KEWARGANEGARAAN Dosen: Triya Indra Rahmawan Aufaa Luthfi baihaqie (185090100111052) –BIOLOGI A BANTEN KEARIFAN LOKAL SUKU BADUY DALAM YANG TETAP TERJAGA Suku Baduy Dalam merupakan salah satu suku yang terkenal di Indonesia karena belum tersentuh oleh dunia luar dan masih memegang teguh tradisi warisan para leluhurnya. Terletak di Pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Wilayah ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah daerah Kabupaten Lebak pada tahun 1990. Sebuah peradaban terpencil yang masih menjaga dan melestarikan alam yang ada. Tiga hal yang mencerminkan Suku Baduy Dalam yakni berpegang teguh pada aturan adat, bijaksana dan sederhana. Suku Baduy sendiri terdiri dari dua golongan yaitu Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar. Tidak seperti Baduy Dalam, Baduy Luar sudah seperti masyarakat pada umumnya dan melonggarkan beberapa aturan adat. Namun, keduanya tetaplah termasuk Suku Baduy. Dapat dikatakan bahwa Suku Baduy Luar berfungsi sebagai benteng sekaligus filter yang berhadapan langsung dengan keagresifan budaya luar. Kearifan lokal sangat terasa di Baduy Dalam hingga saat ini. Suku Baduy Dalam sampai detik ini masih konsisten dalam mempertahankan kearifan lokal mereka. Diantara kekonsistenan mereka adalah masih memegang kuat konsep pikukuh (aturan adat yang isi terpentingnya mengenai keapaadaan) secara mutlak dalam kesehariannya sehingga banyak pantangan yang masih sangat ketat diberlakukan. Beberapa aturan yang masih sangat kental antara lain, warga Baduy Dalam tetap memakai pakaian khas nya yaitu serba putih dengan ikat kepala atau lomar warna putih, dilarang merokok, dilarang mengambil foto dan dilarang menggunakan bahan kimia seperti sabun dan sampo saat mandi. Selain itu, sampai saat ini Suku Baduy Dalam masih melarang penggunaan aliran listrik, tidak ada layanan kesehatan dan sekolah modern, selalu berjalan kaki dan melarang kendaraan bermotor, menggunakan bambu sebagai pengganti piring dan gelas, KEWARGANEGARAAN Dosen: Triya Indra Rahmawan Aufaa Luthfi baihaqie (185090100111052) –BIOLOGI A hidangan olahan ayam hanya dimakan pada saat upacara adat saja serta masih dilakukan perjodohan seperti zaman Siti Nurbaya. Keunikan lainnya adalah cara mereka bercocok tanam, berladang dan bertani, Suku Baduy ini tidak menggunakan bantuan hewan kerbau atau sapi dalam mengolah lahan pertanian dan ladang. Hewan berkaki empat selain anjing tidak diperbolehkan masuk atau dipelihara demi menjaga kelestarian alamnya. Tidak hanya itu, praktek menjaga kelestarian alam juga berlaku ketika suku Baduy membangun rumah adat nya yang terbuat dari kayu dan bambu. Kondisi lantai tanah rumah mereka dibiarkan apa adanya dan kadang terlihat masih miring dan sengaja tidak digali demi menjaga keseimbangan alam yang sudah memberi mereka kehidupan. Rumah-rumah dan leunyit (lumbung padi) ditata rapih, dan tersembunyi di bawah pohon-pohon besar yang rindang dan Di sekeliling kampung juga terdapat banyak mata air, dengan sumber airnya yang jernih, dan kemudian ditampung dalam bentuk kolam-kolam kecil dan sebagian digunakan untuk beraktivitas. Seakan menyatu dengan alam, masyarakat suku Baduy Dalam menjalani kehidupan sosialekonomi mereka dengan sangat harmonis, antara satu dengan lainnya saling membantu, menghormati dan saling tolong menolong. Menyatu dengan alam, melindungi dan menjaga alam, bersikap ramah pada siapapun yang datang, dan memiliki kekayaan hasil bumi berlimpah menjadi jaminan untuk masa depan anak cucu mereka dimasa yang akan datang. Dibalik kesederhanaan mereka inilah justru tersimpan nilai-nilai luhur yang patut dipelajari, yang sangat berguna untuk menjaga keseimbangan dan keselamatan serta keutuhan masa depan umat manusia dan lingkungannya. Suku Baduy juga mengenal budaya dan tradisi menenun kain yang telah diturunkan sejak zaman nenek moyang mereka. Kegiatan menenun ini dilakukan oleh kaum perempuan dan sudah diajarkan sejak mereka kecil. Terdapat sebuah mitos yang berlaku di masyarakat Baduy yakni bila kaum laki-laki tersentuh oleh alat menenun yang terbuat dari kayu ini maka laki-laki tersebut akan berubah perilakunya dan bertingkah seperti seorang perempuan. Tradisi menenun kain ini menghasilkan kain tenun yang digunakan sebagai pakaian adat Suku Baduy. Kain Tenun Baduy merupakan salah satu bentuk kearifan lokal karena merupakan bentuk warisan nilai-nilai yang sudah sepatutnya untuk dijaga dan dilestarikan, tidak hanya sebagai cara mempertahankan hidup namun juga menjadi bagian atau identitas dari kelompok masyarakat tertentu. Warga Baduy Dalam juga memiliki tradisi lain yang dikenal dengan nama Kawalu. Kawalu adalah tradisi penyucian diri yang dilakukan dengan berpuasa, dirayakan tiga kali selama tiga bulan. Selama berpuasa, mereka beroda agar diberikan keselamatan hidup dan rasa aman, damai, dan sejahtera. Untuk negara. Kearifan lokal Suku Baduy dapat dijumpai dalam bentuk benda pusaka yaitu golok. Golok adalah benda yang dimiliki oleh setiap lelaki Baduy. Umumnya, setiap kampung di Baduy memiliki pande (pandai-red) golok. Suku Baduy juga memiliki kesenian berupa angklung buhun yang dimainkan Suku Baduy setiap malam selamatan panen padi. KEWARGANEGARAAN Dosen: Triya Indra Rahmawan Aufaa Luthfi baihaqie (185090100111052) –BIOLOGI A Berbagai kearifan lokal Suku Baduy Dalam yang telah disebutkan diatas hingga saat ini kelestariannya tetap terjaga. Namun, tidak menutup kemungkinan nasib kebudayaan Suku Baduy Dalam menjadi seperti Suku Baduy Luar. Oleh karena itu, sebagai generasi muda penerus bangsa khususnya masyarakat Provinsi Banten, penting untuk menjaga dan melestarikan budaya Suku Baduy sebagai warisan nenek moyang agar tidak punah. Salah satu strategi atau upaya pelestarian budaya ini adalah dengan melakukan revitalisasi seni sastra dan angklung buhun Baduy dengan memberikan pelatihan kepada para pelajar. Selain itu, perlu adanya dokumentasi dan pengumpulan data kosa kata sunda Baduy dan istilah-istilah kerajaan agar menjadi arsip nasional demi keberlangsungan bahasa tersebut. Dokumentasi dan arsip itu bertujuan untuk melestarikan bahasa Baduy bagi generasi selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Suparimi., Sriadi, S dan Dyah, R. 2013. Pelestarian Lingkungan Masyarakat Baduy Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Penelitian Humaniora. 18(1): 8-22 Feri Prihantoro, BINTARI Foundations. 2006. Kehidupan berkelanjutan masyarakat Baduy. Asia Good. ESP Practice Project. Jakarta.