Oky Patria Sadewa/2020 Kebijakan Hutang Indonesia Sejarah Hutang Indonesia Cerita tentang hutang adalah bagian yang tak bisa dipisahkan dari bagian sejarah pemerintah Indonesia sejak awal kemerdekaan. Bahkan perjuangan untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan Indonesia tersebut harus dikompromikan dengan kebijakan pengakuan hutang yang cukup besar. Hal tersebut dituangkan dalam bagian kesepakatan Indonesia dengan Belanda dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Dalam kesepakatan tersebut pemerintah Belanda bersedia mengakui kedaulatan Indonesia dengan syarat Indonesia menanggung hutang luar negeri pemerintah kolonial Hindia Belanda sebesar US$1,13 Milyar sebagai dampak biaya dan kerugian karena perang yang diterima oleh Belanda. Hal tersebut menjadikan pemerintaah baru Indonesia saat itu berdiri tidak dengan balance sheet nol. Karena hal tersebut pula untuk menggerakan pemerintahan awal pasca kemerdekaan, Indonesia memerlukan pembiayaan sebagai pemenuhan kebutuhan saat itu. Hal tersebut diupayakan dalam pemerintahan Presiden Soekarno atau Orde Lama dengan menjadi negara anggota International Monetary Funding (IMF) pada tahun 53 yang disahkan melalui UU No 5 Tahun 1954. Pemerintah meminjam dana dari IMF sebesar US$55 Juta pada Agustus 1956 karena inflasi meroket yang disebabkan defisit anggaran dan penurunan devisa dengan cepat. Pada akhir era orde lama Indonesia mencetak hutang sebesar US$2,3 Miliar (di luar hutang Hindia Belanda sebesar US$ 1,13 Miliar). Pergantian era menjadi orde baru membuat pemerintahan awal Presiden Soeharto harus menanggung warisan hutang cukup besar. Alih-alih melakukan pelunasan atas hutang-hutang warisan tersebut, kebijakan pemerintah orde baru cenderung lebih rajin melakukan pinjaman dalam rangka mensukseskan program pembangunan yang dicanangkan. Dalam kurun waktu menjabat selama 32 tahun era kepemimpinan the Smiling General telah “berhasil” mencetak hutang sebesar US$68,7 Miliar atau setara Rp551,4 Triliun dengan rasio 57,7% atas PDB akhir masa kepemimpinan sebesar Rp955,63 Triliun. Pasca Reformasi dalam kepemipinan Prof. BJ Habiebie yang hanya berkisar satu tahun, Indonesia mengalami peningkatan tingkat hutang Indonesia cukup besar yaitu menjadi Rp938,8 Triliun atau setara US$132,2 Miliar. Hal tersebut membuat rasio hutang menjadi sebesar 85,4% atas PDB yang dibukukan sebesar Rp1.099,29 Triliun. Catatan pada era kepemimpinan Presiden Gus dur dan Megawati meskipun jumlah hutang meningkat namun peningkatan pertumbuhan yang jauh lebih tinggi membuat rasio hutang menjadi menurun dibandingkan era kepemimpinan Prof. BJ Habiebie. Adapun masing-masing besaran hutang dan rasio pada masa akhir kepemimpinan masing masing adalah sebesar Rp1.273,18 Triliun atau setara US$122,3 Miliar (77,2%) dan 1.299,5 Triliun atau setara US$139,7 Miliar (56,5%). Selanjutnya Pemerintahan dua periode kepemimpinan Presiden SBY, Indonesia mengalami kenaikan dua kali jumlah hutang yang ditanggung namun rasio yang dibukukan menurun karena PDB yang meningkat jauh lebih besar. Pada akhir dua periode tersebut, pemerintah menanggung hutang luar negeri sebesar Rp2.608,78 Triliun atau setara dengan US$209,7 Miliar dengan rasio hutang 24,7% dari PDB yang tercapai sebesar Rp10.542 Triliun. Hutang Terkini Bank Indonesia melalui laman resminya menyampaikan informasi bahwa pada Triwulan II Tahun 2020 Indonesia telah mencatat utang luar negeri (ULN) sebesar US$408,6 Miliar atau setara Rp6.026,85 Triliun (kurs Rp14.750 per USD) yang terdiri dari ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) sebesar US$199,3 Miliar dan sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar US$209,3 Miliar. Besaran ULN tersebut memiliki rasio 37,3% dari PDB yang dibukukan. Berdasarkan Oky Patria Sadewa/2020 kilasan sejarah tersebut, berikut ini adalah gambaran perjalanan pertumbuhan hutang pemerintah Indonesia yang telah divisualkan. Pertumbuhan dan Rasio Hutang Indonesia 450 408,6 85,4% 400 80,0% 77,2% 350 70,0% 300 57,7% 60,0% 56,5% 250 50,0% 209,7 200 132,2 150 122,3 139,7 24,7% 68,7 100 50 90,0% 37,3%40,0% 30,0% 20,0% 10,0% 3,43 0 0,0% Orde Lama Orde Baru Era BJ Era Gus Dur Era Habiebie Megawati Nilai (US$ Miliar) Era SBY Era Jokowi (Agustus 2020) Rasio thp PDB Gambar di atas menunjukkan bahwa pada pemerintahan Jokowi yang telah memasuki periode kedua ini telah mengambil kebijakan hutang yang cukup besar. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah hutang luar negeri hampir dua kali lipat daripada era sebelumnya dan juga terdapat kenaikan rasio hutang sampai per Agustus 2020 sebesar 37,3% atas PDB. Hal tersebut juga didukung dengan laporan APBN Kita yang diterbitkan bulan Juli yang menyatakan bahwa hutang Pemerintah Pusat per akhir Juni 2020 adalah sebesar Rp5.264,07 Triliun. Secara rinci hal tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Besaran hutang pemerintah pusat tersebut memiliki rasio perbandingan dengan PDB sebesar 32,67%. Secara nominal, posisi utang tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan Oky Patria Sadewa/2020 periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan adanya pemenuhan kebutuhan pembiayaan kesehatan terkait dengan pandemi Covid-19. Pemanfaatan hutang Pertambahan jumlah hutang dari tahun ke tahun yang ditanggung negara tentunya menjadi perhatian bagi beberapa akademisi dan politisi karena timbulnya kekuatiran akan risiko yang dihadapi di masa yang akan datang. Kementerian keuangan selaku bendahara umum negara menjawab kebijakan hutang tersebut perlu diambil dalam rangka mengejar ketertinggalan infrastruktur dan masalah konektivitas menimbulkan tingginya biaya ekonomi yang harus ditanggung oleh masyarakat hingga rendahnya daya saing nasional. Inilah yang menjadi dasar pemerintah mengakselerasi pembangunan infrastruktur demi mengejar ketertinggalan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kemenkeu menunjukkan data bahwa penyediaan infrastruktur Indonesia masih di bawah rata-rata negara lain yang setara. Berdasarkan data di atas diketahui bahwa pada tahun 2016, Indonesia memiliki posisi di bawah indeks rata-rata dunia dengan negara-negara berpenghasilan yang setara. Realisasi fokus kebijakan terkait dengan pembiayaan infrastruktur tersebut terlihat dengan jelas dari pertumbuhan anggaran infrastruktur yang disusun dalam APBN selama lima tahun terakhir. Pertumbuhan Anggaran Infrastruktur 500 379,7 400 300 394 399,7 423,3 269,1 200 Triliun Rupiah 100 0 2016 2017 2018 Outlook 2019 APBN 2020 Oky Patria Sadewa/2020 Selain fokus fisik dalam bentuk infrastruktur, Indonesia memerlukan hutang untuk kebutuhan pembangunan manusia yang masih tertinggal. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dimiliki oleh Indonesia pada tahun 2019 adalah senilai 0,7070. Hal tersebut mendudukan Indonesia pada peringkat 111 dari 189 negara. Meskipun mengalami kenaikan sebesar 0,53 poin atau 0,745 % dibanding tahun sebelumnya. Nilai IPM tersebut terdiri dari nilai Harapan Lama Sekolah (HLS) sebesar 13,0, Purcahing Power Party (PPP) 11,3, Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) 7,8 dan Usia Harapan Hidup (UHH) 71,3. IPM Indonesia tersebut masih tertinggal dengan negara-negara tetangganya seperti Malaysia, Filipina, Singapura,Thailand dan Brunei Darussalam. Hal tersebut dapat dilihat secara detil melalui gambar berikut Perbandingan IPM Indonesia dengan negara ASEAN (2019) 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0,935 0,845 Filipina 0,765 0,707 0,581 Brunei 0,804 0,712 Indonesia Kamboja 0,604 Laos 0,693 0,584 Malaysia Myanmar Singapura Thailand Vietnam Menurut pemerintah saat ini, kebutuhan-kebutuhan atas ketertinggalan tersebut adalah hal yang mendesak dan perlu dilakukan dengan segera meskipun pendapatan negara tidak mencukupi atas belanja-belanja yang dikeluarkan. Alasan tersebut menjadi alasan rasional bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan hutang yang bahkan terus meningkat tahun-tahun ini. Atas hal-hal tersebut pemerintah telah mengalokasikan hutang-hutang terebut ke dalam berbagai sektor yaitu sektor kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 19,06%, sektor konstruksi sebesar 16,6%, sektor pendidikan sebesar 16,1%, sektor administrasi, pertahanan dan jaminan sosial sebesar 15,4% dan sektor jasa keuangan dan asuransi sebesar 13,2%. Kesehatan hutang Indonesia Debt-to-GDP Ratio Dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan ketentuan bahwa besaran hutang yang diperbolehkan ditanggung oleh negara adalah sebesar 60% dari PDB. Berdasarkan hal tersebut sejak akhir kepemimpinan presiden Megawati sampai saat ini angka rasio hutang tidak pernah menyentuh batas yang ditetapkan oleh Undang-Undang tersebut. Rasio hutang terhadap PDB atau Debt-to-GDP Ratio menurut investopedia adalah suatu ukuran perbandingan hutang publik suatu negara dengan PDBnya. Dengan membandingkan hutang yang dibuat dengan apa yang dihasilkannya, rasio tersebut menunjukkan kemampuan suatu negara yang menerima hutang untuk membayar kembali hutangnya diwaktu yang akan datang. Semakin tinggi rasio yang ada semakin tinggi risiko negara tersebut gagal bayar dan ketika suatu negara gagal bayar maka hal tersebut menimbulkan kepanikan yang luar biasa dari pasar domestik maupun internasional. Oky Patria Sadewa/2020 Rasio hutang atas PDB Indonesa sendiri cenderung memiliki nilai yang masih rendah dibanding dengan negara-negara lainnya. Berikut adalah data perbandingan Rasio Utang Terhadap PDB Negara-Negara G20 pada tahun 2017 yang disajikan oleh Kata Data. Meskipun rasio hutang yang bahkan Agustus 2020 ini masih tergolong rendah, hal tersebut bukan berarti bahwa utang yang ditanggung oleh negara tidak memiliki risiko lain. Brian Sturges (20170 dalam artikelnya Debt to GDP Ratio: Use with Care menyatakan bahwa rasio ini menjelaskan bilamana rasio suatu negara mencapai di atas 90% maka pertumbuhan ekonomi akan turun satu poin setiap tahunnya namun hal menjadi suatu paradoks ketika melihat kondisi Jepang, Italia, Singapura dan Amerika Serikat yang bahkan memiliki rasio hutang di atas 100% tidak menunjukkan suatu potensi kegagalan bayar. Dalam kasus tersebut Brian Sturges berpendapat bahwa negara-negara tersebut memiliki cadangan mata uang dunia dan tingkat kepemilikan utang yang dikuasai oleh dalam negeri. Bagi Sturges hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengelompokan data yang kurang bertanggungjawab dari pencetus rasio hutang terhadap PDB. Debt to Service Ratio (DSR) DSR adalah suatu rasio yang mengukur arus kas entitas yang tersedia guna membayar kewajiban hutangnya.. DSR bagi pemerintah diukur melalui jumlah pendapatan ekspor yang dibutuhkan suatu negara untuk memenuhi pembayaran bunga dan pokok tahunan utang luar negerinya. BI menerbitkan informasi bahwa untuk Triwulan II 2020 Hutang publik pemerintah Indonesia memiliki besaran DSR sebesar 29,5% atau mengalami kenaikan dari DSR Triwulan sebelumnya Oky Patria Sadewa/2020 yaitu sebesar 27,65%. Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan hutang luar negeri belum dibarengi dengan peningkatan kinerja ekspor dan komponen penambah devisa lainnya. Hal tersebut tentunya menjad suatu kewaspadaan karean batas ideal yang ditetapkan IMF terkait DSR adalah sebesar 25 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia harus menggenjot kinerja ekspornya dan menggunakan pembiayaan hutang tersebut untuk hal yang lebih produktif. Indonesia Debitur Murni Jepang yang dicatat sebagai negara penghutang terbesar juga ternyata ditercatat sebagai negara pemberi hutang terbesar di Dunia. Pada tahun 2020, Jepang memberikan pinjaman kepada sejumlah negara di dunia dengan nilai besaran pinjaman yang mencapai sekitar US$ 3,4 Triliun nilai tersebut. Berbeda dengan Indonesia yang berperan sebagai peminjam (debitur) murni. Bahkan Jepang pada tahun 2020 menjadi peminjam asing terbesar bagi Indonesia dengan nilai pinjaman sebesar US$12,08 Miliar. Peran tunggal Indonesia tersebut tentunya membuat posisi Indonesia dengan rasio hutang relatif kecil tidak benar-benar lebih aman daripada Jepang. Struktur Hutang Indonesia Dalam Statistik Utang Sektor Publik Indonesia Triwulan II-2020 yang dirilis BI diketahui bahwa hutang kotor sektor publik Indonesia adalah sebesar USS$770,3 Miliar. Hutang tersebut terdiri dari hutang pemerintah, hutang perusahaan publik non keuangan dan perusahaan publik keuangan. Pembagian hutang tersebut dapat dilihat menurut lembaganya melalui gambar berikut. Hutang Publik Bruto berdasarkan Lembaga (US$ Miliar) Pemerintah 318,91 371,54 Perus. Publik Non Keuangan 79,84 Perus. Publik Keuangan Berdasarkan umur hutang, nilai tersebut terdiri dari hutang jangka pendek sebesar US$307,6 Miliar dan jangka panjang sebesar US$462,7 Miliar. Besaran tersebut menunjukkan bahwa 60,07% dari hutang kotor publik Indonesia adalah hutang yang bersifat jangka panjang. Hutang berjangka panjang tersebut yang memiliki jatuh tempo dalam satu tahun ataupun kurang adalah sebesar US$39,67 Miliar dan lebih dari satu tahun sebesar US$423,4 Miliar. Atas data di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam setahun ke depan hutang kotor yang akan jatuh tempo adalah sebesar US$346,73 Miliar. Oky Patria Sadewa/2020 Hutang Kotor Publik Indonesia berdasarkan Umur (US$ Miliar) 307,6 Hutang Jangka Pendek 462,7 Hutang Jangka Panjang Berdasarkan kepemilikan hutang tersebut, besaran hutang kotor tersebut dimiliki oleh pelaku domestik sebesar US$512,4 Miliar dan pelaku asing sebesar US$257,9 Miliar. Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar atau 66,51% dimiliki pelaku lokal dan sisanya 33,49% dimiliki pelaku asing. Meskipun sebagaian besar hutang tersebut dipegang oleh pelaku domestik, 33,49% yang dimiliki oleh pelaku asing tergolong angka yang cukup tinggi dibanding negara-negara emerging market yang hanya berkisar 25%. Biaya Hutang Tinggi Strategi perolehan hutang Indonesia saat ini marak dilakukan dengan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dan demi lakukanya penerbitan SUN tersebut pemerintah cenderung menetapkan bunga yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara lain. Alhasil meskipun hutang tersebut laku dipasaran namun akan menjadi beban yang cukup tinggi di masa yang akan datang. Jepang sendiri meskipun Debt to PDB Rationya tertinggi di dunia menerbitkan surat hutang namun bunganya bahkan mencapai 0% dan sebagian besar dikuasi oleh pelaku domestik. Dampak hutang Dampak Kesejahteraan Dari gambar sebelumnya terkait pertumbuhan dan rasio hutang Indonesia dapat diketahui bahwa peningkatan hutang yang diambil oleh pemerintah telah membuat PDB Indonesia naik juga. Namun hal tersebut juga perlu diperhatikan dari tingkat inflasi yang terjadi pada sepanjang kebijakan hutang yang dilakukan. PDB menjadi salah satu indikator tercapainya suatu kesejahteraan bagi suatu negara. PDB Indonesia sendiri realisasi hingga Agutus 2020 melalui pendekatan ADHK adalah baru mencapi Rp2.589,6 Triliun atau bila dihitung per kapita yang mana perkiraan jumlah penduduk per Agustus adalah sebesar 268.583.016 jiwa adalah terealisasi sebesar Rp9.641.712. Nilai tersebut bahkan membuat Indonesia per akhir Triwulan II 2020 naik golongan menjadi negara berpendapatan menengah ke atas yaitu dengan pendapatan perkapita dengan rentang US$ 4.046 sampai dengan US$12.535. Namun hal tersebut bukan satu-satunya indikator bahwa Indonesia bisa disebut telah mencapai kesejahteraan. Masih terdapat Pekerjaan rumah yang membuat Indonesia perlu memperbaiki diri untuk mencapai kesejahteraan hal tersebut antara lain adalah Indeks Pembangunan Manusia yang perlu ditingkatkan, Pengangguran yang masih tergolong tinggi karena berada di atas 4%, Pemerataan yang diwakili GINI rasio yang tergolong masih cukup tinggi dan faktor-faktor lainnya yang perlu diperhatikan. Berikut ini adalah bagaimana perkembangan PDB setiap tahunnya dengan hutang yang dimiliki Indonesia. Oky Patria Sadewa/2020 Hutang Indonesia dan Peningkatan PDB Era Jokowi (2019) Era SBY Era Megawati Era Gus Dur Era BJ Habiebie Orde Baru 0,00 5000,00 10000,00 Hutang (Rp triliun) 15000,00 20000,00 25000,00 PDB (Rp Triliun) Pasar Bebas sebagai arena yang tak terhindarkan Dalam buku Pengantar Ilmu Ekonomi dalam Kebijakan Publik (Nunuk Dwi Retnandari:2014) diinyatakan bahwa kebijakan hutang menjadi pintu utama bagi negara-negara besar pemilik modal menginvansi kebijakan dalam negeri negara-negara berkembang guna memuluskan kapital asing ke negara tersebut. Dalam topeng globalisasi yang ada tentunya hal tersebut membuat Indonesia masuk ke dalam pasar bebas dunia yang tidak adil. Ketidakadilan tersebut karena tidak terpenuhinya dua syarat utama yaitu kesetaraan modal awal dan informasi yang sempurna tentang pasar. Hal tersebut dianalogikan sebagai perlombaan lari yang diikuti oleh lima orang pelari dengan kondisi yang berbeda atau tidak menguntungkan bagi pihak laiinya karena pelari (negara kapital besar) dengan kondisi prima mampu dengan mudah meninggalkan pelari dengan kondisi terbatas (negara-negara berkembang). Analogi tersebut membuat Indonesia menjadi negara yang sulit bersaing dengan beban berupa ketergantungan impor dan himpitan hutang yang ada. Dalam persaingan bebas dan intervensi asing dalam kebijakan yang diambil dalam negeri maka sebenarnya kita telah masuk pada imperialisme model baru. Debt Trap? Sepanjang tahun 2019, Indonesia telah membayar bunga hutang sebesar Rp275,5 Trilun nilai tersebut mencapai hampir sepertiga belanja total lembaga non kementerian untuk realisai tahun 2019. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia perlu menganggarkan alokasi yang cukup besar “hanya” untuk membayar bunga hutangnya saja. Selanjutnya untuk hutang luar negeri yang dipinjam dengan mata uang asing tentunya hal tersebut harus dipengarui dengan fluktuasi nilai tukar yang sangat cepat berubah. Menurut salah seorang Dosen UI, Indonesia secara teknikal telah masuk ke dalam Jebakan hutang yang mana didefinisikan sebagai suatu situasi ketika peminjam membayar hutangnya dengan melakukan pinjaman baru. Oleh karena hal tersebut Indonesia akan sulit keluar dari siklus menghutang yang ada. Namun bilamana tersebut merupakan definisi jebakan hutang maka tentunya hal tersebut telah dimulai sejak jaman kepemimpinan Presiden Soeharto. Kesimpulan Melihat sejarah panjang tentang hutang di Indonesia, maka adalah perlunya menyadari bahwa hutang yang ditanggung oleh Indonesia saat ini adalah sebuah harga yang dibayar dari sebuah kemerdekaan yang kita awali. Hal tersebut membuktikan bahwa hutang tidak selalu bersifat negatif bahkan menunjukkan perubahan PDB yang naik dari era ke era kepemimpinan yang dapat diartikan bahwa roda perekonomian di Indonesia bergerak semakin cepat. Namun hutang adalah hutang yang Oky Patria Sadewa/2020 harus dibayar beserta segala kompensasinya baik bunga baik intervensi yang telah disepakati di awal. Oleh karena itu,diperlukan pengelolaan yang super hati-hati atas kebijakan hutang yang telah diambil atau akan diambil. Kebutuhan pembangunan dan beban yang akan ditanggung di masa yang akan datang harus selalu menjadi pegangan utama supaya negara tersebut bisa tetap maju. Dan tentunya akan sangat rugi kalau hutang negara tersebut harus pula dikorupsi oleh oknumoknum pengambil keputusan sehingga hutang yang biayanya mahal tesebut tidak akan mencapai sasarannya. Oleh karena itu keuangan negara harus diawasi penggunaannya baik dari sisi value for money dan kepatuhannya agar tidak menyimpang untuk menguntungkan salah satu pihak. Rekomendasi 1. Pemanfaatan Pasar Modal Sumber pembiayaan murni yang digunakan oleh Indonesia dalam membayar hutang adalah pendapatan pajak dan pendapatan ekspor. Oleh karena itu pemerintah dengan menciptakan pasar modal yang kredibel dan produktif mampu mendorong tingkat produksi dalam negeri dalam melakukan ekspor. Dengan mempunyai pasar modal yang kuat dan baik akan menjadi modal utama dalam memperoleh pendapatan devisa asing yang juga sangat bermanfaat dalam proses pembayaran hutang dalam mata uang asing. Dalam memanfaatkan hal tersebut tentunya pemerintah dan lembaga otoritas terkait perlu bersinergi dalam upaya membangun iklim investasi pasar modal yang baik melalui serangkaian kebijakan yang mendukung. Namun hal tersebut juga perlu pengawasan dan limitasi yang ketat untuk menjaga pasar modal tetap fair dan sehat. 2. Peningkatan Penerimaan Pajak Melanjutkan hal di atas selain penguatan pendapatan ekspor dengan maksimalisasi fungsi pasar modal, maka pemerintah perlu menggenjot peneriman pajak yang ada. Rasio pajak yang dicapai pada tahun 2019 atas PDB adalah sebesar 9,76 %. Hal tersebut tentunya masih jauh di bawah rasio pajak yang ideal yaitu 20%. Oleh karena itu pemerintah perlu memikirkan agar tingkat kesadaran pajak masyrakat lebih tinggi dan serius mencari alternatif potensi pengenaan pajak yang belum tergali. Hal tersebut tentunya dibarengi dengan peningkatan pengelolaan pemerintahaan yang baik secara umum dalam upaya peningkatan kepercayaan publik pada pemerintah. Kinerja pemerintahan secara umum adalah dinilai atas tingkat kerelaan masyarakat membayar pajak. Oleh karena itu pemerintah harus memperbaiki dan meningkatkan kepercayaan publik tentunya salah satu dengan komitmen pemberantasan korupsi dan komunikasi yang baik dan humanis. Berikut adalah gambaran rasio pajak 5 tahun terakhir dan outlook untuk tahun 2021 yang disajikan oleh Kata Data. Oky Patria Sadewa/2020 3. Pemberantasan Korupsi Pemerintah perlu serius dalam melakukan pemberantasan korupsi dan bukan hanya dengan melakukan tindakan represif saja tetapi pemerintah perlu membangun suatu sistem pengendalian yang baik dan akuntable tanpa mengurangi produktivitasnya. Biaya korupsi yang muncul selain menimbulkan biaya ekonomi tinggi juga menimbulkan kerugian berlipat atas tidak tercapainya tujuan pembiayaan yang bersumber dari pinjaman. Pinjaman tersebut yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kemampuan negara membayar hutang tersebut harus tereduksi oleh biaya korupsi yang timbul. Oleh karena itu komitmen pemerintahan baik birokrasi atau politik harus dibuktikan dengan pengambilan kebijakan yang mendukung pemberantasan korupsi. 4. Manajemen Hutang yang sehat Pemerintah perlu melihat kebijakan hutang tidak hanya melalui indikator-indikator ekonomi saja namun perlu juga melihat dari pendekatan sosial kultur politik dan keamanan. Kebijakan hutang adalah kebijakan yang berdampak multidimensional sehingga adalah perlu bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan hutang dan mengelola hutang yang sudah ada dengan sangat hati-hati. Pemerintah perlu meminimalkan short cut yang diambil dalam kebutuhannya pembiayaannya dengan mekanisme pembiayaan yang lebih aman. 5. Belanja negara yang efektif, efisien dan ekonomis Pemerintah perlu untuk tidak boros dalam membelanjakan keuangan negara supaya pemanfaatan keuangan negara yang salah satunya melalui mekanimse hutang mampu digunakan secara efektif, efisien dan ekonomis. Dengan tercapainya ketiga hal tersebut tentunya laju pengejaran atas ketertinggalan yang dilakukan Indonesia mampu lebih maksimal. Dalam hal ini alasan Indonesia berhutang dalam laman Kemenkeu “menjawab utang” tidak hanya menjadi rasionalitas belaka tetapi diimplementasikan secara holistik. Oky Patria Sadewa/2020 Referensi 1. Dwi Retnandari, Nunuk. (2013). Pengantar Ilmu Ekonomi dalam Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2. Sukirno Sadono. (1994). Makroekonomi : Teori Pengantar. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. 3. Brian Sturges. (2017) Debt to GDP Ratio: Use With Care. World Economics. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2020 dari https://www.worldeconomics.com/Blogs/Debt %20to%20GDP%20Ratio%20Use%20with%20Care_840ac1d7-fd30-4a91-b806-ee1183 212215.blog 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 5. Bank Indonesia (2020, 14 Agustus). Utang Luar Negeri Indonesia Triwulan II 2020 Meningkat diakses pada tanggal 13 Oktober 2020 dari https://www.bi.go.id/id/ruangmedia/info-terbaru/Pages/Utang-Luar-Negeri-Indonesia-Triwulan-II-2020Meningkat.aspx 6. CNN Indonesia. (2020, 12 Oktober 2020). Sri Mulyani Cerita Sejarah Utang dari Zaman Merdeka. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2020 dari https://www.cnnindonesia.com /ekonomi/20201012114429-532-557303/sri-mulyani-cerita-sejarah-utang-dari-zamanmerdeka 7. CNN Indonesia (2019, 4 Januari) Membandingkan Manfaat Utang Era Soeharto Hingga Jokowi. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2020 dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190104132206-532-358516/membandingkanmanfaat-utang-era-soeharto-hingga-jokowi 8. CNN Indonesia (2020, 13 Agustus). Faisal Basri Kritik Utang Boros Pemerintahan Jokowi. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2020 dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200813211622-532-535519/faisal-basrikritik-utang-boros-pemerintahan-jokowi 9. Historia. (2015, 28 April).Awal Mula Indonesia Mengutang Pada IMF. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2020 dari https://historia.id/politik/articles/awal-mula-indonesiamengutang-pada-imf-vQXVZ/page/1 10. Merdeka.com (2013, 9 Juli) Kebiasaan mewariskan utang sejak Soekarno hingga SBY. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2020 dari https://www.merdeka.com/uang/kebiasaanmewariskan-utang-sejak-soekarno-hingga-sby.html 11. Portonews. (2017, 4 Desember) Mari Bicara Hutang Luar Negeri. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2020 dari https://www.portonews.com/2017/laporan-utama/mari-bicara-utangluar-negeri/ 12. Kementerian Keuangan. Menjawab Utang. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2020 dari https://www.kemenkeu.go.id/menjawabutang 13. Kementerian keuangan. APBN 2020. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2020 dari https://www.kemenkeu.go.id/apbn2020 14. Anadolu Agency. (2019, Desember 10) Indeks Pembangunan Manusia Indonesia masuk kategori tinggi untuk pertama kali. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2020 dari https://www.aa.com.tr/id/ekonomi/indeks-pembangunan-manusia-indonesia-masukkategori-tinggi-untuk-pertama-kali/1669127 15. CNBC Indonesia. (2020, 17 Februari) IPM RI Naik, Tapi Masih Kalah Sama Tetangga. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2020 dari https://www.cnbcindonesia. com/news/20200217142358-4-138395/ipm-ri-naik-tapi-masih-kalah-sama-tetangga Oky Patria Sadewa/2020 16. Inevstopedia (2020,31 Mei). Debt-to-GDP Ratio Definition. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2020 dari https://www.investopedia.com/terms/d/debtgdpratio.asp#:~ :text=The%20debt%2Dto%2DGDP%20ratio%20is%20the%20metric%20comparing%20 a,to%20pay%20back%20its%20debts. 17. Investopedia (2020,27 Juli). Debt-Service Coverage Ratio (DSCR). Diakses pada tanggal 19 Oktober 2020 dari https://www.investopedia.com/terms/d/dscr.asp 18. Okezone. (2020, 29 Mei) Negara Ini Jadi Pemberi Utang Terbesar di Dunia . Diakses pada tanggal 14 Oktober 2020 dari https://economy.okezone.com/read/2020/05/28/ 320/2221175/negara-ini-jadi-pemberi-utang-terbesar-di-dunia 19. Warta Ekonomi (2020, 4 Maret). Siapa Negara Pemberi Utang ke Indonesia No 1? Bukan China. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2020 dari https://www.wartaekonomi.co.id /read274972/siapa-negara-pemberi-utang-ke-indonesia-no-1-bukan-china 20. Bank Indonesia (2020) Statistik Utang Sektor Publik Indonesia Triwulan II-2020. www.bi.go.id 21. Kata Data (2019, 1 Februari) Menakar Bahaya Utang Indonesia. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2020 dari https://katadata.co.id/safrezifitra/indepth/5e9a5550b99bb/menakarbahaya-utang-indonesia 22. Kontan (2020, 21 Agustus) Debt service ratio meningkat, ekonom Indef ingatkan sudah di level waspada. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2020 dari https://nasional.kontan.co.id/news/debt-service-ratio-meningkat-ekonom-indef-ingatkansudah-di-level-waspada#:~:text=Rasio%20pembayaran%20utang%20Indonesia%20at au,meningkat%20menjadi%2029%2C50%25.&text=KONTAN.CO.ID%20%2D%20JAK ARTA,tumbuh%205%2C0%25%20yoy. 23. Bisnis.com (2014, 29 November) Apa Itu Debt Service Ratio?. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2020 dari https://finansial.bisnis.com/read/20141129/11/276443/apa-itu-debtservice-ratio 24. Kompas (2020, 12 Agustus) Data Kependudukan 2020: Penduduk Indonesia 268.583.016 Jiwa. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2020 dari https://nasional.kompas.com /read/2020/08/12/15261351/data-kependudukan-2020-penduduk-indonesia-268583016jiwa?page=all 25. Kata Data (2020, 2 Juli) Indonesia Resmi Naik Kelas jadi Negara Berpendapatan Menengah ke Atas. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2020 dari https://katadata.co.id/agustiyanti/finansial/5efd443e37e94/indonesia-resmi-naik-kelasjadi-negara-berpendapatan-menengah-ke-atas 26. Akurat (2019,11 Februari) Dosen UI: Indonesia Masuk 'Debt Trap', Utang Dibayar dengan Mengutang. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2020 dari https://akurat.co/id-520912-readdosen-ui-indonesia-masuk-debt-trap-utang-dibayar-dengan-mengutang 27. Investor.id (2019, 2 Juli) Solusi Melunasi Utang Negara dan Swasta. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2020 dari https://investor.id/opinion/solusi-melunasi-utang-negara-dan-swasta 28. Kementerian Keuangan (2019) Mengenal Rasio Pajak Indonesia. Diakses pada tanggal 20 Oktober dari https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/mengenal-rasio-pajakindonesia/#:~:text=Terkait%20besaran%20ideal%20rasio%20pajak,yaitu%20ke%20arah %2015%25%20keatas.&text=%22Kalau%20di%20Indonesia%20sekarang%20ini,11%2 C5%25%20ratio%20kita.