BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar 2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar Prestasi belajar merupakan hal yang ingin dicapai oleh guru selaku pendidik, orang tua sebagai wali murid dan siswa sendiri yang sedang dalam transformasi pendidikan. Istilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi belajar yaitu suatu hasil yang dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan belajar. (Siti Partini, 1980:89) sehingga hasil belajar dapat dicapai setelah kegiatan itu berlangsung. Sedangkan menurut Sumardi Suryabrata (1998:32) hasil belajar adalah nilai sebagai rumusan yang diberikan guru bidang studi mengenai kemajuan atau prestasi belajar siswa selama masa tertentu. Dengan mengetahui angka atau nilai raport dapat mengetahui hasil belajar siswa dalam satu pereode/masa. Siswa yang nilai raportnya tinggi bisa dikatakan berprestasi tinggi atau baik, bahkan baik sekali. Sebaliknya siswa yang nilai raportnya rendah maka dikatakan prestasi belajarnya rendah. Dari pendapat di atas. penulis simpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil kegiatan belajar berupa penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang oleh guru dinyatakan dalam bentuk nilai/raport. Dengan demikian hasil belajar Matematika adalah hasil setelah melakukan kegiatan belajar Matematika yaitu berupa pengetahuan dan ketrampilam dalam bidang Matematika. Dalam penelitian ini, hasil belajar adalah peningkatan kemampuan siswa pada ranah kognitif yang diukur melalui tes guna mendapatkan data berupa nilai. 2.1.1.2. Jenis-jenis Hasil Belajar Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah 4 5 mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun karsa. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garisgaris besar indikator (penunjuk adanya prestasi belajar) dikaitkan dengan jenis-jenis prestasi yang hendak diukur (Muhbbin Syah, 1999:150). Dalam sebuah situs yang membahas Taksonomi Bloom, dikemukakan mengenai teori Bloom yang menyatakan bahwa, tujuan belajar siswa diarahkan untuk mencapai ketiga ranah. Ketiga ranah tersebut adalah ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam proses kegiatan belajar mengajar, maka melalui ketiga ranah ini pula akan terlihat tingkat keberhasilan siswa dalam menerima hasil pembelajaran atau ketercapaian siswa dalam penerimaan pembelajaran. Dengan kata lain, prestasi belajar akan terukur melalui ketercapaian siswa dalam penguasaan ketiga ranah tersebut. Maka Untuk lebih spesifiknya, penulis akan menguraikan ketiga ranah kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai yang terdapat dalam teori Bloom berikut: a. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama adalah berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6). 1) Pengetahuan (Knowledge) Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar dan sebagainya. Pengetahuan juga diartikan sebagai kemampuan mengingat akan hal-hal yang pernah dipelajaridan disimpan dalam ingatan. 6 2) Pemahaman (Comprehension) Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk menangkap makna dan arti yang dari bahan yang dipelajari. Pemahaman juga dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi atau penerapan diartikansebagai kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus atau problem yang konkret dan baru. Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi kerja. 4) Analisis (Analysis) Analisis didefinisikan sebagai kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. 5) Sintesis (Synthesis) Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Sintesis satu tingkat di atas analisa. Seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. 7 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untik membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria tertentu. Evaluasi dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. b. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Tujuan pendidikan ranah afektif adalah hail belajar atau kemampuan yang berhubungan dengan sikap atau afektif. Taksonomi tujuan pendidikan ranah afektif terdiri dari aspek: 1) Penerimaan (Receiving/Attending) Penerimaan mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleg guru. 2) Tanggapan (Responding) Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan. 3) Penghargaan (Valuing) Penghargaan atau penilaian mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu.mulai dibentuk suatu sikap menerima, menolak atau mengabaikan, sikap itu dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dengan konsisten dengan sikap batin. 8 4) Pengorganisasian (Organization) Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten. Pengorganisasian juga mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai- nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai mana yang pokok dan selalu harus diperjuangkan, mana yang tidak begitu penting. 5) Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex) Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkahlakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya. Karakterisasinya mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikin rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. c. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin. Alisuf Sabri dalam buku Psikologi Pendidikan menjelaskan, keterampilan ini disebut motorik ' ' karena keterampilan ini melibatkan secara langsung otot, urat dan persendian, sehingga keterampilan benar-benar berakar pada kejasmanian. Orang yang memiliki keterampiulan motorik, mampu melakukan serangkaian gerakan tubuh dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi gerakan-gerakan anggota tubuh secara terpadu. Ciri khas dari keterampilan motorik ini ialah adanya kemampuan Automatisme yaitu gerakan-gerik yang terjadi berlangsung secara " " teratur dan berjalan dengan enak, lancar dan luwes tanpa harus disertai pikiran tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa hal itu dilakukan. 9 2.1.1.3. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Dalam proses belajar mengajar prestasi belajar merupakan tolak ukur bagi guru dalam merencanakan program kegiatan lebih lanjut. Apabila prestasi belajar baik maka kegiatan belajar bisa dilanjutkan, dan bila memungkinkan ditambah dengan pengayaan untuk memantapkan prestasi belajar yang dicapai, tetapi apabila prestasi belajar rendah, maka harus diadakan pengajaran remedial lebih dahulu denga tujuan prestasi belajar yang rendah dapat diperbaiki. Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar belajar yaitu faktor intern yakni faktor yang bersumber dari diri anak dan faktor ekstern, yakni faktor di luar dirinya atau lingkungan. a. Faktor intern Banyak faktor yang ada dalam diri individu atau murid yang mempengaruhi usaha atau keberhasilan belajarnya. Faktor-faktor tersebut menyangkut aspek jasmaniyah maupun rohaniyah (Sukmadinata, 2003:162). Aspek jasmaniyah mencakup kondisi dan kesehatan jasmani dari individu. Setiap anak memiliki ketahanan fisik yang berbeda-beda. Ada yang mampu belajar sampai beberapa jam, dan ada yang hanya beberapa menit, sudah mengalami kelelahan. Keadaan fisik yang paling berpengaruh adalah kesehatan penglihatan dan pendengaran. Anak yang memiliki penglihatan dan pendengaran kurang akan sangat mempengaruhi hasil belajar. Jadi kesehatan fisik adalah syarat mutlak dalam pencapaian hasil belajar. Kondisi intelektual juga berpengaruh terhadap hasil belajar. Kondisi intelektual menyangkut kecerdasan, bakat, baik bakat sekolah maupun bakat pekerjaan. Penguasaan siswa akan pengetahuan atau pelajaran-pelajaran yang lalu termasuk juga termasuk bakat intelektual. Kondisi sosial menyangkut hubungan dengan pihak lain. anak yang memiliki kondisi hubungan dengan lingungan disekitarnya akan merasa akan memiliki ketrentaman dalam jiwanya. Hal ini akan 10 mempengaruhi konsentrasi dan kegiatan belajarnya. Sebaliknya anak yang merasa kesulitan dalam hubungan sosial dengan pihak lain baik teman, guru atau orang lain akan menimbulkan rasa cemas, tidak tentram, dan ini akan mempengaruhi hasil belajarnya. Selain ketenangan dan ketentraman jiwa anak, motivasi juga dapat berpengaruh terhaap hasil belajar. Anak yang memiliki motivasi lemah serta tidak konstan akan menyebabkan kurangnya usaha belajar, yang pada ahirnya akan mempengaruhi terhadap hasil belajar.(Sukmadnata, 2003:162) b. Faktor ekstern Prestasi belajar atau hasil belajar juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar anak, yakni lingkungan disekitar anak, baik fisik maupun sosial psikologis (Sukmadnata, 2003:163). Keluarga adalah lingkungan pertama dalam pendidikan, memberi landasan dasar bagi proses belajar di lingkungan sekolah dan masyarakat. Yang termasuk faktor fisik dalam keluarga adalah keadaan rumah, sarana-prasarana belajar, sedangkan faktor sosial psikologis adalah suasana dalam rumah dan suasana di sekitar rumah. Tatanan rumah yang terkesan rapi, serta sarana-prasarana belajar yang memadahi dapat memberikan motivasi belajar anak, juga suasana rumah yang tenang tidak banyak kegaduhan dapat memeberikan dukungan yang positif terhadap perkembangan belajar. Ketidak tentraman dalam keluarga akan menimbulkan anak kurang konsentrasi dalam belajar. Iklim psikologis yang sehat diwarnai dengan kasih sayang, saling mempercayai, keterbukaan dan keakraban dalam keluarga akan mendukung kelancaran dan keberhasilan belajar, sebab suasana yang demikian akan memberikan ketenangan, kegembiraan, rasa percaya dorongan untuk berprestasi. (Sukmadnata, 2003:163) Begitu juga lingkungan sekolah, juga ikut andil dalam mempengaruhi prestasi anak, baik fisiknya seperti lingkungan sekolah, dan sarana-prasarana, lingkungan sosial seperti hubungan dengan 11 teman-temannya, guru dan staff sekolah yang lain. Lingkungan sekolah juga menyangkut lingkungan akademis, yaitu suasana dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan berbagai kegiatan kurikuler. Sekolah yang kaya dengan aktivitas belajar, sarana-prasarana memadahi serta dikelola dengan baik akan mendoong semangat belajar anak. (Sukmadnata, 2003:164) Lingkungan masyarakat dimana anak berada juga mempengaruhi semangat dan aktivitas belajarnya. Lingkungan masyarakat yang memiliki latar belakang pendidikan cukup, banyak terdapat lembaga pendidikan, dan banyak terdapat sumber belajar akan berpengaruh positif terhadap belajar anak, sehingga memungkinkan anak dapat mencapai prestasi belajar yang baik pula. Maka agar prestasi belajar dapat tercapai dengan sebaik-baiknya, seyogyanya dikembangkan sekenario belajar yang secara pokok meliputi kemampuan yang diharapkan, kondisi internal, dan kondisi eksternal yang harus diorganisasikan 2.1.1.4. Alat untuk mengukur hasil belajar. Mengukur hasil belajar sering juga disebut sebagai evaluasi belajar yakni proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan dengan melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran belajar dan pembelejaran.(Dimyati, 2009:192) Ada beberapa syarat umum yang harus dipenuhi dalam mengadakan kegiatan evaluasi dalam proses pendidikan diantaranya sebagai berikut : a. Kesasehan Yakni ketepatan evaluasi mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. b. Keterandalan Yakni tingkat kepercayaan suatu memberikan hasil yang tepat. instrumen evaluasi mampu 12 c. Kepraktisan Kepraktisan dapat diartikan sebagai kemudahan-kemudahan yang ada pada instrumen evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan, mengintapretasi/memperoleh hasil, maupun kemudahan dalam menyimpannya. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan pengukuran lebih dulu terhadap prestasi belajar siswa. Alat pengukur prestasi belajar siswa berupa tes maupun non tes. Alat pengukur prestasi belajar berupa tes berdasarkan fungsinya terdiri dari : a. Tes Penempatan Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik. b. Tes Formatif Digunakan dilakukan pada saat proses pembelajaran sedang berjalan, dengan tujuan utama untuk mengetahui tingkat keberhailan dan kegagalan proses pembelajaran. c. Tes diagnostik Digunakan untuk mengetahui kegagalan peserta didik dalam belajar. d. Tes sumatif Tes ini sering disebut sebagai tes akhir semester e. Tes standar dan Non standar Tes standar adalah tes yang disusun oleh para ahli, atau disusun oleh lembaga yang khusus menyelenggarakan secara profesional. Sedangkan tes non standar adalah tes buatan guru sendiri yang belum distandarisasikan atau belum diujicobakan.(Muslam, 1994:135). Tes digunakan sebagai alat pengukur prestasi belajar anak, maka harus dibuat dengan sebaik-baiknya. Adapun tes dapat dikatakan baik apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : 13 a. Validitas, yakni tes dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. b. Reliabilitas, yakni hasil tes harus menunjukkan ketetapan. Dengan kata lain, jika siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan (rangking yang sama dalam kelompoknya. c. Objektivitas, yakni dalam pelaksanaan tes tidak ada faktor pribadi atau objektif yang mempengaruhi.(Arikunto, 2002:57) d. Efisiensi. Alat ukur harus dapat digunakan tanpa memerlukan banyak waktu dan uang.(Oemar H. Malim, 2009:208) e. Kegunaan. Alat ukur harus berdaya guna, dalam arti memperoleh keuntungan berupa keterangan tentang siswa yang dapat digunakan untuk memberikan bimbingan sebaik-baiknya bagi siswa. .(Oemar H. Malim, 2009:209) Alat pengukur prestasi belajar berupa non tes terdiri dari : a. Skala bertingkat (rating scale); yakni skala yang menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan. b. Kuesioner (questionair); adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan kuesioner anak dapat diketahui tentang keadaan diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapatnya. c. Daftar cocok (check list); adalah deretan pertanyaan dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok () ditempat yang disediakan. d. Wawancara (interview); digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. e. Pengamatan (observation); adalah suatu cara yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. f. Riwayat hidup; adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama masa hidupnya. Dengan mempelajarai riwayat hidup akan memeperoleh tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap dari obyek yang dinilai. (Arikunto, 2002:26) 14 Ada beberapa aspek penilaian untuk mengukur prestasi belajar, diantaranya : a. Penilaian pengetahuan. Untuk menilai pengetahuan dapat dipergunakan pengujian sebagai berikut : 1) Teknik penilaian aspek pengenalan (recognition) 2) Teknik penilaian aspek mengingat kembali (recall) 3) Teknik penilaian aspek pemahaman (komprehension) Untuk mengukur aspek pengetahuan ini lebih mudah menggunakan tes tertulis, adapun bentuk tes sebagai berikut : 1) Soal bentuk uraian 2) Soal bentuk obyektif, yakni jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan pilihan ganda. .(Arikunto, 2002:211) b. Penilaian perilaku keterampilan Jenis tes yang dapat digunakan adalah sebagai berikut : 1) Tes persepsi 2) Tes prasyarat yang meliputi semua kategori keterampilan, pengetahuan syarat, seperti prosedur dan prinsip. 3) Tes strategi terhadap keterampilan produktif. 4) Tes tindakan 5) Observasi, yakni mengamati semua keterampilan yang telah dirumuskan secara khusus. (Arikunto, 2002:214) c. Panilaian sikap. Untuk mengetahui sikap siswa dapat dilakukan dengan menggunakan skala sikap. Ada dua jenis skala sikap yaitu : 1) Skala Likert. Subyek merespon dengan berbagai tingkat intensitas berdasarkan rentang skala antara dua sudut yang berlawanan (ekstrem), misalnya : setuju-tidak setuju, suka-tidak suka, menerima-menolak. 2) Skala Thurstone. Model skala ini tidak hanya menempatkan individu dalam rangkaian persetujuan yang mengacu kepada sikap tertentu, tetapi tiap item mengandung nilai skala yang berbeda- 15 beda yang masing-masing punya kekuatan untuk mendapat persetujuan dari responden.(Arikunto, 2002:215) 2.1.2. Pembelajaran Kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI) 2.1.2.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Definisi mengajar yang dianut negara-negara maju saat ini adalah “Teaching is the guidance of learning”, mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Dari definisi tersebut menunjukkan bahwa yang harus aktif adalah siswa yang mengalami proses belajar.(Slameto,1995:2). dalam pembelajaran siswa harus aktif membangun pengetahuan yang diberikan guru dalam benaknya sendiri. Guru juga harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menuangkan ide-idenya, guru hanya memberikan tangga kepada siswa untuk membantu mencapai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Guru harus dapat membimbing siswa menjadi pelajar mandiri. Uraian tersebut didasarkan atas teori pembelajaran konstruktivisme. Esensi teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus secara individual menemukan dan mentransfer informasi-informasi kompleks apabila mereka ingin menjadikan informasi itu miliknya sendiri. (Muhammad Nur, 1998:2) Teori ini mengajarkan peranan yang lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran. Karena penekanannya pada siswa yang aktif maka pembelajaran konstruktivisme sering disebut juga sebagai pembelajaran yang berpusat kepada siswa (student centered instruction) (Muhammad Nur, 1998:2). Konstruktivisme muncul dari gagasan Piaget dan Vygotsky yang menekankan perubahan kognitif akan terjadi jika siswa konsepsikonsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru dan juga menekankan adanya hakikat sosial dari belajar dan keduanya 16 menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota yang berbeda-beda (Muhammad Nur, 2004:3). Basyirudin Usman (2002:14) mendefinisikan cooperative sebagai belajar kelompok atau bekerja sama. Menurut Burton yang dikutip oleh Nasution (2000:148), cooperative atau kerjasama ialah cara individu mengadakan relasi dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama. Arthur T Jersild yang dikutip Syaiful Sagala (2003:12), mendefinisikan bahwa learning is modification of behavior through experience and training yakni pembentukan perilaku melalui pengalaman dan latihan. Dia menambahkan bahwa learning sebagai kegiatan memperoleh pengetahuan, perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan ajar. Pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok dengan kemampuan berbeda-beda. Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugastugas terstruktur. Model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama siswa dan saling ketergantungan dalam struktur tugas dan tujuannya (Anita Lie, 2004:12). Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran dimana siswa secara aktif bekerjasama dalam kelompok yang heterogen untuk saling membantu dan mencapai tujuan bersama. 2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI) Pengertian Team-Assisted Individualization (TAI) dapat diartikan sebagai berikut : Team = regu (Salim’s ninth Collegiate English-Indonesian Dictionary,2000: 1510). Regu (kelompok) di dalam pembelajaran menurut W Gulo (2002:126-130) mempunyai lima ciri pokok. 17 a. Interaksi. Anggota-anggota suatu kelompok terikat pada pembicaraan tertentu. Keterikatan ini menimbulkan komunikasi. Di dalam kelompok, seseorang berbicara, yang lain mendengarkan, ada yang bertanya, ada yang menjawab, ada perdebatan dan sebagainya. Pembicaraan di dalam kelompok berjalan lancar dan lebih bermutu bila ditunjang dengan sumber-sumber informasi seperti buku, surat kabar, rekaman atau narasumber. b. Tujuan. Suatu kelompok diskusi, mempunyai tujuan bersama yang jelas. Tujuan yang samar-samar menyebabkan kurangnya motivasi di antara anggota kelompok untuk berusaha mencapai tujuan. c. Kepemimpinan. Suatu kelompok diskusi keberadaan kememimpinan sangat penting agar pembicaraan berjalan secara berdisiplin dan terarah pada tujuan. d. Norma. Setiap anggota dalam kelompok terikat pada norma-norma tertentu. Norma-norma tersebut harus ditaati oleh anggota kelompok. Ketaatan pada norma-norma akan membuat kelompok lebih efisien. e. Emosi. Setiap anggota dalam kelompok mengalami cetusan-cetusan emosional tertentu. Rasa bosan, kecewa, senang, kesal, tertarik, merasa ditolak, merasa bangga dan sebagainya. Untuk membina perasaan-perasaan positip, setiap anggota kelompok harus mengakui kehadiran sesamanya. Assisted = membantu (Salim’s ninth Collegiate EnglishIndonesian Dictionary,2000). Individual = perseorangan (Salim’s ninth Collegiate EnglishIndonesian Dictionary,2000). Sehingga Assisted Individual dapat diartikan bantuan perseorangan/bantuan individu di dalam pembelajaran. Menurut S. 18 Nasution (2003:123) agar pembelajaran dapat berhasil dengan baik, maka setiap anak harus mendapat perhatian dan bantuan. Guru harus mengenal pribadi setiap anak. Oleh sebab itu guru tidak cukup hanya menguasai bahan pelajaran akan tetapi harus pula mampu melibatkan pribadi siswa dalam pelajaran untuk mencapai hasil yang diharapkan. Jadi yang dimaksud Model Pembelajaran Cooperative Learning tipe TAI (Team Assisted Individualization) adalah model pembelajaran kerja sama kelompok (regu) dengan bantuan individu dari guru kepada siswa. Pembelajaran ini menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan bantuan individu kepada siswa yang lemah. Tokoh pembelajaran ini adalah Slavin, Leavy, dan Madden,1985 (Mohamad Nur,2000). Menurut Kooperatif tipe Amin Suyitno Team-Assisted (2006:10): Model Individualization Pembelajaran (TAI) termasuk pembelajaran kooperatif yang diikuti pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Model Pembelajaran TAI memiliki delapan komponen: a. Teams, yaitu pembentukan kelompok yang heterogen yang terdiri atas 4 sampai 5 siswa. b. Pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu. c. Melaksanakan tugas dalam kelompok dengan menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. d. Tindakan belajar yang dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individu kepada siswa yang membutuhkannya. e. Pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan penghargaan terhadap kelompok yang berhasil dan yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. f. Pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian 19 tugas kelompok. g. Pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa. h. Pemberian materi oleh guru kembali di akhir pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah. Tahapan-tahapan pembelajaran model TAI adalah sebagai berikut: a. Guru menentukan suatu pokok bahasan yang akan disajikan kepada siswa dengan mengadopsi model pembelajaran TAI. b. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model pembelajaran TAI, sebagai suatu variasi model pembelajaran. Guru menjelaskan kepada siswa tentang pola kerja sama antar siswa dalam suatu kelompok. c. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang harus dikerjakan kelompok, bila terpaksa guru dapat memanfaatkan LKS yang dimiliki oleh siswa. d. Guru menjelaskan materi baru secara singkat. e. Guru membentuk kelompok kecil dengan anggota 4 – 5 siswa pada tiap kelompoknya. Kelompok dibuat heterogen tingkat kepandaiannya dengan memperhatikan keharmonisan kerja kelompok. f. Guru menugasi kelompok dengan dengan bahan yang sudah disiapkan. g. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau hambatan yang dialami anggota kelompoknya kepada guru. Jika diperlukan guru melakukan bantuan secara individual. h. Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami materi bahan ajar yang diberikan guru, dan siap untuk diberi ulangan oleh guru. Setelah diberi ulangan, guru harus mengumumkan hasilnya dan menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang berhasil (jika ada). i. Menjelang akhir waktu, guru memberikan latihan pendalaman secara klasikal dengan menekankan strategi pemecahan masalah. j. Guru dapat memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan. 20 2.2. Kajian Penelitian Yang Relevan Menurut Agus Budiharto (2007) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Kelas VIII A SMP Negeri 23 Semarang pada Pokok Bahasan Lingkaran dengan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Team Assisted Individualization (TAI). Dari serangkaian tindakan mulai siklus I sampai siklus II hasilnya adalah pada siklus I, persentase keaktifan siswa berhasil ditingkatkan yaitu rata- rata 84,2 1 % , namun hasil tes akhir siklus I gagal khususnya pada aspek pemahaman konsep ketuntasan secara klasikal adalah 60 % dan aspek pemecahan masalah ketuntasan secara klasikal adalah 40 % ( batas ketuntasan secara klasikal minimal 75 %). Pada akhir siklus II keaktifan siswa berhasil ditingkatkan yaitu rata-rata 90,90 % dan hasil tes akhir siklus II prosentase ketuntasan secara klasikal pada aspek pemahaman konsep adalah 100 %, ketuntasan secara klasikal aspek penalaran dan komunikasi adalah 75,5 6 % dan ketuntasan secara klasikal aspek pemecahan masalah adalah 86,67 %. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tersebut adalah “Dengan implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Team-Assisted Individualization pada pokok bahasan Lingkaran di kelas VIII A SMP Negeri 23 Semarang tahun pelajaran 2006/2007, dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. 2.3. Kerangka berpikir Berdasarkan permasalahan yang harus dihadapi yaitu tentang hasil belajar matematika yang rendah, keaktifan siswa yang kurang serta kesulitan siswa dalam mempelajari materi Bilangan Pecahan dan berdasarkan landasan teori dari para ahli maka diperlukan model pembelajaran juga bimbingan secara individu dari guru ke siswa. Pembelajaran yang menggabungkan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Individu merupakan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi kelas IV SD Negeri Timbang 01. Model 21 Pembelajaran yang menggabungkan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Individu termasuk Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI). Adapun kerangka berfikir mengenai penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat dilihat pada bagan di bawah ini : Kondisi Awal Guru Menggunakan metode Konvensional dalam pembelajaran Matematika Hasil belajar Matematika Materi Pokok Rendah Siklus I Tindakan Implementasi Pembelajaran Kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI) pada mata pelajaran Matematika Siklus II Hail belajar Matematika Materi Pokok Meningkat Kondisi Ahir Gambar 2.1 Alur Kerangka Berfikir Penelitian Tindakan Kelas 2.4. Hipotesis Tindakan Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada materi pokok bilangan pecahan pada siswa Kelas IV SD Negeri Timbang 01 Kec. Banyuputih Kab. Batang Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.