PAPER TEKNOLOGI KARET, GUM DAN RESIN Ekstraksi Dan Penanganan Pascapanen Getah Pinus Oleh : Achmad Dhan Mauli Bintang Saputra M. Herman Muhammad Aldi Sofyan Sutarinda Almajid 1810516210027 1810516210026 1810516210021 1810516210008 1810516210024 JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2021 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mempunyai manfaat penting bagi kehidupan, yaitu adanya hasil hutan berupa kayu dan non kayu. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan sumber daya alam yang sangat melimpah di Indonesia dan memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Hasil Hutan Bukan Kayu memiliki nilai yang jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan nilai kayu yang sampai saat ini masih dianggap sebagai produk utama. Hasil Hutan Bukan Kayu penting untuk kelestarian sebab proses panen biasanya dapat dilakukan secara lestari dan tanpa kerusakan hutan, salah satunya dengan memanfaatkan HHBK berupa getah pinus. Getah pinus sebagai komoditi hasil hutan bukan kayu yang penting dalam bidang kehutanan serta memberikan manfaat bagi industri (Tarigan, 2012 dalam Mampi et al. 2018). Getah pinus dapat diperoleh melalui pelukaan atau penyadapan (Doan, 2007 dalam Mampi et al. 2018). Getah pinus mampu menghasilkan manfaat berupa gondorukem dan terpentin. Kegunaan dari gondorukem adalah sebagai bahan vernis, bahan pembuat sabun, bahan pembuat batik, bahan solder, tinta printer, cat dan lainlain. Terpentin bisa digunakan sebagai bahan pengencer cat dan vernis, bahan pelarut lilin dan bahan pembuatan kamper sintesis (Lestari, 2012 dalam Mampi et al. 2018). Menurut Badan Standardisasi Nasional (2011:1) dalam (Siregar, 2020) menyatakan bahwa minyak terpentin merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari getah Pinus (Pinus sp) dengan cara penyulingan uap pada suhu dibawah 180ºC. Minyak terpentin yang ada di Indonesia hampir secara keseluruhan merupakan hasil penyulingan dari getah pinus merkusii Jungh et de Vr. Beberapa teknik penyadapan pinus secara manual sudah banyak dikembangkan di Perum Perhutani. Teknik yang dimaksud di sini adalah cara penyadapan yang dilakukan, seperti cara penyadapan dengan menggunakan alat bor, alat kedukul/pethel atau dengan pisau sadap khusus untuk menghasilkan bentuk “V”. Alat pembuat luka batang pada kegiatan penyadapan pinus tersebut kemudian digunakan untuk menyebutkan teknik penyadapan yang digunakan, misalnya teknik penyadapan bor berarti alat penyadapan yang digunakan adalah bor, demikian seterusnya.(Sukadaryati, 2014). 1.2 Tujuan Tujuan dari paper ini adalah memberikan sebuah bacaan tentang ekstraksi dan penanganan pascapanen getah pinus yang dapat diambil manfaatnya bagisiapa saja yang membaca paper ini. PEMBAHASAN 2.1 Ekstraksi Getah Pinus Kurniawan (2016 dalam Siregar, 2020), menyatakan bahwa secara umum minyak terpentin dapat diperoleh dengan 4 cara, yaitu: 1. Destilasi getah pinus yang diperoleh dengan menyadap pohon pinus yang masih hidup (terpentin dari getah). 2. Ekstraksi potongan-potongan/irisan ujung batang pohon pinus yang tua, dilanjutkan dengan destilasi (terpentin kayu hasil destilasi uap dan ekstraksi). 3. Destilasi destruktif, yaitu destilasi terhadap potongan kayu pinus yang berumur tua (terpentin kayu hasil destilasi destruktif). 4. Proses sulfat, yaitu pemasakan bubur kayu pinus yang masih berumur muda (terpentin kayu hasil proses sulfat). Dalam proses ekstraksi, ada empat faktor yang mempengaruhi ekstraksi, yaitu: a. Solven b. Temperatur c. Tekanan d. Jumlah stage e. Kondisi kontak ekstraksi f. Luas permukaan materi yang akan diekstrak. (Faizal et al., 2010 dalam Siregar, 2020) 2.2 Penanganan Pascapanen Getah Pinus Menurut Idris dan Soenarno (1983) secara garis besar ada tiga sistem penyadapan getah pinus berdasarkan bekas luka sadapan, yaitu sistem koakan, kopral dan bor. Sistem Koakan Cara penyadapan yang dilakukan di Indonesia pada era 1975- an adalah dengan cara koakan (quarre) bentuk huruf U terbalik (Sutjipto, 1975). Koakan dibuat sejajar panjang batang dengan kedalaman 2 cm dan lebar 10 cm dengan menggunakan alat sadap konvensional yang disebut kedukul/petel atau alat semi mekanis yaitu mesin mujitech (Sukadaryati, 2014). Saluran getah yang dilukai akan cepat menutup jika tidak diberi perangsang, sehingga produksi getah yang diperoleh rendah. Untuk meningkatkan produksi getah, perlu diberikan perangsang untuk memperpanjang waktu mengalirnya getah, sehingga frekuensi pembuatan luka baru dapat dikurangi dan pohon pinus dapat disadap lebih lama. Perangsang yang dapat digunakan adalah larutan H2SO4 dengan konsentrasi 15% dengan volume sekitar 1 ml/luka sadap (Lempang, 2017). Pemberian perangsang dapat dilakukan dengan cara menyemprot menggunakan sprayer atau dilabur menggunakan kuas kecil atau sikat gigi di atas luka sadap yang baru dibuat. Jika tidak menggunakan perangsang saluran getah akan menutup pada hari ketiga, sehingga diperlukan pembaharuan luka 3-5 mm di atas luka lama. Dengan demikian luka sadapan maksimal dalam satu tahun mencapai tinggi 60 cm ditambah 10 cm koakan permulaan. Lama sadapan yang dilaksanakan untuk satu unit pengelolaan terkecil (petak) adalah tiga tahun dengan tinggi luka sadapan (koakan) maksimal 190 cm. Namun penyadapan dengan sistem ini tidak lebih dari dua tahun dengan tinggi koakan maksimal 130 cm (Idris dan Soenarno, 1983). Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari berkurangnya kuantitas dan kualitas kayu pinus yang cukup besar, di samping menghindari robohnya pohon oleh angin. Untuk memperbanyak jumlah koakan per pohon sebaiknya ukuran lebar koakan diperkecil menjadi 6 cm. Sistem koakan dinilai sangat mudah, praktis, tidak memerlukan banyak peralatan, dan kebutuhan alat (kedukul/patel dan mangkuk getah dari batok kelapa) sangat sederhana. Namun menurut Sutjipto (1975) sistem ini masih memiliki kelemahan yakni berkurangnya hasil kayu yang relatif banyak, mempunyai kecendrungan pohon pinus roboh pada tiupan angin yang keras bila tinggi koakan telah melebihi satu meter, terlebih lagi bila pada satu pohon terdapat lebih dari satu koakan. Sistem Kopral Penerapan sistem kopral (riil) atau sistem India merupakan sistem penyadapan getah pinus yang dianggap paling aman untuk kelestarian pohon pinus karena menyebabkan kerusakan batang yang relatif kecil. Penyadapan getah pinus dengan sistem ini dilakukan dari bagian pangkal batang ke arah atas dengan menggunakan pisau sadap, luka sadap berbentuk huruf V (pola India), lebar 15 cm, kedalaman 1 cm (bagian kayu yang terluka sekitar 0,2 cm) dan jarak antara setiap luka sadap 2 cm. Hasil getah dan pembuatan luka sadap baru dilakukan setiap periode 3-4 hari. Jika menggunakan perangsang maka dapat digunakan stimulan H2SO4 dengan konsentrasi 15% dengan volume sekitar 1 ml/luka sadap (Lempang, 2017). Pemberian perangsang dapat dilakukan dengan cara menyemprot menggunakan sprayer atau dilabur menggunakan sikat gigi di atas luka sadap yang baru dibuat. Jika bidang sadap pertama habis, bidang sadap berikutnya dapat dibuat di sisi lain pada batang. Sistem kopral dinilai aman terhadap pohon yang disadap karena luka sadap yang dibuat dangkal dan dapat segera menutup/pulih kembali dalam waktu 2-3 tahun. Penerapan sistem ini selain lebih aman, juga murah karena alat yang utama untuk penyadapan hanya membutuhkan pisau sadap dan wadah penampung getah yang konvensional berupa batok kelapa dan mangkuk plastik. Sistem Bor Sistem penyadapan getah pinus dengan cara membor batang pohon menggunakan bor manual telah dilakukan di Indonesia khususnya Sumatera Utara dan KPH Bumiayu di Jawa pada tahun 1966. Namun sistem ini dinilai tidak praktis, dan tidak ekonomis serta menyusahkan para pekerja dalam pelaksanaannya, karena relatif butuh banyak tenaga yang dikeluarkan untuk membuat satu luka bor, sehingga menyebabkan kapasitas kerja menjadi rendah (Idris dan Soenarno, 1983). Sistem bor menggunakan bor listrik yang dilengkapi dengan jenset telah diuji coba dalam penelitian penyadapan getah pinus di Kabupaten Tana Toraja pada tahun 2006. Pembuatan luka sadap dimulai dari bagian pangkal batang ke arah atas, luka sadap berbentuk lubang diameter 2,2 cm (7/8”) dengan kedalaman 4-8 cm. Untuk memudahkan getah mengalir dari dalam batang pohon ke PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1) Getah pinus mampu menghasilkan manfaat berupa gondorukem dan terpentin 2) Gondorukem digunakan sebagai bahan vernis, bahan pembuat sabun, bahan pembuat batik, bahan solder, tinta printer, cat dan lain-lain. 3) Terpentin digunakan sebagai bahan pengencer cat dan vernis, bahan pelarut lilin dan bahan pembuatan kamper sintesis 4) Secara garis besar ada tiga sistem penyadapan getah pinus berdasarkan bekas luka sadapan, yaitu sistem koakan, kopral dan bor. DAFTAR PUSTAKA Doan A.N.G. 2007. Ciri-ciri Fisik Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Banyak Menghasilkan Getah dan Pengaruh Pemberian Stimulansia Serta Kelas Umur terhadap Produksi Getah Pinus di RPH Sawangan dan RPH Kemiri, KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Skripsi. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Faizal, H. M., K. Huda., dan S. Achmad. 2010. Pengaruh Rasio (Ethanol/Mengkudu) dan Jumlah Siklus Ekstraksi terhadap Yield Minyak Biji Mengkudu. Jurnal Teknik Kimia 17(3). Universitas Sriwijaya. Palembang. Kurniawan, R. 2016. Pengaruh Penambahan Minyak Terpentin (Pinus Sp) Dan Minyak Cengkeh Pada Bahan Bakar Premium Terhadap Performa Dan Emisi Kendaraan Bermotor. Skripsi. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Lestari L. 2012. Pengaruh Periode Pelukaan Pada Penyadapan Getah Pinus Dengan Metode Bor Di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Mampi B., Hapid A., Muthmainnah. 2018. Produksi Getah Pinus (Pinus Merkusii Jung Et De Vriese) Pada Berbagai Diameter Batang Menggunakan Sistem Koakan Di Desa Namo Kecamatan Kulawi Kabupaten Sigi. Jurnal Warta Rimba. Volume 6. Nomor 3. Siregar Juwairiah. 2020. Ekstraksi Minyak Terpentin Dari Getah Pinus Dengan Metode Microwave Assisted Hydro-Distillation (Mahd. Skripsi. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Sukardayati. 2014. Pemanenan Getah Pinus Menggunakan Tiga Cara Penyadapan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 1 (62-70) Tarigan E. 2012. Penggunaan Stimulansia Etrat Pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa, dan Pinus Insularis Di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas kehutanan, Institut Pertanian Bogor.