MAKALAH SWAMEDIKASI DOSEN PENGAMPU : RAIMUNDUS CHALIK, M.Sc., Apt DISUSUN OLEH: ERIKA RANDA PAEMBONG PO713251191.006 II.A/D.III FARMASI JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR TAHUN AJARAN 2021/2022 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Adapun tujuan dari pembuatan tugas ini adalah untuk memenuhi tugas oleh Bapak Raimundus Chalik, M.Sc.,Apt. pada mata Swamedikasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Raimundus Chalik, M.Sc.,Apt. karena telah memberikan tugas ini sehingga penulis dapat menambah pengetahuan ataupun wawasan dalam mata kuliah Swamedikasi. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan tentunya penulis juga menantikan berupa kritik dan saran yang membangun dari para pembaca Makassar, 5 April 2021 Penyusun i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1 A. Latar Belakang .................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................. 2 C. Tujuan ............................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................. 3 A. Definisi Swamedikasi ....................................................... 3 B. Cara Melakukan Swamedikasi ......................................... 4 C. Regulasi Obat Swamedikasi ............................................. 6 D. Jenis Obat Yang Digunakan Dalam Swamedikasi ........... 7 E. Hal Yang Harus Diperhatikan Saat Swamedikasi ............ 9 F. Manfaat Swamedikasi ....................................................... 11 G. Efek Samping Obat Dalam Swamedikasi ......................... 11 BAB III PENUTUP .......................................................................... 13 A. Kesimpulan ....................................................................... 13 B. Saran ................................................................................. 13 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 14 ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya masyarakat menjaga kesehatannya sendiri. Pada pelaksanaanya, swamedikasi/pengobatan sendiri dapat menjadi masalah terkait obat (Drug Related Problem) akibat terbatasnya pengetahuan mengenai obat dan penggunaannya (NurAini,2017). Dasar hukum swamedikasi adalah peraturan Menteri Kesehatan No.919 Menkes/Per/X/1993. Menurut Pratiwi, etal (2014) swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan oleh seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang dideritanya tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada dokter. Swamedikasi yang tepat, aman, dan rasional terlebih dahulu mencari informasi umum dengan melakukan konsultasi kepada tenaga kesehatan seperti dokter atau petugasa poteker. Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa etiket atau brosur. Selain itu, informasi tentang obat bisa juga diperoleh dari apoteker pengelola apotek, utamanya dalam swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat wajib apotek (DepkesRI.,2006;Zeenot,2013). Perilaku swamedikasi dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dari interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktorfaktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua yakni faktor faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar (Yusrizal, 2015). 1 Swamedikasi menjadi tidak tepat apabila terjadi kesalahan mengenali gejala yang muncul, memilih obat, dosis dan keterlambatan dalam mencari nasihat/saran tenaga kesehatan jika keluhan berlanjut. Selain itu, resiko potensial yang dapat muncul dari swamedikasi antara lain adalah efek samping yang jarang muncul namun parah, interaksi obat yang berbahaya, dosis tidak tepat, dan pilihan terapi yang salah (BPOM, 2014). B. Rumusan Masalah 1. Apa itu swamedikasi? 2. Bagaimana cara melakukan swamedikasi? 3. Apa saja regulasi atau undang-undang atau aturan-aturan tentang swamedikasi? 4. Obat-obat apa saja yang bisa di swamedikasikan? C. Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu swamedikasi 2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara melakukan swamedikasi 3. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja regulasi tau undang-undang atau aturan-aturan tentang swamedikasi 4. Mahasiswa dapat mengetahui obat-obat apa saja yang bisa di swamedikasikan 2 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Swamedikasi Swamedikasi, atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit ringan sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan.Lebih dari 60% dari anggota masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya mengandalkan obat modern. Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter. Pengobatan sendiri adalah suatu perawatan sendiri oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat-obatan yang dijual bebas dipasaran atau obat keras yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek (BPOM, 2004). The International Pharmaceutical Federation (FIP) mendefinisikan swamedikasi atau self-medication sebagai penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seorang individu atas inisiatifnya sendiri (FIP, 1999). Upaya pengobatan sendiri ini dapat berupa pengobatan dengan obat modern atau obat tradisional. Bisa disimpulkan dari beberapa pengertian diatas bahwasanya swamedikasi merupakan praktik menyembuhkan diri sendiri dari penyakit-penyakit ringan baik itu dengan penggunaan obat modern maupun obat tradisional tanpa bantuan dari dokter tetapi dengan pengawasan apoteker. 3 Swamedikasi bertujuan untuk meningkatkan kesehatan diri, mengobati penyakit ringan dan mengelola pengobatan rutin dari penyakit kronis setelah melalui pemantauan dokter. Sedangkan fungsi dan peran swamedikasi lebih terfokus pada penanganan terhadap gejala secara cepat dan efektif tanpa intervensi sebelumnya olehkonsultan medis kecuali apoteker, sehingga dapat mengurangi beban kerja pada kondisi terbatasnya sumber daya dan tenaga (WHO, 1998). Swamedikasi dilakukan masyarakat untuk mengatasi gejala penyakit ringan yang dapat dikenali sendiri. Menurut Winfield dan Richards (1998) kriteria penyakit ringan yang dimaksud adalah penyakit yang jangka waktunya tidak lama dan dipercaya tidak mengancam jiwa pasien seperti sakit kepala, demam, batuk, pilek, mual, sakit gigi dan sebagainya. Ada pun ruang lingkup panduan swamedikasi yaitu Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Instalasi Rawat. Dalam penyelenggaraan kesehatan, idealnya swamedikasi menjadi langkah awal yang utama dilakukan masyarakat sebelum berkonsultasi dengan dokter atau dokter spesialis yang memang ahli dibidangnya.Swamedikasi dilakukan masyarakat untuk mengatasi gejala penyakit penyakit ringanyang dapat dikenali sendiri. B. Cara melakukan swamedikasi Pada pasien swamedikasi terdapat cara penggunaan obat yang harus disampaikan oleh apoteker kepada pasien, antara lain sebagai berikut (Depkes RI, 2006): a. Penggunaan obat tidak untuk pemakaian secara terus menerus. 4 b. Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur. c. Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, hentikan penggunaan dan tanyakan kepada Apoteker dan dokter. d. Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama (Menkes RI, 2006). Agar penggunaan obat tanpa resep dapat berjalan aman dan efektif, masyarakat harus melaksanakan beberapa fungsi yang biasanya dilakukan secara profesional oleh dokter saat mengobati pasien dengan obat etikal. Fungsi tersebutantara lain : mengenali gejala dengan akurat, menentukan tujuan dari pengobatan, memilih obat yang akan digunakan, mempertimbangkan riwayat pengobatan pasien, penyakit yang menyertai dan penyakit kambuhan, memonitor respon dari pengobatandan kemungkinan terjadinya Adverse Drug Reaction. Manfaat optimal dari swamedikasi dapat diperoleh apabila penatalaksanaannya rasional. Swamedikasi yang dilakukan dengan tanggungjawabakan memberikan beberapa manfaat yaitu : membantu mencegah dan mengatasi gejala penyakit ringan yang tidak memerlukan dokter, memungkinkan aktivitas masyarakat tetap berjalan dan tetap produktif, menghemat biaya dokter danpenebusan obat resep yang biasanya lebih mahal, meningkatkan kepercayaan diridalam pengobatan sehingga menjadi lebih aktif dan peduli terhadap kesehatan diri. Akan tetapi bila penatalaksanaannya tidak rasional, swamedikasi dapat menimbulkan kerugian seperti: kesalahan pengobatan karena ketidak tepatan diagnosis sendiri; penggunaan obat yang terkadang tidak sesuai karena informasi bias dari iklan obat di media; pemborosan waktu dan biaya apabila 5 swamedikasi tidakrasional; dapat menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan seperti sensitivitas, alergi, efek samping atau resistensi C. Regulasi Obat Swamedikasi Diterangkan dalam PMK No 73 Tahun 2016, bahwa pelayanan kefarmasian di apotek diselenggarakan oleh apoteker sebagai penanggung jawab utama. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Selain menyerahkan obat dari resep dokter (obat keras), apoteker juga dihadapkan oleh kebutuhan pemberian obat lain seperti obat wajib apotek, obat bebas, dan obat bebas terbatas dalam kaitannya dengan kebijakan self medication (pengobatan sendiri) atau yang lebih dikenal dengan swamedikasi. Pelayanan swamedikasi harus disertai pemberian informasi obat, mulai dari dosis, cara penggunaan, efek samping, hingga penyimpanan obat. Kegiatan swamedikasi didukung dengan hadirnya KMK nomor 347 tahun 1990 tentang obat wajib apotek dan PMK nomor 919 tahun 1993 tentang obat yang dapat diserahkan tanpa resep. Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter adalah : maka Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun. Tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. 6 Memiliki rasio khasiat keamanan yang dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. dapat D. Jenis obat yang digunakan dalam swamedikasi Berdasarkan pada kriteria diatas, kelompok obat yang baik digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obat yang termasuk dalam : Obat Over the Counter (OTC) dan Obat Wajib Apotek (OWA). Obat OTC terdiri dari obat-obat yang dapatdigunakan tanpa resep dokter, meliputi obat bebas, dan obat bebas terbatas. Sedangkan untuk Obat Wajib Apotek hanya dapat digunakan dibawah pengawasan Apoteker. 1. Obat Bebas adalah obat yang dijual secara bebas diwarung kelontong, toko obat dan apotek. Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi penyakit ringan sehingga tidak memerlukan pengawasan dari tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan, hal ini dikarenakan jenis zat aktif pada obat bebas relatif aman. Efek samping yang ditimbulkan pun minimum dan tidak berbahaya. Karena semua informasi penting untuk swamedikasi dengan obat bebas tertera pada kemasan atau brosur informasi di dalamnya, pembelian obat 7 sangat disarankan dengan kemasannya. Logo khas obat bebas adalah tanda berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Yang termasuk obat golongan ini contohnya adalah analgetik antipiretik (parasetamol), vitamin dan mineral. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan obat bebas adalah : 1) lihat tanggal kedaluwarsa obat; 2) baca dengan baik keterangan tentang obat padabrosur; 3) perhatikan indikasi penggunaan karena merupakan petunjuk kegunaan obat untuk penyakit; 4) perhatikan dengan baik dosis yang digunakan, untuk dewasa atau anak-anak; 5) perhatikan dengan baik komposisi zat berkhasiat dalam kemasan obat; 6) perhatikan peringatan-peringatan khusus dalam pemakaian obat, 7) perhatikan tentangkontraindikasi dan efek sampingobat. 2. Obat Bebas Terbatas Golongan obat ini disebut juga obat W (atau Waarschuwing) yang artinya waspada. Diberi nama obat bebas terbatas karena ada batasan jumlah dan kadar dari zat aktifnya. Seperti Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas mudah didapatkan karenadijual bebas dan dapat dibeli tanpa resep dokter.obat bebas terbatas 8 dijual dengan disertai beberapaperingatan dan informasi memadai bagi masyarakat luas. Obat ini dapat dikenalilewat lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam yang mengelilingi. Contoh obat bebas terbatas : obat batuk, obat flu, obat pereda rasa nyeri, obat yang mengandung antihistamin (Depkes, 2006). 3. Obat Wajib Apotek Obat Wajib Apotek adalah golongan obat yang wajib tersedia di apotek. Merupakan obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat ini aman dikonsumsi bila sudah melalui konsultasi dengan apoteker. Tujuan digolongkannya obat ini adalah untuk melibatkan apoteker dalam praktik swamedikasi. Tidak ada logo khusus pada golongan obat wajib apotek, sebab secara umum semua obat OWA merupakan obat keras. Obat wajib apotek terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat salurancerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhisistem neuromuskular, anti parasit dan obat kulit topical E. Hal yang harus diperhatikan saat melakukan swamedikasi Ketika pasien atau konsumen memilih untuk melakukan swamedikasi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan supaya pengobatan tersebut dilakukan dengan tepat dan bertanggung jawab : 9 Pada swamedikasi, pasien memegang tanggung jawab utama terhadap obat yang digunakan. Oleh karena itu sebaiknya baca label dan brosur obat dengan seksama dan teliti. Kemudian perhatian khusus perlu diberikan bagi penggunaan obat untuk kelompok tertentu, seperti pada anak-anak, lanjut usia, pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal, maupun wanita hamil dan menyusui. Jika individu atau pasien memilih untuk melakukan pengobatan sendiri, maka ia harus dapat mengenali gejala yang dirasakan, menentukan kondisi mereka sesuai untuk pengobatan sendiri atau tidak, memilih produk obat yang sesuai dengan kondisinya, mengetahui ada atau tidaknya riwayat alergi terhadap obat yang digunakan, mengikuti intruksi yang tertera pada label obat yang dikonsumsi. Setiap orang yang melakukan swamedikasi juga harus menyadari kelebihan ataupun kekurangan dari pengobatan yang dilakukan.Dengan mengetahui manfaat dan resikonya, maka pasien dapat melakukan penilaian apakah pengobatan tersebut perlu dilakukan atau tidak. Bila gejala tidak membaik atau sembuh dalam waktu tiga hari, segera kunjungi dokter untuk mendapat penanganan yang lebih baik. Bila muncul gejala seperti sesak napas, kulit kemerahan, gatal, bengkak di bagian tertentu, mual, dan muntah, maka kemunngkinan telah terjadi gejala efek samping obat atau reaksi alergi terhadap obat 10 yang diminum.Segera hentikan pengobatan dan kunjungi dokter untuk mendapatkan penanganan medis. F. Manfaat swamedikasi Swamedikasi bermanfaat dalam pengobatan penyakit atau nyeri ringan, hanya jika dilakukan dengan benar dan rasional, berdasarkan pengetahuan yang cukup tentang obat yang digunakan dan kemampuan mengenali timbul.Swamedikasi secara penyakit atau serampangan bukan gejala hanya yang suatu pemborosan, namun juga berbahaya. G. Efek samping obat dalam swamedikasi Efek samping obat adalah efek tidak diinginkan dari pengobatan dengan pemberian dosis obat yang digunakan untuk profilaksis, diagnosis maupun terapi. Beberapa reaksi efek samping obat dapat timbul pada semua orang, sedangkan ada beberapa obat yang efek sampingnya hanya timbul pada orang tertentu. Secara umum obat-obat yang digunakan dalampraktik swamedikasi cenderung aman,tidak berbahaya dan memiliki angka kejadiantimbul efek samping yang rendah. Pada swamedikasi, efek samping yang biasa terjadi : 1. pada kulit, berupa rasagatal, timbul bercak merah atau rasa panas; pada kepala, terasa pusing; pada saluranpencernaan, terasa mual, dan muntah, serta diare; 11 2. pada saluran pernafasan, terjadisesak nafas; pada jantung terasa dada berdetak kencang (berdebar-debar); urinberwarna merah sampai hitam 12 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pengobatan sendiri adalah suatu perawatan sendiri oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat-obatan yang dijual bebas dipasaran atau obat keras yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek (BPOM, 2004). Regulasi obat swamedikasi diterangkan dalam PMK No 73 Tahun 2016, bahwa pelayanan kefarmasian di apotek diselenggarakan oleh apoteker sebagai penanggung jawab utama. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Kelompok obat yang baik digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obat yang termasuk dalam Obat Over the Counter (OTC) dan Obat Wajib Apotek (OWA). B. Saran Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata kesempurnaan, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber sumber yang lebih banyak yang tentunya juga dapat di pertanggung jawabkan. 13 DAFTAR PUSTAKA Endradita M, Galih. 2019. Panduan Swamedikasi. https://www.google. com/amp/s/galihendradita.wordpress.com/2019/05/29/panduanswamedikasi-pengobatan-sendiri-oleh-pasien/amp/. Diakses pada 06 April 2021 Widana Beni Agus Gede. 2014. Analisis Obat Kosmetik Dan Makanan, Graha Ilmu: Yogyakarta. Drs.H.T.Tan dan Drs.Rahardja Kirana. 1993. Swamedikasi. Jakarta. Sartono. 2000. Obat Wajib Apotek. PT Graha Pustaka Utami: Jakarta. https://swamedikasi.wordpress.com/category/pengertianswamedikasi/www.forumsains.com/artikel/logo.biru-hijau-dan-Kdalam-lingkaran-merah-pada-obat 14