rly PERTANIAN DALAM ISLAM A. Pendahuluan Di zaman sekarang kita dihadapkan pada banyaknya jenis dan macam pekerjaan. Pekerjaan atau mata pancaharian seseorang kian bertambah banyak sesuai dengan bertambahnya penduduk dan semakin khususnya keahlian seseorang. Namun sebenarnya pada asalnya hanya ada tiga profesi sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Mawardi. Dia berkata: “Pokok matapancaharian tersebut adalah bercocok tanam (pertanian), perdagangan dan pembuatan suatu barang (industri)”. Pertanian (bercocok tanam) merupakan mata pencaharian yang paling baik menurut para ulama dengan beberapa alasan: Pertama: Bercocok tanam adalah merupakan hasil usaha tangan sendiri, Nabi SAW bersabda: ِ َما أَ َكل َ أَ َح ٌد َط َعا ًما َق ُّط َخ ْي ًرا مِنْ أَنْ َيأْ ُكل َ مِنْ َع َم ِل َي ِد ِه َوأَنَّ َن ِب َى َ َهللا دَ ُاود ُصل ََّّى هللا س ََّّ َم َكانَ َيأْ ُكل ُ مِنْ َع َم ِل َي ِد ِه َ َع ََّ ْي ِه َو “Tidaklah seorang memakan makanan yang lebih baik dari orang yang memakan dari hasil usaha tangannya, dan adalah Nabi Dawud „alaihi salam makan dari hasil tangannya sendiri”. Kedua: Bercocok tanam memberikan manfaat yang umum bagi kaum muslimin bahkan binatang. Karena secara adat manusia dan binatang haruslah makan, dan makanan tersebut tidaklah diperoleh melainkan dari hasil tanaman dan tumbuhan. Dan telah bersabda Rosululloh SAW: س ِر َق ِم ْن ُه ً س َغ ْر ُ َما مِنْ ُم ْسَّ ٍِم َي ْغ ِر َ سا إِالَّ َكانَ َما أ ُ ِكل َ ِم ْن ُه َل ُه ُ ص َد َق ًة َو َما ِ ََّ ص َد َق ًة َو َما أَ َك ص َد َق ًة َو الَ َي ْر َز ُؤهُ أَ َح ٌد إِالَّ َكانَ َل ُه َ ت ال َّط ْي ُر َف ُه َو َل ُه َ َل ُه ص َد َق ًة َ “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman melainkan apa yang dimakan dari tanaman tersebut bagi penanamnya menjadi sedekah, apa yang dicuri dari tanamannya tersebut bagi penanamnya menjadi sedekah, dan tidaklah seseorang merampas tanamannya melainkan bagi penanamnya menjadi sedekah”. (HR. Imam Muslim) Ketiga: bercocok tanam lebih dekat dengan tawakkal. Ketika seseorang menanam tanaman maka sesungguhnya dia tidaklah berkuasa atas sebiji benih yang dia semaikan untuk tumbuh, dia juga tidak berkuasa untuk menumbuhkan dan mengembangkan menjadi tanaman yang berbunga kemudian berbuah kecuali atas kekuasaan Alloh. Setiap perbuatan/ kegiatan pasti ada aturannya, begitu pula dengan pertanian. Akan tetapi, masih banyak orang yang belum mengetahui dan belum bisa menjalankan kegiatannya sesuai aturan terutama aturan Islam. B. Kajian Islam tentang Pertanian Kegiatan pertanian yang meliputi budaya bercocok tanam dan memelihara ternak merupakan kebudayaan manusia paling tua. Tetapi dibandingkan dengan sejarah keberadaan manusia, kegiatan bertani ini termasuk masih baru. Sebelumnya, manusia hanya berburu hewan dan mengumpulkan bahan pangan untuk dikonsumsi. Berbagai teknologi pertanian dikembangkan guna mencapai produktivitas yang diinginkan. Di lain pihak, ilmu pertanianpun berkembang. Ilmu pertanian kemudian tumbuh bercabangcabang, terspesialisasi, seperti misalnya agronomi, ilmu tanah, sosial ekonomi, proteksi tanaman, dan sebagainya. Kemajuan ilmu dan teknologi, peningkatan kebutuhan hidup manusia, memaksa manusia untuk memacu produktifitas menguras lahan, sementara itu daya dukung lingkungan mempunyai ambang batas toleransi. Sehingga, peningkatan produktivitas akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, yang pada ujungnya akan merugikan manusia juga. Oleh karena itu Islam memiliki konsep-konsep tentang pertanian, diantaranya: 1. Anjuran Islam untuk Bercocok Tanam Pada latar belakang masalah di atas telah disebutkan beberapa alasan Islam menganjurkan pertanian. Disini dijelaskan pula bahwa Agama Islam rupanya menganjurkan untuk memakmurkan bumi dan memanfaatkan lahan supaya produktif dengan cara ditanami. Ada hadits-hadits yang menunjukkan anjuran ajaran agama Islam untuk bercocok tanam salah satunya yaitu hadits yang diriwayatkan Anas dari Rasulullah SAW bersabda: ِ إِنْ َقا َم س َها َف َّْ َي ْغ ِر ْس َها َ اع أَنْ الَ َتقُ ْو َم َح َّتى َي ْغ ِر َ اس َت َط ْ سا َع ُة َو فِي َي ِد أَ َح ِد ُك ْم َفسِ ْيََّ ٌة َفإِ ِن َّ ت ال “Sekiranya hari kiamat hendak terjadi, sedangkan di tangan salah seorang diantara kalian ada bibit kurma maka apabila dia mampu menanam sebelum terjadi kiamat maka hendaklah dia menanamnya.” Bahkan dalam ajaran Islam ada yang disebut dengan ihyaul mawat. Definisi ihyaul mawat adalah seorang muslim pergi ke tanah yang tidak dimiliki siapa pun kemudian memakmurkannya dengan menanam pohon di dalamnya, atau membangun rumah di atasnya, atau menggali sumur untuk dirinya dan menjadi milik pribadinya. Ihyaul Mawat diperbolehkan dan Islam mendakwahkan untuk menghidupkan lahan yang mati berdasarkan sabda Rasulullah SAW: ضا َم ْي َت ًة َف ِه َي لَ ُه ً َمنْ أَ ْح َيا أَ ْر “Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang mati maka tanah itu menjadi miliknya.”( HR. Tirmidzi). Itulah ajaran Islam menganjurkan untuk memanfaatkan lahan yang mati, yang tidak bertuan untuk dimakmurkan baik dengan dibangun rumah ataupun ditanami tanaman. Ini menunjukkan Islam menganjurkan untuk membuat produktif suatu lahan, jangan sampai terbengkalai dan tidak terurus. 2. Kebebasan untuk Mengembangkan Ilmu dan Teknologi Pertanian Di dalam kitab shohih muslim ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Anas, dia berkata: bahwasanya ketika sampai di Madinah Nabi shollallohu „alaihi wa sallam melewati suatu kaum (dari kalangan sahabat anshor) yang sedang mengawinkan pohon kurma, maka beliau berkata: ”Sekiranya kalian tidak melakukannya niscaya itu lebih baik.” Anas melanjutkan: ”kemudian (mereka tidak melakukannya) sehingga hasilnya jelek (gagal). Tatkala Nabi shollallohu „alaihi wa sallam kembali melewati mereka, beliau bertanya kepada mereka: ”Bagaimana dengan pohon-pohon kurma kalian?” Mereka berkata: ”Bukankah anda yang mengatakan begini dan begitu ( mereka mengikuti perkataan Nabi shollallohu „alaihi wa sallam tersebut meskipun hasilnya jelek). Maka Nabi shollallohu „alaihi wa sallam bersabda: ”Kalian lebih tahu dengan urusan dunia kalian”. Berdasarkan hadits tersebut diketahui bahwa para ahli pertanian lebih tahu mengenai apa yang lebih baik bagi pertanian dan lebih tahu apa yang bisa meningkatkan hasil pertanian. Maka jika mereka mengeluarkan keputusan tentang suatu hal yang terkait dengan pertanian, maka hendaklah kita mengikuti mereka dalam masalah tersebut.” 3. Kewajiban Memperhatikan Lingkungan Kita sebagai petani seharusnya harus bisa melestarikan alam, bukan sebaliknya hanya demi keuntungan pribadi kita malah merusak alam. Hal ini senada dengan Surat Al A’raaf 56 yang artinya sebagai berikut; “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya……..” 4. Kewajiban Membayar Zakat Zakat merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang mempunyai harta dan memenuhi nishob. Diantara hikmah membayar zakat adalah membersihkan jiwa manusia dari kikir, keburukan dan kerakusan terhadap harta, juga membantu kaum muslimin yang berada dalam keadaan kekurangan. Rukun Islam yang ketiga ini mencakup di dalamnya hasil pertanian sebagai harta kaum muslimin yang wajib dikeluarkan zakatnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Alloh) sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian.” (QS Al-Baqarah : 267). Juga firman Allah subhanahu wa ta’ala : “Dan tunaikanlah haknya pada hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya).” (QS Al-An’am : 141). 5. Larangan Dalam Pertanian Dalam setiap kegiatan yang memiliki aturan pasti ada kewajiban da nada pula larangan, begitu pula dalam pertanian. Diantara larangan-larangan dalam kegiatan pertanian yang bisa kami sebutkan adalah sebagai berikut: a. Berbuat kemusyrikan dalam hal pertanian, seperti: a) Menentukan hari baik pada saat menanam atau memanen tanaman b) Mendatangi pawang hujan c) Menaruh sesaji dan sedekah bumi b. Merampas atau memindahkan batas tanah c. Melakukan kegiatan pertanian dengan tujuan jahat d. Terlalu menyibukan diri dalam pertanian sehingga lupa beribadah e. Terlalu berlebihan mencintai pertanian. “Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Alloh) sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian.” (QS AlBaqarah : 267). Sabda Nabi SAW: “Tidak ada zakat pada kurma dan biji-bijian yang kurang dari lima wasaq.” Besarnya zakat pertanian Besarnya zakat pertanian tergantung pengairannya, jika diari tanpa alat misalnya dengan hujan atau diari dengan mengalirkan air dari mata air ataupun dialiri dari air sungai tanpa memerlukan biaya adalah sepersepuluh dari hasil panen (10 %) yang telah mencapai nishab. Dan apabila buahbuahan atau biji-bijian itu diari dengan menggunakan alat seperti timba ataupun memerlukan biaya maka zakatnya adalah seperduapuluh dari hasil panen (5%) yang telah mencapai nishab. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir ra dari Rasulullah Saw bersabda: “Pada yang diari dari sungai dan mendung (hujan) adalah sepersepuluh dan pada yang diari dengan alat adalah seperduapuluh.”