Uploaded by User100269

LP KATARAK

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK
Disusun Oleh :
Arifin
NIM . G0A018033
PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2021
KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya yang disebabkan oleh berbagai keadaan. (Sidarta Ilyas, dkk, 2008)
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga
menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan (Admin,2009)
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi
keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini
terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada
berbagai usia tertentu (Iwan,2009).
Gambar.1.1 Perbedaan mata normal dan mata katarak
B. Klasifikasi
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan
berikut :
1.
Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative.
2.
Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
3.
Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit
seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang
akan menimbulkan katarak komplikata.
4.
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
a. Katarak kongeniatal, Katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir
(sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun)
b. Katarak juvenile, Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di
bawah usia 40 tahun
c. Katarak presenil, Katarak sesudah usia 30-40 tahun
d. Katarak senilis, Katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.
Jenis katarak inimerupakan proses degeneratif ( kemunduran ) dan
yang paling sering ditemukan.
e. Adapun tahapan katarak senilis adalah :
1) Katarak insipien : pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa
mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa
menggunakan alat periksa. Kekeruhan lensa berbentuk bercakbercak kekeruhan yang tidak teratur. Penderita pada stadium ini
seringkali tidak merasakan keluhan atau gangguan pada
penglihatanya sehingga cenderung diabaikan.
2) Katarak immataur : lensa masih memiliki bagian yang jernih
3) Katarak matur : Pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus
berlangsung dan bertambah sampai menyeluruh pada bagian
lensa sehingga keluhan yang sering disampaikan oleh penderita
katarak pada saat ini adalah kesulitan saat membaca, penglihatan
menjadi kabur, dan kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari.
4) Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang
sudah merembes melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan
perdangan pada struktur mata yang lainya.
C. Etiologi
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain
(Corwin,2000):
1.
Usia lanjut dan proses penuaan
2.
Congenital atau bisa diturunkan.
3.
Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok
atau bahan beracun lainnya.
4.
Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya
diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1.
Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada
mata.
2.
Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau
diabetes melitus.
3.
Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4.
Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang,
seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5.
Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).
D. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah
kapsula anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nukleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada
kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna seperti
kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam
lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma
atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan
yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak
meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin
antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.
E. ManifestasiKlinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1.
Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau
serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan
tadi.
2.
Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
3.
Gejala objektif biasanya meliputi:
a. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak
akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak,
cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam
menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
menjadi kabur atau redup.
b. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan
bertambah putih.
c. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benarbenar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1.
Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2.
Gangguan penglihatan bisa berupa:
3.
Peka terhadap sinar atau cahaya.
4.
Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
5.
Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
6.
Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Gejala lainya adalah :
1.
Sering berganti kaca mata
2.
Penglihatan sering pada salah satu mata.
F. Komplikasi
1.
Glaucoma
2.
Uveitis
3.
Kerusakan endotel kornea
4.
Sumbatan pupil
5.
Edema macula sistosoid
6.
Endoftalmitis
7.
Fistula luka operasi
8.
Pelepasan koroid
9.
Bleeding
G. PemeriksaanPenunjang
1.
Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi,
penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
2.
Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis,
glukoma.
3.
Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4.
Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
5.
Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6.
Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
7.
Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8.
EKG, kolesterol serum, lipid
9.
Tes toleransi glukosa : kotrol DM
10. Keratometri.
11. Pemeriksaan lampu slit.
12. A-scan ultrasound (echography).
13. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
14. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
H. Penatalaksanaan
1.
Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak
mengandung vit. C ,vit B2, vit. A dan vit. E. Selain itu, untuk
mengurangi pajanan sinar matahari (sinar UV) secara berlebih, lebih baik
menggunakan kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang hari.
2.
Penatalaksanaan medis
Ada dua macam teknik yang tersedia untuk pengangkatan katarak :
a. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98%
pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur
mata selama pembedahan. Prosedur ini meliputi pengambilan kapsul
anterior, menekan keluar nucleus lentis, dan mengisap sisa fragmen
kortikal
lunak menggunakan irigasi
dan
alat hisap dengan
meninggalkan kapsula posterior dan zonula lentis tetap utuh. Selain itu
ada
penemuan
terbaru
pada
ekstrasi
ekstrakapsuler,
yaitu
fakoemulsifikasi. Cara ini memungkinkan pengambilan lensa melalui
insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekwensi
tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel
yang kecil yang kemudian di aspirasi melalui alat yang sama yang
juga memberikan irigasi kontinus.
b. Ekstraksi katarak intrakapsuler
Pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula
dipisahkan lensa diangkat dengan cryoprobe, yang diletakkan secara
langsung pada kapsula lentis. Ketika cryoprobe diletakkan secara
langsung pada kapsula lentis, kapsul akan melekat pada probe. Lensa
kemudian diangkat secara lembut. Namun, saat ini pembedahan
intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
Pengangkatan lensa memerlukan koreksi optikal karena lensa
kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan fokus mata.
Koreksi optikal yang dapat dilakukan diantaranya:
1) Kaca Mata Apikal
Kaca mata ini mampu memberikan pandangan sentral yang baik,
namun pembesaran 25 % - 30 % menyebabkan penurunan dan
distorsi pandangan perifer yang menyebabkan kesulitan dalam
memahami relasi spasial, membuat benda-benda nampak jauh lebih
dekat dan mengubah garis lurus menjadi lengkung. memerlukan
waktu
penyesuaian
yang
lama
sampai
pasien
dapat
mengkoordinasikan gerakan, memperkirakan jarak, dan berfungsi
aman dengan medan pandang yang terbatas.
2) Lensa Kontak
Lensa kontak jauh lebih nyaman dari pada kaca mata apakia.
Lensa ini memberikan rehabilitasi visual yang hampir sempurna
bagi mereka yang mampu menguasai cara memasang, melepaskan,
dan merawat lensa kontak. Namun bagi lansia, perawatan lensa
kontak menjadi sulit, karena kebanyakan lansia mengalami
kemunduran ketrampilan, sehingga pasien memerlukan kunjungan
berkala untuk pelepasan dan pembersihan lensa.
3) Implan Lensa Intraokuler ( IOL )
IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah
diimplantasi ke dalam mata. Mampu menghasilkan bayangan
dengan bentuk dan ukuran normal, karena IOL mampu
menghilangkan efek optikal lensa apakia. Sekitar 95 % IOL di
pasang di kamera posterior, sisanya di kamera anterior. Lensa
kamera anterior di pasang pada pasien yang menjalani ekstrasi
intrakapsuler atau yang kapsul posteriornya rupture tanpa sengaja
selama prosedur ekstrakapsuler.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah
keterangan lain mengenai identitas pasien.
Pada pasien dengan katarak konginetal biasanya sudah terlihat pada
usia di bawah 1 tahun, sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi
pada usia < 40 tahun, pasien dengan katarak presenil terjadi pada usia
sesudah 30-40 tahun, dan pasien dengan katark senilis terjadi pada usia >
40 tahun.
1.
Riwayat penyakit sekarang
Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering
terjadi pada pasien dengan katarak adalah penurunan ketajaman
penglihatan.
2.
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien
seperti DM, hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit
metabolic lainnya memicu resiko katarak.
3.
Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas
biasanya atau hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
4.
Neurosensori
Gejala yamg terjadi pada neurosensori adalah gamgguam
penglihatan kabur / tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja
dengan dekat atau merasa di runag gelap. Penglihatan berawan /
kabur, tampak lingkaran cahaya / pelangi di sekitar sinar, perubahan
kaca mata, pengobatan tidak memperbaikipenglihatan, fotophobia
(glukoma akut).
Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih
susu pada pupil ( katarak ), pupil menyempit dan merah atau mata
keras dan kornea berawan ( glukoma berat dan peningkatan air mata ).
5.
Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan / atau mata berair. Nyeri
tiba-tiba / berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit
kepala.
6.
Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( katarak ) kaji
riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem
vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti
peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes,
serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
a. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan
dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
b. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan
intraokuler.
c. Kurang
pengetahuan
tentang
kondisi,
prognosis,
pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang
terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
d. Ansietas
berhubungan
prosedur
penatalaksanaan
/
tindakan
pembedahan.
e. Defisit
perawatan
diri
yang
berhubungan
dengan
gangguan
penglihatan.
2. Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif
insisi jaringan tubuh.
c. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan
dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan
intraokuler.
C. IntervensiKeperawatan
1. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
Tujuan :

Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu,
mengenal
gangguan
sensori
dan
berkompensasi
terhadap
gangguan
sensori
dan
berkompensasi
terhadap
perubahan.
Kriteria Hasil :

Mengenal
perubahan.

Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
INTERVENSI RASIONAL

Tentukan ketajaman penglihatan, kemudian catat apakah satu atau
dua mata terlibat.

Observasi tanda-tanda disorientasi.

Orientasikan klien tehadap lingkungan.

Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.

Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata,
dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.

Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya
memperbesar kurang lebih 25 persen, pelihatan perifer hilang dan
buta titik mungkin ada.

Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam
jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.

Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi
resiko kerusakan lebih lanjut.

Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.

Komunikasi yang disampaikan dapat lebih mudah diterima dengan
jelas.

Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah
penggunaan tetes mata dilator.

Membantu penglihatan pasien.

Memudahkan pasien untuk berkomunikasi
2. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi
sensori penglihatan – kehilangan vitreus,pandangan kabur, perdarahan
intraokuler.
Tujuan:

Menyatakan pemahaman terhadap factor yang terlibat dalam
kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :

Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan
factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.

Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan
keamanan.
INTERVENSI RASIONAL

Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri,
pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.

Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang
tak sakit sesuai keinginan.

Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk
mata, membongkok.

Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila
sembuh dari anestesi.

Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam
tiba-tiba, Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.

Observasi hifema dengan senter sesuai indikasi.

Kondisi mata post operasi mempengaruhi visus pasien

Posisi menentukan tingkat kenyamanan pasien.

Aktivitas berlebih mampu meningkatkan tekanan intra okuler mata.

Visus mulai berkurang, resiko cedera semakin tinggi.

Pengumpulan Informasi dalam pencegahan komplikasi
3. Kurang
pengetahuan
tentang
kondisi,
prognosis,
pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang
terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
Tujuan :

Klien menunjukkan pemahaman tentang kondisi, proses penyakit
dan pengobatan.
Kriteria Hasil :

Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan
tindakan.
INTERVENSI RASIONAL

Pantau informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur,
lensa.

Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk
melaporkan penglihatan berawan.

Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal :
nyeri tiba-tiba.

Informasikan klien untuk menghindari tetes mata yang dijual
bebas.

Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan
masalah medis klien.

Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat
berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, dll.

Anjurkan klien tidur terlentang. xxiv. Penemuan dan penanganan
awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.

Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah
penggunaan tetes mata dilator.

Aktivitas-aktivitas tersebut dapat meningkatkan tekanan intra
okuler.

Tidur terlentang dapat membantu kondisi mata agar lebih nyaman.
4. Ansietas berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan / tindakan
pembedahan.
Tujuan/kriteria evaluasi:

Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.

Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya
berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.

Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang
pembedahan.
INTERVENSI RASIONAL

Pantau tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda
verbal dan nonverbal.

Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan
perasaan takutnya.

Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.

Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan
dan akibanya.

Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan
prosedur tindkan.

Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan,
petugas, dan Derajat kecemasan akan dipengaruhiperalatan yang
akan
digunakan.
bagaimana
informasi
tentang
prosedur
penatalaksanaan diterima oleh individu.

Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat
ditujukan.

Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.

Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi
kecemasan dan kooperatif

Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan

Mengurangi perasaan takut dan cemas.
5. Nyeri berhubungan dengan trauma insisi
Tujuan :

Pengurangan nyeri.
INTERVENSI RASIONAL

Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai dengan resep.

Berikan kompres dingin sesuai dengan permintaan untuk trauma
tumpul.

Kurangi tingkat pencahayaan.

Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya yang kuat.

Pemakaian sesuai dengan resep akan mengurangi nyeri dan TIO
dan meningkatkan rasa.

Mengurangi edema akan mengurangi nyeri.

Tingkat
pencahayaan
yang
lebih
rendah
nyakan
setelah
pembedahan.

Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah
penggunaan tetes mata dilator
6. Defisit
perawatan
diri
yang
berhubungan
dengan
kerusakan
penglihatan.
Tujuan :

Mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri
INTERVENSI RASIONAL

Beri instruksi kepada pasien atau orang terdekat mengenal tanda
ataugejala komplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokter.

Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang
berati mengenal teknik yang benar memberikan obat.

Evaluasi Perlunya bantuan setelah pemulangan.

Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan.

Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi
resiko kerusakan lebih lanjut.

Pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko infeksi dan
cedera mata.

Suber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan, pendampingan
dan teman di rumah

Memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan.
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif
insisi jaringan tubuh.
Tujuan :

Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur
pembedahan ditandai dengan penggunaan teknik antiseptik dan
desinfeksi secara tepat dan benar.
INTERVENSI RASIONAL

Ciptakan lingkungan ruangan yang bersih dan babas dari
kontaminasi dunia luar.

Jaga area kesterilan luka operasi

Lakukan teknik aseptik dan desinfeksi secara tepat dalam merawat
luka.

Kolaborasi terapi medik pemberian antibiotika profilaksis

Mengurangi kontaminasi dan paparan pasien terhadap agen
infektious.

Mencegah dan mengurangi transmisi kuman.

Mencegah kontaminasi pathogen.

Mencegah pertumbuhan dan perkembangan kuman.
Penyimpangan KDM katarak
Klasifikasi katarak
Katarak conginetal
Katarak juverile
Katarak metabolik
Otot ( distrofi miotonuik)
Komplikasi
PEMBEDAHAN
Katarak senilis
Katarak traumatic
Post oprasi
Glukoma
Gangguan Presepsi
Sensori Visual
Prolaps iris
Nyeri
Kurang
pengetahuan
Katarak komplikata
Pengelolaan: kaca
mata pakai, lensa
kontak, lensa tanam,
intra okuler
Pendarahan
Akomodasi menurun
Katarak traumatic
Gangguan Rasa
Nyaman
Peradagan
Resiko Infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I
Made Kariasa. Jakarta : EGC
Long, C Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah : 2. Bandung: Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa :
Setiawan Sari. Jakarta: EGC
Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta: EGC
Luckman
and
sorensen’s,
1993,
Medical
Surgical
Nursing
–.ed.4.-
Philadelphia, Pennsylvania : The Curtis Center
Mansjoer, Arif.2001. KapitaSelektaKedokteranEdisi 3 Jilid 1.Jakarta, Media
Aesculapius. FakultasKedokteran UI
Doengoes, Marilynn. 1999. RencanaAsuhanKeperawatanEdisi 3. Jakarta; EGC
Diunduhdari http://www.scribd.com/doc/62302767/askep-katarak
Download