelum perubahan tentang sistem
pemerintahan negara yang menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum(rechtsstaat) , tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat) .
Ide negara hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan oleh para filsuf dari zaman Yunani Kuno. Plato, dalam
bukunya “the Statesman” dan “the Law” menyatakan bahwa negara hukum merupakan bentuk paling baik kedua
( the second best ) guna mencegah kemerosotan kekuasaan. Konsep negara hukum modern di Eropa Kontinental
dikembangkan dengan menggunakan istilah Jerman yaitu “rechtsstaat” antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband,
Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika konsep negara hukum dikembangkan
dengan sebutan “The Rule of Law” yang dipelopori oleh A.V. Dicey. Selain itu, konsep negara hukum juga terkait
dengan istilah nomokrasi (nomocratie) yang berarti bahwa penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan negara
adalah hukum.
Prinsip-prinsip negara hukum senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta semakin kompleksnya kehidupan masyarakat di era global, menuntut
pengembangan prinsip-prinsip negara hukum. Dua isu pokok yang senantiasa menjadi inspirasi perkembangan
prinsip-prinsip negara hukum adalah masalah pembatasan kekuasaan dan perlindungan HAM. Saat ini, paling tidak
dapat dikatakan terdapat dua belas prinsip negara hukum, yaitu Supremasi Konstitusi (supremacy of law) ,
Persamaan dalam Hukum (equality before the law) , Asas Legalitas (due process of law) , Pembatasan
Kekuasaan (limitation of power) , Organ Pemerintahan yang Independen, Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak
( independent and impartial judiciary ) , Peradilan Tata Usaha Negara (administrative court) , Peradilan Tata
Negara (constitutional court) , Perlindungan Hak Asasi Manusia, Bersifat Demokratis (democratische-rehtsstaats) ,
Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat) , sertaTransparansi dan Kontrol
Sosial.
Dalam suatu negara hukum, mengharuskan adanya pengakuan normatif dan empirik terhadap prinsip supremasi
hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Pengakuan normatif
mengenai supremasi hukum terwujud dalam pembentukan norma hukum secara hirarkis yang berpuncak pada
supremasi konstitusi. Sedangkan secara empiris terwujud dalam perilaku pemerintahan dan masyarakat yang
mendasarkan pada aturan hukum.
Dengan demikian, s egala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah
dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tersebut harus ada dan berlaku terlebih dulu atau mendahului perbuatan
yang dilakukan. Dengan demikian, setiap perbuatan administratif harus didasarkan atas aturan ataurules and
procedures .
Namun demikian, prinsip supremasi hukum selalu diiringi dengan d ianut dan diprakt i kkannya prinsip demokrasi
atau kedaulatan rakyat yang menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan,
sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan keadilan
masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara
sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa. Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin
kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang. Dengan
demikian negara hukum yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat , melainkan democratische rechtsstaat .
Berdasarkan prinsi p negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Hukum
dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti bahwa
dalam sebuah negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi disamping
merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi
adalah wujud perjanjian sosial tertinggi.
Oleh karena itu, aturan-aturan dasar konstitusional harus menjadi dasar dan dilaksanakan melalui peraturan
perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan negara dan kehidupan masyarakat. Dengan demikian,
perubahan UUD 1945 yang bersifat mendasar tentu saja berpengaruh terhadap sistem dan materi peraturan
perundang-undangan yang telah ada. Perubahan UUD 1945 membawa implikasi terhadap jenis peraturan
perundangan-undangan serta materi muatannya. Adanya perubahan UUD 1945 tentu menghendaki adanya
perubahan sistem peraturan perundang-undangan, serta penyesuaian materi muatan berbagai peraturan perundangundangan yang telah ada dan berlaku.
Sebagai wujud perjanjian sosial tertinggi , konstitusi memuat cita-cita yang akan dicapai dengan pembentukan
negara dan prinsip-prinsip dasar pencapaian cita-cita tersebut. UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa Indonesia
merupakan dokumen hukum dan dokumen politik yang memuat cita-cita, dasar-dasar, dan prinsip-prinsip
penyelenggaraan kehidupan nasional. Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945 menyatakan bahwa Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal . Pembukaan dan pasalpasal adalah satu kesatuan norma-norma konstitusi yang supreme dalam tata hukum nasional (national legal
order ).
Cita-cita pembentukan negara kita kenal dengan istilah tujuan nasional yang tertuang dalam alenia keempat
Pembukaan UUD 1945, yaitu (a) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (b)
memajukan kesejahteraan umum; (c) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (d) ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Cita-cita tersebut akan dilaksanakan dalam
suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berdiri di atas lima dasar yaitu Pancasila sebagaimana juga
dicantumkan dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945.
Untuk mencapai cita-cita tersebut dan melaksanakan penyelenggaraan negara berdasarkan Pancasila, UUD 1945
telah memberikan kerangka susunan kehidupan berbangsa dan bernegara. Norma-norma dalam UUD 1945 tidak
hanya mengatur kehidupan politik tetapi juga kehidupan ekonomi dan sosial. Hal ini karena para pendiri bangsa
menghendaki bahwa rakyat Indonesia berdaulat secara penuh, bukan hanya kedaulatan politik. Maka UUD 1945
merupakan konstitusi politik, konstitusi ekonomi, dan konstitusi sosial yang harus menjadi acuan dan landasan
secara politik, ekonomi, dan sosial, baik oleh negara ( state ), masyarakat ( civil society ), ataupun pasar ( market ).
Sebagai konstitusi politik, UUD 1945 mengatur masalah susunan kenegaraan, hubungan antara lembaga-lembaga
negara, dan hubungannya dengan warga negara. Hal ini misalnya diatur dalam Bab I tentang Bentuk Kedaulatan,
Bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara, Bab V tentang
Kementerian Negara, Bab VI tentang Pemerintah Daerah, Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat, Bab VIIA
tentang Dewan Perwakilan Daerah, Bab VIIB tentang Pemilu, Bab VIII tentang Hal Keuangan, Bab VIIIA tentang
Badan Pemeriksa Keuangan, Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman, Bab IX tentang Wilayah Negara, Bab X tentang
Warga Negara Dan Penduduk khususnya Pasal 26, Bab XA tentang Hak Asasi Manusia khususnya Pasal 28I ayat
(5), Bab XII tentang Pertahanan Dan Keamanan Negara, Bab XV tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara,
Serta Lagu Kebangsaan, Bab XVI tentang Perubahan Undang-Undang Dasar, Aturan Peralihan, dan Aturan
Tambahan.
Sebagai konstitusi ekonomi, UUD 1945 juga mengatur bagaimana sistem perekonomian nasional seharusnya
disusun dan dikembangkan. Ketentuan utama UUD 1945 tentang sistem perekonomian nasional dimuat dalam Bab
XIV Pasal 33. Ketentuan tentang sistem perekonomian nasional memang hanya dalam satu pasal yang terdiri dari
lima ayat. Namun ketentuan ini harus dielaborasi secara konsisten dengan cita-cita dan dasar negara berdasarkan
konsep-konsep dasar yang dikehendaki oleh pendiri bangsa. Selain itu, sistem perekonomian nasional juga harus
dikembangkan terkait dengan hak-hak asasi manusia yang juga mencakup hak-hak ekonomi, serta dengan
ketentuan kesejahteraan rakyat.
Sebagai konstitusi sosial, UUD 1945 mengatur tata kehidupan bermasyarakat terutama dalam Bab X tentang Warga
Negara Dan Penduduk khususnya Pasal 27 dan Pasal 28, Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, Bab XIII tentang
Pendidikan Dan Kebudayaan, dan Bab XIV tentang Perekonomian Nasional Dan Kesejahteraan Rakyat khususnya
Pasal 34.
2.5 PENTINGNYA KONSTITUSI DALAM SUATU NEGARA
Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagiseluruh warga Negara. Dalam lintasan
sejarah hingga awal abad ke-21 ini, hampir tidak ada Negara yang tidak memiliki konstitusi. Hal ini menunjukkan
betapa urgennya konstitusi sebagai suatu perngkat negera. Konstitusi dan Negara ibarat dua sisi mata uang yang
satu sama lain tidak terpisahkan.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa konstitusi merupakan sekumpulan aturan yang mengatur
organisasi Negara, serta hubungan antara Negara dan warga Negara sehingga saling menyesuaikan diri dan saling
bekerja sama. Dr.A. Hamid S Attamini menegaskan bahwa konstitusi atau Undang-undang Dasar merupakan suatu
hal yang sngat penting sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus dipakai sebagai pegangan dalam
mengatur bagaimana kekuasaan Negara harus dijalankan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Bagir Manan
mengatakan bahwa hakikat konstitusi merupakn perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitualisme yaitu
pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap kekuasaan pemerintah di satu
pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga Negara maupun setiap penduduk di pihak lain.
Sejalan dengan perlunya konstitusi sebagai instruman untuk membatasi kekuasaan dalam suatu Negara, Miriam
Budiarjo mengatakan:
“Di dalam Negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, Undang-undang Dasar
mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasan pemerintah sedemikain rupa sehingga penyelenggaraan
kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenag. Denagn demikian diharapkan hak-hak warga Negara akan lebih
terlindungi.”
Dalam konteks pentingnya konstitusi sebagai pemberi batas kekuasaan tersebut, Kusnardi menjelaskan bahwa
konstitusi dilihat dari fungsinya terbagi ke dalam dua bagian, yaitu membagi kekuasaan dalam Negara dan
membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam Negara. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa bagi mereka
yang memandang Negara dari sudut kekuasaan dan menganggap sebagai organisasi kekuasaan, maka konstitusi
dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi diantara
beberapa lembaga kenegaraan, seperti antara lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif.
Selain sebagai pembatas kekuasaan, konstitusi juga digunakan sebagai alat untuk menjamin hak-hak warga
negarqa. Hak-hk tersebut mencakup hak-hak asas, seperti hak untuk hidup, kesejahteraan hidup dan hak
kebebasan.Mengingat pentingnya konstitusi dalam suatu Negara ini,Struycken dalam bukunya “Het Staatsreet van
Het Koninkrijk der Nederlander” menyatakan bahwa Undang-undang Dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan
dokuman formal yang berisikan:
1.Hasil perjuangan politik bangsa di waktu lampau;
2.Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;
3.Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik untuk waktu sekarang maupun untuk waktu yang
akan datang;
4.Suatu keinginan, di mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
Keempat materi yang terdapat dalam konstitusi atau undang – undang tersebut, menunjukkan arti pentingnya suatu
konstitusi yang menjadi barometer kehidupan bernegara dan berbangsa, serta memberikan arahan dan pedoman
bagi penerus bangsa dalam menjalankan suatu Negara. Dan pada prinsipnya semua agenda penting kenegaraan,
serta prinsip – prinsip dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, telah tercover dalam konstitusi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa eksistensi konstitusi dalam suatu Negara merupakan suatu keniscayaan,
karena dengan adanya konstitusi akan tercipta pembatasan kekuasaan melalui pembagian kekuasaan dalam
menjalankan Negara. Selain itu, adanya konstitusi juga menjadi suatu hal yang sangat penting untuk menjamin hakhak asasi warga Negara, sehingga tidak terjadi penindasan dan perlakuan sewenang-wenang dari pemerintah.
2.6 BUDAYA SADAR BERKONSTITUSI
Kita tentunya menghendaki agar UUD 1945 merupakan konstitusi yang benar-benar dilaksanakan dalam praktik
kehidupan berbangsa dan bernegara demi tercapainya cita-cita bersama. Kontitusi mengikat segenap lembaga
negara dan seluruh warga negara. Oleh karena itu, yang menjadi pelaksana konstitusi adalah semua lembaga
negara dan segenap warga negara sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing sebagaimana diatur dalam
UUD 1945. Dalam perspektif hukum, kata “pelaksanaan” ( implementation ) terdiri dari dua konsep fungsional,
yaitu; pertama , identifying constitutional norms and specifying their meaning ; dan kedua , crafting doctrine or
developing standards of review .
Agar setiap lembaga dan segenap warga negara dapat melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara
berdasarkan UUD 1945, diperlukan adanya budaya sadar berkonstitusi. Untuk menumbuhkan budaya sadar
berkonstitusi diperlukan pemahaman terhadap nilai-nilai dan norma-norma dasar yang menjadi materi muatan
konstitusi. Pemahaman tersebut menjadi dasar bagi masyarakat untuk dapat selalu menjadikan konstitusi sebagai
rujukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Jika masyarakat telah memahami norma-norma dasar dalam konstitusi dan menerapkannya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, maka pasti mengetahui dan dapat mempertahankan hak-hak konstitusionalnya yang
dijamin dalam UUD 1945. Selain itu, masyarakat dapat berpartisipasi secara penuh terhadap pelaksanaan UUD 1945
baik melalui pelaksanaan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, berpartisipasi dalam penyelenggaraan
negara dan pemerintahan, serta dapat pula melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan jalannya
pemerintahan. Kondisi tersebut dengan sendirinya akan mencegah terjadinya penyimpangan ataupun
penyalahgunaan konstitusi.
Salah satu bentuk nyata pentingnya budaya sadar berkonstitusi bagi pelaksanaan konstitusi adalah terkait dengan
kewenangan Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Pengujian tersebut
dilakukan untuk menentukan apakah suatu ketentuan dalam suatu undang-undang, bertentangan atau tidak dengan
UUD 1945. Namun Mahkamah Konstitusi dalam hal ini tidak dapat bertindak secara aktif. Mahkamah Konstitusi
hanya dapat menjalankan wewenang tersebut jika ada permohonan pengujian suatu undang-undang yang diajukan
oleh masyarakat.
Dalam pengajuan permohonan inilah diperlukan adanya budaya sadar berkonstitusi berupa kesadaran akan hak
konstitusionalnya sebagai warga negara baik sebagai perorangan maupun kelompok bahwa hak-hak konstitusional
telah dilanggar oleh suatu ketentuan undang-undang. Di sisi lain, juga diperlukan adanya kesadaran untuk
mendapatkan perlindungan atas hak konstitusional yang dilanggar dengan cara mengajukan permohonan pengujian
konstitusional atas ketentuan undang-undang yang merugikannya. Jika tidak ada budaya sadar berkonstitusi,
masyarakat tidak akan mengetahui apakah haknya terlanggar atau tidak dan tidak melakukan upaya konstitusional
untuk mendapatkan perlindungan. Akibatnya, UUD 1945 akan banyak dilanggar oleh ketentuan undang-undang
sehingga pada akhirnya konstitusi hanya akan menjadi dokumen di atas kertas tanpa dilaksanakan dalam praktik.
Di sisi lain, dalam budaya berkonstitusi juga terkandung maksud ketaatan kepada aturan hukum sebagai aturan
main (rule of the game) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Segenap komponen bangsa harus bertindak
sesuai dengan aturan yang ditetapkan, serta apabila timbul permasalahan atau sengketa, harus diselesaikan melalui
mekanisme hukum. Budaya mematuhi aturan hukum merupakan salah satu ciri utama masyarakat beradab. Hal ini
sangat diperlukan terutama dalam konteks politik, misalnya dalam pelaksanaan Pemilu, baik Pemilu legislatif, Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden, maupun Pemilukada.
Tanpa adanya kesadaran berkonstitusi, yaitu kedasaran mematuhi rambu-rambu permainan dan mekanisme
penyelesaian sengketa, momentum politik yang sejatinya adalah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis
dapat tergelincir ke dalam konflik yang justru merugikan masyarakat serta kepentingan bangsa dan negara. Oleh
karena itu, diperlukan kesadaran baik bagi untuk peserta pemilu, penyelenggara pemilu, maupun pihak dan lembaga
lain yang memiliki peran dalam pelaksanaan Pemilu. Semua permasalahan yang muncul harus dipercayakan dan
diselesaikan melalui mekanisme hukum yang telah ditentukan. Sebaliknya, lembaga yang memiliki kewenangan
terkait dengan pelaksanaan pemilu juga harus menjalankan wewenangnya dengan baik.
Oleh karena itulah harus ada upaya secara terus-menerus untuk membangun budaya sadar berkonstitusi. Budaya
sadar berkonstitusi tercipta tidak hanya sekedar mengetahui norma dasar dalam konstitusi. Lebih dari itu, juga
dibutuhkan pengalaman nyata untuk melihat dan menerapkan konstitusi dalam praktik kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, menumbuhkan budaya sadar berkonstitusi adalah suatu proses panjang
dan berkelanjutan.
Setiap warga negara dan penyelenggara negara harus mempelajari dan memahami UUD 1945 melalui berbagai cara
dan berbagai media. Untuk itu informasi tentang konstitusi harus tersedia agar mudah diakses dengan cepat dan
mudah pula dipahami. Oleh karena itu, peningkatan budaya sadar berkonstitusi tidak hanya dilakukan melalui forum
tatap muka, tetapi melalui berbagai bentuk kemasan dan media yang berbeda-beda.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam upaya mendekatkan UUD 1945 sebagai konstitusi kita kepada masyarakat
umum serta menumbuhkan the living contitution adalah karena pembahasan masalah konstitusi dan materi muatan
yang terkandung di dalamnya selalu menggunakan kerangka pikir, rujukan teori, dan rujukan praktik yang berasal
dari luar negeri.
Untuk itu, diperlukan upaya domestikasi UUD 1945, yaitu menjadikan UUD 1945 dan pengkajiannya dilakukan
dengan merujuk pada pengalaman bangsa Indonesia dan problem nyata yang dihadapi oleh masyarakat. Pengkajian
sejarah ketatanegaraan bangsa Indonesia selama ini masih terbatas mulai penjajahan Belanda. Padahal,
sebelumnya terdapat kerajaan-kerajaan di wilayah nusantara yang memiliki sistem dan struktur ketatanegaraan
tersendiri yang dapat dibandingkan dengan sistem ketatanegaraan modern. Sebagai contoh, pembagian fungsi
kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif sudah terbentuk walaupun kekuasaan Raja cukup dominan
karena menjadi ketua dari semua lembaga yang menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan tersebut. Bahkan prinsip
demokrasi juga mulai terlihat karena pengambilan keputusan diambil secara musyawarah oleh wakil-wakil
masyarakat, meskipun keputusan terakhir tetap ada pada pimpinan tertinggi. Kenyataan-kenyataan sejarah tersebut
dapat dijumpai di kerajaan dan satuan pemerintahan lain di berbagai wilayah nusantara.
Dengan elaborasi pengalaman bangsa Indonesia sendiri dan dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi dalam
UUD 1945, maka masyarakat akan merasakan bahwa sistem dan pemikiran yang menjadi materi muatan UUD 1945
bukan lagi sebagai hal yang asing, tetapi tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan
masyarakat Indonesia. Jika hal ini diiringi dengan upaya mendekatkan UUD 1945 dengan masyarakat, misalnya
melalui penulisannya dalam bahasa dan huruf daerah, masyarakat dapat menjadikan UUD 1945 benar-benar
sebagai landasan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat akan dapat mensikapi masalah
yang dihadapi berdasarkan norma-norma konstitusional. Hal ini menjadi awal dari berkembangnya kehidupan dan
pemikiran konstitusional sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat (the living constitution)
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Hieraki peraturan perundang-undangan di indonesia menurut Undang-Undang No 10/2004 tentang pembentukan
peraturan perundang –undangan :
1. UUD 1945
2. Undang-Undang
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah.
Konstitusi
• Konstitusi berasal dari kata constituer (bhs Perancis) yang berarti membentuk. Dimaksudkan untuk pembentukan
suatu negara
• Konstitusi sebagai peraturan dasar/awal mengenai negara. Sebagai dasar pembentukan negara, landasan
penyelenggaraan bernegara
• Berarti hukum dasar- nya negara, hukum tertinggi negara . Hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis (pengertian
luas)
• Sebagai undang-undang dasar – nya negara (Konstitusi tertulis/ pengertian sempit)
• Sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis /
Konvensi.(pengertian luas)
• Konstitusi penting bagi negara karena penyelenggaran bernegara diatur dan didasarkan atas konstitusi negara
Isi Konstitusi
• Berisi hal-hal yg mendasar, penting bagi negara
• Umumnya bersifat garis - garis besar yang nanti dituangkan lebih lanjut dalam peraturan perundangan dibawahnya
• Konstitusi negara umumnya berisi tentang identitas /organisasi negara, pola kekuasaan negara, hubungan antar
lembaga negara, hubungan negara dengan warga negara, aturan tentang perubahan konstitusi
• Konstitusi juga mengandung pandangan hidup, cita-cita, dan falsafah yang merupakan nilai-nilai luhur bangsa ybs.
• Dalam jenjang norma, konstitusi termasuk kelompok Staatgrundgesetz atau aturan dasar/pokok negara
3.2 SARAN
sebagai generasi penerus bangsa kita harus tahu dan memahami akan pentingnya konstitusi bagi negara,serta
berusaha untuk mempelajari semua hal yang berkaitan dengan konstitusi ini untuk dapat kita jadikan pedoman dalam
mengatasi setiap masalah dalam kapasitas kita sebagai warga negara.
Karena adanya konstitusi ini tidak lain di tujukan untuk menjamin hak asasi kita sebagi warga negara agar kekuasaan
tidak disalah gunakan dengan adanya norma yang memberi arah terhadap jalannya pemerintahan sehingga para
penguasa tidak bisa berlaku semena-mena.
Download