Uploaded by User108411

Yuda Afrinaldo 1802101010109 04 Tugas Infeksius 1 Makalah

advertisement
MAKALAH
Pathoghenesis Tryptococosis Pada Kucing
“Dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah Infeksius Veteriner”
Dibuat oleh
Nama : Yuda Afrinaldo
NIM : 1802101010109
Kelas : 04
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2021
0
DAFTAR PUSTAKA
SAMPUL DEPAN
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................
2
BAB III KESIMPULAN ................................................................................................
8
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................
9
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kriptokokosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans.
Infeksi ini secara luas ditemukan di dunia dan umumnya dialami oleh penderita dengan sistem
imun yang rendah, seperti penderita human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency
syndrome (HIV/AIDS), pasien dengan pengobatan kortikosteroid jangka panjang, transplantasi
organ, dan keganasan limforetikuler. Infeksi oleh Cryptococcus neoformans terutama
menyebabkan meningitis dan meningoensefalitis pada orang yang terinfeksi
HIV/AIDS
didiagnosis sebagai kriptokokal meningitis. Cryptococcus dikenal dengan istilah sleeping giant.
Kucing rentan terkena penyakit pada sistem respirasi. Gangguan-gangguan pada sistem
respirasi melibatkan organ dan saluran pernafasan berupa sinus, farings, trakhea, bronkhus,
bronkhiolus hingga ke paru-paru. Gangguan yang dapat terjadi antara lain, batuk, bersin, sesak
nafas, kekurangan oksigen, kelumpuhan, bahkan dapat menyebabkan kematian. Gangguan
respirasi tersebut biasanya disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, jamur, dan benda asing
(Britton and Davies, 2010).
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana etiologi Cryptococosis?
b. Bagaimana morfologi Cryptococcus?
c. Bagaimana siklus hidup dan ekologi Cryptococcus?
d. Bagaimana gejala klinis Cryptococcus?
e. Bagaimana pathogenesis Cryptococcus?
f. Bagaimana pengobatan Cryptococcus?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etiologi
Penyebab kriptokokosis diklasifikasikan kedalam dua spesies, Cryptococcus neoformans,
yang mempunyai dua varietas: C. neoformans var. grubii (serotipe A) dan C. neoformans var.
neoformans (serotipe D), serta hibrida (AD), dan C. gattii (serotipe B dan C). Pembagian kelima
serotipe Cryptococcus spp. tersebut didasarkan pada reaksi imunologi antara antibodi dengan
komponen kapsular utama, yakni glucuronoxylomannan (GXM). Identifikasi konvensional
hanya dapat membedakan antara C. gatii dengan C. neoformans var. grubii dan C. neoformans
var. neoformans. Perbedaan tersebut berdasarkan kemampuan C. gattii yang memiliki resistensi
alamiah terhadap L-canavanine, sehingga mampu hidup dan menggunakan glisin sebagai sumber
karbon satu-satunya sedangkan C. neoformans var. grubii/neoformans tidak mampu karena
sensitif terhadap L-canavanine
B. Morofologi Cryptococcus
a. Nomenklatur
Nomenklatur dari Cryptococcus ini sendiri sebagai berikut;
Kerajaan:
Fungi
Filum:
Basidiomycota
Subfilum:
Basidiomycotina
Kelas:
Urediniomycetes
Ordo:
Sporidiales
Famili:
Sporidiobolaceae
Genus:
Filobasidiella (Cryptococcus)
b. Morfologi Cryptococcus neoformans
Cryptococcus neoformans adalah organisme dimorfik, bersifat saprofit di dalam tubuh
manusia namun dapat menjadi patogen bila suasana menguntungkan. Berdasarkan variasi kapsul,
diameternya bervariasi dari 2 µm sampai 80 µm.1 Basidiospora yang dihasilkan fase seksual
berukuran lebih kecil yaitu 1,8 µm sampai 3,0 µm dan dapat membentuk sel khamir pada suhu
2
37°C atau hifa dikariotik pada suhu 24°C. Secara mikroskopis C. neoformans di dalam jaringan
atau cairan spinal berbentuk bulat sampai oval dengan diameter 3 µm-10 µm, sering bertunas
dan dikelilingi oleh kapsul yang tebal.
Gambar 1. Morfologi Cryptococcus
C. Siklus Hidup
Cryptococcus, terutama C. neoformans tersebar luas di berbagai bagian dunia.
Cryptococcus neoformans var. grubii ditemukan lebih banyak di lingkungan dibandingkan C.
neoformans var. neoformans. Habitat utama jamur ini adalah tanah yang mengandung material
tanaman yang membusuk, lapukan kayu pada celah/lubang pohon dan kotoran burung. Jamur
dapat ditemukan pada lubang pohon Syzygium jambolana, Cassia grandis, Senna multijuga dan
Ficus microcarpa.
Jamur juga dapat ditemukan dalam sampel kotoran atau kloaka dari berbagai spesies
burung, terutama burung merpati. Cryptococcus neoformans dapat bertahan hidup selama dua
tahun atau lebih dalam kotoran burung merpati segar atau kering. Habitat alamiah C. neoformans
merangsang perkembangbiakan jamur secara ekstensif, baik dalam bentuk khamir atau spora,
terutama bila terlindung dari pajanan sinar matahari.Kondisi lingkungan yang lembab juga
mendukung perkawinan C. neoformans var. grubii dan C. neoformans var. neoformans. Kotoran
beberapa burung lainnya (misal: burung beo, burung kenari) dapat mendukung pertumbuhan
khamir
Distribusi C. gatii lebih terbatas di daerah tropis dan subtropis, serta terdapat hubungan
ekologi spesifik dengan Eucalyptus camaldulensis dan Eucalyptus tereticornis. 20 Jamur juga
3
dapat tumbuh pada jenis pohon lainnya seperti Syzygium cumini (pohon jambu air), almond
(Prunus dulcis), golden shower (Cassia fistula), cemara, cedar dan maple.21 Selain itu, jamur
dapat diisolasi dari udara, air tawar, air laut, serta tanah.22 Cryptococcus gattii juga dapat
diisolasi dari sampel kotoran atau kloaka burung dan bentuk aseksual hanya ditemukan pada
kotoran burung.
Gambar 2. Siklus Hidup Cryptococcus
D. Gejala Klinis
Gejala klinis pada kucing berupa infeksi pada rongga hidung, bersin, mucopurulent,
serous (bunyi sengau), hemorrhagi, edema subcutan, juga luka pada kulit yang berupa papula
atau bongkol-bongkol kecil. Luka yang lebih besar cenderung menjadi bisul yang berupa serous.
Luka yang ditimbulkan berupa massa seperti agar-agar, mengandung banyak mikroorganisme
yang menyebabkan radang di fase granuloma.
Luka pada umumnya terdiri atas kumpulan organisme tanpa capsula di dalam suatu
jaringan. Terlihat berupa macrophages dan sel raksasa dengan beberapa sel plasma dan
lymphocytes. Epithelioid sel raksasa dan area necrosis lebih jarang ditemukan dibandingkan
dengan infeksi sistemik mycosis yang lain.
E. Patologenesis
Infeksi berawal dari inhalasi sel ragi kecil atau basidiospora yang memicu terjadinya
4
kolonisasi pada saluran nafas dan kemudian diikuti oleh infeksi. Makrofag pada paru-paru
sangat penting dalam sistem kontrol terhadap inokulasi jamur. Makrofag dan sel dendritik
berperan penting dalam respons terhadap infeksi Cryptococcus.
Sel ini berperan dalam pengenalan terhadap jamur, dalam fagositosis, presentasi antigen,
dan aktivasi respons pada pejamu, serta meningkatkan efektivitas opsonisasi fagositosis
terhadap jamur. Pada sel dendritik reseptor mannose berperan penting untuk pengenalan jamur
dan presentasi antigen terhadap sel T, sel ini bereaksi dengan C. neoformans dan
mengekspresikannya ke limfosit kemudian bermigrasi ke jaringan limfoid. Makrofag
memberikan respons terhadap C. neoformans dengan melepaskan sitokin proinflamasi yaitu IL1. Sekresi IL-1 mengatur proliferasi dan aktivasi limfosit T yang penting dalam memediasi
pembersihan paru. Imunitas yang dimediasi oleh sel memiliki
peranan penting dalam
pertahanan terhadap Cryptococcus.
Pada banyak kasus penyebaran kriptokokosis terjadi pada keadaan defisiensi sel T CD4+
(HIV/AIDS), imunitas dihubungkan dengan respons sel Th1 yang aktif menghancurkan C.
neoformans. Sel CD4+ dan CD8+ berperan pada jaringan yang terinfeksi. Limfosit T CD4+ dan
CD8+ secara langsung menghambat pertumbuhan jamur melalui perlekatan terhadap
permukaan sel Cryptococcus. Kurangnya atau tidak adanya respons imun yang baik untuk
menginaktifkan dan menghancurkan organisme yang masuk menyebabkan perluasan dan
peningkatan kerusakan sel/jaringan akibat infeksi.
Gambar 3. Skema patoanatomi oleh Cryptococcus
5
F. Diagnosis
Diagnosis Cryptococcus ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan laboratoris
serta radiologis. Pemeriksaan laboratoris dilakukan dengan identifikasi morfologi ,serologi dan
PCR.
G. Pengobatan
Beberapa dokter memakai flukonazol. Obat ini tersedia dengan bentuk pil atau suntikan
dalam pembuluh darah (intravena/IV). Flukonazol lumayan efektif, dan biasanya mudah ditahan
(lihat Lembaran Informasi (LI) 534). Itrakonazol kadang kala dipakai untuk orang yang tidak
tahan dengan flukonazol. Dokter lain memilih kombinasi amfoterisin B dan kapsul flusitosin.
amfoterisin B adalah obat yang sangat manjur. Obat ini disuntikkan atau diinfus secara perlahan,
dan dapat mengakibatkan efek samping yang parah. Efek samping ini dapat dikurangi dengan
memakai obat semacam ibuprofen setengah jam sebelum amfoterisin B dipakai. Ada versi
amfoterisin B yang baru, dengan obat dilapisi selaput lemak menjadi gelembang kecil yang
disebut liposom. Versi ini mungkin menyebabkan lebih sedikit efek samping.
6
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Kriptokokosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans.
Infeksi ini secara luas ditemukan di dunia dan umumnya dialami oleh penderita dengan sistem
imun yang rendah. Diagnosis Cryptococcus ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
laboratoris serta radiologis. Pemeriksaan laboratoris dilakukan dengan identifikasi morfologi
,serologi dan PCR. Flukonazol lumayan efektif dalam pengobatan penyakit ini, dan biasanya
mudah ditahan .
B. Saran
Semoga paper ini bisa menjadi rujukan referensi di perkuliahan Infeksius Veteriner dan
membantu proses belajar.
7
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, R., & Syam, R. (2014). Deteksi Antigen pada Kriptokokosis. eJournal Kedokteran
Indonesia.
Afrisawati, A. (2018). Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Pada Kucing Menggunakan Metode
Forward Chaining. Journal Of Science And Social Research, 1(2), 103-108.
Sjamsuridzal, W., & Wahyuningsih, R. (2016). Cryptococcus neoformans: Ekologi, Faktor
Virulensi, Patogenesis dan Identifikasi. Majalah Kedokteran, 32(2), 100-111.
Takariyanti, D. N. R., Batan, I. W., & Erawan, I. G. M. K. Laporan Kasus: Rhinitis Unilateral
pada Kucing Lokal yang Mengalami Langit-langit Mulut Bercelah (Cleft Palate).
8
Download