Pancasila sebagai Sistem Etika kajian ilmiah terkait dengan etiket atau moralitas Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, yang artinya watak kesusilaan atau adat. Etika? Istilah etiket identik dengan moral yang berasal dari bahasa Latin, mos yang jamaknya mores, yang juga berarti adat atau cara hidup. Moral atau moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada Sesuatu yang berharga ARTI NILAI Sifat dari suatu hal, benda atau pribadi yang dihargai atau sebagai sarana mencapai tujuan Sesuatu yang membawa kita ke tujuan Unsur-unsur nilai Macam-macam Nilai (Prof. Dr. Notonegoro) •Berguna •Berharga (kebenaran) •Indah (estetika) •Baik (moral/etika) •Religius (agama) Hirarki nilai • Nilai kenikmatan • Nilai kehidupan • Nilai Kejiwaan • Nilai kerohanian •Nilai material •Nilai vital •Nilai kerohanian Nilai kerohanian Nilai kebenaran Nilai keindahan Nilai moral/kebaikan Nilai religius Pancasila sebagai norma moral merupakan nilai-nilai dasar yang bersifat fundamentil dan universil bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. harus dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praktis berupa norma-norma yang jelas yang kemudian menjadi suatu pedoman. Norma moral : merupakan ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, patokan-patokan kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Pancasila telah dijabarkan dalam suatu norma moralitas sehingga Pancasila merupakan sistem etika dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia. Pancasila sebagai Norma hukum Moral Politik Pancasila Politik : kegiatan yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem (negara) dan diikuti dengan pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk mencapai tujuan diperlukan kebijakan-kebijakan umum (public policies). Kebijakan dicapai melalui kekuasaan (power) dan kewenangan (authority), yang akan dipakai untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul. Cara: persuasi maupun paksaan, (karena tanpa paksaan kebijakan hanya merupakan perumusan keinginan belaka yang tidak akan pernah terwujud). POLITIK konsep-konsep yg berkaitan dengan: negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decisionmaking), kebijakan (policy), pembagian (distribution) alokasi (allocation). menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara (pelaksana, penyelenggara negara, pemerinta dan rakyat Jadi di semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam pelaksanaan politik bernegara harus didasari moral Pancasila. Pancasila tidak hanya sebagai sumber dari segala sumber hukum, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Nilai Pancasila sebagai sumber Etika Politik Sila I dan sila II merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Sila I KeTuhanan yang Maha Esa Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius, tetapi berdasarkan legitimasi hukum dan legitimasi demokrasi. Oleh sebab itu asas sila I lebih berkaitan dengan legitimasi moral sehingga negara Indonesia yang BerKetuhanan yang Maha Esa berbeda dengan negara Teokrasi. Walaupun negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan. Sila II dan III Kemanusiaan yang Adil dan beradab, dan Persatuan Indonesia Negara pada prinsipnya merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan. Bangsa Indonesia sebagai bagian umat manusia di dunia hidup secara bersama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsipprinsip hidup tertentu demi kesejahteraan bersama (sila III). Oleh karena itu asas kemanusiaan adalah bersifat mutlak dalam kehidupan negara dan hukum yang diistilahkan dengan jaminan atas hak-hak dasar (asasi) manusia. Jadi selain sila II merupakan sumber nilai moralitas dalam bernegara juga merupakan prinsip dasar moralitas dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila IV Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmad dalam Permusyawaratan /Perwakilan Negara adalah berasal dari rakyat, rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara oleh karena itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara segala kebijakan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat. Dalam pelaksanaan politik praktis hal-hal yang menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif serta yudikatif ,konsep pengambilan keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat (legitimasi demokratis). Sila V Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia Indonesia adalah negara hukum oleh karena itu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial) sebagaimana terkandung dalam sila V mutlak menjadi tujuan dalam kehidupan negara. Contoh realitas nilai dalam Pancasila • Nilai ketuhanan akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. • Nilai kemanusiaan, menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. • Nilai persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dll. • Nilai kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dll. • Nilai keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dll Pancasila Sebagai Solusi Persoalan Bangsa dan Negara • Moralitas memegang kunci sangat penting dalam mengatasi krisis. Kalau krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui moralitas pula krisis dapat diatasi. • Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang prinsip baik yang bersifat ke dalam, tertanam dalam diri manusia yang akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. • Moralitas individu ini terakumulasi menjadi moralitas sosial, sehingga akan tampak perbedaan antara masyarakat yang bermoral tinggi dan rendah. • Istilah moralitas mondial adalah moralitas yang bersifat universal yang berlaku di manapun dan kapanpun, moralitas yang terkait dengan keadilan, kemanusiaan, kemerdekaan, dan sebagainya. Studi Kasus Kasus korupsi yang dilakukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar telah menggurita. Akil pun diganjar hukuman seumur hidup karena menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan belasan sengketa pilkada di MK, serta tindak pidana pencucian uang.Bahkan, menurut jurnalis senior Harian Kompas yang menulis buku "Akal Akal Akil", Budiman Tanuredjo, kasus korupsi Akil merupakan salah satu skandal terbesar sepanjang sejarah peradilan Indonesia. Belum pernah terjadi seorang hakim yang juga Ketua MK masuk penjara gara-gara terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang yang melibatkan uang sampai ratusan miliar rupiah. Tertangkap tangan pula. Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menyatakan, Akil terbukti menerima suap sebagaimana dakwaan pertama, yaitu terkait penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar). Hakim juga menyatakan bahwa Akil terbukti menerima suap sebagaimana dakwaan kedua, yaitu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton (Rp 1 miliar), Kabupaten Pulau Morotai (Rp 2,989 miliar), Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar), dan menerima janji pemberian terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur (Rp 10 miliar). Akil juga terbukti dalam dakwaan ketiga, yaitu menerima Rp 125 juta dari Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011, Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga. Sejumlah kepala daerah dan juga pihak swasta turut terseret dalam pusaran kasus Akil. Sebut saja, Gubernur Banten Atut Chosiyah dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Keduanya terbukti menyuap Akil terkait sengketa Pilkada Lebak. Kini keduanya telah divonis penjara, empat tahun untuk Atut dan lima tahun untuk Wawan. Solusi • Pertama, melakukan evaluasi yang dilakukan berkaitan dengan mekanisme rekrutmen calon hakim konstitusi. • Kedua, melakukan perubahan regulasi agar mekanisme penunjukan hakim konstitusi dari tiga lembaga (MA, DPR, Presiden) agar seragam dan tidak diserahkan kepada masing-masing institusi. • Ketiga, mengusulkan agar MK mengambil langkah internal untuk melakukan pengawasan secara lebih ketat. Tim tersebut menurutnya penting sebagai upaya pembenahan internal MK. • Keempat, memperbaiki bidang administrasi peradilan