BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Model Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) a. Definisi model cooperative learning Cooperative learning adalah salah satu model pembelajaran yang sangat cocok untuk diterapkan kepada siswa SD dan model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Robert E. Slavin. Menurut Robert E. Slavin (2008: 8) mengemukakan bahwa “ dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru”. Menurut Rober E. Slavin (2008: 103) mengemukakan bahwa “ pembelajaran kooperatif adalah solusi ideal terhadap masalah, meyediakan kesempatan berinteraksi secara kooperatif dan tidak dangkal kepada para siswa dari latar belakang etnik yang berbeda. Metode-metode pembelajarn kooperatif secara khusus menggunakan kekuatan dari sekolah yang menghapuskan perbedaan kehadiran para siswa dari latar belakang ras atau etnik yang berbeda untuk meningkatkan hubungan antar kelompok”. Sementara menurut David W. Johnson, dkk (2010: 4) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah proses belajar mengajar yang melibatkan penggunaan kelompok- kelompok kecil yang memungkinkan siswa untuk bekerja secara bersama- sama di dalamnya guna 13 14 memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri pembelajaran satu sama lain”. dan Menurut Lie dalam Abdorrakhman Gintings (2008: 217) menyatakan “ model cooperative learning didasari oleh falsafah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Oleh karena itu, model pembelajaran ini tidak mengenal kompetisi antar individu. Model ini juga tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dengan kecepatan dan iramanya sendiri. Sebaliknya, model ini menekankan kerjasama atau gotong royong sesame siswa dalam mempelajari materi pelajaran”. Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka penulis dapat meyimpulkan bahwa cooperative learning atau model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang pada pelaksanaan pembelajarannya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari empat orang atau lebih yang heterogen (jenis kelamin, prestasi akademik, status sosial, ras dan etnik) dan menekankan pada keterampilan dalam bekerjasama serta pembelajaran kooperatif ini tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif berfungsi melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan. 15 b. Karakteristik model cooperative learning Semua anggota kelompok dalam cooperative learning mempunyai tanggung jawab untuk menentukan keberhasilan dari kelompok tersebut. Hal ini disebabkan karena keberhasilan kelompok bukan ditentukan oleh kelompok tunggal saja, melainkan adanya kerjasama dari seluruh anggota kelompok dalam belajar. Apabila seluruh anggota kelompok mendapat nilai terbaik, maka otomatis prestasi kelompok tersebut akan baik dan keberhasilan dari kelompok akan diberikan penghargaan. Menurut Slavin mengemukanan tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik Cooperative Learning adalah penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, kesempatan sama untuk mencapai keberhasilan. 1) Penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor diatas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu dan saling peduli. 2) Pertanggungjawaban individu. Keberhasilan kelompok bergantung pada pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap 16 anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas tugasnya secara mandiri tanpa bantuan sekelompoknya. 3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan Cooperative learning menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperolah siswa terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini, setiap siswa baik berprestasi rendah, sedang dan tinggi samasama memperoleh baik prestasi rendah, sedang dan tinggi samasama memperoleh kesempatan untuk berhasil. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan cooperative learning ini lebih menekankan kemandirian siswa dalam belajar. Dimana siswa bekerja dalam kelompok secara cooperative untuk menuntaskan materi belajarnya. Penempatan kelompok dalam pembelajaran ini dibentuk secara heterogen dengan melihat tingkat kemampuan siswa tersebut. Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Sehingga semua anggota kelompok mempunyai tanggung jawab untuk belajar, maka oleh karena itu mereka saling membantu, dan menciptakan hubungan yang saling mendukung, serta saling perduli diantara sesama anggota kelompok. cooperative learning menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari terdahulu. Dengan menggunakan metode ini siswa yang berprestasi 17 rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. c. Kelemahan dan kelebihan model cooperative learning Beberapa keunggulan dan kelemahan model pembelajaran cooperative learning. Keunggulan meliputi meningkatkan kecakapan individu maupun kelompok dalam memecahkan masalah, meningkatkan komitmen dan menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya, menciptakan iklim suasana belajar mengajar siswa yang aktif dan interaktif serta meningkatkan keakraban, memberikan pengaruh positif dalam mencapai semua kontes akademik sosial dan tujuan afektif, meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat kembali materi pelajaran (berkurangnya belajar hafalan), meningkatkan kemampuan siswa untuk menemukan sendiri materipelajaran, meningkatkan motivasi belajar siswa. Selain keunggulan ada juga kelemahan yang meliputi : persiapannya memerlukan lebih banyak tenaga, pikiran, dan waktu, membutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup mahal, kecenderungan pembicaraan dapat menjadi berkembang keluar jalur. Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2254207- keunggulan-dan-kelemahan-cooperative-learning/#ixzz27ccm3TPJ Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kelebihan pembelajaran kooperatif dilihat dari aspek siswa, adalah memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas 18 suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa belajar secara bekerja sama dalam merumuskan ke arah satu pandangan kelompok. Dengan melaksanakan model pembelajaran cooperative learning. siswa memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, di samping itu juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan dalam bekerjasama. Kekurangan model pembelajaran cooperative learning bersumber pada dua faktor yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu, agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai, selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas, saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasip. Faktor dari luar erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah yaitu padamya kurikulum selain itu pelaksanaan tes. 19 d. Sintak model cooperative learning. Tabel 2.1 Sintak model cooperative learning Fase Perilaku Guru Guru menyampaikan semua tujuan Fase 1 pembelajaran yang ingin dicapai Menyampaikan tujuan dan pada pelajaran tersebut dan memotivasi siwa memotivasi siswa belajar. Guru menyajikan informasi kepada Fase 2 siswa dengan jalan demonstrasi atau Menyajikan informasi lewat bahan bacaan. Guru menjelaskan kepada siswa Fase 3 bagaimana cara membentuk Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok belajar dan membantu kelompok-kelompok belajar setiap agar melakukan transisi secara efisien. Fase 4 Guru membimbing kelompokMembimbing kelompok belajar dan kelompok belajar pada saat mereka bekerja mengerjakan tugas mereka. Guru mengevaluasi hasil belajar Fase 5 tentang materi yang telah dipelajari Evaluasi atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara-cara untuk Fase 6 menghargai baik upaya maupun Memberikan penghargaan hasil belajar individu dan kelompok. 2. Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) a. Definisi tipe STAD Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar hendaknya ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang baik dan mencetak siswa-siswa yang berkualitas dengan memiliki keterampilan yang tinggi. Melalui model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) ini maka siswa akan mengetahui makna belajar dan dapat menggunakan pengetahuan serta 20 keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah yang sedang terjadi di lingkungan sekitarnya. Menurut Robert E. Slavin (2008: 11) “Dalam STAD, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang berdeda- beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendirisendiri, dimana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu”. Menurut Suherman, (2001: 218) menyatakan: “Model pembelajaran cooperative learning (STAD) adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar di dalam kelompok. Kelompok itu adalah kelompok kecil yang terdiri dari 3- 5 orang siswa. Didalam kelompok siswa bekerja sebagai suatu tim untuk menyelesaikan tugas, menyelesaikan suatu masalah atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan”. Sehubungan dengan pendapat para ahli yang telah dikemukakan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Student Teams Achievement Division (STAD) adalah suatu metode pembelajaran kooperatif yang beranggotakan 4-5 orang siswa pada setiap kelompok dan harus terdiri dari laki-laki dan perempuan, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta terdiri dari berbagai suku/ras untuk memahami suatu materi dan memecahkan berbagai permasalahan secara bersama- sama. 21 b. Karakteristik Student Teams Achievement Division (STAD) Menurut Robert E. Slavin (dalam Wildan 2010: 17), model cooperative learning tipe STAD memiliki karakteristik sebagai berikut : 1). Bahan pelajaran disajikan oleh guru dan siswa harus mencurahkan perhatiannya; 2). Anggota tim terdiri dari empat sampai lima orang yang heterogen dalam hal: jenis kelamin, prestasi akademik, status sosial dan etnis; 3). Setelah satu atau dua kali pertemuan diadakan tes individual yang harus dikerjakan oleh siswa secara mandiri; 4). Materi pelajaran disiapkan oleh guru dalam bentuk lembar kerja siswa; 5). Penempatan siswa dalam tim lebih baik ditentukan oleh guru daripada ditentukan oleh siswa. Berdasarkan pendapat ahli yang telah dikemukakan di atas, penulis menyimpulkan bahwa karakteristik metode STAD ini adalah siswa dibagi menjadi beberapa tim yang heterogen, materi disajikan oleh guru dan bagi kelompok siswa yang pandai akan mendapatkan penghargaan. c. Kelemahan Student Teams Achievement Division (STAD) Selain kelebihan, metode STAD juga memiliki beberapa kelemahan seperti pernyataan oleh Jarolimek (dalam Isjoni 2010 : 24) yaitu : “Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan banyak tenaga, pemikiran dan waktu, agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang memadai, selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan dan saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif”. 22 Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa kelemahan dari metode STAD ini adalah metode sulit dilakukan jika jumlah siswa yang pandai lebih sedikit dibandingkan siswa yang kurang pandai. d. Kelebihan Student Teams Achievement Division (STAD) Model cooperative learning tipe STAD juga memiliki beberapa kelebihan, seperti yang dikemukakan oleh Jarolimek (dalam Isjoni 2010 : 24) mengemukakan beberapa kelebihan model cooperative learning yaitu “saling ketergantungan positif, adanya pengakuan dalam merespon individu, siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, terjadinya hubungan yang hangat dan bersahabat anatara siswa dan guru dan memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan”. Sedangkan menurut Kagan (dalam Azwar 2010: 18) memiliki kelebihan yaitu : “Semua siswa memiliki kesempatan untuk menerima reward setelah menyelesaikan suatu materi pelajaran, semua siswa mempunyai kemungkinan untuk mencapai hasil belajar yang tinggi dan reward yang diberikan kepada kelompok dapat dipakai untuk memotivasi siswa lainnya dalam berprestasi”. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode STAD ini memiliki beberapa kelebiha seperti berikut ini : 1). Dapat melatih siswa dalam meningkatkan hubungan sosial di antara sesama teman baik dalam kelompoknya maupun antar kelompok yang lainnya, 23 2). Akan terjadi kegiatan komunikasi tatap muka baik antar anggota kelompok maupun antar kelompok. Adanya komunikasi ini dapat mendorong terjadinya interaksi positif, sesama siswa dapat lebih saling mengenal, masing-masing siswa saling menghargai pendapat teman, menerima kelebihan dan kekurangan teman apa adanya, menghargai perbedaan pendapat yang selalu terjadi dalam kehidupan. 3). Siswa saling asah, saling asih dan saling asuh. Sehingga kesulitan yang dihadapi dari setiap siswa dapat teratasi dengan cara bertanya terhadap guru maupun oleh teman satu kelompoknya, 4). Melatih siswa untuk berani menyampaikan suatu pendapat karena pada setiap anggota kelompok akan ada spesialis tugas yang harus dipertanggungjawabkan terhadap kelompoknya, 5). Melatih siswa untuk bertanggung jawab baik untuk diri sendiri maupun bagi kelompoknya. e. Langkah- langkah Student Teams Achievement Division (STAD) Menurut Slavin (2008:143) STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu “1). Presentasi kelas. Materi dalam STAD pertama- tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, 2). Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar- benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru 24 menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk melakukan tiap anggotanya. Tim ini memberikan dukungan kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah untuk memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk akibat yang dihasilkan seperti hubungan antar kelompok, rasa harga diri, penerimaan terhadap siswa-siswa mainstream, 3). Kuis. Setelah sekitar satu periode guru memberikan presentasi praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga tiap siswa bertanggungjawab secara individual untuk memahami materinya, 4). Skor kemajuan individual. Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam system skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannnya tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa diberikan skor awal, yang diperoleh dari rata- rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya kan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka. Contoh sumbangan nilai kelompok, misalnya siswa B mendapat nilai ulangan sebelumnya (tes awal) adalah 70 (skor awal) dan tes akhir bernilai 85 (skor akhir), maka siswa tersebut memberikan sumbangan nilai terhadap kelompoknya sebesar 30 poin karena nilai yang diraih berada pada lebih dari 10 poin diatas skor awal, 5). Rekognisi tim. Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka. Guru dapat menggunakan kata- kata khusus untuk memuji kinerja kelompok. Penghargaan ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini: 25 Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa langkah- langkah pelaksanaan model cooperative learning tipe STAD adalah sebagai berikut : a). Membagi siswa kedalam kelompok masing-masing terdiri 4 – 5 anggota kelompok yang dibentuk harus bersifat heterogen (dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, etnisitas). b). Membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) . c). Pada saat melakukan pembelajaran di dalam kelas, guru terlebih dahulu membacakan tugas-tugas yang harus dikerjakan kelompok yaitu: (1). Mengatur tempat duduk (2). Membagi LKS dan materi belajar (3). Menganjurkan siswa bekerja sama lalu mengeceknya (4). Memberikan penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri kegiatan belajar mereka sampai mereka yakin bahwa seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi yang diajarkan. d). Memberikan kuis e). Membuat skor kelompok f). Penghargaan kepada prestasi kelompok. 3. Keterampilan Kerjasama a. Definisi keterampilan kerjasama Pembelajaran IPS tidak menutup kemungkinan bagi siswa untuk terampil dalam bekerjasama, saling membantu dalam mengatasi suatu masalah untuk memahami materi pelajaran. 26 Kooperasi berarti bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan yang kooperatif setiap anak berusaha mencapai hasil yang menguntungkan bagi diri mereka sendiri dan semua anggota kelompok. (David W. Johnson dkk, 2010:4). Menurut Robert L. Cilstrap dalam Roestiyah (1998:15) bahwa “Kerjasama merupakan suatu kegiatan sekelompok orang untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas secara bersama- sama. Dalam kerjasama ini biasanya terjadi interaksi antar anggota kelompok dan mempunyai tujuan yang sama untuk dapat dicapai bersama-sama”. Untuk menyusun pelajaran agar siswa benar- benar bekerja secara kooperatif antara satu dengan yang lain menuntut adanya sebuah pemahaman terhadap komponen-komponen yang membuat kerjasama berjalan. Menguasai komponen pokok dari pembelajaran kooperatif akan memungkinkan guru untuk (Menurut David W. Johnson,dkk. 2010: 7): “Menggunakan pelajaran, kurikulum, dan mata pelajaran untuk disusun secara kooperatif, menyesuaikan pelajaranpelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif dengan kebutuhan khusus pengajaran, keadaan, kurikulum, mata pelajaran, dan siswa serta mengdiagnosa berbagai masalah yang mungkin dihadapi sebagian siswa dan ikut ambil bagian dalam penyelesaian untk meningkatkan keefektifan dari kelompok belajar siswa”. Unsur-unsur yang diperlukan agar model pembelajaran kooperatif atau kerja kelompok dapat mencapai hasil yang baik adalah sebagai berikut. Menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2000: 6) mengemukakan : “Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan mereka sehidup sepenanggungan bersama, siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik 27 mereka sendiri, siswa harus melihat bahwa semua anggota kelompoknya mempunyai tujuan yang sama, siswa harus membagi tugas dan tanggungjawab yang sama diantara anggota kelompoknya, siswa akan dikenakan evaluasi atau akan diberikan hadiah/ penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok, siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama, siswa akan diminta mempertanggungjawabankan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif”. Agar kerja kooperatif dapat berjalan dengan baik, guru harus menyusun secara eksplisit lima komponen esensial yang terdapat di dalam masing- masing pelajaran. Menurut David W. Johnson, dkk (2010: 8) mengungkapkan : “Komponen pertama yang paling penting adalah interdependensi positif (positive interdependence). Interdependensi positif akan dapat terstruktur dengan baik apabila setiap anggota kelompok memandang bahwa mereka terhubung antara satu sama lain, sehingga seseorang tidak akan bisa berhasil kecuali jika semua orang berhasil. Siswa harus menyadari bahwa usaha dari setiap anggota akan bermanfaat bukan hanya bagi individu yang bersangkutan, tetapi juga bagi semua anggota kelompok . kepedulian pribadi setiap siswa terhadap pencapaian siswa lain akan membuat mereka bisa saling membantu dan mendukung usaha satu sama lain untuk belajar, yang akan menciptakan dukungan mutual, dan selebrasi atas kesusksesan bersama. Interdependensi positif adalah inti pembelajaran kooperatif. Komponen kedua dari pokok pembelajaran kooperatif adalah interaksi yang mendorong (promotive interaction), lebih baik lagi jika berupa interaksi tatap muka. Bagi guru berhasil membangun interdependensi positif, maka mereka perlu melanjutkannya dengan memaksimalkan kesempatan bagi siswa untuk saling mendorong satu sama lain untuk mencapai sukses dengan saling membantu, mendukung, menyemangati, dan menghargai usaha satu sama lain untuk belajar. Komponen ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah tanggungjawab individual (individual accountability). Tujuan dari kelompok pembelajaran kooperatif adalah agar masing- masing kelompok menjadi seorang individu yang kuat. Siswa belajar bersama-sama supaya selanjutnya mereka dapat menunjukkan 28 performa yang lebih baik sebagai individu. Tanggungjawab individual akan lahir ketika kinerja dari masing-masing anggota kelompok dinilai dan hasil penilaian tersebut kemudian dikembalikan kepada kelompokm dan individu yang bersangkutan. Tanggungjawab individual akan lahir ketika kinerja dari masing- masing anggota kelompok dinilai dan hasil penilaian tersebut kemudian dikembalikan kepada kelompok dan individu yang bersangkutan. Tanggungjawab individu memastikan bahwa semua anggota kelompok tahu siapa saja yang membutuhkan bantuan, dukungan, dan dorongan yang lebih besar untuk menyelesaikan tugas dan menyadari bahwa mereka tidak bisa hanya “menyontek” hasil kerja siswa lain begitu saja. Komponen keempat adalah skilskil interpersonal dan kelompok kecil (interpersonal and small group skils). Dalam kelompok pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk mempelajari pelajaran (tugas) akademik dan juga skil-skil interpersonal dan kelompok kecil yang dibutuhkan agar dapat berfungsi sebagai bagian dari sebuah tim (kerja tim). Komponen kelima dari pembelajaran kooperatif adalah pemrosesan kelompok (group processing). Pemrosesan kelompok terjadi ketika anggota kelompok berdiskusi mengenai seberapa baik mereka telah mencapai tujuan masingmasing dan seberapa baik mereka telah memelihara hubungan kerja yang efektif”. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa keterampilan kerjasama adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam suatu pembelajaran tertentu untuk mencapai tujuan bersama dan saling menghargai pendapat satu sama lain, merasakan adanya kehadiran teman dan membantu salah satu teman yang belum memahami materi pelajaran. b. Faktor yang mempengaruhi keterampilan kerjasama Menurut Howard L Kingskey (dalam Ricky Krisdianto, 1999: 26) mengemukakan bahwa “kegiatan belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah suatu faktor 29 yang ada di dalam individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar individu. 1). Faktor intern meliputi : a). Faktor jasmaniah yang terdiri atas faktor kesehatan dan cacat tubuh, b). Faktor psikologi yang terdiri atas intelegensi, perhatian, bakat, minat, kematangan, dan kelelahan. 2). Faktor ekstern meliputi : a). Faktor keluarga yang meliputi cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, b). Faktor sekolah yang terdiri dari metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah dan alat pelajaran, c). Faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat”. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar pada saat kerjasama kelompok berlangsung adalah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intern/ internal dan faktor ekstern/ eksternal. Kedua faktor tersebut dapat dilihat seperi dibawah ini : (1). Faktor internal Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari diri siswa itu sendiri, seperti berikut ini: (a). Kurangnya kegiatan bersosialisasi antar siswa. (b). Kurangnya keberanian dalam berkomunikasi. (c). Tidak ketergantungan satu sama lain atas tugas-tugas bersama. (d). Tidak saling membantu sesama teman. (e). Kurangnya partisipasi untuk saling membantu satu sama lain. 30 (f). Tidak saling menilai pengetahuan dan perbedaan pemahaman satu sama lain. (2). Faktor eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa itu sendiri, seperti dibawah ini: (a). Tempat dan lingkungan belajar. (b). Pembelajaran hanya bersumber pada buku paket. (c). Guru tidak mengajarkan cara berdiskusi dengan baik. c. Indikator Keterampilan Kerjasama Adapun indikator- indikator ketercapaian model cooperative learning tipe STAD adalah sebagai berikutyang didukung oleh Linda L (dalam P.Wijayanti, 2002: 5), keterampilan kooperatif dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu “Keterampilan kooperatif tingkat awal menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan kerja dalam kelompok, menghargai kontribusi yang berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan orang lain karena bisa jadi kritik yang diberikan ditunjukan terhadap ide, bukan individu, mengambil giliran, yaitu setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas dan tanggung jawab tertentu dalam kelompok, setiap anggota berada dalam kelompok selama kegiatan berlangsung, berada dalam tugas, mendorong partisipasi semua naggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok, menyelesaikan tugas pada waktunya, dan menghormai perbedaan individu. Keterampilan tingkat menengah mencakup menunjukan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidak setujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat rangkuman, manafsirkan, mengatur dan mengorganisir, serta mengurangi ketegangan. Keterampilan tingkat mahir mencakup memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi”. 31 Dari indikator- indikator diatas, maka dapat disimpulkan bahwa indikator keterampilan kerjasama yaitu sebagian besar siswa mengemukakan pendapat/ bertanya lebih dari satu kali, mampu menerima pendapat orang lain tanpa emosi, masing- masing anggota kelompok memberi sumbangan terhadap diskusi, tidak mengganggu anggota kelompok lain, tidak mendominasi kegiatan dalam kelompok, kompak, sinergis dan sahid, Saling menerima dan mendukung satu sama lain, merespon pertanyaan dari kelompok lain, mendukung pendapat teman dalam satu kelompok dan kesimpulan kelompok disepakati oleh seluruh anggota kelompok. 4. Respon Belajar Siswa a. Definisi respon belajar Menurut Ahmadi (1992:64) respon adalah gambaran ingatan dan pengamatan yang mana objek yang telah diamati tidak lagi berada dalam ruang dan waktu pengamatan. Sedangkan menurut Kartono (1996:58) respon bisa diidentifikasi sebagai gambaran ingatan dari pengamatan. Sedangkan menurut Berlo (1960 : 45 dalam Reza Yogaswara), “merumuskan respon sebagai sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang sebagai hasil atau akibat menerima stimulus. Stimulus tersebut merupakan sesuatu yang dapat diterima oleh seseorang melalui salah satu penginderanya”. Respon digolongkan menjadi dua jenis yaitu respon yang tidak nampak (covert response) dan respon yang nampak (covert response). Respon yang tidak nampak diwujudkan oleh seseorang kedalam aspek kognisi (pengetahuan) dan afeksi (sikap). Respon yang nampak diwujudkan kedalam aspek psikomotorik (tingkah laku). Antara respon yang nampak dan respon yang tidak nampak terdapat suatu keterkaitan, namun 32 hubungan tersebut ada yang selaras dan ada yang tidak selaras. Selaras artinya sistem kognitif dan komponen efektif mempunyai sifat yang sama di semua seginya maka timbullah keadaan yang selaras dengan psikomotorik dan tidak ada dorongan untuk berubah, sedangkan tidak selaras artinya sistem kognitif dan komponen efektif itu mempunyai segi-segi yang tidak bisa berjalan bersama-sama, maka terjadilah ketidakselarasan dan timbulah tekanan yang mendorong untuk mengubah sistem kognitif sedemikian rupa sehingga tercapainya keadaan selaras. Menurut Soemanto (1998:28) “respon yang muncul ke dalam kesadaran dapat memperoleh dukungan atau rintangan dari orang lain”. dukungan dari respon akan menimbulan rasa senang. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu sehingga siswa tersebut akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik. Sehingga dapat diketahui bahwa minat mempengaruhui proses hasil belajar siswa, jika siswa tidak berminat untuk mempelajari sesuatu maka tidak dapat diharapkan hasilnya akan lebih baik. Aspek atau kategori respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang di adaptasi adalah sebagai berikut : a. Perasaan siswa (senang atau tidak senang) terhadp unsur kegiatan pembelajaran, yaitu: perasaan selama mengikuti kegiatan pembelajaran, materi pelajaran, lembar kertas siswa (LKS), suasana belajar di kelas, cara penyampain materi oleh guru. b. Pendapat siswa (baru atau tidak baru) terhadap unsur kegiatan pembelajaran yaitu: mengenai model pembelajaran, suasana belajar di kelas, cara penyampaian materi oleh guru. 33 c. Pendapat siswa, jika proses belajar mengajar selanjutnya dilakukan dengan menggunakan metode pembelajaran yang sama (setuju atau tidak setuju). Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa respon belajar siswa adalah tanggapan atau balasan terhadap rangsangan atau stimulus dan suatu reaksi atau jawaban yang bergantung pada stimulus atau merupakan hasil stimulus tersebut. Individu manusia berperan serta sebagai pengendali antara stimulus dan respon sehingga yang menentukan bentuk respon individu terhadap stimulus adalah stimulus dan faktor individu itu sendiri. Apabila respon positif maka orang yang bersangkutan cenderung untuk menyukai atau mendekati objek, sedangkan respon negatif cenderung untuk menjauhi objek tersebut. b. Faktor yang mempengaruhi respon belajar siswa Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu sehingga siswa tersebut akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik. Sehingga dapat diketahui bahwa minat mempengaruhui proses hasil belajar siswa, jika siswa tidak berminat untuk mempelajari sesuatu maka tidak dapat diharapkan hasilnya akan lebih baik. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi respon belajar siswa menurut Slameto (2004: 19-22 dalam :http://id.shvoong.com/writingandspeaking/presenting/2130839faktor-faktor-yang-mempengaruhi-tinggi/#ixzz27cguUHNO) 34 1) Faktor dari dalam individu (internal) Faktor dari dalam diri siswa terdiri dari faktor fisik dan psikis yang keduanya saling mempengaruhidean tiadk dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainya. (a) Faktor fisik (1) Kesehatan Proses belajar siswa akan terganggu jika kesehatannya terganggu, agar siswa dapat belajar dengan baik, maka haruslah mengusahakan kesehatan badannya supaya dalam keadaan yang baik. (b) Faktor cacat tubuh Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebutkan kurang baik atau kurang sempurna susunan tubuhnya. Jelaslah keadaan ini sangat mempengaruhi kosentrasi belajar siswa. Namun kebanyakan siswa tersebut belajar dilembaga khusus. 2) Faktor dari luar individu (eksternal) yang mempengaruhi hasil belajar terdiri dari : (a). Faktor social, keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat. (b). Faktor budaya, adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi. (c). Faktor lingkungan fisik, sarana belajar baik dirumah maupun disekolah. (d). Lingkungan spiritual keagamaan. c. Indikator Respon Siswa Menurut Sardiman (1992: 215) mengemukakan bahwa 35 “indikator respon itu adalah keinginan untuk bertindak, berpartisipasi, membacakan, mendengarkan, melihat, menimbulkan, membangkitkan perasaan dan mengamati. respon yang positif kecenderungannya tindakannya adalah mendekati, menyukai, menyenangi, dan mengharapkan suatu objek. Sedangkan respon negatif kecenderungan tindakannya menjauhi, menghindari, memberi objek tertentu”. Bentuk- bentuk respon siswa menurut pendapat Probst (1988:56) bentuk atau jenis respon siswa meliputi respon-respon personal atau respon pribadi, bentuk topical, bentuk interpretative, bentuk formal. Dengan melihat definisi respon seperti yang telah diungkapkan diatas maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai indikator respon yaitu siswa mengikuti pelajaran dengan baik, berpartisipasi aktif dalm kelompok, menjawab pertanyaan, bertanya kepada guru mengenai materi yang belum dipahami, berdiskusi dan presentasi kelas, membantu teman yang belum memahami materi. 5. Nilai hasil belajar a. Definisi Nilai hasil belajar Nilai hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini disyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris, oleh sebab itu dalam penilaian hasil belajar rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai oleh siswa ( kompetensi ) menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan 36 penilaian. Penilaian proses pembelajaran adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. “Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor (Slametto, 2003:16)”. Menurut Howard Kingsley (dalam Sudjana, 2006: 22) membagi 3 macam hasil belajar yaitu, “keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian serta sikap dan cita-cita. Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut”. Teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perincian menurut Munawan (2009:1-2) adalah “ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. Ranah psikomotor meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, menghubungkan dan mengamati. Hasil belajar adalah 37 kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. b. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya hasil belajar adalah sebagai berikut: “Faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif (Djamarah, 2011:1)”. 38 Dari pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif. 6. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) a. Definisi IPS Ilmu Pengetahuan Sosial yang disingkat IPS dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang sering disingkat Pendidikan IPS atau PIPS merupakan dua istilah yang sering diungkapkan atau dituliskan dalam berbagai karya akademik secara tumpang tindih (overlaping). Istilah IPS di Indonesia mulai dikenal sejak tahun 1970-an sebagai hasil kesepakatan komunitas akademik dan secara formal mulai digunakan dalam sistem pendidikan nasional dalam kurikulum 1975 hingga saat ini menggunakan kurikulum 2006 (KTSP). Dalam dokumen kurikulum tersebut IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar. Mata pelajaran IPS merupakan 39 sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya. Menurut Soemantri (dalam Supriya, 2009: 11) mengungkapkan bahwa “Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu- ilm sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan”. Menurut Supriya (2009 : 12) mengatakan bahwa “ PIPS untuk tingkat sekolah sangat erat kaitannya disiplin ilmu- ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora dan ilmu pengetahuan alam yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, PIPS ditingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge). Keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitude and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik”. Gagasan tentang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) ini membawa implikasi bahwa PIPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cros-disipliner. Sejalan dengan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah perpaduan dari berbagai ilmu sosial yang mempelajari dan masalah yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat sosial dan sebagai mata pelajaran ditingkat sekolah dasar pada hakikatnya merupakan suatu integrasi utuh dari disiplin ilmu- ilmu 40 sosial dan disiplin lain yang relevan untuk merealisasikan tujuan pendidikan ditingkat persekolahan. b. Karakteristik Pendidikan IPS Karakteristik IPS dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Salah satu karakteristik IPS yang dilihat dari strategi penyampaiannya yang dikemukakan oleh Mukminan (dalam Purnama, 2010 : 22) mengemukakan bahwa “ Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagian besar adalah didasarkan pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan : anak (diri sendiri), keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan dunia”. Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa karakteristik pendidikan IPS adalah suatu ilmu yan mempelajari tentang kehidupan sosial baik itu dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. c. Tujuan IPS IPS memiliki tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan sosial dalam bentuk konsep dan pengalaman belajar yang dipilih atau diorganisasikan dalam rangka kajian ilmu sosial. Tujuan mata pelajaran pendidikan IPS menurut pendapat para ahli sebagai berikut ini. Misalnya Sumaatmadja (dalam Azwar 2010: 9) mengemukakan bahwa “tujuan Pendidikan IPS adalah untuk membina anak didik menjadi warga negara yang baikk yang memiliki pengetahuan, 41 keterampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara”. Sedangkan Menurut Ischak (dalam Azwar 2010:9) mengatakan bahwa “tujuan pembelajaran IPS adalah membentuk warga negara yang berkemampuan sosial dan yakin akan kehidupannya sendiri ditengah- tengah kekuatan fisik dan sosial, yang pada gilirannya akan menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab. Sedangkan ilmu sosial bertujuan menciptakan tenaga ahli pada bidang ilmu sosial”. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPS adalah membina anak didik menjadi warga negara yang baik, bertanggungjawab, memiliki pengetahuan, keterampilan dan berkemampuan sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara. d. Fungsi IPS sebagai program pendidikan. IPS tidak hanya berfungsi bagi masyarakat dan peserta didik tetapi IPS juga berfungsi sebagai program pendidikan. Seperti pendapat Sumaatmadja (dalam Azwar 2010: 10) menyatakan bahwa “Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna, keterampilan sosial dan intelektual dalam membina perhatian serta kepedulian sosial nya sebagai SDM yang bertanggung jawab dalam merealisasikan tujuan nasional”. Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa fungsi IPS sebagai program pendidikan adalah untuk memberikan bekal dan ilmu yang bermanfaat bagi masyarakat luas dan kepedulian sosial terhadap lingkungan sekitar. 7. Kaitan Student Teams Achievement Division (STAD) dengan keterampilan kerjasama 42 Menurut Robert E. Slavin (2008: 11) mengungkapkan : “Dalam STAD, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang berdeda- beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai mkateri secara sendirisendiri, dimana saai itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu”. Menurut Suherman, (2001: 218) menyatakan: “Model pembelajaran cooperative learning (STAD) adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar di dalam kelompok. Kelompok itu adalah kelompok kecil yang terdiri dari 3- 5 orang siswa. Didalam kelompok siswa bekerja sebagai suatu tim untuk menyelesaikan tugas, menyelesaikan suatu masalah atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan”. Sedangkan menurut David W. Johnson dkk, (2010:4) menyatakan bahwa “kooperasi berarti bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan yang kooperatif setiap anak berusaha mencapai hasil yang menguntungkan bagi diri mereka sendiri dan semua anggota kelompok”. Menurut Robert L. Cilstrap dalam Roestiyah (1998:15) bahwa “Kerjasama merupakan suatu kegiatan sekelompok orang untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas secara bersamasama. Dalam kerjasama ini biasanya terjadi interaksi antar anggota kelompok dan mempunyai tujuan yang sama untuk dapat dicapai bersama-sama”. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa cooperative learning tipe STAD ini merupakan model pembelajaran yang menekankan pada situasi belajar kelompok dengan cara berdiskusi, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil secara heterogen (dalam hal 43 kinerja akademik, jenis kelamin, ras, etnisitas). Metode STAD sangat erat kaitannya dengan keterampilan kerjasama karena di dalam metode STAD siswa diajarkan untuk saling membantu satu sama lain agar keterampilan dalam bekerjasama akan meningkat dan secara otomatis, prestasi dan nilai siswa pun akan mengalami peningkatan. B. Kerangka Berpikir Berdasarkan penjelasan dimuka, kesimpulan dari metode STAD memiliki beberapa keunggulan seperti berikut ini : 1. Dapat melatih siswa dalam meningkatkan hubungan sosial di antara sesama teman baik dalam kelompoknya maupun antar kelompok yang lainnya, 2. Akan terjadi kegiatan komunikasi tatap muka baik antar anggota kelompok maupun antar kelompok. Adanya komunikasi ini dapat mendorong terjadinya interaksi positif, sesama siswa dapat lebih saling mengenal, masing-masing siswa saling menghargai pendapat teman, menerima kelebihan dan kekurangan teman apa adanya, menghargai perbedaan pendapat yang selalu terjadi dalam kehidupan. 3. Siswa saling asah, saling asih dan saling asuh. Sehingga kesulitan yang dihadapi dari setiap siswa dapat teratasi dengan cara bertanya terhadap guru maupun oleh teman satu kelompoknya, 44 4. Melatih siswa untuk berani menyampaikan suatu pendapat karena pada setiap anggota kelompok akan ada spesialis tugas yang harus dipertanggungjawabkan terhadap kelompoknya, 5. Melatih siswa untuk bertanggung jawab baik untuk diri sendiri maupun bagi kelompoknya. Dari keunggulan metode STAD ini, beberapa orang peneliti telah melakukan penelitian tindakan kelas. Hasil penelitian yang pertama dilakukan oleh Wildan Nurdiansyah Azwar Cicaheum Kecamatan Cipeundeuy di Kabupaten kelas IV SDN 2 Bandung Barat menunjukkan bahwa penggunaan model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar dalam bekerjasama antar kelompok siswa karena siswa dapat saling menghargai satu sama lain dan mengemukakan pendapat masingmasing pada saat kegiatan belajar berlangsung. Sementara hasil penelitian yang kedua adalah oleh Noneng Rusmini, PTK ini dilakukan di SDN 3 Cibodas pada siswa kelas V dengan jumlah seluruh siswa 28 orang menyatakan bahwa kemampuan bekerjasama siswa dapat meningkat dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada saat pembelajaran berlangsung siswa yang lebih pandai dapat membantu siswa yang masih kurang memahami materi. Sedangkan hasil penelitian yang ketiga adalah oleh Sarianti Wulan yang melakukan PTK di SDN Kayu Ambon I Lembang di kelas V menyatakan bahwa model cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar 45 individu dan kerjasama dalam kelompok siswa dengan melihat kegiatan siswa pada saat diskusi kelompok belaja, siswa lebih merasakan adanya teman untuk bertukar pikiran dan dapat menyelesaikan masalah pada suatu persoalan dalam materi pelajaran. Dari penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD kegiatan belajar, keterampilan kerjasama, respon dan siswa akan meningkat. Dengan menggunakan metode STAD ini, siswa dituntut untuk saling membantu satu sama lain, menghargai pendapat, dan mampu bergotong-royong dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan materi pelajaran. Dengan demikian, penulis harus mampu menerapkan model cooperative learning tipe STAD ini dengan baik pada saat penelitian berlangsung supaya siswa dapat belajar dengan baik dan terampil bekerjasama dalam kelompok belajar dan penulis akan melakukan pembentukan/ pembagian kelompok belajar pada siswa yang terdiri dari 4-5 orang siswa pada setiap kelompok, kegiatan bekerjasama antar siswa, kegiatan tanya-jawab untuk memotivasi siswa, memperlihatkan gambar-gambar yang berhubungan dengan materi, mempersilahkan siswa untuk mengemukakan pendapat maupun memberikan masukan bagi anggota kelompok yang lain, menyimpulkan materi dan memberikan evaluasi berupa latihan soal untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Adapun kerangka pemikirannya dapat dilihat seperti dibawah ini . 46 Bagan 2.2 Kerangka berpikir Model pembelajaran cooperative learning tipe STAD 1. 2. 3. 4. 5. Keunggulan metode STAD Dapat melatih siswa dalam meningkatkan hubungan sosial antar teman, Terjalinnya kegiatan komunikasi, Siswa saling asah, asih dan asuh, Melatih siswa untuk berani menyampaikan suatu pendapat dan Melatih siswa untuk bertanggung jawab. Hasil Penelitian Dari hasil penelitian oleh Wildan Nurdiansyah Azwar menunjukkan bahwa penggunaan model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar dalam bekerjasama antar kelompok siswa karena siswa dapat saling menghargai satu sama lain dan mengemukakan pendapat masing- masing. Sementara penelitian oleh Noneng Rusmini, menyatakan kemampuan bekerjasama siswa dapat meningkat dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD karena pada saat pembelajaran berlangsung siswa yang lebih pandai dapat membantu siswa yang masih kurang memahami materi. Kemudian hasil penelitian oleh Sarianti Wulan dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan kegiatan bekerjasama dalam kelompok yaitu lebih merasakan ada nya teman untuk bertukar pikiran dan dapat menyelesaikan masalah pada suatu persoalan dalam materi pelajaran. Berdasarkan komponen model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) mampu meningkatkan keterampilan kerjasama dalam kelompok siswa topik kenampakan alam, maka penulis menerapkan: 1.Pembentukan/ pembagian kelompok belajar pada siswa yang terdiri dari 4-5 orang siswa pada setiap kelompok 2.Kegiatan bekerjasama antar siswa 3.Kegiatan tanya-jawab untuk memotivasi siswa 4.Gambar-gambar yang berhubungan dengan materi 5.Mempersilahkan siswa untuk mengemukakan pendapat maupun memberikan masukan bagi anggota kelompok lainnya 6.Menyimpulkan materi 7.Memberikan evaluasi berupa latihan soal untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Keterampilan kerjasama kelompok, respon dan nilai siswa akan meningkat 47 C. Hipotesis 1. Jika perencanaan pembelajaran IPS topik kenampakan alam disusun dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD maka keterampilan kerjasama siswa kelas IV SDN Merdeka 5/5 Bandung akan meningkat. 2. Jika pelaksanaan pembelajaran IPS topik kenampakan alam disusun dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD maka keterampilan kerjasama siswa kelas IV SDN Merdeka 5/5 Bandung akan meningkat. 3. Jika pembelajaran IPS topik kenampakan alam menggunakan model cooperative learning tipe STAD maka hasil belajar siswa kelas IV SDN Merdeka 5/5 Bandung akan meningkat. 4. Jika pembelajaran IPS topik kenampakan alam dilaksanakan dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD maka respon siswa kelas IV SDN Merdeka 5/5 Bandung akan lebih baik dari pembelajaran sebelumnya 5. Jika pembelajaran IPS topik kenampakan alam dilaksanakan dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD maka nilai yang dicapai siswa kelas IV SDN Merdeka 5/5 Bandung akan meningkat.