Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Pokok

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Kajian Teori
2.1.1. Hasil Belajar
2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar
Prestasi belajar merupakan hal yang
ingin dicapai oleh guru
selaku pendidik, orang tua sebagai wali murid dan siswa sendiri yang
sedang dalam transformasi pendidikan.
Istilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi belajar yaitu
suatu hasil yang dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan belajar. (Siti
Partini, 1980:89) sehingga hasil belajar dapat dicapai setelah kegiatan itu
berlangsung. Sedangkan menurut Sumardi Suryabrata (1998:32) hasil
belajar adalah nilai sebagai rumusan yang diberikan guru bidang studi
mengenai kemajuan atau prestasi belajar siswa selama masa tertentu.
Dengan mengetahui angka atau nilai raport dapat mengetahui hasil belajar
siswa dalam satu pereode/masa. Siswa yang nilai raportnya tinggi bisa
dikatakan berprestasi tinggi atau baik, bahkan baik sekali. Sebaliknya
siswa yang nilai raportnya rendah maka dikatakan prestasi belajarnya
rendah.
Dari pendapat di atas. penulis simpulkan bahwa hasil belajar
adalah suatu hasil kegiatan belajar berupa penguasaan pengetahuan dan
ketrampilan yang oleh guru dinyatakan dalam bentuk nilai/raport. Dengan
demikian hasil belajar Matematika adalah hasil setelah melakukan
kegiatan belajar Matematika yaitu berupa pengetahuan dan ketrampilam
dalam bidang Matematika.
Dalam penelitian ini, hasil belajar adalah peningkatan kemampuan
siswa pada ranah kognitif yang diukur melalui tes guna mendapatkan data
berupa nilai.
2.1.1.2. Jenis-jenis Hasil Belajar
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi
segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan
proses belajar siswa. Yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah
4
5
mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang
dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa,
baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun karsa. Kunci pokok untuk
memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garisgaris besar indikator (penunjuk adanya prestasi belajar) dikaitkan dengan
jenis-jenis prestasi yang hendak diukur (Muhbbin Syah, 1999:150).
Dalam sebuah situs yang membahas Taksonomi Bloom,
dikemukakan mengenai teori Bloom yang menyatakan bahwa, tujuan
belajar siswa diarahkan untuk mencapai ketiga ranah. Ketiga ranah
tersebut adalah ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam proses
kegiatan belajar mengajar, maka melalui ketiga ranah ini pula akan
terlihat tingkat keberhasilan siswa dalam menerima hasil pembelajaran
atau ketercapaian siswa dalam penerimaan pembelajaran. Dengan kata
lain, prestasi belajar akan terukur melalui ketercapaian siswa dalam
penguasaan ketiga ranah tersebut. Maka Untuk lebih spesifiknya,
penulis akan menguraikan ketiga ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik sebagai yang terdapat dalam teori Bloom berikut:
a. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku
yang
menekankan
aspek
intelektual,
seperti
pengetahuan,
pengertian, dan keterampilan berpikir.
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini
terdiri dari dua bagian: Bagian pertama adalah berupa Pengetahuan
(kategori
1)
dan
bagian
kedua
berupa
Kemampuan
dan
Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).
1) Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat
peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan,
metodologi, prinsip dasar dan sebagainya.
Pengetahuan
juga
diartikan
sebagai
kemampuan
mengingat akan hal-hal yang pernah dipelajaridan disimpan
dalam ingatan.
6
2) Pemahaman (Comprehension)
Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menangkap makna dan arti yang dari bahan yang dipelajari.
Pemahaman juga dikenali dari kemampuan untuk membaca
dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan,
peraturan, dan sebagainya.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi atau penerapan diartikansebagai kemampuan
untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada
suatu kasus atau problem yang konkret dan baru. Di tingkat
ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan
gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan sebagainya di
dalam kondisi kerja.
4) Analisis (Analysis)
Analisis
didefinisikan
sebagai
kemampuan
untuk
merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga
struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami
dengan baik. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu
menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau
menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil
untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu
mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari
sebuah skenario yang rumit.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis
diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Sintesis satu tingkat
di atas analisa. Seseorang di tingkat sintesa akan mampu
menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang
sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau
informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang
dibutuhkan.
7
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi
diartikan
sebagai
kemampuan
untik
membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa
hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu, yang
berdasarkan
kriteria
tertentu.
Evaluasi
dikenali
dari
kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi,
gagasan, metodologi, dengan menggunakan kriteria yang
cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai
efektivitas atau manfaatnya.
b. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap,
apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Tujuan pendidikan ranah
afektif adalah hail belajar atau kemampuan yang berhubungan
dengan sikap atau afektif. Taksonomi tujuan pendidikan ranah
afektif terdiri dari aspek:
1) Penerimaan (Receiving/Attending)
Penerimaan mencakup kepekaan akan adanya suatu
perangsang
dan
kesediaan
untuk
memperhatikan
rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang
diberikan oleg guru.
2) Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di
lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan
dalam memberikan tanggapan.
3) Penghargaan (Valuing)
Penghargaan atau penilaian mencakup kemampuan
untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa
diri sesuai dengan penilaian itu.mulai dibentuk suatu sikap
menerima, menolak atau mengabaikan, sikap itu dinyatakan
dalam tingkah laku yang sesuai dengan konsisten dengan sikap
batin.
8
4) Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan
konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang
konsisten. Pengorganisasian juga mencakup kemampuan untuk
membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan
dalam kehidupan. Nilai- nilai yang diakui dan diterima
ditempatkan pada suatu skala nilai mana yang pokok dan
selalu harus diperjuangkan, mana yang tidak begitu penting.
5) Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a
Value or Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkahlakunya
sehingga
menjadi
karakteristik
gaya-hidupnya.
Karakterisasinya mencakup kemampuan untuk menghayati
nilai-nilai kehidupan sedemikin rupa, sehingga menjadi milik
pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas
dalam mengatur kehidupannya sendiri.
c. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku
yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan
tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Alisuf Sabri dalam buku Psikologi Pendidikan menjelaskan,
keterampilan ini disebut
motorik
'
'
karena
keterampilan ini
melibatkan secara langsung otot, urat dan persendian, sehingga
keterampilan benar-benar berakar pada kejasmanian. Orang yang
memiliki keterampiulan motorik, mampu melakukan serangkaian
gerakan tubuh dalam urutan tertentu dengan mengadakan
koordinasi gerakan-gerakan anggota tubuh secara terpadu. Ciri
khas dari keterampilan motorik ini ialah adanya kemampuan
Automatisme yaitu gerakan-gerik yang terjadi berlangsung secara
"
"
teratur dan berjalan dengan enak, lancar dan luwes tanpa harus
disertai pikiran tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa hal
itu dilakukan.
9
2.1.1.3. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
Dalam proses belajar mengajar prestasi belajar merupakan tolak
ukur bagi guru dalam merencanakan program kegiatan lebih lanjut.
Apabila prestasi belajar baik maka kegiatan belajar bisa dilanjutkan, dan
bila memungkinkan ditambah dengan pengayaan untuk memantapkan
prestasi belajar yang dicapai, tetapi apabila prestasi belajar rendah, maka
harus diadakan pengajaran remedial lebih dahulu denga tujuan prestasi
belajar yang rendah dapat diperbaiki.
Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan
belajar belajar yaitu faktor intern yakni faktor yang bersumber dari diri
anak dan faktor ekstern, yakni faktor di luar dirinya atau lingkungan.
a. Faktor intern
Banyak faktor yang ada dalam diri individu atau murid yang
mempengaruhi usaha atau keberhasilan belajarnya. Faktor-faktor
tersebut
menyangkut
aspek
jasmaniyah
maupun
rohaniyah
(Sukmadinata, 2003:162).
Aspek jasmaniyah mencakup kondisi dan kesehatan jasmani dari
individu. Setiap anak memiliki ketahanan fisik yang berbeda-beda.
Ada yang mampu belajar sampai beberapa jam, dan ada yang hanya
beberapa menit, sudah mengalami kelelahan. Keadaan fisik yang
paling berpengaruh adalah kesehatan penglihatan dan pendengaran.
Anak yang memiliki penglihatan dan pendengaran kurang akan sangat
mempengaruhi hasil belajar. Jadi kesehatan fisik adalah syarat mutlak
dalam pencapaian hasil belajar.
Kondisi intelektual juga berpengaruh terhadap hasil belajar.
Kondisi intelektual menyangkut kecerdasan, bakat, baik bakat sekolah
maupun bakat pekerjaan. Penguasaan siswa akan pengetahuan atau
pelajaran-pelajaran
yang lalu
termasuk
juga
termasuk
bakat
intelektual.
Kondisi sosial menyangkut hubungan dengan pihak lain. anak
yang memiliki kondisi hubungan dengan lingungan disekitarnya akan
merasa akan memiliki ketrentaman dalam jiwanya. Hal ini akan
10
mempengaruhi konsentrasi dan kegiatan belajarnya. Sebaliknya anak
yang merasa kesulitan dalam hubungan sosial dengan pihak lain baik
teman, guru atau orang lain akan menimbulkan rasa cemas, tidak
tentram, dan ini akan mempengaruhi hasil belajarnya.
Selain ketenangan dan ketentraman jiwa anak, motivasi juga
dapat berpengaruh terhaap hasil belajar. Anak yang memiliki motivasi
lemah serta tidak konstan akan menyebabkan kurangnya usaha belajar,
yang
pada
ahirnya
akan
mempengaruhi
terhadap
hasil
belajar.(Sukmadnata, 2003:162)
b. Faktor ekstern
Prestasi belajar atau hasil belajar juga sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor di luar anak, yakni lingkungan disekitar anak, baik fisik
maupun sosial psikologis (Sukmadnata, 2003:163).
Keluarga adalah lingkungan pertama dalam pendidikan,
memberi landasan dasar bagi proses belajar di lingkungan sekolah dan
masyarakat. Yang termasuk faktor fisik dalam keluarga adalah
keadaan rumah, sarana-prasarana belajar, sedangkan faktor sosial
psikologis adalah suasana dalam rumah dan suasana di sekitar rumah.
Tatanan rumah yang terkesan rapi, serta sarana-prasarana
belajar yang memadahi dapat memberikan motivasi belajar anak, juga
suasana rumah yang tenang tidak banyak kegaduhan dapat
memeberikan dukungan yang positif terhadap perkembangan belajar.
Ketidak tentraman dalam keluarga akan menimbulkan anak kurang
konsentrasi dalam belajar.
Iklim psikologis yang sehat diwarnai dengan kasih sayang,
saling mempercayai, keterbukaan dan keakraban dalam keluarga akan
mendukung kelancaran dan keberhasilan belajar, sebab suasana yang
demikian akan memberikan ketenangan, kegembiraan, rasa percaya
dorongan untuk berprestasi. (Sukmadnata, 2003:163)
Begitu juga lingkungan sekolah, juga ikut andil dalam
mempengaruhi prestasi anak, baik fisiknya seperti lingkungan sekolah,
dan sarana-prasarana, lingkungan sosial seperti hubungan dengan
11
teman-temannya, guru dan staff sekolah yang lain. Lingkungan
sekolah juga menyangkut lingkungan akademis, yaitu suasana dan
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan berbagai kegiatan
kurikuler.
Sekolah yang kaya dengan aktivitas belajar, sarana-prasarana
memadahi serta dikelola dengan baik akan mendoong semangat
belajar anak. (Sukmadnata, 2003:164)
Lingkungan
masyarakat
dimana
anak
berada
juga
mempengaruhi semangat dan aktivitas belajarnya. Lingkungan
masyarakat yang memiliki latar belakang pendidikan cukup, banyak
terdapat lembaga pendidikan, dan banyak terdapat sumber belajar
akan
berpengaruh
positif
terhadap
belajar
anak,
sehingga
memungkinkan anak dapat mencapai prestasi belajar yang baik pula.
Maka agar prestasi belajar dapat tercapai dengan sebaik-baiknya,
seyogyanya dikembangkan sekenario belajar yang secara pokok meliputi
kemampuan yang diharapkan, kondisi internal, dan kondisi eksternal yang
harus diorganisasikan
2.1.1.4. Alat untuk mengukur hasil belajar.
Mengukur hasil belajar sering juga disebut sebagai evaluasi belajar
yakni proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran yang
dilaksanakan dengan melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran
belajar dan pembelejaran.(Dimyati, 2009:192) Ada beberapa syarat umum
yang harus dipenuhi dalam mengadakan kegiatan evaluasi dalam proses
pendidikan diantaranya sebagai berikut :
a. Kesasehan
Yakni ketepatan evaluasi mengevaluasi apa yang seharusnya
dievaluasi.
b. Keterandalan
Yakni
tingkat
kepercayaan suatu
memberikan hasil yang tepat.
instrumen evaluasi
mampu
12
c. Kepraktisan
Kepraktisan dapat diartikan sebagai kemudahan-kemudahan yang ada
pada instrumen evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan,
mengintapretasi/memperoleh
hasil,
maupun
kemudahan
dalam
menyimpannya.
Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan pengukuran
lebih dulu terhadap prestasi belajar siswa. Alat pengukur prestasi belajar
siswa berupa tes maupun non tes.
Alat pengukur prestasi belajar berupa tes berdasarkan fungsinya
terdiri dari :
a. Tes Penempatan
Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan dasar yang
dimiliki peserta didik.
b. Tes Formatif
Digunakan dilakukan pada saat proses pembelajaran sedang
berjalan, dengan tujuan utama untuk mengetahui tingkat keberhailan
dan kegagalan proses pembelajaran.
c. Tes diagnostik
Digunakan untuk mengetahui kegagalan peserta didik dalam
belajar.
d. Tes sumatif
Tes ini sering disebut sebagai tes akhir semester
e. Tes standar dan Non standar
Tes standar adalah tes yang disusun oleh para ahli, atau
disusun oleh lembaga yang khusus menyelenggarakan secara
profesional. Sedangkan tes non standar adalah tes buatan guru sendiri
yang belum distandarisasikan atau belum diujicobakan.(Muslam,
1994:135).
Tes digunakan sebagai alat pengukur prestasi belajar anak, maka
harus dibuat dengan sebaik-baiknya. Adapun tes dapat dikatakan baik
apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
13
a. Validitas, yakni tes dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur.
b. Reliabilitas, yakni hasil tes harus menunjukkan ketetapan. Dengan
kata lain, jika siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang
berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan (rangking
yang sama dalam kelompoknya.
c. Objektivitas, yakni dalam pelaksanaan tes tidak ada faktor pribadi atau
objektif yang mempengaruhi.(Arikunto, 2002:57)
d. Efisiensi. Alat ukur harus dapat digunakan tanpa memerlukan banyak
waktu dan uang.(Oemar H. Malim, 2009:208)
e. Kegunaan. Alat ukur harus berdaya guna, dalam arti memperoleh
keuntungan berupa keterangan tentang siswa yang dapat digunakan
untuk memberikan bimbingan sebaik-baiknya bagi siswa. .(Oemar H.
Malim, 2009:209)
Alat pengukur prestasi belajar berupa non tes terdiri dari :
a. Skala bertingkat (rating scale); yakni skala yang menggambarkan
suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan.
b. Kuesioner (questionair); adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus
diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan kuesioner anak
dapat diketahui tentang keadaan diri, pengalaman, pengetahuan sikap
atau pendapatnya.
c. Daftar cocok (check list); adalah deretan pertanyaan dimana responden
yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok () ditempat yang
disediakan.
d. Wawancara (interview); digunakan untuk mendapatkan jawaban dari
responden dengan jalan tanya jawab sepihak.
e. Pengamatan (observation); adalah suatu cara yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara
sistematis.
f. Riwayat hidup; adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama
masa
hidupnya.
Dengan
mempelajarai
riwayat
hidup
akan
memeperoleh tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap dari obyek
yang dinilai. (Arikunto, 2002:26)
14
Ada beberapa aspek penilaian untuk mengukur prestasi
belajar, diantaranya :
a. Penilaian pengetahuan.
Untuk menilai pengetahuan dapat dipergunakan pengujian sebagai
berikut :
1) Teknik penilaian aspek pengenalan (recognition)
2) Teknik penilaian aspek mengingat kembali (recall)
3) Teknik penilaian aspek pemahaman (komprehension)
Untuk mengukur aspek pengetahuan ini lebih mudah menggunakan tes
tertulis, adapun bentuk tes sebagai berikut :
1) Soal bentuk uraian
2) Soal bentuk obyektif, yakni jawaban singkat, benar-salah,
menjodohkan, dan pilihan ganda. .(Arikunto, 2002:211)
b. Penilaian perilaku keterampilan
Jenis tes yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
1) Tes persepsi
2) Tes prasyarat yang meliputi semua kategori keterampilan,
pengetahuan syarat, seperti prosedur dan prinsip.
3) Tes strategi terhadap keterampilan produktif.
4) Tes tindakan
5) Observasi, yakni mengamati semua keterampilan yang telah
dirumuskan secara khusus. (Arikunto, 2002:214)
c. Panilaian sikap.
Untuk mengetahui sikap siswa dapat dilakukan dengan menggunakan
skala sikap. Ada dua jenis skala sikap yaitu :
1) Skala Likert. Subyek merespon dengan berbagai tingkat intensitas
berdasarkan rentang skala antara dua sudut yang berlawanan
(ekstrem), misalnya : setuju-tidak setuju, suka-tidak suka,
menerima-menolak.
2) Skala Thurstone. Model skala ini tidak hanya menempatkan
individu dalam rangkaian persetujuan yang mengacu kepada sikap
tertentu, tetapi tiap item mengandung nilai skala yang berbeda-
15
beda yang masing-masing punya kekuatan untuk mendapat
persetujuan dari responden.(Arikunto, 2002:215)
2.1.2. Pembelajaran Kooperatif tipe Team-Assisted Individualization
(TAI)
2.1.2.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Definisi mengajar yang dianut negara-negara maju saat ini adalah
“Teaching is the guidance of learning”, mengajar adalah bimbingan
kepada siswa dalam proses belajar. Dari definisi tersebut menunjukkan
bahwa yang harus aktif adalah siswa yang mengalami proses
belajar.(Slameto,1995:2).
dalam
pembelajaran
siswa
harus
aktif
membangun pengetahuan yang diberikan guru dalam benaknya sendiri.
Guru juga harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menuangkan ide-idenya, guru hanya memberikan tangga kepada siswa
untuk membantu mencapai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Guru
harus dapat membimbing siswa menjadi pelajar mandiri.
Uraian
tersebut
didasarkan
atas
teori
pembelajaran
konstruktivisme. Esensi teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa
harus secara individual menemukan dan mentransfer informasi-informasi
kompleks apabila mereka ingin menjadikan informasi itu miliknya
sendiri. (Muhammad Nur, 1998:2)
Teori ini mengajarkan peranan yang lebih aktif bagi siswa dalam
pembelajaran. Karena penekanannya pada siswa yang aktif maka
pembelajaran konstruktivisme sering disebut juga sebagai pembelajaran
yang berpusat kepada siswa (student centered instruction) (Muhammad
Nur, 1998:2).
Konstruktivisme muncul dari gagasan Piaget dan Vygotsky yang
menekankan perubahan kognitif akan terjadi jika siswa konsepsikonsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui proses
ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru
dan juga menekankan adanya hakikat sosial dari belajar dan keduanya
16
menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan
kemampuan anggota yang berbeda-beda (Muhammad Nur, 2004:3).
Basyirudin Usman (2002:14) mendefinisikan cooperative sebagai
belajar kelompok atau bekerja sama. Menurut Burton yang dikutip oleh
Nasution (2000:148), cooperative atau kerjasama ialah cara individu
mengadakan relasi dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama.
Arthur T Jersild yang dikutip Syaiful Sagala (2003:12),
mendefinisikan bahwa learning is modification of behavior through
experience and training yakni pembentukan perilaku melalui pengalaman
dan latihan. Dia menambahkan bahwa learning sebagai kegiatan
memperoleh pengetahuan, perilaku dan ketrampilan dengan cara
mengolah bahan ajar.
Pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran dimana siswa bekerja
dalam kelompok dengan kemampuan berbeda-beda. Pembelajaran
kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan
kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugastugas terstruktur. Model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama
siswa dan saling ketergantungan dalam struktur tugas dan tujuannya
(Anita Lie, 2004:12).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
suatu pembelajaran dimana siswa secara aktif bekerjasama dalam
kelompok yang heterogen untuk saling membantu dan mencapai tujuan
bersama.
2.1.3.
Model
Pembelajaran
Kooperatif
tipe
Team-Assisted
Individualization (TAI)
Pengertian
Team-Assisted
Individualization
(TAI)
dapat
diartikan sebagai berikut :
Team = regu (Salim’s ninth Collegiate English-Indonesian
Dictionary,2000: 1510). Regu (kelompok) di dalam pembelajaran
menurut W Gulo (2002:126-130) mempunyai lima ciri pokok.
17
a. Interaksi.
Anggota-anggota suatu kelompok terikat pada pembicaraan
tertentu. Keterikatan ini menimbulkan komunikasi.
Di
dalam
kelompok,
seseorang
berbicara,
yang
lain
mendengarkan, ada yang bertanya, ada yang menjawab, ada
perdebatan dan sebagainya. Pembicaraan di dalam kelompok berjalan
lancar dan lebih bermutu bila ditunjang dengan sumber-sumber
informasi seperti buku, surat kabar, rekaman atau narasumber.
b. Tujuan.
Suatu kelompok diskusi, mempunyai tujuan bersama yang jelas.
Tujuan yang samar-samar menyebabkan kurangnya motivasi di antara
anggota kelompok untuk berusaha mencapai tujuan.
c. Kepemimpinan.
Suatu kelompok diskusi keberadaan kememimpinan sangat penting
agar pembicaraan berjalan secara berdisiplin dan terarah pada tujuan.
d. Norma.
Setiap anggota dalam kelompok terikat pada norma-norma tertentu.
Norma-norma tersebut harus ditaati oleh anggota kelompok. Ketaatan
pada norma-norma akan membuat kelompok lebih efisien.
e. Emosi.
Setiap
anggota
dalam
kelompok
mengalami
cetusan-cetusan
emosional tertentu. Rasa bosan, kecewa, senang, kesal, tertarik,
merasa ditolak, merasa bangga dan sebagainya. Untuk membina
perasaan-perasaan positip, setiap anggota kelompok harus mengakui
kehadiran sesamanya.
Assisted = membantu (Salim’s ninth Collegiate EnglishIndonesian Dictionary,2000).
Individual = perseorangan (Salim’s ninth Collegiate EnglishIndonesian Dictionary,2000).
Sehingga
Assisted
Individual
dapat
diartikan
bantuan
perseorangan/bantuan individu di dalam pembelajaran. Menurut S.
18
Nasution (2003:123) agar pembelajaran dapat berhasil dengan baik, maka
setiap anak harus mendapat perhatian dan bantuan. Guru harus mengenal
pribadi setiap anak. Oleh sebab itu guru tidak cukup hanya menguasai
bahan pelajaran akan tetapi harus pula mampu melibatkan pribadi siswa
dalam pelajaran untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Jadi yang dimaksud Model Pembelajaran Cooperative Learning
tipe TAI (Team Assisted Individualization) adalah model pembelajaran
kerja sama kelompok (regu) dengan bantuan individu dari guru kepada
siswa.
Pembelajaran ini menggabungkan pembelajaran kooperatif
dengan bantuan individu kepada siswa yang lemah. Tokoh pembelajaran
ini adalah Slavin, Leavy, dan Madden,1985 (Mohamad Nur,2000).
Menurut
Kooperatif
tipe
Amin
Suyitno
Team-Assisted
(2006:10):
Model
Individualization
Pembelajaran
(TAI)
termasuk
pembelajaran kooperatif yang diikuti pemberian bantuan secara individu
bagi siswa yang memerlukannya. Model Pembelajaran TAI memiliki
delapan komponen:
a. Teams, yaitu pembentukan kelompok yang heterogen yang terdiri
atas 4 sampai 5 siswa.
b. Pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian
siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.
c. Melaksanakan tugas dalam kelompok dengan menciptakan situasi di
mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh
keberhasilan kelompoknya.
d. Tindakan belajar yang dilaksanakan oleh kelompok dan guru
memberikan
bantuan
secara
individu
kepada
siswa
yang
membutuhkannya.
e. Pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan penghargaan
terhadap kelompok yang berhasil dan yang dipandang kurang
berhasil dalam menyelesaikan tugas.
f. Pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian
19
tugas kelompok.
g. Pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.
h. Pemberian materi oleh guru kembali di akhir pembelajaran dengan
strategi pemecahan masalah.
Tahapan-tahapan pembelajaran model TAI adalah sebagai berikut:
a. Guru menentukan suatu pokok bahasan yang akan disajikan kepada
siswa dengan mengadopsi model pembelajaran TAI.
b. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya
model pembelajaran TAI, sebagai suatu variasi model pembelajaran.
Guru menjelaskan kepada siswa tentang pola kerja sama antar siswa
dalam suatu kelompok.
c. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang harus dikerjakan kelompok,
bila terpaksa guru dapat memanfaatkan LKS yang dimiliki oleh siswa.
d. Guru menjelaskan materi baru secara singkat.
e. Guru membentuk kelompok kecil dengan anggota 4 – 5 siswa pada
tiap kelompoknya. Kelompok dibuat heterogen tingkat kepandaiannya
dengan memperhatikan keharmonisan kerja kelompok.
f. Guru menugasi kelompok dengan dengan bahan yang sudah
disiapkan.
g. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau hambatan yang
dialami anggota kelompoknya kepada guru. Jika diperlukan guru
melakukan bantuan secara individual.
h. Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah
memahami materi bahan ajar yang diberikan guru, dan siap untuk
diberi ulangan oleh guru. Setelah diberi ulangan, guru harus
mengumumkan hasilnya dan menetapkan kelompok terbaik sampai
kelompok yang kurang berhasil (jika ada).
i. Menjelang akhir waktu, guru memberikan latihan pendalaman secara
klasikal dengan menekankan strategi pemecahan masalah.
j. Guru dapat memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang
ditentukan.
20
2.2.
Kajian Penelitian Yang Relevan
Menurut Agus Budiharto (2007) Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang dalam penelitiannya
yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Kelas VIII
A SMP Negeri 23 Semarang pada Pokok Bahasan Lingkaran dengan
Model
Pembelajaran
Cooperative
Learning
Tipe
Team
Assisted
Individualization (TAI). Dari serangkaian tindakan mulai siklus I sampai
siklus II hasilnya adalah pada siklus I, persentase keaktifan siswa
berhasil ditingkatkan yaitu rata- rata 84,2 1 % , namun hasil tes akhir
siklus I gagal khususnya pada aspek pemahaman konsep ketuntasan
secara klasikal adalah 60 % dan aspek pemecahan masalah ketuntasan secara
klasikal adalah 40 % ( batas ketuntasan secara klasikal minimal 75 %).
Pada akhir siklus II keaktifan siswa berhasil ditingkatkan yaitu rata-rata
90,90 % dan hasil tes akhir siklus II prosentase ketuntasan secara klasikal
pada aspek pemahaman konsep adalah 100 %, ketuntasan secara klasikal
aspek penalaran dan komunikasi adalah 75,5 6 % dan ketuntasan secara
klasikal aspek pemecahan masalah adalah 86,67 %.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tersebut adalah
“Dengan implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Team-Assisted
Individualization pada pokok bahasan Lingkaran di kelas VIII A SMP
Negeri 23 Semarang tahun pelajaran 2006/2007, dapat meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar siswa.
2.3.
Kerangka berpikir
Berdasarkan permasalahan yang harus dihadapi yaitu tentang hasil
belajar matematika yang rendah, keaktifan siswa yang kurang serta
kesulitan siswa dalam mempelajari materi Bilangan Pecahan dan
berdasarkan landasan teori dari para ahli maka diperlukan model
pembelajaran juga bimbingan secara individu dari guru ke siswa.
Pembelajaran yang menggabungkan Pembelajaran Kooperatif dengan
Pembelajaran Individu merupakan solusi yang tepat untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi kelas IV SD Negeri Timbang 01. Model
21
Pembelajaran yang menggabungkan Pembelajaran Kooperatif dan
Pembelajaran Individu termasuk Model Pembelajaran Kooperatif tipe
Team-Assisted Individualization (TAI).
Adapun
kerangka
berfikir
mengenai
penggunaan
model
pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat dilihat pada bagan di bawah ini :
Kondisi Awal
Guru Menggunakan
metode Konvensional
dalam pembelajaran
Matematika
Hasil belajar
Matematika
Materi Pokok
Rendah
Siklus I
Tindakan
Implementasi
Pembelajaran Kooperatif
tipe Team-Assisted
Individualization (TAI)
pada mata pelajaran
Matematika
Siklus II
Hail belajar Matematika
Materi Pokok Meningkat
Kondisi Ahir
Gambar 2.1
Alur Kerangka Berfikir Penelitian Tindakan Kelas
2.4.
Hipotesis Tindakan
Model
pembelajaran
kooperatif
tipe
Team
Assisted
Individualization (TAI) dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada
materi pokok bilangan pecahan pada siswa Kelas IV SD Negeri Timbang
01 Kec. Banyuputih Kab. Batang Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.
Download