BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Masyarakat Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun demikian mengapa harus hidup bermasyarakat? Seperti diketahui manusia pertama telah ditakdirkan untuk hidup bersama dengan manusia lain yaitu istrinya yang bernama Hawa. Banyak cerita-cerita tentang manusia yang hidup menyendiri seperti Robinson Crusoe. Akan tetapi pengarangnya tidak bisa membuat suatu penyelesaian tentang hidup seorang diri tadi, karena kalau dia mati berarti riwayatpun akan habis pula. Maka kemudian muncullah tokoh “Friday” sebagai teman Robinson Crusoe. Walaupun temannya itu pria juga, namun hal itu membuktikan bahwa pengarang sudah mempunyai perasaan tentang kehidupan bersama antar manusia. Begitu pula tokoh Tarzan didalam film. Ia diberi pasangan seorang wanita sebagai teman hidupnya, yang kemudian berketurunan pula, dan seterusnya. Apabila kita membaca cerita-cerita dari dunia wayang, maka tokoh-tokoh seperti Arjuna yang sering bertapa dan menyendiri, akhirnya kembali pada saudara-saudaranya. Bertapa dan menyendiri hanyalah untuk sementara, dan bersifat temporer. Memang apabila manusia dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya seperti hewan, dia tak akan dapat hidup sendiri. Seekor anak 13 ayam, walaupun tanpa induk, mampu mencari makan sendiri; demikian pula hewan-hewan lain seperti kucing, anjing, harimau, gajah dan sebagainya. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya, harus diajar makan, berjalan, bermain-main dan lain sebagainya : jadi sejak lahir, manusia berhubungan dengan manusia lainnya. Lagi pula, manusia tidak dikarunia Tuhan dengan alat-alat fisik yang cukup untuk dapat hidup sendiri. Harimau misalnya, diberi kuku dan gigi yang kuat untuk mencari makan sendiri. Burung diberi sayap untuk terbang jauh; katak diberi alat-alat khusus untuk dapat hidup di darat maupun tempat-tempat berari. Ikan diberi alat khusus untuk dapat hidup sendiri di air. Akan tetapi manusia tidak demikian. Alat-alat fisiknya tidak sekuat hewan, akan tetapi dia diberi alat-alat untuk bertahan yang sangat ampuh dan istimewa, jauh lebih sempurna daripada alat-alat fisik hewan yaitu pikiran. Pikiran tadi tak dapat secara langsung digunakan sebagai alat hidup, akan tetapi dapat dimanfaatkan untuk mencari alat-alat material yang diperlukan untuk kehidupan. Hewan-hewan seperti sapi, keledai, kuda, sanggup hidup di udara dingin tanpa pakaian. Manusia tak mungkin, tapi dengan menggunakan daya fikir dia menciptakan pakaian untuk melindungi diri terhadap terik matahari, hujan dan udara dingin. Dalam menghadapi alam sekeliling, manusia harus hidup berkawan dengan manusia-manusia lain dan pergaulan tadi mendatngkan kepuasan 14 bagi jiwanya. Apabila manusia hidup sendirian, misalnya dalam keadaan terkurung didalam sebuah ruangan yang tertutup sehingga ia tidak dapat mendengarkan suara orang lain atau hak dapat melihat orang lain, maka akan terjadi gangguan dalam perkembangan jiwanya. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain gregariousness dan karena itu manusia juga disebut social animal (=hewan sosial); hewan yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama. Di dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, yang agaknya paling penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat hubungan-hubungan tadi. Reaksi tersebutlah yang mengakibatkan tindakan seseorang menjadi bertambah luas. Misalnya, kalau seseorang menyanyi, dia memerlukan reaksi, entah yang berwujud pujian atau celaan yang kemudian merupakan dorongan bagi tindakan-tindakan selanjutnya. Di dalam memberikan reaksi tersebut ada suatu kecenderungan manusia untuk memberikan keserasian dengan tindakan-tindakan orang lain. Mengapa ? oleh karena sejak dilahirkan, manusia sudah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (1990 : 124 – 125) yaitu : 1. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya (yaitu masyarakat). 15 2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam di sekelilingnya. Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut di atas, manusia menggunakan fikiran, perasaan dan kehendaknya. Di dalam menghadapi alam sekelilingnya seperti udara yang dingin, alam yang kejam dan lain sebagainya, manusia menciptakan rumah, pakaian dan lain-lain. Manusia juga harus makan, agar badannya tetap sehat, untuk itu dia dapat mengambil makanan sebagai hasil dari alam sekitarnya, dengan menggunakan akalnya. Di laut, manusia akan menjadi nelayan untuk menangkap ikan, apabila alam sekitarnya hutan, maka manusia akan berburu untuk mencari makanannya. Kesemuanya itu menimbulkan kelompokkelompok sosial atau social group di dalam kehidupan manusia ini. Kelompok-kelompok sosial tersebut merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbal balik yang saling pengaruh mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong menolong. Akan tetapi timbul suatu pertanyaan, apakah setiap himpunan manusia dapat dinamakan kelompok sosial ? untuk itu diperlukan beberapa persyaratan tertentu sebagaimana dikemukakan oleh Soejono Soekanto (190 : 125 – 126) antara lain : 1. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan. 16 2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya. 3. Ada suatu factor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Factor tadi dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideology politik yang sama dan lain-lain. Tentunya factor mempunyai musuh bersama, dapat pula menjadi factor pengikat/pemersatu. 4. Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku 5. Bersistem dan berproses. Seorang sosiolog di dalam menelaah masyarakat manusia akan banyak berhubungan dengan kelompok-kelompok sosial, baik yang kecil seperti misalnya kelompok keluarga, ataupun kelompokkelompok besar seperti masyarakat desa, masyarakat kota, bangsa dan lain. Sebagai sosiolog, dia sekaligus merupakan anggota salah satu kelompok sosial ilmiawan peneliti akan kian sadar bahwa sebagian dari kepribadiannya terbentuk oleh kehidupan berkelompok dan dia hanya merupakan unsur yang mempunyai kedudukan dan peranan yang kecil. Suatu kelompok sosial cenderung untuk tidak menjadi kelompok yang statis, akan tetapi selalu berkembang serta mengalami perubahan-perubahan yang dialaminya, atau bahkan sebaliknya dapat mempersempit ruang lingkupnya. Manusia merupakan makhluk yang bersegi jasmani (raga) dan rohaniah (jiwa). Segi rohaniah manusia 17 terdiri dari fikiran dan perasaan apabila diserasikan itulah yang kemudian menjadi landasan gerak segi jasmaniah manusia. Segi rohaniah manusia di dalam proses pergaulan hidup dengan sesamanya menghasilkan kepribadian. Proses pembentuk kepribadian dalam diri manusia berlangsung terus-menerus sampai dia mati. Proses pembentukan kepribadian seseorang dipengaruhi oleh beberapa factor, baik yang berasal dari dirinya sendiri maupun yang berasal dari lingkungan. Kepribadian mencakup pelbagai unsure yang pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan. Dengan demikian, maka suatu masyarakat sebenarnya merupakan system adaktif, oleh karena masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi pelbagai kepentingan dan tentunya juga untuk dapat bertahan. Namun di samping itu masyarakat sendiri juga mempunyai pelbagai kebutuhan yang harus dipenuhi, agar masyarakat itu dapat hidup terus. Kebutuhankebutuhan itu adalah sebagai dikemukakan oleh Soejono Soekanto (1990 : 28) antara lain sebagai berikut : 1. Adanya populasi dan population replacement 2. Informasi 3. Energy 4. Materi 5. Sistem komunikasi 6. System distribusi 18 7. System organisasi sosial 8. System pengendalian sosial 9. Perlindungan warga masyarakat terhadap ancaman-ancaman yang tertuju pada jiwa dan harta bendanya. Dengan demikian maka setiap masyarakat mempunyai komponen-komponen dasarnya sebagaimana dikemukakan Soejono Soekanto (1990 : 28 – 29) yakni : 1. Populasi, yakni warga-warga suatu masyarakat yang dilihat dari sudut pandangan kolektif. Secara sosiologis maka aspek-aspek sosiologis yang perlu dipertimbangkan, misalnya : a. Aspek-aspek genetic yang konstantan b. Variabel-variabel genetic c. Variabel-variabel demografis 2. Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa dari kehidupan bersama yang mencakup : a. Sistem lambang-lambang b. Informasi 3. Hasil-hasil kebudayaan material 4. Organisasi sosial, yakni jaringan hubungan antara warga-warga yang bersangkutan, yang antara lain mencakup : a. Warga masyarakat secara individual b. Peranan-peranan c. Kelompok-kelompok sosial 19 d. Kelas-kelas sosial 5. Lembaga-lembaga sosial dan sistemnya Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa masyarakat senantiasa merupakan suatu system, oleh karena mencakup pelbagai komponen dasar yang saling berkaitan secara fungsional. Pengertian masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990 : 143 – 144) adalah sebagai berikut istilah ma syarakat adalah istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan-kesatuan manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam bahasa sehari-hari. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata socius, yang berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari asal kata Arab “Syaraka” yang berarti “ikut serta, berpartisipasi”. Masyarakat memang adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul” atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi” namun tidak semua kumpulan dapat dikatakan masyarakat karena masyarakat itu sendiri mempunyai ikatan yang membuat suatu kesatuan manusia itu menjadi suatu masyarakat yaitu pola tingkah laku yang khas mengenai semua factor kehidupannya dalam batas kesatuan itu. Lagi pula, pola itu harus bersifat mantap dan kontinyu, dengan perkataan lain, pola khas itu harus sudah menjadi adat istiadat yang khas. Disamping itu harus juga mempunyai cirri-ciri lain, yaitu suatu rasa identitas di antara para warga atau anggotanya, bahwa mereka 20 memang merupakan suatu kesatuan khusus yang berbeda dari kesatuan-kesatuan lainnya, tingkah lakunya terikat oleh berbagai norma secara keseluruhan dari berbagai faktor kehidupan, serta mereka saling berinteraksi di dalamnya dengan memanfaatkan berbagai macam prasarana yang memungkinkan para warganya untuk berinteraksi secara intensif. Berdasarkan uraian di atas maka defenisi mengenai konsep masyarakat adalah sebagai berikut sebagaimana dikemukakan Koentjaraningrat (1990 : 145 – 146) : bahwa “masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu system adat istiadat yang bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama”. Pengertian tentang masyarakat telah banyak dikemukakan oleh beberapa ahli sarjana. Menurut Mac Iver dan Charles H. Page yang dikutip oleh Soejono Soekanto (1986 : 20), bahwa yang dimaksud masyarakat adalah merupakan suatu system dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dari pengawsan tingkah laku serta kebebasankebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial. Dan masyarakat selalu berubah. 21 Sedangkan menurut Ralph Linton dalam Soejono Soekanto (1990 : 20), menyatakan bahwa masyarakat adalah merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Di samping itu ahli sosiologis Indonesia telah memberikan pula pengertian tentang masyarakat, antara lain Selo Soemardjan dalam Soejono Soekanto (1990 : 20), mengatakan bahwa “Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan”. Koentjaraningrat (1980 : 157) mengatakan bahwa : “Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah saling berinteraksi.” Dari pengertian yang dikemukakan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat merupakan satu kesatuan sistem yang kompleks yang didalamnya terdiri dari bagian-bagian atau unsure-unsur yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi secara timbale balik. Dalam situasi relasi antar unsur-unsur yang ada di tengah-tengah masyarakat tidak saja saling bekerja sama ke arah pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhannya, akan tetapi tidak jarang antar unsur tersebut terjadi situasi konflik kepentingan. Konflik atau pertentangan yang saling terjadi pada masyarakat disebabkan karena perbedaan norma dari berbagai kelompok sosial 22 dan individu yang tidak mampu menyesuaikan diri di antara norma yang ada pada kelompok tersebut. Dalam situasi demikian kejahatan, penyimpangan dan penyelewengan dapat terjadi. B. Pengertian Anak Terlantar Tujuan Pembangunan Nasional pada dasarnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya haruslah dimulai sedini mungkin yakni dari anak dan bahkan dari mulai sejak ia masih berada dalam kandungan Ibu. Anak merupakan potensi bangsa sehingga perlu disiapkan dan dikembangkan untuk kematangan pribadinya, agar kemudian dapat berperan serta dan memberikan sumbangan yang nyata kepada kepentingan keluarga, masyarakat bangsa dan negara. Salah satu usaha dalam rangka pembinaan kesejahteraan anak adalah dengan melakukan pengawasan terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan anak. Suatu peristiwa mulai dari bersatunya sel mani ayah dengan sel telur ibu, pada kandungan ibunya dan berakhir pada akil baliqnya seorang remaja.Pada masa ini tidak tertutup kemungkinan adanya beberapa hal yang dapat mengganggu pertumbuhan dan 23 perkembangan anak, sebagaimana dikemukakan dalam buku modul keluarga bahagia sejahtera (1990/1991 : 132 – 133) yaitu : 1. Anak-anak dengan gangguan pendengaran, berbicara dan berfikir Contohnya adalah anak bisu tuli. Perkembangan berbicara dimulai sejak dini dikala bayi baru lahir yaitu dengan menangis kuat-kuat dan mencapai fungsinya pada usia 3 tahun. 2. Anak-anak dengan gangguan bergerak Contohnya anak-anak dengan kelumpuhan yang kaku. Awal dari gerak yang mantap pada anak di mulai pada usia anak 3 bulan yaitu dengan menggenggam sesuatu yang diberikan pada tanggannya dengan erat. Pada bulan ke 11 (sebelas) keterampilan memegang mengalami perkembangan yang pesat dan hamper sempurna. 3. Anak-anak dengan gangguan penglihatan Keadaan gangguan proses penglihatan mengakibatkan sebagian besar anak menderita mata juling. Dalam keadaan normal, reflex tertentu yang menyebabkan mata melihat dengan kedua biji matanya dimulai sejak usia 6 bulan dan mencapai puncak perkembangan pada usia 3 tahun. Sehingga langkah-langkah untuk perbaikan harus sudah diambil sebelum anak berusia 4 tahun. 4. Anak-anak dengan gangguan sosial 24 Adalah gangguan perkembangan berbicara dan sosial di antaranya hubungan antar manusia, tingkah laku sosial misalnya pelacuran dan kriminalitasnya, tidak berhasil di sekolah atau dalam pekerjaannya. Untuk mencegah terjadinya gangguan tersebut, maka perlu dilakukan pemeliharaan terhadap anak yaitu dengan merawat dan mengurus untuk keselamatan atau kebaikan anak. Cara yang efektif untuk memperlancar kerjasama ekonomi antar jenis kelamin dan menjamin adanya ikatan yang erat yang mutlak perlu antara ibu dan anak sebagaimana dikemukakan oleh William A. Haviland R. G. Soekadijo (1993 : 75) ialah dengan membentuk kelompok-kelompok penghuni lingkungan yang mencakup semua orang dewasa dari semua jenis kelamin. Perdebatan sifat peranan pria dan wanita dewasa, seperti yang ditetapkan oleh kebudayaan yang berbedabeda, mengharuskan anak untuk berhubungan erat dengan orang dewasa dari jenis kelamin yang sama untuk dijadikan model dari peranan orang dewasa yang tepat. Adanya pria dan wanita dewasa dalam kelompok lingkungan yang sama memenuhi kebutuhan itu. Ini tidak berarti bahwa hanya keluargalah satu-satunya unit yang dapat memenuhi persyaratan itu. Dalam teori, bentukanbentukan lain juga mungkin. Misalnya, kelompok-kelompok anak dapat dibesarkan oleh pasangan-pasangan yang terlatih yang terdiri atas ahli-ahli pria dan wanita. Seperti di universal dari keluarga 25 manusia, meskipun fungsinya sendiri bersifat universal. Jelas bahwa ada faktor-faktor lain yang harus dilibatkan. Dalam buku modul keluarga bahagia sejahtera (1990/1991 : 134-135) di kemukakan mengapa dilakukan pemeliharaan terhadap anak yaitu : a. Anak adalah makhluk hidup yang memerlukan “makanan dan minuman”. Ibarat tanaman yang berharga anak perlu dipelihara dengan hati-hati dan penuh kasih saying agar ia dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat. b. Sebagai makhluk hidup, anak mempunyai perasaan. Ia ingin diperhatikan, ia akan gembira bila kenyang dan ia akan menangis pula jika lapar atau merasa sakit. c. Lima tahun pertama dalam kehidupan anak merupakan tahun yang amat penting. Untuk itu pada masa-masa balita (dibawah umur lima tahun) anak perlu mendapat perhatian dan kasih sayang. Anak yang tidak mendapat kasih sayang waktu masih bayi, akan mengalami tekanan jiwa seumur hidup. Haus kasih sayang adalah penderitaan yang dialami seorang anak yang jarang dielus, digendong atau dicium. Sehingga anak kecil yang kurang mendapat perhatian secara naluriah berusaha menarik perhatian orang tuanya dengan terus-menerus ngompol, merajuk, cengeng atau sakit-sakitan. Bahkan anak-anak remaja yang mengalami “kurang perhatian” dari orang tua dan lingkungan 26 sekitarnya akan memperlihatkan perilaku yang menyimpang seperti mabuk-mabukan, suka berkelahi, kebut-kebutan dengan motor dan sebagainya. Jadi pokok utama adalah “perhatian” yang merupakan salah satu faktor penentu ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan anak. d. Anak adalah jaminan atau modal bagi kebahagiaan dan kesejahteraan masa depan bangsa. Sejak dini kesehatan anak perlu dijaga, dipelihara bahkan ditingkatkan. Anak yang sehat membentuk bangsa yang sehat dan kuat di masa depan. e. Secara alami, ibu ditakdirkan untuk mengandung anak dalam rahimnya. Ini berarti antara ibu dan anak yang masih dalam kandungan ada ikatan bathin yang erat. Peranan ibu sangat menonjol dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara sempurna. Makna pendidikan tidaklah semata-mata kita menyekolahkan anak ke sekolah untuk menimba ilmu pengetahuan, namun lebih luas daripada itu. Seorang anak akan tumbuh kembang dengan baik manakala ia memperoleh pendidikan yang paripura (komprehensif), agar ia kelak menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, bangsa, negara dan agama. Anak yang demikian ini adalah anak yang sehat dalam arti luas, yaitu sehat fisik, mental-emosional, mentalintelektual, mental-sosial dan mental-spiritual. Pendidikan itu sendiri 27 sudah harus dilakukan sedini mungkin di rumah maupun di luar rumah, formal di institu pendidikan, dan non formal di masyarakat. Berbicara soal pendidikan, menyangkut tiga hal pokok, seperti dikemukakan oleh Dadang Hawari (1996 : 156) yaitu : 1. Aspek Kognitif Adalah kemampuan anak untuk menyerap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Hal ini berhubungan dengan kemampuan intelektual dan taraf kecerdasan anak didik. 2. Aspek Afektif Adalah kemampuan anak untuk merasakan dan menghayati apa yang diajarkan, yang telah diperolehnya dari aspek kognitif di atas. Sehingga daripadanya timbullah motivasi untuk mengamalkan atau melakukan apa-apa yang telah dimilikinya itu. 3. Aspek Psikomotor Adalah kemampuan anak didik untuk merubah sikap dan perilaku sesuai dengan ilmu yang telah dipelajari (aspek kognitif) dan ilmu yang telah dihayatinya (aspek afektif). Sebagai contoh misalnya, dikatakan pendidikan agama Islam (dalam hal ini shalat) baru dikatakan berhasil secara paripurna, bila anak itu : a. Memahami/mengetahui secara intelektual hal ikhwal yang berhubungan dengan shalat (aspek kognitif). 28 b. Merasakan/menghayati makna serta manfaat dan hikmah shalat baginya (aspek afektif). c. Melaksanakan amalan shalat secara fisik dengan menjalankan shalat lima waktu (aspek psikomotor). Di samping itu tumbuh kembang anak seutuhnya dipengaruhi oleh empat faktor yang saling berinteraksi satu dengan lainnya, sebagaimana dikemukakan oleh Dadang Hawari (1996 : 158 – 167) yaitu : 1. Faktor Organobiologik Perkembangan mental-intelektual (taraf kecerdasan) dan mental emosional (taraf kesehatan jiwa) banyak ditentukan sejauh mana perkembangan susunan saraf pusat (otak) dan kondisi fisik organ tubuh lainnya. Tumbuh kembang anak secara fisik sehat, memerlukan makanan yang baik dan bermutu. Terlebih-lebih bagi tumbuh kembang otak, bahan baku utama adalah gizi protein. Perkembangan organ otak sudah dimulai sejak bayi dalam kandungan hingga bayi berusia 4 – 5 tahun (usia balita). Pada saat itu struktur otak baik dalam jumlah sel-sel otak, maupun ukuran besarnya sel-sel itu sudah terbentuk sempurna, dengan catatan bahan baku utama (gizi protein) mencukupi dan tidak ada gangguan penyakit yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak itu. Bila apa yang disebutkan di atas adalah tumbuh kembang otak dalam arti struktur organiknya; maka 29 tumbuh kembang selanjutnya adalah dalam arti fungsional otak tersebut. Oleh karena itu seorang ibu yang sedang hamil, kondisi fisik dan mentalnya harus prima agar bayi dalam kandungannya dapat tumbuh kembang dengan baik, dan tiada kesulitan di kala ibu melahirkan. Dan manakala bayi telah lahir berilah ASI kalau memungkinkan hingga usia 2 tahun. Dan selanjutnya berilah bayi tersebut gizi makanan yang baik dan halal, imunisasi, pemeriksaan rutin ke dokter dan sebagainya sehingga anak tumbuh kembang dengan sehat hingga dewasa. 2. Faktor Psiko-Edukatif Tumbuh kembang anak secara kejiwaan (mental intelektual dan mental emosional) yaitu IQ dan EQ, amat dipengaruhi oleh sikap, cara dan kepribadian orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Dalam tumbuh kembang anak terjadi proses “imitasi” dan “identifikasi” anak terhadap kedua orang tuanya. Oleh karena itu sudah sepatutnya orang tua mengetahui beberapa aspek pengetahuan dasar yang penting sehubungan dengan tumbuh kembang jiwa anak (kepribadian) yaitu : a. Tumbuh kembang anak memerlukan dua jenis “makanan”, yaitu makanan bergizi untuk pertumbuhan otak dan fisiknya (lihat di atas), dan makanan dalam bentuk “gizi mental”. Bentuk “makanan” yang kedua ini berupa kasih saying, perhatian, 30 pendidikan dan pembinaan yang bersifat kejiwaan/psikologi (non fisik), yang dapat diberikan orang tua dalam kehidupan sehari-harinya. b. Sikap-sikap yang merupakan daya kemampuan dan kompetensi anak yaitu : 1) Sikap pertama adalah kemampuan untuk percaya pada kebaikan orang lain. Istilah yang diberikan oleh Erickson adalah kepercayaan dasar (basic trust). Anak yang mengalami banyak waktu tanpa kata-kata, tanpa diajak bicara, tanpa senyum dan tanpa interaksi dengan sekelilingnya, lama-kelamaan akan mengundurkan diri dari pergaulan. Anak akan menyendiri dan puas dengan dirinya sendiri, tidak lagi memerlukan dan memperdulikan pengaruh luar, dan akibatnya amat disayangkan kelak bila telah menginjak dewasa. Anak-anak seperti ini kelak tidak lagi mampu menjadi calon anggota masyarakat yang baik di masa depan, tidak mengerti persyaratan apa yang diperlukan untuk menjadi manusia yang baik dan potensial. 2) Sikap kedua adalah sikap terbuka. Kalau sikap ini digabungkan dengan sikap kepercayaan dasar di atas, anak akan menjadi terbuka dan terus terang terhadap orangorang sekitarnya. Sikap ini akan berhasil menciptakan 31 dorongan dan rangsangan terhadap sikap ingin tahu, sikap mau belajar. Keadaan ini dinamakan otonomi dan inisiatif. 3) Sikap yang ketiga adalah anak mampu menerima kata tidak atau kemampuan pengendalian diri terhadap orang lain atau terhadap hal-hal yang mengecewakan. 4) Keterpaduan ketiga sikap di atas yaitu kepercayaan dasar, keterbukaan dan kemampuan menerima kata tidak, akan menghasilkan anggota masyarakat baru dan sehat, mempunyai potensi untuk bisa sekolah dan bergaul dengan baik di dalam maupun di luar keluarganya tanpa pengawasan yang ketat (mampu mandiri). 3. Faktor Sosial Budaya Faktor sosial budaya penting bagi tumbuh kembang anak dalam proses pembentukan Perubahan-perubahan kepribadian sosial kelak yang di serba kemudian cepat hari. sebagai konsekuensi globalisasi, modernisasi, industrialisasi, dan iptek telah mengakibatkan perubahan-perubahan pada nilai-nilai kehidupan sosial dan budaya. Perubahan mana antara lain pada nilai moral, etik, kaidah agama dalam pendidikan anak di rumah, pergaulan dan perkawinan. Perubahan-perubahan nilai sosial budaya tersebut disebabkan karena pada masyarakat yang sedang dan telah menjalani modernisasi, terjadi pergeseran pola hidup dari yang semula bercorak sosial religious kepada pola 32 individual materialistis dan sekuler. Salah satu dampak perubahan sosial budaya tersebut adalah terancamnya lembaga perkawinan yang merupakan lembaga pendidikan dini bagi anak dan remaja. Dalam masyarakat modern telah terjadi perubahan dalam cara pendidikan anak dan remaja di keluarga. Misalnya orang tua memberikan banyak kelonggaran dan “serba boleh” (greater permissiveness) kepada anak dan remaja. Demikian pula pola hidup konsumtif telah mewarnai kehidupan anak dan remaja di perkotaan, yang salah satu dampaknya adalah kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoba, alcohol, dan zat adiktif lainnya (NAZA). Selain kondisi keluarga sebagai lembaga pendidikan di rumah, juga kondisi/kualitas sekolah sebagai lembaga pendidikan formal besar pengaruhnya bagi tumbuh kembang anak. Demikian pula kondisi masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal tidak kalah pentingnya bagi tumbuh kembang anak. Jadi, sesungguhnya tumbuh kembang anak sehat atau tidak (sehat fisik, mental dan sosial), tergantung pada interaksi antara ketiga kutub “lembaga pendidikan di rumah (keluarga), di sekolah dan di masyarakat”. 4. Faktor Agama Orang tua mempunyai tanggung jawab besar terhadap tumbuh kembang anak agar bila dewasa kelak berilmu dan beriman. 33 Jika keempat faktor ini dapat terpenuhi maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan sehat sehingga anak akan memiliki : a. Kondisi fisik yang prima b. Kecerdasan/IQ (Mental Intelektual) yang tinggi c. Kondisi kesehatan jiwa/kepribadian yang matang, mantap serta penuh percaya diri (mental-emosional yang stabil) d. Integritas kepribadian yang tinggi (mental sosial yang adaptif) e. Iman yang teguh dan taqwa (agama). Hal ini sesuai dengan pengertian “sehat” oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 1984, dalam buku Al-Qur’ Ilmu Kedokteran Jiwa dan Ilmu Kesehatan Jiwa (1996 : 158) menyebutkan bahwa yang disebut “sehat” itu adalah sehat dalam arti fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Sebaliknya anak-anak yang dibesarkan dengan tidak melaksanakan hal-hal seperti yang tersebut di atas akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangannya. Mereka itu adalah anak-anak yang kurang beruntung atau yang lazim disebut anak terlantar yang disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain anak-anak yang dipelihara dalam lingkungan keluarga yang mengalami disfingsi keluarga yang digambarkan oleh para ahli sebagai kondisi keluarga dengan ciri- 34 ciri sebagaimana dikemukakan oleh Dadang Hawari (1996 : 164 – 165) berikut : a. Kematian salah satu atau kedua orang tuanya b. Kedua orang tua berpisah atau bercerai c. Hubungan kedua orang tua tidak baik d. Hubungan orang tua dan anak tidak baik e. Suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan f. Orang tua sibuk dan jarang di rumah g. Salah satu atau kedua orang tuanya mempunyai gangguan kepribadian atau gangguan kejiwaan maupun gangguan fisik (sakit-sakitan) dan h. Anak-anak yang dipelihara dalam keluarga yang memiliki anak terlalu banyak, serta keluarga miskin. Anak, oleh YB. Suparlan (1990 : 8) diartikan : “Seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin”. Sedangkan menurut Departemen Agama Republik Indonesia dalam buku Modul Keluarga Bahagia Sejahtera (1990/1991 : 133), menurut pengertian yang lazim dipakai, maka anak adalah : a. Masa anak dalam kandungan b. Masa anak balita yang terdiri dari : 1) Bayi berusia 0 – 1 tahun 2) Anak berusia 1 – 5 tahun 35 c. Masa usia sekolah 5 – 12 tahun d. Masa anak remaja 1) Remaja pertama 12 - 15 tahun 2) Remaja akhir 15 – 21 tahun Sedangkan pengertian “anak terlantar” oleh YB. Suparlan (1990 : 9) dikatakan “anak yang karena sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial”. Lebih lanjut ditegaskan dalam buku Petunjuk Pelaksanaan Penyantunan dan Pengentasan Anak Terlantar (1984 : 5) dikatakan bahwa “anak terlantar yaitu seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun, belum pernah kawin dan dalam keadaan terlantar”. Selanjutnya anak terlantar dirinci sebagai berikut : a. Yang tidak mempunyai salah satu, kedua orang tua kandung dan terlantar (yatim, piatu, dan piatu terlantar) b. Anak yang tidak diakui oleh salah satu atau kedua orang tua kandungnya dan terlantar dan c. Anak yang tidak mampu karena sesuatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhannya, baik secara jasmani, rohani maupun sosial secara wajar. 36 Dengan demikian anak terlantar dapat diartikan sebagai anak-anak yang hidup dan kehidupannya terlantar atau tidak mendapatkan pemenuhan kehidupan yang wajar baik jasmani, rohani, maupun sosial. C. Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Penanganan Anak Terlantar Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan di segala bidang mempunyai arah kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah. Salah satu bidang pembangunan tersebut adalah pembangunan bidang kesejahteraan sosial termasuk di dalamnya adalah kesejahteraan anak. Adapun kebijaksanaan pemerintah dalam pembangunan bidang kesejahteraan sosial tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pancasila yang terdapat pada sila ke-5 sebagaimana dikemukakan dalam buku Undang-Undang Dasar 1945 (1986 : 48) yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 2. Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke-4 sebagaimana tercantum dalam buku Undang-Undang Dasar 1945 (1986 : 48) yang didalamnya terdapat kalimat untuk memajukan kesejahteraan umum. 3. Batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 terdapat pada pasal 34 sebagaimana dikemukakan dalam buku Undang-Undang Dasar 37 1945 (1986 : 65) yang berbunyi fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. 4. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 23/HUK/1996 tentang pola dasar pembangunan kesejahteraan sosial (1996 : 54). Bab IX pola operasional pembinaan kesejahteraan anak. D. Kerangka Pikir SKEMA KERANGKA PIKIR KEPEDULIAN MASYARAKAT 1. Bentuk 2. Faktor yang mempengaruhi 3. Pelaksanaan ANAK TERLANTAR 38