- Repository UNPAS

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Model Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)
a. Definisi model cooperative learning
Cooperative learning adalah salah satu model pembelajaran yang
sangat cocok untuk diterapkan kepada siswa SD dan model pembelajaran
ini merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Robert E.
Slavin.
Menurut Robert E. Slavin (2008: 8) mengemukakan bahwa “ dalam
metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam
kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi
yang disampaikan oleh guru”.
Menurut Rober E. Slavin (2008: 103) mengemukakan bahwa
“ pembelajaran kooperatif adalah solusi ideal terhadap
masalah, meyediakan kesempatan berinteraksi secara
kooperatif dan tidak dangkal kepada para siswa dari latar
belakang etnik yang berbeda. Metode-metode
pembelajarn kooperatif secara khusus menggunakan
kekuatan dari sekolah yang menghapuskan perbedaan
kehadiran para siswa dari latar belakang ras atau etnik
yang berbeda untuk meningkatkan hubungan antar
kelompok”.
Sementara menurut David W. Johnson, dkk (2010: 4) menyatakan
bahwa
“pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah
proses belajar mengajar yang melibatkan penggunaan
kelompok- kelompok kecil yang memungkinkan siswa
untuk bekerja secara bersama- sama di dalamnya guna
13
14
memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri
pembelajaran satu sama lain”.
dan
Menurut Lie dalam Abdorrakhman Gintings (2008: 217) menyatakan
“ model cooperative learning didasari oleh falsafah
bahwa manusia adalah makhluk sosial. Oleh karena itu,
model pembelajaran ini tidak mengenal kompetisi antar
individu. Model ini juga tidak memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajar dengan kecepatan dan
iramanya sendiri. Sebaliknya, model ini menekankan
kerjasama atau gotong royong sesame siswa dalam
mempelajari materi pelajaran”.
Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan oleh para ahli di atas,
maka penulis dapat meyimpulkan bahwa cooperative learning atau model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang pada
pelaksanaan pembelajarannya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok
yang terdiri dari empat orang atau lebih yang heterogen (jenis kelamin,
prestasi akademik, status sosial, ras dan etnik) dan menekankan pada
keterampilan dalam bekerjasama serta pembelajaran kooperatif ini tidak
hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa juga harus mempelajari
keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif.
Keterampilan kooperatif berfungsi melancarkan hubungan kerja dan
tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan
komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan
dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.
15
b. Karakteristik model cooperative learning
Semua anggota kelompok dalam cooperative learning mempunyai
tanggung jawab untuk menentukan keberhasilan dari kelompok tersebut.
Hal ini disebabkan karena keberhasilan kelompok bukan ditentukan oleh
kelompok tunggal saja, melainkan adanya kerjasama dari seluruh anggota
kelompok dalam belajar. Apabila seluruh anggota kelompok mendapat
nilai terbaik, maka otomatis prestasi kelompok tersebut akan baik dan
keberhasilan dari kelompok akan diberikan penghargaan.
Menurut Slavin mengemukanan tiga konsep sentral yang menjadi
karakteristik Cooperative Learning adalah penghargaan kelompok,
pertanggungjawaban individu, kesempatan sama untuk mencapai
keberhasilan.
1) Penghargaan kelompok.
Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor
diatas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada
penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan
hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu dan
saling peduli.
2) Pertanggungjawaban individu.
Keberhasilan kelompok bergantung pada pembelajaran individu dari
semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan
pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar.
Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap
16
anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas tugasnya secara mandiri
tanpa bantuan sekelompoknya.
3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Cooperative learning menggunakan metode skoring yang mencakup
nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh
siswa dari perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang
diperolah siswa terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini,
setiap siswa baik berprestasi rendah, sedang dan tinggi samasama
memperoleh baik prestasi rendah, sedang dan tinggi samasama
memperoleh kesempatan untuk berhasil.
Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan cooperative learning ini
lebih menekankan kemandirian siswa dalam belajar. Dimana siswa
bekerja dalam kelompok secara cooperative untuk menuntaskan materi
belajarnya. Penempatan kelompok dalam pembelajaran ini dibentuk
secara heterogen dengan melihat tingkat kemampuan siswa tersebut.
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari
semua
anggota
kelompok.
Sehingga
semua
anggota
kelompok
mempunyai tanggung jawab untuk belajar, maka oleh karena itu mereka
saling membantu, dan menciptakan hubungan yang saling mendukung,
serta saling perduli diantara sesama anggota kelompok. cooperative
learning
menggunakan
metode
skoring
yang
mencakup
nilai
perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa
dari terdahulu. Dengan menggunakan metode ini siswa yang berprestasi
17
rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk
berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
c. Kelemahan dan kelebihan model cooperative learning
Beberapa keunggulan dan kelemahan model pembelajaran
cooperative learning. Keunggulan meliputi meningkatkan kecakapan
individu
maupun
kelompok
dalam
memecahkan
masalah,
meningkatkan komitmen dan menghilangkan prasangka buruk
terhadap teman sebaya, menciptakan iklim suasana belajar mengajar
siswa yang aktif dan interaktif serta meningkatkan keakraban,
memberikan pengaruh positif dalam mencapai semua kontes
akademik sosial dan tujuan afektif, meningkatkan kemampuan siswa
dalam mengingat kembali materi pelajaran (berkurangnya belajar
hafalan), meningkatkan kemampuan siswa untuk menemukan sendiri
materipelajaran, meningkatkan motivasi belajar siswa.
Selain keunggulan ada juga kelemahan yang meliputi :
persiapannya memerlukan lebih banyak tenaga, pikiran, dan waktu,
membutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup mahal,
kecenderungan pembicaraan dapat menjadi berkembang keluar jalur.
Sumber:
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2254207-
keunggulan-dan-kelemahan-cooperative-learning/#ixzz27ccm3TPJ
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kelebihan pembelajaran kooperatif dilihat dari aspek siswa, adalah
memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas
18
suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa belajar secara
bekerja sama dalam merumuskan ke arah satu pandangan kelompok.
Dengan melaksanakan model pembelajaran cooperative learning. siswa
memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, di samping itu
juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan dalam bekerjasama.
Kekurangan model pembelajaran cooperative learning bersumber
pada dua faktor yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar
(ekstern). Faktor dari dalam yaitu guru harus mempersiapkan
pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak
tenaga, pemikiran dan waktu, agar proses pembelajaran berjalan dengan
lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup
memadai,
selama
kegiatan
diskusi
kelompok
berlangsung,
ada
kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas, saat
diskusi
kelas,
terkadang
didominasi
oleh
seseorang,
hal
ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasip. Faktor dari luar erat
kaitannya dengan kebijakan pemerintah yaitu padamya kurikulum selain
itu pelaksanaan tes.
19
d. Sintak model cooperative learning.
Tabel 2.1 Sintak model cooperative learning
Fase
Perilaku Guru
Guru menyampaikan semua tujuan
Fase 1
pembelajaran yang ingin dicapai
Menyampaikan tujuan dan
pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siwa
memotivasi siswa belajar.
Guru menyajikan informasi kepada
Fase 2
siswa dengan jalan demonstrasi atau
Menyajikan informasi
lewat bahan bacaan.
Guru menjelaskan kepada siswa
Fase 3
bagaimana cara membentuk
Mengorganisasi siswa ke dalam
kelompok belajar dan membantu
kelompok-kelompok belajar
setiap agar melakukan transisi secara
efisien.
Fase 4
Guru membimbing kelompokMembimbing kelompok belajar dan kelompok belajar pada saat mereka
bekerja
mengerjakan tugas mereka.
Guru mengevaluasi hasil belajar
Fase 5
tentang materi yang telah dipelajari
Evaluasi
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk
Fase 6
menghargai baik upaya maupun
Memberikan penghargaan
hasil belajar individu dan kelompok.
2. Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
a. Definisi tipe STAD
Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses belajar
mengajar hendaknya ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan
yang baik dan mencetak siswa-siswa yang berkualitas dengan memiliki
keterampilan yang tinggi. Melalui model cooperative learning tipe
Student Teams Achievement Division (STAD) ini maka siswa akan
mengetahui makna belajar dan dapat menggunakan pengetahuan serta
20
keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah yang
sedang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Menurut Robert E. Slavin (2008: 11)
“Dalam STAD, para siswa dibagi dalam tim belajar yang
terdiri atas empat orang yang berdeda- beda tingkat
kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya.
Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam
tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim
telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa
mengerjakan kuis mengenai materi secara sendirisendiri, dimana saat itu mereka tidak diperbolehkan
untuk saling bantu”.
Menurut Suherman, (2001: 218) menyatakan:
“Model pembelajaran cooperative learning (STAD)
adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar di
dalam kelompok. Kelompok itu adalah kelompok kecil
yang terdiri dari 3- 5 orang siswa. Didalam kelompok
siswa bekerja sebagai suatu tim untuk menyelesaikan
tugas, menyelesaikan suatu masalah atau mengerjakan
sesuatu untuk mencapai tujuan”.
Sehubungan dengan pendapat para ahli yang telah dikemukakan di
atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Student Teams Achievement
Division (STAD) adalah suatu metode pembelajaran kooperatif yang
beranggotakan 4-5 orang siswa pada setiap kelompok dan harus terdiri
dari laki-laki dan perempuan, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah serta terdiri dari berbagai suku/ras untuk memahami suatu materi
dan memecahkan berbagai permasalahan secara bersama- sama.
21
b. Karakteristik Student Teams Achievement Division (STAD)
Menurut Robert E. Slavin (dalam Wildan 2010: 17), model
cooperative learning tipe STAD memiliki karakteristik sebagai berikut :
1). Bahan pelajaran disajikan oleh guru dan siswa harus
mencurahkan perhatiannya;
2). Anggota tim terdiri dari empat sampai lima orang yang
heterogen dalam hal: jenis kelamin, prestasi akademik,
status sosial dan etnis;
3). Setelah satu atau dua kali pertemuan diadakan tes
individual yang harus dikerjakan oleh siswa secara mandiri;
4). Materi pelajaran disiapkan oleh guru dalam bentuk
lembar kerja siswa;
5). Penempatan siswa dalam tim lebih baik ditentukan oleh
guru daripada ditentukan oleh siswa.
Berdasarkan pendapat ahli yang telah dikemukakan di atas, penulis
menyimpulkan bahwa karakteristik metode STAD ini adalah siswa
dibagi menjadi beberapa tim yang heterogen, materi disajikan oleh guru
dan bagi kelompok siswa yang pandai akan mendapatkan penghargaan.
c. Kelemahan Student Teams Achievement Division (STAD)
Selain kelebihan, metode STAD juga memiliki beberapa kelemahan
seperti pernyataan oleh Jarolimek (dalam Isjoni 2010 : 24) yaitu :
“Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang,
disamping itu memerlukan banyak tenaga, pemikiran dan
waktu, agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar
maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang
memadai, selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung ada
kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas
sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang
ditentukan dan saat diskusi kelas, terkadang didominasi
seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi
pasif”.
22
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
kelemahan dari metode STAD ini adalah metode sulit dilakukan jika
jumlah siswa yang pandai lebih sedikit dibandingkan siswa yang kurang
pandai.
d. Kelebihan Student Teams Achievement Division (STAD)
Model cooperative learning tipe STAD juga memiliki beberapa
kelebihan, seperti yang dikemukakan oleh Jarolimek (dalam Isjoni 2010 :
24) mengemukakan beberapa kelebihan model cooperative learning yaitu
“saling ketergantungan positif, adanya pengakuan dalam
merespon individu, siswa dilibatkan dalam perencanaan dan
pengelolaan kelas, suasana kelas yang rileks dan
menyenangkan, terjadinya hubungan yang hangat dan
bersahabat anatara siswa dan guru dan memiliki banyak
kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang
menyenangkan”.
Sedangkan menurut Kagan (dalam Azwar 2010: 18) memiliki
kelebihan yaitu :
“Semua siswa memiliki kesempatan untuk menerima reward
setelah menyelesaikan suatu materi pelajaran, semua siswa
mempunyai kemungkinan untuk mencapai hasil belajar yang
tinggi dan reward yang diberikan kepada kelompok dapat
dipakai untuk memotivasi siswa lainnya dalam berprestasi”.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
metode STAD ini memiliki beberapa kelebiha seperti berikut ini :
1). Dapat melatih siswa dalam meningkatkan hubungan sosial di
antara sesama teman baik dalam kelompoknya maupun antar
kelompok yang lainnya,
23
2). Akan terjadi kegiatan komunikasi tatap muka baik antar anggota
kelompok maupun antar kelompok. Adanya komunikasi ini dapat
mendorong terjadinya interaksi positif, sesama siswa dapat lebih
saling mengenal, masing-masing siswa saling menghargai pendapat
teman, menerima kelebihan dan kekurangan teman apa adanya,
menghargai perbedaan pendapat yang selalu terjadi dalam kehidupan.
3). Siswa saling asah, saling asih dan saling asuh. Sehingga kesulitan
yang dihadapi dari setiap siswa dapat teratasi dengan cara bertanya
terhadap guru maupun oleh teman satu kelompoknya,
4). Melatih siswa untuk berani menyampaikan suatu pendapat karena
pada setiap anggota kelompok akan ada spesialis tugas yang harus
dipertanggungjawabkan terhadap kelompoknya,
5). Melatih siswa untuk bertanggung jawab baik untuk diri sendiri
maupun bagi kelompoknya.
e. Langkah- langkah Student Teams Achievement Division
(STAD)
Menurut Slavin (2008:143) STAD terdiri dari lima komponen utama
yaitu
“1). Presentasi kelas. Materi dalam STAD pertama- tama
diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini
merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali
dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, 2).
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh
bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin,
ras, etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan
bahwa semua anggota tim benar- benar belajar, dan lebih
khususnya lagi, adalah mempersiapkan anggotanya untuk
bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru
24
menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari
lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering
terjadi,
pembelajaran
itu
melibatkan
pembahasan
permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan
mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim
ada yang membuat kesalahan. Pada tiap poinnya, yang
ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang
terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik
untuk melakukan tiap anggotanya. Tim ini memberikan
dukungan kelompok bagi kinerja akademik penting dalam
pembelajaran, dan itu adalah untuk memberikan perhatian
dan respek yang mutual yang penting untuk akibat yang
dihasilkan seperti hubungan antar kelompok, rasa harga diri,
penerimaan terhadap siswa-siswa mainstream, 3). Kuis.
Setelah sekitar satu periode guru memberikan presentasi
praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual.
Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam
mengerjakan kuis. Sehingga tiap siswa bertanggungjawab
secara individual untuk memahami materinya, 4). Skor
kemajuan individual. Gagasan dibalik skor kemajuan
individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan
kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih
giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada
sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin
yang maksimal kepada timnya dalam system skor ini, tetapi
tak ada siswa yang dapat melakukannnya tanpa memberikan
usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa diberikan skor awal,
yang diperoleh dari rata- rata kinerja siswa tersebut
sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa
selanjutnya kan mengumpulkan poin untuk tim mereka
berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan
dengan skor awal mereka. Contoh sumbangan nilai
kelompok, misalnya siswa B mendapat nilai ulangan
sebelumnya (tes awal) adalah 70 (skor awal) dan tes akhir
bernilai 85 (skor akhir), maka siswa tersebut memberikan
sumbangan nilai terhadap kelompoknya sebesar 30 poin
karena nilai yang diraih berada pada lebih dari 10 poin diatas
skor awal, 5). Rekognisi tim. Tim akan mendapatkan
sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor
rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa
dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen
dari peringkat mereka.
Guru dapat menggunakan kata- kata khusus untuk memuji
kinerja kelompok. Penghargaan ini dapat dilihat pada tabel
2.2 berikut ini:
25
Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa langkah- langkah pelaksanaan model cooperative learning tipe
STAD adalah sebagai berikut :
a). Membagi siswa kedalam kelompok masing-masing terdiri 4 – 5
anggota kelompok yang dibentuk harus bersifat heterogen (dalam hal
kinerja akademik, jenis kelamin, ras, etnisitas).
b). Membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) .
c). Pada saat melakukan pembelajaran di dalam kelas, guru terlebih
dahulu membacakan tugas-tugas yang harus dikerjakan kelompok yaitu:
(1). Mengatur tempat duduk
(2). Membagi LKS dan materi belajar
(3). Menganjurkan siswa bekerja sama lalu mengeceknya
(4). Memberikan penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh
mengakhiri kegiatan belajar mereka sampai mereka yakin bahwa
seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi yang diajarkan.
d). Memberikan kuis
e). Membuat skor kelompok
f). Penghargaan kepada prestasi kelompok.
3. Keterampilan Kerjasama
a. Definisi keterampilan kerjasama
Pembelajaran IPS tidak menutup kemungkinan bagi siswa untuk
terampil dalam bekerjasama, saling membantu dalam mengatasi suatu
masalah untuk memahami materi pelajaran.
26
Kooperasi berarti bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam kegiatan yang kooperatif setiap anak berusaha mencapai hasil
yang menguntungkan bagi diri mereka sendiri dan semua anggota
kelompok. (David W. Johnson dkk, 2010:4).
Menurut Robert L. Cilstrap dalam Roestiyah (1998:15) bahwa
“Kerjasama merupakan suatu kegiatan sekelompok orang
untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas secara
bersama- sama. Dalam kerjasama ini biasanya terjadi
interaksi antar anggota kelompok dan mempunyai tujuan
yang sama untuk dapat dicapai bersama-sama”.
Untuk menyusun pelajaran agar siswa benar- benar bekerja secara
kooperatif antara satu dengan yang lain menuntut adanya sebuah
pemahaman terhadap komponen-komponen yang membuat kerjasama
berjalan. Menguasai komponen pokok dari pembelajaran kooperatif akan
memungkinkan guru untuk (Menurut David W. Johnson,dkk. 2010: 7):
“Menggunakan pelajaran, kurikulum, dan mata pelajaran
untuk disusun secara kooperatif, menyesuaikan pelajaranpelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif
dengan kebutuhan khusus pengajaran, keadaan, kurikulum,
mata pelajaran, dan siswa serta mengdiagnosa berbagai
masalah yang mungkin dihadapi sebagian siswa dan ikut
ambil bagian dalam penyelesaian untk meningkatkan
keefektifan dari kelompok belajar siswa”.
Unsur-unsur yang diperlukan agar model pembelajaran kooperatif
atau kerja kelompok dapat mencapai hasil yang baik adalah sebagai
berikut.
Menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2000: 6) mengemukakan :
“Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan mereka
sehidup sepenanggungan bersama, siswa bertanggungjawab
atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik
27
mereka sendiri, siswa harus melihat bahwa semua anggota
kelompoknya mempunyai tujuan yang sama, siswa harus
membagi tugas dan tanggungjawab yang sama diantara
anggota kelompoknya, siswa akan dikenakan evaluasi atau
akan diberikan hadiah/ penghargaan yang juga akan
dikenakan untuk semua anggota kelompok, siswa berbagi
kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan
untuk
belajar
bersama,
siswa
akan
diminta
mempertanggungjawabankan secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok kooperatif”.
Agar kerja kooperatif dapat berjalan dengan baik, guru harus
menyusun secara eksplisit lima komponen esensial yang terdapat di
dalam masing- masing pelajaran. Menurut David W. Johnson, dkk (2010:
8) mengungkapkan :
“Komponen pertama yang paling penting adalah
interdependensi
positif
(positive
interdependence).
Interdependensi positif akan dapat terstruktur dengan baik
apabila setiap anggota kelompok memandang bahwa mereka
terhubung antara satu sama lain, sehingga seseorang tidak akan
bisa berhasil kecuali jika semua orang berhasil. Siswa harus
menyadari bahwa usaha dari setiap anggota akan bermanfaat
bukan hanya bagi individu yang bersangkutan, tetapi juga bagi
semua anggota kelompok . kepedulian pribadi setiap siswa
terhadap pencapaian siswa lain akan membuat mereka bisa
saling membantu dan mendukung usaha satu sama lain untuk
belajar, yang akan menciptakan dukungan mutual, dan
selebrasi atas kesusksesan bersama. Interdependensi positif
adalah inti pembelajaran kooperatif. Komponen kedua dari
pokok pembelajaran kooperatif adalah interaksi yang
mendorong (promotive interaction), lebih baik lagi jika berupa
interaksi tatap muka. Bagi guru berhasil membangun
interdependensi positif, maka mereka perlu melanjutkannya
dengan memaksimalkan kesempatan bagi siswa untuk saling
mendorong satu sama lain untuk mencapai sukses dengan
saling membantu, mendukung, menyemangati, dan menghargai
usaha satu sama lain untuk belajar. Komponen ketiga dari
pembelajaran kooperatif adalah tanggungjawab individual
(individual
accountability).
Tujuan
dari
kelompok
pembelajaran kooperatif adalah agar masing- masing
kelompok menjadi seorang individu yang kuat. Siswa belajar
bersama-sama supaya selanjutnya mereka dapat menunjukkan
28
performa yang lebih baik sebagai individu. Tanggungjawab
individual akan lahir ketika kinerja dari masing-masing
anggota kelompok dinilai dan hasil penilaian tersebut
kemudian dikembalikan kepada kelompokm dan individu yang
bersangkutan. Tanggungjawab individual akan lahir ketika
kinerja dari masing- masing anggota kelompok dinilai dan
hasil penilaian tersebut kemudian dikembalikan kepada
kelompok dan individu yang bersangkutan. Tanggungjawab
individu memastikan bahwa semua anggota kelompok tahu
siapa saja yang membutuhkan bantuan, dukungan, dan
dorongan yang lebih besar untuk menyelesaikan tugas dan
menyadari bahwa mereka tidak bisa hanya “menyontek” hasil
kerja siswa lain begitu saja. Komponen keempat adalah skilskil interpersonal dan kelompok kecil (interpersonal and small
group skils). Dalam kelompok pembelajaran kooperatif, siswa
dituntut untuk mempelajari pelajaran (tugas) akademik dan
juga skil-skil interpersonal dan kelompok kecil yang
dibutuhkan agar dapat berfungsi sebagai bagian dari sebuah
tim (kerja tim). Komponen kelima dari pembelajaran kooperatif
adalah pemrosesan kelompok (group processing). Pemrosesan
kelompok terjadi ketika anggota kelompok berdiskusi
mengenai seberapa baik mereka telah mencapai tujuan masingmasing dan seberapa baik mereka telah memelihara hubungan
kerja yang efektif”.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa keterampilan kerjasama adalah suatu kegiatan yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih dalam suatu pembelajaran tertentu untuk
mencapai tujuan bersama dan saling menghargai pendapat satu sama lain,
merasakan adanya kehadiran teman dan membantu salah satu teman yang
belum memahami materi pelajaran.
b. Faktor yang mempengaruhi keterampilan kerjasama
Menurut Howard L Kingskey (dalam Ricky Krisdianto, 1999: 26)
mengemukakan bahwa
“kegiatan belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah suatu faktor
29
yang ada di dalam individu yang sedang belajar, sedangkan
faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar individu.
1). Faktor intern meliputi :
a). Faktor jasmaniah yang terdiri atas faktor kesehatan dan
cacat tubuh,
b). Faktor psikologi yang terdiri atas intelegensi, perhatian,
bakat, minat, kematangan, dan kelelahan.
2). Faktor ekstern meliputi :
a). Faktor keluarga yang meliputi cara orangtua mendidik,
relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan
ekonomi keluarga,
b). Faktor sekolah yang terdiri dari metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah dan
alat pelajaran,
c). Faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam
masyarakat, media, teman bergaul dan bentuk kehidupan
masyarakat”.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar pada saat kerjasama
kelompok berlangsung adalah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
intern/ internal dan faktor ekstern/ eksternal. Kedua faktor tersebut dapat
dilihat seperi dibawah ini :
(1). Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari diri siswa itu
sendiri, seperti berikut ini:
(a). Kurangnya kegiatan bersosialisasi antar siswa.
(b). Kurangnya keberanian dalam berkomunikasi.
(c). Tidak ketergantungan satu sama lain atas tugas-tugas bersama.
(d). Tidak saling membantu sesama teman.
(e). Kurangnya partisipasi untuk saling membantu satu sama lain.
30
(f). Tidak saling menilai pengetahuan dan perbedaan pemahaman satu
sama lain.
(2). Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa itu
sendiri, seperti dibawah ini:
(a). Tempat dan lingkungan belajar.
(b). Pembelajaran hanya bersumber pada buku paket.
(c). Guru tidak mengajarkan cara berdiskusi dengan baik.
c. Indikator Keterampilan Kerjasama
Adapun indikator- indikator ketercapaian model cooperative learning
tipe STAD adalah sebagai berikutyang didukung oleh Linda L (dalam
P.Wijayanti, 2002: 5), keterampilan kooperatif dibedakan menjadi tiga
tingkatan yaitu
“Keterampilan kooperatif tingkat awal menyamakan pendapat
yang berguna untuk meningkatkan kerja dalam kelompok,
menghargai kontribusi yang berarti memperhatikan atau
mengenal apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan orang lain
karena bisa jadi kritik yang diberikan ditunjukan terhadap ide,
bukan individu, mengambil giliran, yaitu setiap anggota
kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban
tugas dan tanggung jawab tertentu dalam kelompok, setiap
anggota berada dalam kelompok selama kegiatan berlangsung,
berada dalam tugas, mendorong partisipasi semua naggota
kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas
kelompok, menyelesaikan tugas pada waktunya, dan
menghormai perbedaan individu. Keterampilan tingkat
menengah mencakup menunjukan penghargaan dan simpati,
mengungkapkan ketidak setujuan dengan cara dapat diterima,
mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat rangkuman,
manafsirkan, mengatur dan mengorganisir, serta mengurangi
ketegangan. Keterampilan tingkat mahir mencakup memeriksa
dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan
berkompromi”.
31
Dari indikator- indikator diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
indikator
keterampilan
kerjasama
yaitu
sebagian
besar
siswa
mengemukakan pendapat/ bertanya lebih dari satu kali, mampu
menerima pendapat orang lain tanpa emosi, masing- masing anggota
kelompok memberi sumbangan terhadap diskusi, tidak mengganggu
anggota kelompok lain, tidak mendominasi kegiatan dalam kelompok,
kompak, sinergis dan sahid, Saling menerima dan mendukung satu sama
lain, merespon pertanyaan dari kelompok lain, mendukung pendapat
teman dalam satu kelompok dan kesimpulan kelompok disepakati oleh
seluruh anggota kelompok.
4. Respon Belajar Siswa
a. Definisi respon belajar
Menurut Ahmadi (1992:64) respon adalah gambaran ingatan dan
pengamatan yang mana objek yang telah diamati tidak lagi berada dalam
ruang dan waktu pengamatan. Sedangkan menurut Kartono (1996:58)
respon bisa diidentifikasi sebagai gambaran ingatan dari pengamatan.
Sedangkan menurut Berlo (1960 : 45 dalam Reza Yogaswara),
“merumuskan respon sebagai sesuatu yang dikerjakan oleh
seseorang sebagai hasil atau akibat menerima stimulus.
Stimulus tersebut merupakan sesuatu yang dapat diterima
oleh seseorang melalui salah satu penginderanya”. Respon
digolongkan menjadi dua jenis yaitu respon yang tidak
nampak (covert response) dan respon yang nampak (covert
response). Respon yang tidak nampak diwujudkan oleh
seseorang kedalam aspek kognisi (pengetahuan) dan afeksi
(sikap). Respon yang nampak diwujudkan kedalam aspek
psikomotorik (tingkah laku). Antara respon yang nampak dan
respon yang tidak nampak terdapat suatu keterkaitan, namun
32
hubungan tersebut ada yang selaras dan ada yang tidak
selaras. Selaras artinya sistem kognitif dan komponen efektif
mempunyai sifat yang sama di semua seginya maka
timbullah keadaan yang selaras dengan psikomotorik dan
tidak ada dorongan untuk berubah, sedangkan tidak selaras
artinya sistem kognitif dan komponen efektif itu mempunyai
segi-segi yang tidak bisa berjalan bersama-sama, maka
terjadilah ketidakselarasan dan timbulah tekanan yang
mendorong untuk mengubah sistem kognitif sedemikian rupa
sehingga tercapainya keadaan selaras.
Menurut Soemanto (1998:28) “respon yang muncul ke dalam
kesadaran dapat memperoleh dukungan atau rintangan dari orang lain”.
dukungan dari respon akan menimbulan rasa senang.
Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan
proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu sehingga
siswa tersebut akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih
baik. Sehingga dapat diketahui bahwa minat mempengaruhui proses hasil
belajar siswa, jika siswa tidak berminat untuk mempelajari sesuatu maka
tidak dapat diharapkan hasilnya akan lebih baik.
Aspek atau kategori respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran
yang di adaptasi adalah sebagai berikut :
a.
Perasaan siswa (senang atau tidak senang) terhadp unsur kegiatan
pembelajaran, yaitu: perasaan selama mengikuti kegiatan pembelajaran,
materi pelajaran, lembar kertas siswa (LKS), suasana belajar di kelas,
cara penyampain materi oleh guru.
b. Pendapat siswa (baru atau tidak baru) terhadap unsur kegiatan
pembelajaran yaitu: mengenai model pembelajaran, suasana belajar di
kelas, cara penyampaian materi oleh guru.
33
c. Pendapat siswa, jika proses belajar mengajar selanjutnya dilakukan
dengan menggunakan metode pembelajaran yang sama (setuju atau tidak
setuju).
Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa respon belajar
siswa adalah tanggapan atau balasan terhadap rangsangan atau stimulus
dan suatu reaksi atau jawaban yang bergantung pada stimulus atau
merupakan hasil stimulus tersebut. Individu manusia berperan serta
sebagai pengendali antara stimulus dan respon sehingga yang
menentukan bentuk respon individu terhadap stimulus adalah stimulus
dan faktor individu itu sendiri. Apabila respon positif maka orang yang
bersangkutan cenderung untuk menyukai atau mendekati objek,
sedangkan respon negatif cenderung untuk menjauhi objek tersebut.
b. Faktor yang mempengaruhi respon belajar siswa
Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan
proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu sehingga
siswa tersebut akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih
baik. Sehingga dapat diketahui bahwa minat mempengaruhui proses hasil
belajar siswa, jika siswa tidak berminat untuk mempelajari sesuatu maka
tidak dapat diharapkan hasilnya akan lebih baik.
Adapun faktor yang dapat mempengaruhi respon belajar siswa
menurut Slameto (2004: 19-22 dalam
:http://id.shvoong.com/writingandspeaking/presenting/2130839faktor-faktor-yang-mempengaruhi-tinggi/#ixzz27cguUHNO)
34
1) Faktor dari dalam individu (internal)
Faktor dari dalam diri siswa terdiri dari faktor fisik dan psikis
yang keduanya saling mempengaruhidean tiadk dapat dipisahkan
antara yang satu dengan yang lainya.
(a) Faktor fisik
(1) Kesehatan
Proses belajar siswa akan terganggu jika kesehatannya
terganggu, agar siswa dapat belajar dengan baik, maka haruslah
mengusahakan kesehatan badannya supaya dalam keadaan yang baik.
(b) Faktor cacat tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebutkan kurang baik atau
kurang sempurna susunan tubuhnya. Jelaslah keadaan ini sangat
mempengaruhi kosentrasi belajar siswa. Namun kebanyakan siswa
tersebut belajar dilembaga khusus.
2) Faktor dari luar individu (eksternal) yang mempengaruhi hasil
belajar terdiri dari :
(a). Faktor social, keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat.
(b). Faktor budaya, adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi.
(c). Faktor lingkungan fisik, sarana belajar baik dirumah maupun
disekolah.
(d). Lingkungan spiritual keagamaan.
c. Indikator Respon Siswa
Menurut Sardiman (1992: 215) mengemukakan bahwa
35
“indikator respon itu adalah keinginan untuk bertindak,
berpartisipasi, membacakan, mendengarkan, melihat,
menimbulkan, membangkitkan perasaan dan mengamati.
respon yang positif kecenderungannya tindakannya
adalah mendekati, menyukai, menyenangi, dan
mengharapkan suatu objek. Sedangkan respon negatif
kecenderungan tindakannya menjauhi, menghindari,
memberi objek tertentu”.
Bentuk- bentuk respon siswa menurut pendapat Probst (1988:56)
bentuk atau jenis respon siswa meliputi respon-respon personal atau
respon pribadi, bentuk topical, bentuk interpretative, bentuk formal.
Dengan melihat definisi respon seperti yang telah diungkapkan
diatas maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai indikator
respon yaitu siswa mengikuti pelajaran dengan baik, berpartisipasi aktif
dalm kelompok, menjawab pertanyaan, bertanya kepada guru mengenai
materi yang belum dipahami, berdiskusi dan presentasi kelas, membantu
teman yang belum memahami materi.
5. Nilai hasil belajar
a. Definisi Nilai hasil belajar
Nilai hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil
belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini disyaratkan
bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa
pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai
hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif,
afektif, dan psikomotoris, oleh sebab itu dalam penilaian hasil belajar
rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai oleh
siswa ( kompetensi ) menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan
36
penilaian. Penilaian proses pembelajaran adalah upaya memberi nilai
terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru
dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran.
Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi
perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
“Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari
dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan
mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat
sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor (Slametto, 2003:16)”.
Menurut Howard Kingsley (dalam Sudjana, 2006: 22) membagi 3
macam hasil belajar yaitu,
“keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian serta
sikap dan cita-cita. Pendapat dari Horward Kingsley ini
menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil
belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi
bagian dalam kehidupan siswa tersebut”.
Teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai
melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor.
Perincian menurut Munawan (2009:1-2) adalah
“ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual
yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. Ranah afektif
berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi
lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau
reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu
nilai atau kompleks nilai. Ranah psikomotor meliputi
keterampilan
motorik,
manipulasi
benda-benda,
menghubungkan dan mengamati. Hasil belajar adalah
37
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya”.
Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau
kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai
apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan
tingkah laku yang lebih baik lagi.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang
telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka
waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil
belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin
mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir
serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
b. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya hasil belajar
adalah sebagai berikut:
“Faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal
(internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan.
Hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa
berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut
dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa
sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian
terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang
terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak
pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif
(Djamarah, 2011:1)”.
38
Dari pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa hasil
belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa
berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa
yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang
dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana
hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga
nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap,
pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek
kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku
secara kuantitatif.
6. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
a. Definisi IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial yang disingkat IPS dan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial yang sering disingkat Pendidikan IPS atau PIPS
merupakan dua istilah yang sering diungkapkan atau dituliskan dalam
berbagai karya akademik secara tumpang tindih (overlaping).
Istilah IPS di Indonesia mulai dikenal sejak tahun 1970-an sebagai
hasil kesepakatan komunitas akademik dan secara formal mulai
digunakan dalam sistem pendidikan nasional dalam kurikulum 1975
hingga saat ini menggunakan kurikulum 2006 (KTSP). Dalam dokumen
kurikulum tersebut IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang
diberikan pada jenjang pendidikan dasar. Mata pelajaran IPS merupakan
39
sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran sejarah,
geografi, dan ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya.
Menurut Soemantri (dalam Supriya, 2009: 11) mengungkapkan bahwa
“Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin
ilmu- ilm sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang
diorganisasikan
dan
disajikan
secara
ilmiah
dan
pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan”.
Menurut Supriya (2009 : 12) mengatakan bahwa
“ PIPS untuk tingkat sekolah sangat erat kaitannya disiplin
ilmu- ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora dan
ilmu pengetahuan alam yang dikemas secara ilmiah dan
pedagogis untuk kepentingan pembelajaran di sekolah. Oleh
karena itu, PIPS ditingkat sekolah pada dasarnya bertujuan
untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga
negara yang menguasai pengetahuan (knowledge).
Keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitude and values)
yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk
memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta
kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga
negara yang baik”.
Gagasan tentang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) ini
membawa implikasi bahwa PIPS memiliki kekhasan dibandingkan
dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian
yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional
bahkan cros-disipliner.
Sejalan dengan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah perpaduan dari berbagai ilmu
sosial yang mempelajari dan masalah yang berkaitan dengan lingkungan
masyarakat sosial dan sebagai mata pelajaran ditingkat sekolah dasar
pada hakikatnya merupakan suatu integrasi utuh dari disiplin ilmu- ilmu
40
sosial dan disiplin lain yang relevan untuk merealisasikan tujuan
pendidikan ditingkat persekolahan.
b. Karakteristik Pendidikan IPS
Karakteristik IPS dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Salah
satu karakteristik IPS yang dilihat dari strategi penyampaiannya yang
dikemukakan
oleh
Mukminan
(dalam
Purnama,
2010
:
22)
mengemukakan bahwa
“ Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagian besar adalah didasarkan
pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan : anak (diri sendiri),
keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan dunia”.
Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa karakteristik
pendidikan IPS adalah suatu ilmu yan mempelajari tentang kehidupan
sosial baik itu dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan
masyarakat.
c. Tujuan IPS
IPS memiliki tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap,
keterampilan sosial dalam bentuk konsep dan pengalaman belajar yang
dipilih atau diorganisasikan dalam rangka kajian ilmu sosial.
Tujuan mata pelajaran pendidikan IPS menurut pendapat para ahli
sebagai berikut ini. Misalnya Sumaatmadja (dalam Azwar 2010: 9)
mengemukakan bahwa
“tujuan Pendidikan IPS adalah untuk membina anak didik
menjadi warga negara yang baikk yang memiliki pengetahuan,
41
keterampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya
sendiri serta bagi masyarakat dan negara”.
Sedangkan Menurut Ischak (dalam Azwar 2010:9) mengatakan bahwa
“tujuan pembelajaran IPS adalah membentuk warga
negara yang berkemampuan sosial dan yakin akan
kehidupannya sendiri ditengah- tengah kekuatan fisik dan
sosial, yang pada gilirannya akan menjadi warga negara
yang baik dan bertanggungjawab. Sedangkan ilmu sosial
bertujuan menciptakan tenaga ahli pada bidang ilmu
sosial”.
Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa tujuan pembelajaran
IPS adalah membina anak didik menjadi warga negara yang baik,
bertanggungjawab,
memiliki
pengetahuan,
keterampilan
dan
berkemampuan sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi
masyarakat dan negara.
d. Fungsi IPS sebagai program pendidikan.
IPS tidak hanya berfungsi bagi masyarakat dan peserta didik tetapi
IPS juga berfungsi sebagai program pendidikan. Seperti pendapat
Sumaatmadja (dalam Azwar 2010: 10) menyatakan bahwa
“Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna,
keterampilan sosial dan intelektual dalam membina perhatian serta
kepedulian sosial nya sebagai SDM yang bertanggung jawab dalam
merealisasikan tujuan nasional”.
Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
fungsi IPS sebagai program pendidikan adalah untuk memberikan bekal
dan ilmu yang bermanfaat bagi masyarakat luas dan kepedulian sosial
terhadap lingkungan sekitar.
7. Kaitan Student Teams Achievement Division (STAD) dengan
keterampilan kerjasama
42
Menurut Robert E. Slavin (2008: 11) mengungkapkan :
“Dalam STAD, para siswa dibagi dalam tim belajar yang
terdiri atas empat orang yang berdeda- beda tingkat
kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya.
Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam
tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim
telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa
mengerjakan kuis mengenai mkateri secara sendirisendiri, dimana saai itu mereka tidak diperbolehkan
untuk saling bantu”.
Menurut Suherman, (2001: 218) menyatakan:
“Model pembelajaran cooperative learning (STAD)
adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar di
dalam kelompok. Kelompok itu adalah kelompok kecil
yang terdiri dari 3- 5 orang siswa. Didalam kelompok
siswa bekerja sebagai suatu tim untuk menyelesaikan
tugas, menyelesaikan suatu masalah atau mengerjakan
sesuatu untuk mencapai tujuan”.
Sedangkan menurut David W. Johnson dkk, (2010:4) menyatakan
bahwa
“kooperasi berarti bekerja bersama untuk mencapai tujuan
bersama. Dalam kegiatan yang kooperatif setiap anak berusaha
mencapai hasil yang menguntungkan bagi diri mereka sendiri dan
semua anggota kelompok”.
Menurut Robert L. Cilstrap dalam Roestiyah (1998:15) bahwa
“Kerjasama merupakan suatu kegiatan sekelompok orang untuk
mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas secara bersamasama. Dalam kerjasama ini biasanya terjadi interaksi antar
anggota kelompok dan mempunyai tujuan yang sama untuk dapat
dicapai bersama-sama”.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
cooperative learning tipe STAD ini merupakan model pembelajaran yang
menekankan pada situasi belajar kelompok dengan cara berdiskusi, siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok kecil secara heterogen (dalam hal
43
kinerja akademik, jenis kelamin, ras, etnisitas). Metode STAD sangat erat
kaitannya dengan keterampilan kerjasama karena di dalam metode STAD
siswa diajarkan untuk saling membantu satu sama lain agar keterampilan
dalam bekerjasama akan meningkat dan secara otomatis, prestasi dan nilai
siswa pun akan mengalami peningkatan.
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan penjelasan dimuka, kesimpulan dari metode STAD
memiliki beberapa keunggulan seperti berikut ini :
1.
Dapat melatih siswa dalam meningkatkan hubungan sosial di
antara sesama teman baik dalam kelompoknya maupun antar
kelompok yang lainnya,
2.
Akan terjadi kegiatan komunikasi tatap muka baik antar anggota
kelompok maupun antar kelompok. Adanya komunikasi ini
dapat mendorong terjadinya interaksi positif, sesama siswa
dapat lebih saling mengenal, masing-masing siswa saling
menghargai
pendapat
teman,
menerima
kelebihan
dan
kekurangan teman apa adanya, menghargai perbedaan pendapat
yang selalu terjadi dalam kehidupan.
3.
Siswa saling asah, saling asih dan saling asuh. Sehingga
kesulitan yang dihadapi dari setiap siswa dapat teratasi dengan
cara bertanya terhadap guru maupun oleh teman satu
kelompoknya,
44
4.
Melatih siswa untuk berani menyampaikan suatu pendapat
karena pada setiap anggota kelompok akan ada spesialis tugas
yang harus dipertanggungjawabkan terhadap kelompoknya,
5.
Melatih siswa untuk bertanggung jawab baik untuk diri sendiri
maupun bagi kelompoknya.
Dari keunggulan metode STAD ini, beberapa orang peneliti telah
melakukan penelitian tindakan kelas. Hasil penelitian yang pertama
dilakukan oleh Wildan Nurdiansyah Azwar
Cicaheum
Kecamatan
Cipeundeuy
di
Kabupaten
kelas IV SDN 2
Bandung
Barat
menunjukkan bahwa penggunaan model cooperative learning tipe
Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan hasil
belajar dalam bekerjasama antar kelompok siswa karena siswa dapat
saling menghargai satu sama lain dan mengemukakan pendapat masingmasing pada saat kegiatan belajar berlangsung. Sementara hasil
penelitian yang kedua adalah oleh Noneng Rusmini, PTK ini dilakukan
di SDN 3 Cibodas pada siswa kelas V dengan jumlah seluruh siswa 28
orang menyatakan
bahwa kemampuan bekerjasama siswa dapat
meningkat dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Pada saat pembelajaran berlangsung siswa yang lebih pandai dapat
membantu siswa yang masih kurang memahami materi. Sedangkan hasil
penelitian yang ketiga adalah oleh Sarianti Wulan yang melakukan PTK
di SDN Kayu Ambon I Lembang di kelas V menyatakan bahwa model
cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar
45
individu dan kerjasama dalam kelompok siswa dengan melihat kegiatan
siswa pada saat diskusi kelompok belaja, siswa lebih merasakan adanya
teman untuk bertukar pikiran dan dapat menyelesaikan masalah pada
suatu persoalan dalam materi pelajaran.
Dari penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa dengan
menggunakan model cooperative learning tipe STAD kegiatan belajar,
keterampilan kerjasama, respon dan siswa akan meningkat. Dengan
menggunakan metode STAD ini, siswa dituntut untuk saling membantu
satu sama lain, menghargai pendapat, dan mampu bergotong-royong
dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan
materi pelajaran. Dengan demikian, penulis harus mampu menerapkan
model cooperative learning tipe STAD ini dengan baik pada saat
penelitian berlangsung supaya siswa dapat belajar dengan baik dan
terampil bekerjasama dalam kelompok belajar dan penulis akan
melakukan pembentukan/ pembagian kelompok belajar pada siswa yang
terdiri dari 4-5 orang siswa pada setiap kelompok, kegiatan bekerjasama
antar
siswa,
kegiatan
tanya-jawab
untuk
memotivasi
siswa,
memperlihatkan gambar-gambar yang berhubungan dengan materi,
mempersilahkan
siswa
untuk
mengemukakan
pendapat
maupun
memberikan masukan bagi anggota kelompok yang lain, menyimpulkan
materi dan memberikan evaluasi berupa latihan soal untuk mengukur
ketercapaian tujuan pembelajaran. Adapun kerangka pemikirannya dapat
dilihat seperti dibawah ini .
46
Bagan 2.2 Kerangka berpikir
Model pembelajaran cooperative learning tipe STAD
1.
2.
3.
4.
5.
Keunggulan metode STAD
Dapat melatih siswa dalam meningkatkan hubungan sosial antar teman,
Terjalinnya kegiatan komunikasi,
Siswa saling asah, asih dan asuh,
Melatih siswa untuk berani menyampaikan suatu pendapat dan
Melatih siswa untuk bertanggung jawab.
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian oleh Wildan Nurdiansyah Azwar menunjukkan bahwa penggunaan model
cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan hasil
belajar dalam bekerjasama antar kelompok siswa karena siswa dapat saling menghargai satu sama
lain dan mengemukakan pendapat masing- masing. Sementara penelitian oleh Noneng Rusmini,
menyatakan kemampuan bekerjasama siswa dapat meningkat dengan menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe STAD karena pada saat pembelajaran berlangsung siswa yang lebih pandai dapat
membantu siswa yang masih kurang memahami materi. Kemudian hasil penelitian oleh Sarianti
Wulan dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan kegiatan
bekerjasama dalam kelompok yaitu lebih merasakan ada nya teman untuk bertukar pikiran dan dapat
menyelesaikan masalah pada suatu persoalan dalam materi pelajaran.
Berdasarkan komponen model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division
(STAD) mampu meningkatkan keterampilan kerjasama dalam kelompok siswa topik
kenampakan alam, maka penulis menerapkan:
1.Pembentukan/ pembagian kelompok belajar pada siswa yang terdiri dari 4-5 orang siswa pada
setiap kelompok
2.Kegiatan bekerjasama antar siswa
3.Kegiatan tanya-jawab untuk memotivasi siswa
4.Gambar-gambar yang berhubungan dengan materi
5.Mempersilahkan siswa untuk mengemukakan pendapat maupun memberikan masukan bagi
anggota kelompok lainnya
6.Menyimpulkan materi
7.Memberikan evaluasi berupa latihan soal untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran.
Keterampilan kerjasama kelompok, respon dan
nilai siswa akan meningkat
47
C. Hipotesis
1. Jika perencanaan pembelajaran IPS topik kenampakan alam
disusun dengan menggunakan model cooperative learning tipe
STAD maka keterampilan kerjasama siswa kelas IV SDN
Merdeka 5/5 Bandung akan meningkat.
2. Jika pelaksanaan pembelajaran IPS topik kenampakan alam
disusun dengan menggunakan model cooperative learning tipe
STAD maka keterampilan kerjasama siswa kelas IV SDN
Merdeka 5/5 Bandung akan meningkat.
3. Jika pembelajaran IPS topik kenampakan alam menggunakan
model cooperative learning tipe STAD maka hasil belajar siswa
kelas IV SDN Merdeka 5/5 Bandung akan meningkat.
4. Jika pembelajaran IPS topik kenampakan alam dilaksanakan
dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD
maka respon siswa kelas IV SDN Merdeka 5/5 Bandung akan
lebih baik dari pembelajaran sebelumnya
5. Jika pembelajaran IPS topik kenampakan alam dilaksanakan
dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD
maka nilai yang dicapai siswa kelas IV SDN Merdeka 5/5
Bandung akan meningkat.
Download