Laporan Penelitian Efek letusan senjata api ringan terhadap fungsi pendengaran pada siswa Diktuba Polri Komang Nurada Mahardana, Wayan Suardana, Sagung Puteri, Wayan Sudana Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Sanglah Denpasar Bali - Indonesia ABSTRAK Latar belakang: Risiko terjadinya trauma akustik pada anggota Polri cukup tinggi. Di saat praktik latihan menembak siswa Diktuba Polri tidak menggunakan pelindung telinga. Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh letusan senjata api ringan terhadap fungsi pendengaran siswa Diktuba Polri yang menjalani latihan menembak. Metode: Penelitian menggunakan rancangan pre and post test design dengan populasi siswa Diktuba Polri tahun 2008 yang menjalani pendidikan di SPN Singaraja pada bulan Mei dan Agustus 2008. Hasil: Didapatkan intensitas letusan senjata api ringan yang dipakai latihan menembak berkisar antara 118 dB sampai dengan 121 dB untuk senjata laras panjang dan sekitar 112 dB untuk senjata laras pendek. Dari 100 siswa yang diteliti seluruhnya berjenis kelamin laki-laki, dengan variasi umur 18 sampai dengan 25 tahun. Angka kejadian trauma akustik sebesar 11%, yang mengenai telinga kanan sebanyak 3 telinga (3%) dan telinga kiri sebanyak 11 telinga (11%). Secara statistik perbedaan rerata audiogram telinga kanan sebesar -1,3 (SD 4,2) dB dengan nilai p=0,002 (IK 95%=-2,1 sampai -0,5), sedangkan beda rerata audiogram telinga kiri sebesar -3,5 (SD 5,3) dB dengan nilai p=0,000 (IK 95%=-4,6 sampai -2,4). Kesimpulan: Terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik akibat letusan senjata api ringan terhadap penurunan fungsi pendengaran telinga kiri dan telinga kanan (p<0,05). Kata kunci : trauma akustik, letusan senjata api, siswa Diktuba Polri ABSTRACT Background: The risk of acoustic trauma in a policemen is fairly high. All of the student of Diktuba Polri did not wear hearing protection in shooting exercises. Purpose: To know the effect of gunfire at Diktuba Polri Student in SPN Singaraja. Method: The method was pre and post test design study that conducted from May 2008 to August 2008 at Diktuba Polri Student in SPN Singaraja. Results: The intensity of gunfire which was used in shooting exercise was 118 dB to 121 dB for long barreled guns (rifles) and 112 dB for short barreled guns (pistols). All of the one hundred samples were male, aged between 18 tol 25 1 years old. The prevalency of acoustic trauma is about 11%, on right ears 3 (3%) and left ears 11 (11%). Statistically, the differentiation of the right ears audiogram level was about -1.3 (SD 4.2) dB (p=0.002, IK 95%=-2.1 to -0.5), and the differentiation of the left ears audiogram level was about -3.5 (SD 5.3) dB (p=0.000, IK 95%=-4.6 to -2.4). Conclusion: There was statistically significant effect of light gunfire in decreasing the hearing function in the left and right ears (p<0.05) of Diktuba Polri students. Key words: acoustic trauma, gunfire, Diktuba Polri student Alamat korespondensi: Komang Nurada Mahardana, Bagian THT-KL FK UNUD/RSUP Sanglah. Jl. Diponegoro, Denpasar-Bali. E-mail: [email protected] Trauma akustik menyebabkan terjadinya PENDAHULUAN Pajanan letusan senjata api baik kaliber besar maupun kecil dapat menyebabkan Kebisingan trauma letusan akustik.1 senjata api termasuk kebisingan impulsif murni dengan intensitas letusan senjata api ringan berkisar antara 150 dB sampai Trauma akustik sering dipakai untuk menyatakan ketulian akibat pajanan bising, maupun tuli mendadak ledakan hebat, dentuman, tembakan pistol, serta trauma langsung ke kepala dan telinga akibat satu atau beberapa pajanan dalam bentuk energi akustik yang timpani, robekan dislokasi atau kerusakan tulang-tulang pendengaran dan sel-sel sensoris pendengaran. Kerusakan yang lebih berat terjadi akibat adanya degenerasi sel rambut luar maupun sel rambut dalam dan atau hilangnya seluruh organ Corti. 190 dB.2,3,4,5,6 akibat membran dapat kuat dan tiba-tiba. Pajanan yang terjadi bisa sekali atau beberapa kali dan dapat mengenai satu atau kedua telinga yang berakibat kerusakan pada sistem pendengaran. Kerusakan organ Corti terberat berada di bagian basal koklea, oleh karena bagian koklea ini yang menerima bunyi dengan frekuensi tinggi. Kerusakan koklea akibat frekuensi dan intensitas tinggi terpusat pada frekuensi 4000 Hz. Sekitar 10 mm dari foramen ovale terdapat daerah yang memiliki lemah struktur dan anatomi reseptor merupakan sel amplitudo paling paling 4000 rambut besar, Hz dengan serta menerima energi terbesar dari pajanan 2 bising. Tempat ini merupakan lokus menggunakan minoris pada organ Corti.2,4,6 terhadap fungsi pendengaran pada Posisi masing-masing telinga pelindung telinga siswa Diktuba Polri belum pernah terhadap sumber bunyi merupakan dilaporkan. faktor penting pada seseorang yang mendorong penulis untuk melakukan terpajan letusan senjata api. Salah satu penelitian ini. telinga dapat mengalami Hal inilah yang pajanan Tujuan penelitian ini secara umum bising yang lebih besar, sehingga adalah untuk mengetahui pengaruh menyebabkan ambang letusan senjata api ringan terhadap dengar antara kedua telinga sampai fungsi pendengaran siswa Diktuba lebih dari 20 dB. Penggunaan senjata Polri api laras panjang yang diletakkan di menembak. Dan secara khusus untuk: bahu menyebabkan 1) mengetahui angka kejadian trauma pendengaran menurun frekuensi tinggi akustik akibat letusan senjata api pada telinga kiri. Hal ini akibat adanya ringan saat latihan menembak pada head-shadow effect, di mana kepala siswa Diktuba Polri; 2) mengetahui menghalangi atau melindungi telinga penurunan fungsi pendengaran akibat kanan dari impuls bunyi letusan, letusan senjata api ringan saat latihan sedangkan langsung menembak pada siswa Diktuba Polri; terpajan letusan senjata. Sedangkan dan 3) mengetahui distribusi kejadian untuk senjata api genggam, di dalam trauma akustik pada telinga kanan dan pelaksanaannya kiri. perbedaan kanan dapat telinga kiri menggunakan satu yang menjalani latihan tangan atau dua tangan dengan posisi senjata api di depan dada, maka pajanan bising letusan senjata akan sama pada kedua telinga. pre and post test design, untuk pada angkatan bersenjata cukup tinggi. Laporan mengenai kejadian trauma angkatan akibat menembak bersenjata Penelitian ini merupakan penelitian 2,7,8 Risiko terjadinya trauma akustik akustik METODE pada Indonesia, khususnya Polri masih sangat sedikit. Pengaruh latihan menembak tanpa mengetahui efek letusan senjata api ringan terhadap penurunan fungsi pendengaran pada siswa Diktuba Polri, yang dilakukan di poliklinik Sekolah Polisi Negara Singaraja pada bulan Mei dan penelitian Agustus 2008. Sampel dipilih secara cluster 3 sampling satu kompi siswa, dengan panjang Sabhara V2 dan senjata api sampel minimal sebanyak 97 siswa. genggam Revolver. Siswa yang tidak dapat melanjutkan Cara kerjanya: pertama dilakukan pendidikan, tidak dapat mengikuti pemeriksaan audiometri nada murni penelitian pada sampai selesai, tidak siswa Diktuba Polri bersedia mengikuti penelitian dan Singaraja, siswa yang dengan kelainan di telinga melakukan latihan menembak sesuai tengah dengan tidak diikutkan dalam selanjutnya SPN jam pelajaran siswa menembak menggunakan senjata api Sabhara V2 penelitian. variabel dan Revolver dengan masing-masing penurunan fungsi pendengaran bersifat 60 butir peluru dan 80 butir peluru. menetap gangguan Diukur pula intensitas bunyi letusan pendengaran akibat pajanan energi senjata api ringan menggunakan alat akustik yang kuat dan mendadak, yang sound level meter yang ditempatkan dengan pemeriksaan audiometri nada dekat telinga kiri dan telinga kanan murni didapatkan peningkatan ambang siswa dengar lebih dari 26 dB pada frekuensi Dilakukan 3000 Hz sampai 6000 Hz, serta nada didapatkan melakukan latihan menembak sesuai Definisi operasional adalah takik akustik pada saat dengan peningkatan ambang dengar frekuensi menembak. terjadi pada siswa-siswa Diktuba Polri. Bahan dan alat penelitian terdiri pemeriksaan murni frekuensi 4000 Hz, tanpa atau disertai 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz yang latihan dua selesainya menembak. audiometri minggu jam setelah pelajaran Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk frekuensi. data deskriptif Perbedaan distribusi audiogram dari formulir persetujuan mengikuti telinga kanan dan kiri dipakai mencari penelitian dan alat tulis menulis, alat pengaruh latihan menembak sebelum pemeriksaan fisik THT, sound level dan sesudah latihan atau terhadap meter merek Rion tipe NL-20, ruang penurunan fungsi pendengaran. Beda kedap suara, audiometri nada murni rerata audiogram sebelum dan setelah merek Matson tipe Midi Mate 602, latihan menembak telinga kanan dan serta jenis senjata api ringan yang telinga kiri dianalisis dengan paired digunakan selama latihan menembak student’s t-test. Tingkat kemaknaan oleh siswa, yaitu senjata api laras ditentukan pada nilai p<0,05. 4 tahun dan tertua umur 25 tahun dengan rata-rata 19,1 (SD 1,2) tahun. Seluruh HASIL Intensitas letusan senjata api Sabhara V2 yang digunakan saat latihan menembak pada telinga kiri rata-rata sebesar 121 dB dan telinga kanan rata-rata sebesar 118 dB. Sedangkan intensitas letusan senjata siswa yang diperiksa berjenis kelamin laki-laki. Seluruh siswa Diktuba Polri mengikuti 112 dB. Lama bunyi letusan baik senjata api laras panjang dan laras pendek dari mulai meletus sampai hilang dari pendengaran rata-rata jumlah peluru yang sama, serta posisi dan cara menembak yang sama. Nilai ambang dengar telinga kanan Jumlah pada awal penelitian sebelum latihan menembak adalah normal, antara 8 dB sampai 25 dB dengan rata-rata 15,8 (SD 4,5) dB. Sedangkan nilai ambang dengar setelah latihan menembak juga didapatkan selama 4 detik. siswa yang mengikuti pendidikan Diktuba Polri pada tahun orang siswa. Dari jumlah tersebut dipilih 109 orang siswa sebagai sampel awal penelitian. Sembilan orang siswa berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dikeluarkan dari penelitian oleh karena 7 orang siswa mengikuti pendidikan pembentukan Intel Polri di Serang Banten dan 2 orang siswa mengalami kelainan pada telinga tengah, yaitu otitis media. Sehingga jumlah keseluruhan sampel penelitian sampai akhir penelitian sebanyak 100 orang siswa. Variasi umur siswa normal dengan nilai ambang dengar antara 8 dB sampai 25 dB dengan rata-rata 17,2 (SD 2,9) dB. Sebelum latihan menembak nilai ajaran 2008 di Sekolah Polisi Negara (SPN) Singaraja adalah sebanyak 659 menembak menggunakan jenis senjata yang sama, genggam Revolver pada telinga kiri dan telinga kanan sama, yaitu rata-rata pelajaran ambang dengar telinga kiri adalah normal, didapatkan antara 5 dB sampai 23 dB dengan rata-rata 14,9 (SD 4,6) dB. Sedangkan setelah latihan menembak nilai ambang dengar antara 10 dB sampai 30 dB dengan rata-rata 18,5 (SD 3,6) dB. Didapatkan 97 orang siswa (97%) setelah latihan dengan nilai ambang dengar normal dan sebanyak 3 orang siswa (3%) dengan tuli konduksi derajat ringan telinga kiri. Tuli derajat sedang, sedang berat, berat dan sangat berat tidak dijumpai pada penelitian ini. Diktuba Polri adalah termuda umur 18 5 1. Karakteristik takik akustik pada 30 dB sebanyak 4 orang siswa (4%), telinga kanan dan telinga kiri 35 dB sebanyak 2 orang siswa (2%), Takik akustik pada telinga kanan 40 dB sebanyak 1 orang siswa (1%), hanya pada intensitas 30 dB sebanyak 50 dB sebanyak 3 orang siswa (3%), 3 orang siswa (3%). Sedangkan pada serta 60 dB sebanyak 1 orang siswa telinga kiri terdapat gambaran takik (1%). akustik masing-masing pada intensitas Tabel 1. Karakteristik takik akustik telinga kanan dan telinga kiri Takik akustik (dB) Telinga kanan Telinga kiri n (%) n (%) 30 3 (3%) 4 (4%) 35 0 (0%) 2 (2%) 40 0 (0%) 1 (1%) 45 0 (0%) 0 (0%) 50 0 (0%) 3 (3%) 55 0 (0%) 0 (0%) 60 0 (0%) 1 (1%) Tidak ada 97 100 (97%) (100%) 89 (89%) 100 (100%) Jumlah 2. Distribusi fungsi pendengaran siswa sebelum dan setelah latihan Tabel 2. Distribusi fungsi pendengaran siswa sebelum dan setelah latihan Fungsi pendengaran Sebelum latihan Setelah latihan n (%) n (%) 100 (100%) 89 (89%) Trauma akustik S 0 (0%) 8 (8%) Trauma akustik D et S + CHL S 0 (0%) 3 (3%) SNHL 0 (0%) 0 (0%) MHL 0 (0%) 0 100 (100%) Normal Jumlah 100 (0%) (100%) Keterangan: S = Sinistra; D et S = Dextra et Sinistra; CHL = Conductive Hearing Loss 6 Dari 100 orang siswa yang diteliti, trauma akustik telinga kiri saja dan 3 pada pemeriksaan audiometri nada orang siswa (3%) mengalami trauma murni akustik telinga kanan dan kiri juga setelah latihan didapatkan 89 disertai tuli konduksi derajat ringan orang siswa (89%) dan 11 orang siswa telinga kiri. Tidak terdapat tuli saraf (11%) mengalami trauma akustik. Dari dan tuli campuran pada penelitian ini. pendengaran normal sebanyak 11 orang siswa yang mengalami trauma akustik tersebut terdapat 8 3. Distribusi trauma akustik pada orang siswa (8%) hanya mengalami telinga kanan dan telinga kiri Tabel 3. Distribusi trauma akustik pada telinga kanan dan telinga kiri Hasil Telinga kanan Telinga kiri Trauma akustik (+) 3 (3%) 11 ( 11%) Trauma akustik (-) 97 (97%) 89 (89%) 100 (100%) 100 (100%) Jumlah Kejadian pada masing-masing trauma akustik sebanyak 11 orang telinga dari 11 orang siswa yang siswa mengalami trauma akustik mengenai mengalami trauma akustik sebanyak 2 telinga kiri sebanyak 11 telinga (11%), orang siswa (2%). Keluhan kurang serta mengenai telinga kanan sebanyak dengar dan vertigo tidak ditemukan 3 telinga (3%). Telinga kanan yang pada seluruh siswa. tidak mengalami trauma (11%) dan yang tidak akustik sebanyak 97 telinga (97%), serta 4. Perbedaan audiogram sebelum telinga kiri yang tidak mengalami dan setelah latihan trauma akustik sebanyak 89 telinga Pada (89%). tabel 4, terlihat secara statistik perbedaan rerata audiogram telinga telinga kanan sebelum dan setelah mendenging setelah menjalani latihan menjalani latihan menembak adalah menembak sebanyak 13 orang (13%). sebesar -1,3 (SD 4,2) dB yang berarti Dari ketiga belas siswa yang mengeluh nilai p=0,002 (IK 95%=-2,1 sampai - telinga mendenging, disertai kejadian 0,5). Oleh karena tingkat kemaknaan Siswa yang mengeluh 7 ditentukan pada nilai p<0,05, terdapat (SD 5,3) dB yang berarti p=0,000 (IK perbedaan bermakna 95%=-4,6 sampai -2,4). Oleh karena gangguan tingkat kemaknaan ditentukan pada rerata terhadap yang timbulnya kanan nilai p<0,05, terdapat pebedaan rerata sebelum dan setelah latihan menembak yang bermakna terhadap timbulnya yang dilakukan oleh siswa Diktuba gangguan pendengaran pada telinga Polri. kiri pendengaran pada Sedangkan telinga perbedaan rerata audiogram telinga kiri sebelum dan sebelum dan setelah latihan menembak yang dilakukan oleh siswa Diktuba Polri. setelah latihan menembak adalah -3,5 Tabel 4. Beda audiogram telinga kanan dan kiri sebelum dan setelah latihan menembak Sebelum Setelah menembak (dB) menembak (dB) Kanan (mean ± SD ) 15,8 ± 4,5 17,2 ± 2,9 -1,3 ± 4,2 Kiri 14,9 ± 4,6 18,5 ± 3,6 -3,5 ± 5,3 Telinga (mean ± SD ) Beda Nilai p telinga kanan = 0,002 (IK 95%=-2,1 sampai -0,5) Nilai p telinga kiri = 0,000 (IK 95%=-4,6 sampai -2,4) sebesar DISKUSI Intensitas senjata-senjata api yang digunakan saat latihan menembak untuk senjata Sabhara V2 rata-rata sebesar 121 dB pada telinga kiri dan rata-rata sebesar 118 dB pada telinga kanan. Sedangkan intensitas letusan senjata api genggam Revolver pada telinga kiri dan telinga kanan hampir sama, yaitu rata-rata 112 dB. Hal ini berbeda dengan intensitas letusan senjata api di kepustakaan, yaitu untuk senjata laras panjang rata-rata sebesar 162 dB dan untuk senjata genggam 158 dB.9 Perbedaan ini disebabkan karena intensitas letusan senjata yang digunakan saat latihan menembak diukur pada telinga kanan dan kiri siswa bukan pada ujung senjata. Dan juga pengukurannya dilakukan di tempat terbuka, yaitu lapangan tembak yang hasilnya dipengaruhi oleh hembusan angin yang berhembus menjauhi penembak dan tidak banyak adanya benda-benda yang memantulkan bunyi seperti pohon-pohonan, dinding gedung, serta benda keras lainnya. Pada kepustakaan 8 dikatakan bunyi letusan senjata api mengenai telinga kiri sebanyak 11 terkeras terdapat pada ujung senjata telinga (11%), serta mengenai telinga dan besarnya pajanan bising akibat kanan sebanyak 3 telinga (3%). Hal ini letusan senjata api tergantung pada hampir intensitas letusan, arah letusan dan ada Budiyanto10 di Akpol Semarang yang tidaknya yang melaporkan trauma akustik telinga kiri memantulkan atau meredam suara sebesar 11% dan telinga kanan sebesar letusan.2,4,6 6,2%, benda-benda sama dengan sedangkan penelitian yang mengenai Dari 100 orang siswa yang diteliti kedua telinga sebesar 4,8%. Kejadian didapatkan kejadian trauma akustik trauma akustik pada telinga kiri lebih sebanyak 11%. Angka ini lebih kecil banyak daripada telinga kanan, hal ini jika dibandingkan dengan penelitian disebabkan karena posisi tubuh saat Budiyanto10 pada tahun 2003 terhadap menembak, di mana senjata diletakkan siswa-siswa yang pada bahu kanan dengan popor senjata melaporkan kejadian trauma akustik menempel di bahu kanan, sehingga sebesar ini memungkinkan jarak telinga kiri lebih disebabkan karena penelitian di Akpol dekat ke sumber ledakan daripada Semarang melibatkan anggota Polri telinga kanan. Sehingga intensitas yang telah mengalami pajanan bising letusan senjata yang mengenai telinga yang lebih lama. Penelitian dilakukan kiri lebih besar daripada telinga kanan secara cross sectional terhadap taruna- dan juga akibat adanya head-shadow taruna Akpol tingkat 1, tingkat 2 dan effect, di mana kepala menghalangi tingkat 3, di mana lama pendidikan atau melindungi telinga kanan dari setiap tingkat ditempuh kurang lebih impuls selama setahun, sehingga siswa taruna telinga kiri langsung terpajan letusan Akpol mendapatkan pajanan bising senjata. lebih lama, serta frekuensi latihan mengenai kedua telinga kemungkinan menembak dikarenakan taruna 12,4%. lebih Akpol Perbedaan banyak daripada bunyi letusan, Adanya jarak sedangkan trauma akustik masing-masing siswa Diktuba Polri dengan lama siswa saat latihan menembak yang pendidikan hanya 9 bulan saja. berdekatan, sehingga kedua telinga Pada penelitian ini didapatkan hasil mendapat pajanan bising letusan 11 orang siswa (11%) mengalami senjata di sebelah kanan dan kiri trauma siswa. akustik dengan perincian 9 Dari gambaran audiogram terdapat menembak. Keluhan vertigo tidak orang mengalami dijumpai pada penelitian ini. Hal ini gangguan pendengaran tuli konduksi sedikit berbeda dengan hasil penelitian derajat ringan telinga kiri dan juga Budiyanto10 terhadap taruna Akpol mengalami Semarang 3 siswa (3%) trauma akustik. Tuli yang melaporkan 3,8% sensorineural dan tuli campuran tidak taruna mengeluh telinga mendenging diketemukan ini. setelah latihan menembak disertai Kejadian tuli konduksi pada penelitian trauma akustik, serta 14% taruna yang ini secara pasti belum dapat diketahui mengeluh telinga mendenging tanpa penyebabnya, disertai pada penelitian tetapi jelas bukan trauma akustik. Pada disebabkan oleh pecah atau rupturnya penelitian di Akpol Semarang juga membran tidak dijumpai keluhan vertigo. timpani karena saat otoskopi Secara statistik pada penelitian ini didapatkan membran timpani yang didapatkan hasil latihan menembak intak atau utuh. Kemungkinan karena yang dilakukan siswa Diktuba Polri kerusakan atau kekakuan pada tulang- berpengaruh secara bermakna terhadap tulang pendengaran. Hal ini masih penurunan fungsi pendengaran telinga perlu dibuktikan dengan pemeriksaan kanan dan telinga kiri. Kejadian yang trauma akustik telinga kiri lebih pemeriksaan lain, dengan seperti misalnya banyak daripada telinga kanan. Hasil pemeriksaan timpanometri. Keluhan telinga mendenging, ini hampir sama dengan penelitian vertigo, rasa sakit dan tidak enak pada Budiyanto,10 telinga merupakan keluhan awal atau kejadian trauma akustik pada telinga yang biasa dijumpai pada trauma kiri lebih banyak secara bermakna akustik. Pada penelitian ini terdapat 13 dibandingkan telinga kanan. yang mendapatkan orang siswa (13%) mengeluh telinga Kesimpulan dari penelitian ini mendenging saat menjalani latihan adalah kejadian trauma akustik pada menembak, dengan perincian 11 orang siswa Diktuba Polri SPN Singaraja siswa trauma tahun 2008 akibat latihan menembak akustik dan sisanya 2 orang siswa sebanyak 11%. Trauma akustik yang (2%) tidak mengalami trauma akustik. mengenai telinga kiri sebanyak 11 Keluhan mendenging ini dirasakan telinga (11%), serta yang mengenai saat telinga kanan sebanyak 3 telinga (3%). (11%) pertama mengalami kali siswa mulai 10 fungsi nose, throat, ear, head and neck. 15th pendengaran yang bermakna pada ed. Philadelphia: Lea and Febiger; telinga kiri dan telinga kanan setelah 1996. p. 963-87. Terdapat latihan penurunan menembak. Saat latihan menembak siswa tidak menggunakan alat pelindung telinga. Dari hasil pnelitian ini disarankan agar siswa Diktuba Polri menggunakan pelindung telinga saat menjalani 5. Dixon WW. Noise-induce hearing damage. In: Pajanella MM, Shumrick DA, editors. Otolaryngology. 2th ed. Philadelphia: W.B Saunders Co; 1973. p. 377-90. 6. Alberty PW. Noise and the ear. In: latihan Stephen D, editor. Adult audiology. menembak. Pada penelitian ini karena Scott-Brown’s Otolaryngology. 5th ed. keterbatasan London: Butterworth; 1978. p. 594- alat yang dimiliki, sehingga pengaruh getaran belum bisa dievaluasi. Diperlukan penelitian 641. 7. Alberty PW. Occupational hearing loss. In: Snow JB. Ballenger JJ, editor. lanjutan untuk meneliti hal tersebut. Ballenger’s Otorhinolaryngology head & neck surgery. 16th ed. Philadelphia: DAFTAR PUSTAKA Lea and Febiger; 2003. p. 357-73. 1. Naskah sekolah tentang persenjataan 8. In Seok Moon. Noise-induced hearing dan menembak untuk Diktuba POLRI loss caused by gunshot in south tahun anggaran 2003. Jakarta: Markas korean military service. Military Med Besar Kepolisian Negara Republik 2007; 172(4):421-5. Indonesia Lembaga Pendidikan dan Pelatihan; September 2003. 9. Army Hearing Program. Noise levels of comman army equipment. US army 2. Dobie RA. Noise-induce hearing loss. center for health promotion and In: Bailey BJ, editor. Head and neck preventive medicine [homepage on surgery-otolaryngology. 4th Philadelphia: 2006. Lippincot; ed. the internet]. c2007 [updated 2007 p. Mar 23; cited 2007 Oct 11]. Available 2190-200. 3. Nondahl from: http://www.usachppm.com. DM, Cruickshanks KJ, 10. Budiyanto A. Trauma akustik akibat Wiley TL, Klein R, Tweed TS, Klein latihan BE. Recreational firearm use and Akademi hearing loss. Arch Fam Med 2000; Skripsi untuk memperoleh pengakuan 9:352-7. sebagai ahli THT-KL FK UNDIP 4. Fox MS. Noise-induce hearing loss. menembak Kepolisian pada taruna Semarang. Semarang; 2003. In: Ballenger JJ, editor. Disease of the 11 12