kamus ekabahasa arab

advertisement
KAMUS EKABAHASA
DAN DWIBAHASA ARAB
Secara historis, sejarah leksikografi menunjukkan bahwa kamus yang pertama kali ada di
dunia disusun oleh bangsa India pada abad ke-6 SM. dengan judul Amara Kosa. Empat abad
kemudian (abad ke-4 SM) bangsa Cina menyusul membuat kamus. Kemudian, pada abad
pertama Masehi bangsa Yunani pun tak mau ketinggalan. Mereka juga menyusun kamus
dan pada abad ini penyusunan kamus di Yunani berlangsung marak. 1 Sedangkan bangsa
Arab pertama kali menyusun kamus pada abad pertama Hijriah yang dipelopori oleh
Abdullah Ibn Abbas (W. 68 H.).2
Ketika Rasulullah saw. masih hidup, setiap kali masyarakat ingin mengetahui
makna kata-kata al-Qur`an yang belum mereka ketahui, mereka bertanya langsung kepada
beliau dan langsung beliau jelaskan.
Sebagai contoh, ketika mereka bertanya tentang
makna, iman, islam dan ihsan, beliau jelaskan maknanya satu persatu secara rinci dan jelas,
sehingga dapat dikatakan bahwa beliau benar-benar menjadi kamus berjalan.
Setelah
Rasulullah wafat, pertanyaan tentang makna kata-kata yang dianggap asing dalam al-Qur`an
disampaikan kepada sahabat Rasul, dan yang diakui kapasitasnya dalam bidang ini adalah
Abdullah Ibn Abbas. Yang dikenal sebagai orang yang paling banyak bertanya kepada
Abdullah Ibn Abbas adalah Nafi’ Ibn Al-Azraq. Hasil tanya jawab antara Abdullah Ibn
Abbas dengan Nafi’ Ibn Al-Azraq tentang kata-kata asing dalam Al-Qur’an kemudia
dibukukan dan diberi judul: "‫( "سؤاالت انفع بن األزرق إىل عبد هللا بن عباس‬Pertanyaan-pertanyaan Nafi’
Ibn Al-Azraq kepada Abdullah Ibn Abbas). Karya inilah yang dianggap sebagai kamus
Gharib Al-Qur’an (Kata-kata Asing dalam Al-Qur`an). Karya inilah yang kemudian diakui
sebagai kamus pertama di dunia Arab. Kamus ini termasuk dalam kategori kamus khusus,
karena hanya memuat kosa kata yang dianggap asing dalam al-Qur`an dan tidak termasuk
dalam kategori kamus umum yang memuat semua kosa kata bahasa Arab yang dipakai
dalam masyarakat.
Penyusun kamus Arab yang kedua adalah Khalil Ibn Ahmad Al-Farahidi (100 –
175 H.) dengan karyanya yang sangat monumental Kitab al-`Ain. Kamus ini termasuk
1
Umar, Ahmad Mukhtar. Shina’at al-Mu’jam al-Arabiy al-Hadits. Cairo: ‘Alam alKutub, cet 1 1998, hal. 25.
2
Nashshar, Husein. Al-Mu’jam al-‘Arabiy Nasy`atuhu wa Tathawwuruhu. Cairo: Dar alKitab, 1956, Jilid 1, hal 33
dalam kategori kamus umum, karena tidak hanya memuat kosa kata al-Qur`an, tetapi juga
memuat kosa kata bahasa Arab dalam berbagai bidang yang dipakai dalam masyarakat.
Dalam sejarah leksikografi Arab pada umumnya Kitab al-`Ain menempati urutan kedua
setelah Gharib al-Qur’an karya Abdullah Ibn Abbas, tetapi dalam jajaran kamus umum,
Kitab al-`Ain merupakan kamus yang pertama kali disusun bangsa Arab.
Setelah itu, Khalil disusul oleh leksikografer-leksikografer lainnya yang secara
berurutan sebagai berikut: Ibn duraid (223 – 321 H.) dengan karyanya al-Jamharah; alAzhari (282 – 370) dengan karyanya al-Tahzib; Abu Ali al-Qali (288 - 356) dengan
karyanya al-Bari’; al-Shahib Ibn Ubbad (324 – 348) dengan karyanya al-Muhith; Ahmad
Ibn Faris (w. 395 H.) dengan karyanya al-Maqayis dan al-Mujmal; Ismail Ibn Hammad alJauhari (w. 400 H.) dengan karyanya al-Shihah; Ibn Sidah (398 – 458) dengan karyanya alMuhkam; al-Zamakhsyari (467 – 538 H.) dengan karyanya Asas al-Balaghah; Radhiyuddin
al-Hasan Ibn Muhammad al-Shagani (577 – 650) dengan karyanya al-Ubab; Ibn Manzhur
(630 – 771 H.) dengan karyanya Lisan al-Arab; Abu Bakr al-Razi (w. 666 H.) dengan
karyanya Mukhtar al-Shihah; Muhammad Fairuzabadi (729 – 817 H.) dengan karyanya alQamus al-Muhith; al-Zubaidi (1145 – 1205) dengan karyanya Taj al-Arus; Mirza
Muhammad Ali al-Syirazi dengan karyanya al-Mi’yar (dicetak antara tahun 1311 -1314
H.); Butrus Ibn Baulus al-Bustani (w. 1883 M) dengan karyanya Muhith al-Muhith dan
Qathr al-Muhith; Said al-Khuri al-Syartuni (w. 1919 M.) dengan karyanya Aqrab alMawarid fi Fashih al-Arabiyyah wa al-Syawarid; Jarjas Humam al-Syuwairi (dicetak pada
tahun 1907 M.) dengan karyanya Mu’jam al-Thalib fi al-Ma`nus min Matn al-Lughat al`Arabiyyah wa al-Isthilahat al-Ilmiyyah wa al-Ashriyyah; Louis al-Ma`luf (1908) dengan
karyanya al-Munjid; Pusat Bahasa Mesir (1961 M.) dengan tiga karya al-Mu`jam al-Kabir,
al-Mu`jam al-Wasith dan al-Mu`jam al-Wajiz; Abdullah Mikhail al-Bustani (1854 – 1930)
dengan karyanya al-Bustan; Al-Syaikh Ahmad Ridha (1872-1953) dengan karyanya Matn
al-Lughah dan Radd al-Ami ila al-Fashih;
al-Ab Anstas Mari al-Karmili (1866 – 1947)
dengan karyanya al-Musa’id; Abdullah al-‘Alayili ( 1914 - ……) dengan karyanya alMarji’; al-Nadwah al-Tarbawiyyah li Buldan al-Maghrib al-‘Arabi (1384 H.) dengan karya
al-Qamus al-Jadid; Jibran Ma’ud (1383) dengan karyanya al-Raid; Ahmad Qabbas ( 1405
H.) dengan karyanya al-Faishal; Khalil al-Jar (1978) dengan karyanya al-Mu`jam al-Arabiy
al-Hadits; al-Mutazhzhamat al-Arabiyyah li al-Tarbiyah wa al-Tsaqafah wa al-Ulum (1989)
dengan karya al-Mu`jam al-Arabiy al-Asasi; Hasan Said al-Karami (1991) dengan karyanya
al-Hadi Ila Lughat al-Arab; Mahmud Ismail Shini (1991) dengan karyanya Mu`jam al-
Tullab. Kedua kamus ini merupakan yang terakhir yang telah disusun masyarakat Arab.
Dan kamus-kamus ini adalah kamus umum ekabahasa, bukan dwibahasa atau tribahasa dan
bukan pula kamus khusus.
Kamus-kamus tersebut telah mendapat sambutan hangat, pujian, dan penghargaan
yang demikian tinggi dari masyarakat Arab, tetapi seiring dengan perkembangan ilmu
perkamusan kamus-kamus tersebut kemudian mendapat kritikan yang tajam dari para
pengamat perkamusan Arab, karena berdasarkan hasil penelitian leksikologi dan
leksikografi yang mereka lakukan ternyata di dalamnya masih terdapat kelemahan dan
kekurangan, bahkan kesalahan. Ini sejalan dengan ungkapan “berbahagialah penyusun
buku setelah bukunya terbit, karena mendapat pujian dan penghargaan dari publik, dan
berbahagialah penyusun kamus setelah kamusnya terbit, karena selamat dari caci maki dan
cercaan publik.”
Kritikan terhadap kamus-kamus tersebut telah disampaikan antara lain oleh Dr.
Husein Nashshar dalam karyanya al-Mu’jam al-‘Arabi Nasy`atuhu wa Tathawwuruhu; Dr.
Umar al-Khatib dalam karyanya al-Mu’jam al- ‘Arabi bayn al-Madhi wa al-Hadhir; Dr.
Muhammad Ahmad Abu al-Faraj dalam karyanya al-Ma’ajim al-Lughawiyyah; Dr.
Muhammad Jabir Fayyadh al-‘Alwani dalam karyanya al-Ma’ajim al-‘Arabiyyah; Dr.
Abdullah Darwisy dalam karyanya al-Ma’ajim al-‘Arabiyyah; Dr. Abdusami’ Muhammad
Ahmad dalam karyanya al-Ma’ajim al-‘Arabiyyah.
Penyebaran Islam dan peradabannya sekaligus membantu penyebaran bahasa
Arab di luar jazirah Arab, sehingga yang dahuulunya negara Arab hanya terdapat di Jazirah
Arab (Negara-negara Teluk) saja, kini berkembang menjadi 23 negara. Selanjutnya, Islam
tidak hanya tersebar, berkembang dan dikaji di negara-negara Arab saja tetapi juga di
negara-negara bukan Arab. Sebagai sarana pengkajian Islam, bahasa Arab tidak hanya
diajarkan di negara-negara Arab saja, tetapi juga di negara-negara bukan Arab.
Selain itu, sebagai alat komunikasi antar bangsa, bahasa Arab diminati dan
dianggap penting oleh bangsa-bangsa di dunia, sehingga pada tahun 1972 diakui dan
ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai bahasa resmi yang dipakai di
PBB di samping bahsa Inggris, Prancis, Spanyol, dan Rusia. Bahkan, data terakhir
menunjukkan bahwa di Amerika Serikat bahasa Arab telah diajarkan di lebih dari seratus
universitas. Untuk menunjang pengajaran bahasa Arab di negara-negara bukan Arab,
disusunlah kamus-kamus dwibahasa Arab dalam berbagai versi (Arab-Asing/Asing-Arab)
yang termasuk di dalamnya adalah kamus Arab-Indonesia dan Indonesia-Arab.
Bahasa Arab diajarkan di Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam ke tanah
air. Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-tujuh Masehi yang dibawa oleh saudagar Arab
Muslim1. Interaksi mereka dengan penduduk Indonesia tentu tak terelakkan, bahkan mereka
membaur dengan bangsa Indonesia. Setelah terjadi interaksi dengan mereka, sebagian dari
penduduk Indonesia memeluk agama Islam yang kemudian belajar dan mengkaji masalahmasalah keislaman seperti tauhid, fiqh, akhlak dan lain sebagainya. Pada saat yang sama
kesadaran mereka pun tumbuh bahwa tanpa menguasai bahasa Arab tidak mungkin mereka
dapat memahami secara baik dan benar setidaknya ayat al-Qur`an yang mereka baca dalam
sholat mereka. Begitu pula literatur keislaman yang berbahasa Arab tidak mungkin dapat
dipahami secara baik dan benar tanpa menguasai bahasa Arab. Oleh karena itu mereka pun
dengan gigih mempelajari bahasa Arab.
Sejalan dengan perkembangan zaman, jumlah pemeluk Islam di Indonesia tahun
demi tahun mengalami peningkatan. Data terakhir menunjukkan bahwa jumlah pemeluk
Islam di Indonesia mencapai 170.056.522 jiwa dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia
yaitu 193.054.707. Dari jumlah tersebut yang belajar bahasa Arab secara resmi di sekolah,
madrasah, universitas dan pesantren mencapai 11.783.513 orang. 2 Ini berarti 6,1% dari
jumlah bangsa Indonesia secara keseluruhan atau 6,9 % dari jumlah keseluruhan ummat
Islam Indonesia. Kenyataan di lapangan juga menunjukkan bahwa pengajaran bahasa Arab
di Indonesia masih mengalami sejumlah masalah, baik yang secara internal terkait langsung
dengan bahasa Arab itu sendiri maupun masalah eksternal bahasa Arab.
Seperti belajar bahasa asing yang lain, belajar bahasa Arab memerlukan alat
penunjang yang antara lain adalah kamus3, karena dua pertimbangan. Pertama, fungsi kamus
sebagai penjelas makna kata, frase, klausa, kalimat, dan ungkapan. Kedua, sebagai bangsa
bukan penutur asli bahasa Arab, secara umum bangsa Indonesia tidak dapat belajar bahasa
Arab secara optimal tanpa bantuan kamus, terutama ketika mencari makna kata, frase,
kalimat dan ungkapan secara tepat dan akurat.
Kesadaran akan pentingnya kamus Arab Indonesia dalam pengajaran bahasa Arab
mendorong semangat para pencinta bahasa Arab untuk menyusun kamus Arab-Indonesia,
1
Abkar, Abdurrahman Musa. Waqi’ Ta’lim al-Lughat al-Arabyyah fi al-Jami’at alIndunisiyyah dalam : Tathwir
Ta’lim al-Lughah al-Arabiyyah fi al-Jami’at alIndunisiyyah: Al-Waqi’ wa al-Mustaqbal. Riyadh: Al-Imam Muhammad Ibn Saud
Islamic University, 1996 Cet 1, hal. 25.
2
Data ini diperoleh dari Departemen Agama RI tahun 2000.
3 Hidayat, H..D. Pengajaran Bahasa Arab di Indonesia: Masalah dan Cara Mengatasinya,
Jakarta: LPBA, 1986, hal. 3.
sehingga sejak tahun 1925 sampai tahun 2001 telah berhasil disusun sembilan belas kamus
Arab Indonesia. Kamus-kamus tersebut ada yang disusun sebelum Indonesia merdeka dan
yang disusun setelah Indonesia merdeka. Yang disusun sebelum Indonesia merdeka adalah:
Kamus Arab Melayu al-Inarah al-Tahzibiyyah karya Moehammad Fadloellah (1925),
Kamus al-Marbawi Arab-Melayu karya Muhammad Idris al-Marbawi (1927), Kamus alZahabi Arab-Melayu karya Mahmud Yunus (1930).
Meskipun nama “Indonesia” telah muncul sebelum negara Indonesia merdeka
yaitu setalah dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tahun 1928, dan sebelum Indonesia
merdeka telah lahir tiga buah kamus dwibahasa Arab di tanah air, namun sebelum Indonesia
merdeka belum ada kamus dwibahasa Arab yang bernama Kamus Arab Indonesia. Kamus
Arab Indonesia dengan judul “Arab-Indonesia” pertama kali lahir pada tahun 1951 yang
disusun oleh K.H Abdullah Ibn Nuh. Prestasi yang dicapai Abdullah Ibn Nuh ini kemudian
disusul oleh Mahmud Yunus pada tahun 1973 juga dengan karya yang sama, Kamus ArabIndonesia yang tak lain adalah perluasan dari Kamus Arab-Melayu al-Zahabi yang disusun
Yunus bersama Qasim Bakri pada tahun 1930. Keberhasilan ketiga tokoh perkamusan ini
lalu diikuti oleh Husein Al-Habsyi pada tahun 1977 dengan karyanya Kamus ArabIndonesia al-Kautsar. Kemudian, pada tahun 1984 muncul Kamus Arab-Indonesia alMunawwir karya Ahmad Warson Munawwir yang jumlah lemanya lebih besar dari semua
karya pendahulunya. Lalu, pada tahun 1992 lahir Kamus Arab-Indonesia Al-Dhiya’ karya
Muhammad Fadhil Al-Nadawi. Pada tahun 1996 tampil Kamus Kontemporer ArabIndonesia karya Atabek Ali bersama Ahmad Zuhdi Muhdar yang lebih besar dari pada alMunawwir.
Pada tahun 1997 datang menyusul pendahulunya Kamus Arab Indonesia karya
Ahmad Sya’bi. Pada tahun 1998 muncul lagi Kamus Arab Indonesia berikutnya karya Irfan
Zidny bersama Chotibul Umam. Pada tahun 1999 datang lahir lagi dua Kamus ArabIndonesia. Yang pertama disusun oleh Abu Rifqi Al-Hanif dan yang kedua disusun oleh
Adib Bisri bersama Munawwir A.Fatah. Pada penghujung milenium II, yakni tahun 2000
muncul lagi Kamus Arab Indonesia karya Tim Kasiku. Pada awal melenium III, tahun 2001
lahir tiga Kamus Arab Indonesia. Yang pertama Kamus Kontekstual Arab Indonesia karya
Basuni Imamuddin bersama Nasiroh Ishaq. Yang kedua Kamus Arab Indonesia karya Zaid
Husein Al-Hamid dan yang ketiga karya Ahmad Sunarto. Ada dua Kamus Arab Indonesia
lagi, yang pertama karya Abu Khalid dan yang kedua disusun oleh Atah Munir. Kedua
kamus ini tak bertahun, namun diyakini kedua kamus ini lahir pasca 2000, karena sebelum
tahun tersebut keduanya belum tampak di permukaan.
Download