Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2012, Vol. 17 Nomor 2 Pengukuran Efek Antidiabetes Polifenol (Polyphenon 60 ) Berdasarkan Kadar Glukosa Darah dan Histologi Pankreas Mencit (Mus musculus L.) S.W. Jantan yang Dikondisikan Diabetes Mellitus Ahmad Ridwan, Raden Tanita Astrian, dan Anggraini Barlian Kelompok Keilmuan Fisiologi, Perkembangan Hewan dan Sains Biomedika Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Bandung e-mail: [email protected] Diterima 27 Maret 2012, disetujui untuk dipublikasikan 24 April 2012 Abstrak Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang ditandai dengan kadar glukosa darah (KGD) yang tinggi (hiperglikemia) akibat pengaturan homeostasis glukosa tidak berjalan sempurna. Penelitian saat ini menunjukkan bahwa stres oksidatif ikut berperan dalam berkembangnya DM. Makanan yang mengandung polifenol cukup menarik perhatian karena peran polifenol sebagai antioksidan dan mampu mengikat radikal bebas sehingga diduga dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit DM kronis. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh antioksidan polifenol terhadap mencit yang dikondisikan DM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok mencit DM yang diberi polifenol (kelompok A, B, C) memiliki KGD yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan kelompok O (Kontrol DM) dan memiliki toleransi glukosa oral yang lebih baik dibandingkan kelompok O (Kontrol DM). Analisis imunohistokimia menunjukkan bahwa pulau Langerhans pada kelompok mencit yang diberi polifenol (A, B, C) dan kelompok normal (K) memiliki diameter >100µm, sebaliknya pada kelompok O (Kontrol DM) memiliki diameter <100µm. Kata kunci: Diabetes mellitus, Antioksidan, Polifenol, Insulin, Imunohistokimia. Measurement of Antidiabetic Effect of Poliphenols (Polyphenon 60 ) Based on Blood Glucose Level and Pancreas Histology of Diabetic Male Mice S.W. (Mus musculus L.) Abstract Diabetes mellitus (DM) is a chronic disease characterized by mild to severe dysregulation of glucose homeostasis results in hyperglycemia. Recent evidence suggests that oxidative stress may contribute to the pathogenesis of diabetes. Recent interest in dietary polyphenols has increased greatly because of the antioxidant and free radical scavenging abilities assumed could decrease risk of chronic DM diseases. The aim of this research is to investigate antioxidant activity of polyphenols in diabetic mice. Results of this study shown that blood glucose level (BGL) of polyphenols groups (A,B,C) were significantly lower then group O (DM group) and polyphenols groups had better glucose tolerance than group O. The immunohistochemistry analyzes shown that Islet of Langerhans of polyphenols groups and normal group (K) have diameter >100µm, although group O (DM group) have diameter <100µm. Keywords: Diabetes mellitus, Antioxidant, Polyphenols, Insulin, Immunohistochemistry. insulin yang merupakan menurunnya sensitifitas reseptor insulin pada hati, jaringan otot, dan jaringan adiposa sehingga hormon insulin tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. Oleh karena kebutuhan insulin yang meningkat, pankreas berusaha memproduksi insulin dalam jumlah lebih. Namun kondisi ini tidak bertahan lama, sampai akhirnya sel β kehilangan kemampuannya (disfungsi sel β) memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup untuk merespon kadar glukosa yang meningkat setelah makan (Chavez dan Henry, 2005). Menurut studi populasi World Health Organization (WHO) pada tahun 2005, menyatakan bahwa jumlah pengidap DM tipe 2 semakin meningkat di seluruh dunia dari tahun ke tahun. 1. Pendahuluan Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang ditandai dengan kadar glukosa darah (KGD) yang tinggi (hiperglikemia) akibat pengaturan homeostasis glukosa tidak berjalan sempurna. Menurut Anonim 1 (2003) dalam jurnal National Diabetes Fact Sheet United States, penyakit diabetes mellitus terbagi atas 2 jenis yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1 atau insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) ditandai dengan sistem imun tubuh yang menghancurkan sel-sel β pankreas, sehingga sel β tidak mampu memproduksi hormon insulin yang berfungsi untuk menurunkan kadar glukosa darah. Diabetes tipe 2 atau non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) diawali dengan kondisi resistensi 78 Ridwan dkk., Pengukuran Efek Antidiabetes Polifenol (Polyphenon 60 ) Berdasarkan Kadar Glukosa ................... 79 Penderita DM di Indonesia berada pada peringkat empat dunia setelah India (31,77 juta), Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat (17,7 juta). Di Indonesia, penderita DM terhitung sekitar 8,6 juta orang dan jumlahnya akan terus meningkat, diperkirakan jumlahnya mencapai 21,2 juta orang pada tahun 2030 (Wild dkk., 2004). Penelitian saat ini membuktikan bahwa stres oksidatif ikut berperan dalam berkembangnya DM. Stres oksidatif adalah kondisi yang disebabkan oleh meningkatnya produksi radikal bebas (ROS, reactive oxygen species) melebihi kemampuan perlindungan antioksidan alami. Hiperglikemia kronis terbukti meningkatkan stres oksidatif yang mengakibatkan berkurangnya jumlah glucose transporter (GLUT) dan berdampak pada peningkatan resistensi insulin, lemahnya insulin signaling dan mengganggu sekresi insulin oleh sel β pankreas (Kaneto dkk., 1999). Telah dibuktikan bahwa penderita diabetes mellitus memiliki tingkat stres oksidatif yang lebih tinggi dibandingkan kondisi normal pada penelitian Sabu dkk., (2002). Menurut Ruhe dkk., (2001), pemberian antioksidan dapat mengikat radikal bebas sehingga mampu menurunkan resiko DM tipe 2 dan bermanfaat dalam mengurangi resistensi insulin. Saat ini, makanan yang mengandung polifenol cukup menarik perhatian karena berperan sebagai antioksidan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan polifenol teh hijau (polyphenon 60 from green tea, Sigma-Aldrich) sebagai antioksidan untuk menurunkan KGD pada mencit (Mus musculus L.) S.W. jantan yang dikondisikan DM tipe 2. 2. Bahan dan Metode 2.1 Aklimasi hewan uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster jantan yang berumur 10-12 minggu dengan kisaran berat badan 33–38 g. Hewan uji ini diperoleh dari rumah hewan Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. Mencit dipelihara di dalam kandang beralaskan sekam dengan periode penyinaran selama 12 jam terang dan 12 jam gelap di dalam ruangan bersuhu 24-28oC dengan kisaran kelembapan 60-75%. 2.2 Pengukuran KGD puasa dan non-puasa Mencit dipuasakan dari pakan ± 18 jam, kemudian sampel darah diambil dari ujung ekor yang dilukai dan ditempelkan pada strip Glucometer One Touch Horizon. Setelah beberapa detik angka KGD akan muncul pada alat tersebut. Proses ini dilakukan untuk mengetahui KGD puasa, sedangkan untuk pengukuran KGD Sewaktu (non-fasted glucose level) tidak diperlukan puasa selama ±18 jam. Uji KGD Sewaktu mencit perlakuan pada penelitian ini dilakukan 3 hari sekali pada waktu yang sama yaitu pukul 10.00 WIB. 2.3 Penginduksian DM pada mencit dengan aloksan Penginduksian DM pada hewan uji dalam penelitian ini menggunakan Alloxan (Sigma-Aldrich A6316). Mencit yang telah diuji KGD puasa, kemudian disuntikkan aloksan 70 mg/kg bb secara intravena dengan volume pemberian 0,1 mL/10 g bb. Setelah itu, mencit diberi pakan secara adlibitum. Lima hari kemudian dilakukan uji KGD kembali, jika kadar glukosa darah mencit lebih dari 200 mg/dL maka mencit dikategorikan DM. 2.4 Pemberian larutan Polifenol atau akuades dengan cara gavage Mencit Swiss Webster jantan sebanyak 25 ekor dibagi menjadi 5 kelompok. Satu kelompok adalah kelompok mencit sehat sebagai kontrol normal (K) sedangkan 4 kelompok lainnya diinduksi DM dengan pemberian aloksan 70 mg/kg bb secara intravena. Setelah kondisi hiperglikemia tercapai dalam waktu 5 hari, perlakuan Polifenol dengan dosis 50, 100 dan 150 mg/kg bb diberikan pada kelompok A, B dan C, sedangkan akuades diberikan pada kelompok O (kontrol DM). Polifenol yang digunakan adalah Polyphenon 60 dari Sigma Aldrich. Baik larutan polifenol maupun akuades diberikan setiap hari secara gavage dengan volume pemberian 0,1 mL/10 g bb selama 21 hari. Akuades juga diberikan pada kelompok K dengan cara, volume dan waktu pemberian yang sama. Kemudian uji KGD Sewaktu (non-puasa) dilakukan setiap 3 hari sampai hari ke-22. 2.5 Uji toleransi glukosa oral Uji toleransi glukosa oral dilakukan pada hari ke-23. Mencit yang telah dipuasakan dari pakan selama ±18 jam kemudian diukur KGD puasa. Setelah itu, mencit diberi larutan glukosa 2 mg/kg bb dengan volume pemberian 0,1 mL/10 g bb secara gavage. Lalu KGD diukur kembali 1 jam dan 2 jam setelahnya. Selama uji toleransi glukosa oral dilakukan, mencit hanya diberi minum dan tidak diberi pakan. Setelah uji selesai, maka mencit diberi makan kembali secara adlibitum. 2.6 Preparasi histologi pankreas Di akhir penelitian, mencit didislokasi dan dibedah pada bagian abdomen. Kemudian pankreas diisolasi, dibersihkan dengan larutan PBS kemudian direndam di dalam larutan fiksatif Bouin selama 24 jam. Dilanjutkan dengan proses dehidrasi, infiltrasi dan diakhiri dengan penanaman di dalam parafin. Setelah itu, disayat dengan ketebalan 7µm menggunakan mikrotom. Pita sayatan yang terbentuk disimpan di atas baki preparat, selanjutnya diambil beberapa sayatan untuk ditempel di atas kaca preparat dengan menggunakan poly-L-lysine 10%. Kemudian sayatan diwarnai dengan Hematoksilin-Eosin. Jika ditemukan pulau Langerhans dengan jelas, maka sayatan pada daerah tersebut baru bisa dianalisis secara imunohistokimia. 80 Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2012, Vol. 17 Nomor 2 2.7 Analisis imunohistokimia (IHC) Analisis ini menggunakan antibodi primer, Guinea pig polyclonal to Insulin (Abcam–ab7842) dengan pengenceran 1:50, dan antibodi sekunder, Biotinylated goat anti-guinea pig Ig-B, (Santa Cruz– sc2440) 1:100, dan diakhiri dengan pewarnaan HRPDAB system pada kit Rabbit ImmunoCruz Staining System (Santa Cruz–sc2051). Warna gelap (coklat) yang terlihat pada sayatan pulau Langerhans menunjukkan keberadaan hormon insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas. 2.8 Analisis data Hasil pengamatan rerata kadar glukosa darah Sewaktu (non-fasted glucose level), uji toleransi glukosa oral dan berat badan mencit dari seluruh kelompok perlakuan diolah dengan analisis variasi satu arah (One way Anova), pada selang kepercayaan 95%. Hasil imunohistokimia insulin digunakan sebagai data pendukung dan dianalisis secara kualitatif. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Kadar glukosa darah mencit Menurut Nichols (2003), kadar glukosa darah (KGD) mencit normal berkisar antara 62–175 mg/dL, sedangkan rerata KGD puasa mencit penelitian sebelum diinjeksi aloksan adalah 135,5±3,6 mg/dL. Maka kelompok mencit yang akan diuji termasuk mencit dalam keadaan normal. Setelah 5 hari penginjeksian aloksan 70 mg/kg bb secara intravena, rerata KGD mencit meningkat hingga 389,6±26,6 mg/dL. Menurut ADA (2007), mencit yang memiliki KGD >200 mg/dL termasuk ke dalam kategori DM. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa aloksan berhasil menginduksi mencit menjadi DM. Aloksan berpengaruh terhadap 2 mekanisme patologi yang berbeda dengan jelas dalam menginduksi DM, yaitu secara selektif menghambat sekresi insulin yang diinduksi oleh glukosa melalui penghambatan khusus pada sensor glukosa di dalam sel β (glukokinase), dan menginduksi pembentukkan ROS (reactive oxygen species) yang menyebabkan nekrosis sel-sel β pankreas secara selektif dan menginduksi resistensi insulin (Lenzen, 2007). Hasil pengukuran KGD mencit yang diuji dengan perlakuan polifenol atau akuades selama 21 hari ditunjukkan pada Gambar 1. Grafik batang pertama yang berwarna biru di setiap kelompok menunjukkan KGD-Sewaktu (non-puasa) di awal perlakuan yaitu hari ke-1 (hari ke-5 setelah injeksi aloksan). Gambar 1. Kadar glukosa darah pada mencit yang diberi perlakuan polifenol berbagai dosis (Kel. A, B, C) , kontrol DM (Kel O) dan kontrol normal (Kel. K) . Keterangan: Garis biru pada KGD 200 mg/dL adalah batas ambang kondisi DM. KGD rata-rata untuk kelompok A, B, dan C, berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok O (kontrol DM) dan kelompok K (Normal). Pengamatan selama 21 hari perlakuan menunjukkan bahwa kelompok mencit DM yang diberi polifenol mengalami penurunan KGD meskipun tidak mencapai batas normal. Berdasarkan hasil uji statistika menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara kelompok DM yang diberi polifenol 50, 100 dan 150 mg/kg bb (kel. A, B dan C) dengan kelompok kontrol DM (kelompok O) begitu pula dengan kelompok kontrol normal (kelompok K). Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan polifenol dapat mencegah keberlanjutan kondisi DM yang ditandai dengan terjadinya penurunan KGD sewaktu selama 21 hari secara bertahap mendekati kondisi normal. Kondisi ini sejalan dengan hasil yang diperoleh pada pengukuran uji toleransi glukosa oral. 3.2 Uji toleransi glukosa oral Hasil uji toleransi glukosa oral dapat dilihat pada Gambar 2. Secara umum, kelompok mencit DM memiliki KGD puasa yang rendah, namun masih lebih tinggi dibandingkan rerata KGD puasa mencit kontrol normal (kel.K). Setelah 1 jam pemberian glukosa terlihat adanya peningkatan yang signifikan Ridwan dkk., Pengukuran Efek Antidiabetes Polifenol (Polyphenon 60 ) Berdasarkan Kadar Glukosa ................... 81 pada kelompok DM baik kontrol maupun perlakuan polifenol. Namun, KGD mencit kelompok O memiliki nilai tertinggi dengan rerata 485,6±35,0 mg/dL. Setelah 2 jam pemberian glukosa, KGD mencit seluruh kelompok mengalami penurunan. Gambar 2. Hasil pengukuran toleransi glukosa oral yang diberi perlakuan berbagai dosis polifenol (A, B, C), kontrol normal (K), dan kontrol DM (O). Keterangan: PP = Post Prandial (Keadaan setelah makan = pemberian glukosa 2 mg/kg bb). KGD 2jam PP pada kelompok A, B, dan C, berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok O (kontrol DM). Pada Gambar 2, dapat dilihat KGD di akhir pengujian dapat dibagi menjadi 3 kelompok yang berbeda yaitu kelompok K terendah (75,00±6,01 mg/dL) dan kelompok O yang tertinggi (329,80±50,59 mg/dL), sedangkan kelompok DM yang diberi polifenol 50, 100 dan 150 mg/dL berada diantara keduanya. Hasil ini menunjukkan bahwa mencit kontrol DM memiliki toleransi glukosa yang lebih buruk dibandingkan kelompok lainnya. Menurut Ruhe dan Mc. Donald (2001), penderita DM tipe 2 umumnya mengalami perubahan bertahap dalam homeostasis glukosa yang ditandai adanya gangguan toleransi glukosa dan menurunnya jumlah penyerapan glukosa darah oleh jaringan otot dan adiposa. Sebagian besar faktor penyebab gangguan toleransi glukosa adalah berkurangnya respon biologis terhadap kehadiran hormon insulin, biasanya dikenal dengan istilah resistensi insulin. Berdasarkan hasil uji statistika, pemberian polifenol dengan dosis 100 dan 150 mg/kg bb (kel. B dan C) memberikan pengaruh positif terhadap toleransi glukosa yang berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan kelompok kontrol DM (kel.O). 3.3 Imunohistokimia sel-sel β pankreas Hasil imunohistokimia (Gambar 3) yang dianalisis secara kualitatif dapat mendukung hasil uji toleransi glukosa oral sebelumnya. Warna gelap (cokelat) yang tampak pada sayatan pulau Langerhans menunjukkan keberadaan insulin yang dihasilkan oleh sel-sel β pankreas. Pada kelompok K, terlihat warna gelap (cokelat) yang memenuhi pulau Langerhans dengan intensitas yang jelas. Umumnya kisaran diameter pulau Langerhans pankreas mencit adalah 100-400 µm, namun ditemukan fenomena yang menarik pada analisis IHC ini yaitu tidak ditemukannya pulau Langerhans yang berdiameter >100 µm pada kelompok O (kontrol DM). Hal ini didukung oleh penelitian Bernard dkk., (1999) yang membuktikan bahwa jaringan endokrin pankreas atau pulau Langerhans memiliki sifat plastisitas yang tergantung dari massa sel β pankreas. Ukuran pulau Langerhans pada kelompok O yang cenderung lebih kecil dibandingkan normal diduga karena telah terjadi penurunan massa sel β pankreas. Penurunan massa sel β pankreas dapat disebabkan oleh kematian sel akibat efek toksik glukosa darah yang berlebih dalam waktu yang lama (Cnop dkk., 2005). Sementara pada hasil IHC kelompok DM yang diberi polifenol 50, 100 dan 150 mg/kg bb (kelompok A, B dan C) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara sesamanya. Pada ketiga kelompok ini masih banyak ditemukan pulau Langerhans yang berukuran >100 µm yang mengindikasikan bahwa massa sel β pankreas masih seperti kondisi kontrol normal (K) walaupun hasil IHC menunjukkan warna gelap (cokelat) dengan intensitas yang lebih tipis dibandingkan kelompok K. Fenomena ini menunjukkan adanya ketidakmampuan sel β pankreas untuk mensekresikan hormon insulin meskipun KGD melebihi batas normal atau lebih dikenal dengan istilah disfungsi sel β pankreas. Gambar 3. Imunohistokimia pankreas mencit yang diberi perlakuan polifenol berbagai dosis (A, B, C), kontrol normal (K) dan kontrol DM (O). Keterangan: Warna lebih gelap pulau Langerhans menunjukkan keberadaan insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas di dalam pulau Langerhans. Tanda panah () merupakan pusat dari pulau Langerhans. 3.4 Peran polifenol terhadap perkembangan DM Dari hasil pengamatan, pemberian polifenol selama 21 hari pada mencit DM mampu menurunkan KGD-Sewaktu (non puasa) mencit yang berbeda nyata dengan kelompok kontrol DM. Namun penurunan KGD-Sewaktu mencit tidak mencapai batas normal. Selain itu, uji toleransi glukosa oral menunjukkan bahwa kelompok mencit yang diberi perlakuan polifenol 50, 100 dan 150 mg/kg bb memiliki toleransi glukosa yang lebih baik 82 Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2012, Vol. 17 Nomor 2 dibandingan kelompok kontrol DM. Meskipun pemberian polifenol tidak mampu menurunkan KGD sampai batas normal, namun memiliki pengaruh untuk melindungi sel β pankreas dan menahan perkembangan lanjutan dari penyakit DM. Beberapa peneliti terdahulu membuktikan bahwa antioksidan polifenol teh hijau mampu mengurangi stres oksidatif dengan cara mencegah terjadinya reaksi berantai pengubahan superoksida menjadi hidrogen superoksida dengan mendonorkan atom hidrogen dari kelompok aromatik hidroksil (OH) polifenol untuk mengikat radikal bebas dan membuangnya dari dalam tubuh melalui sistem ekskresi (Barbosa, 2007; Evans dkk., 2003; Sabu dkk., 2002). Peran polifenol sebagai antioksidan diduga mampu melindungi sel β pankreas dari efek toksik radikal bebas yang diproduksi dibawah kondisi hiperglikemia kronis. Menurut Kaneto dkk. (1999), pemberian antioksidan mampu meningkatkan massa sel β pankreas dan menjaga kandungan insulin didalamnya. Pada sel-sel yang memiliki reseptor insulin (sel otot, sel adiposa dan sel hati), pengikatan radikal bebas akan meningkatkan insulin signaling pada translokasi GLUT 4 intraseluler ke membran sel sehingga mampu mengambil glukosa dari darah (Cartailler, 2004). Secara umum, penurunan stres oksidatif dapat mengurangi resistensi insulin dan menghambat kerusakan sel β pankreas. Jadi, polifenol teh hijau terindikasi mampu menahan resiko penyakit DM berkembang menjadi lebih parah. 4. Kesimpulan Pemberian polifenol (polyphenon 60) pada mencit DM mampu meningkatkan toleransi glukosa oral, dan menurunkan kadar glukosa darah mencit walaupun tidak sampai batas normal. Ada indikasi bahwa polifenol dapat menghambat kerusakan sel β pankreas akibat stres oksidatif yang dihasilkan oleh hiperglikemia kronis. Daftar Pustaka ADA, 2007, Standards of Medical Care in Diabetes. American Diabetes Association. 2007. Anonim 1, 2003, National Diabetes Fact Sheet United States. Centers for Disease Control and Prevention. http://www.cdc.gov/ diabetes. [Diakses tanggal: 25 Mei 2007]. Barbosa, D. S., 2007, Green Tea Polyphenolic Compounds and Human Health. Journal für Verbraucherschutz und Lebensmittelsicherheit, 2, 407-413. Bernard, C., M. F. Berthault, C. Saulnier, and A. Ktorza, 1999, Neogenesis vs. Apoptosis as Main Components of Pancreatic β cell mass changes in glucose-infused normal and mildly diabetic adult rats, FASEB Journal, 13, 1195-1205. Cartailler, J. P., 2004, Insulin – from secretion to action. Beta cell Biology Consortium. http://www.betacell.org/content/articles/print .php?aid=1. [Diakses tanggal: 23 September 2008]. Chavez, B. E. and R. R. Henry, 2005, Type 2 Diabetes: Insulin Resistance, Beta Cell Dysfunction, and Other Metabolic and Hormonal Abnormalities. Elsevier, Inc. http://www.elsevier.com. [Diakses tanggal: 13 Februari 2008]. Cnop, M., N. Welsh, J. C. Jonas, A. Jorns, S. Lenzen, and D. L. Eizirik, 2005, Mechanism of Pancreatic β-Cell Death in Type 1 and Type 2 Diabetes – Many Differences, Few Similarities, Diabetes, 54, 97-107. Evans, J. L., I. D. Goldfine, B. A. Maddux, and G. M. Grodsky, 2003, Are Oxidative Stress Activated Signaling Pathways Mediators of Insulin Resistance and -Cell Dysfunction ? Diabetes, 52:1, 1-8. Kaneto, H., Y. Kajimoto, J. Miyagawa, T. Matsuoka, Y. Fujitani, Y. Umayahara, T. Hanafusa, Y. Matsuzawa, Y. Yamasaki, and M. Hori, 1999, Beneficial Effects of Antioxidants in Diabetes: Possible Protection of Pancreatic β-Cells Against Glucose Toxicity, Diabetes 48, 2398-2406. Lenzen, S., 2007, The mechanisms of alloxan-and streptozotocin-induced diabetes. Diabetologia, 51, 216–226. Nichols, J. B., 2003, The Laboratory Mouse. University Veterinarian, Florida. Ruhe, R. C. and R. B. McDonald, 2001, Use of Antioxidant Nutrient in The Prevention and Treatment of Type 2 Diabetes, J. Am. Coll. Nutr., 20:5, 363-369. Sabu, M. C., K. Smitha, and K. Ramadasan, 2002, Anti-diabetic activity of green tea polyphenols and their role in reducing oxidative stress in experimental diabetes, J. Ethnopharmacol., 83, 109-116. Wild, S., G. Roglic, A. Green, and R. Sicree, 2004, Global Prevalence of Diabetes, Original Article Diabetes Care, 27:5, 1047–1053.