Uploaded by User100147

Alya Noor Fauzia 18 428263 SP 28472

advertisement
Review Bacaan “Power in Natural Resources Management: An
Application of Theory”
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Politik Sumber Daya Alam
Dosen Pengampu:
Dr. Nanang Indra Kurniawan, S.IP., M.P.A.
Wigke Capri Arti Sukmana Putri, S.I.P., MA
Disusun oleh :
Alya Noor Fauzia
18/428263/SP/28472
DEPARTEMEN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2020
Proses desentralisasi terutama dalam hal SDA, memiliki resiko yang tinggi dalam
pelaksanaanya terkait pengambilan keputusan, kontrol, dan pengelolaannya. Para aktor dalam
pengelolaan SDA tentu saja tidak serta merta berada dalam posisi netral, mereka memiliki
ikatan serta kepentingan yang kuat dalam pengelolaan SDA. Tulisan ini menjelaskan bahwa
pengelolaan SDA memiliki sifat politis dan bagaimana power eksis di dalamnya yang
mengarah pada kepentingan aktor-aktor tertentu. Keberadaan dari kekuasaan itu dipengaruhi
baik dari aspek internal maupun eksternal aktor. Dalam tulisan ini, penulis memaparkan empat
tampilan kekuasaan untuk mengamati fenomena pengelolaan sumber daya alam, yang
diantaranya adalah:
1. Kekuasaan sebagai paksaan
Konsep ini berada dalam pemahaman bahwa kekuasaan merupakan sesuatu yang dimiliki
individu tertentu namun tidak yang lainnya. Pandangan ini sejalan dengan konsep power milik
Dahl, dimana terbatas pada bagaimana A mampu mempengaruhi atau menguasai B agar
melaksanakan kepentingan A. Oleh karena itu pola pelaksanaan dari konsep kekuasaan ini
dapat diamati dengan jelas.
Dalam bacaan ini, tampilan kekuasaan ini dicontohkan dalam fenomena konservasi
atau pembangunan hutan lindung yang dikenal dengan pendekatan “pagar dan denda”.
Pendekatan tersebut memaksa penduduk atau masyarakat untuk meninggalkan area yang
ditetapkan sebagai hutan lindung atau mereka akan mendapat sanksi. Konsep paksaan tersebut
tercermin dari adanya praktek-praktek relokasi paksa, kekerasan terhadap penduduk, dan
pembatasan akses SDA di kawasan tersebut. Hal tersebut memperlihatkan bagaimana konsep
kekuasaan sebagai paksaan memaksa orang atau kelompok lain agar bertindak bertentangan
dengan keinginan mereka sehingga cenderung menimbulkan dampak sosial yang bersifat
negatif.
2. Kekuasaan sebagai kendala
Tampilan ini berfokus tentang bagaimana A melaksanakan kekuasaan untuk membatasi
tindakan yang dilakukan oleh B. Kekuasaan juga berjalan ketika A mengeluarkan
kemampuannya untuk menguatkan nilai tertentu dari isu-isu yang secara komparatif tidak
membahayakan kepentingan A. Sehingga dalam hal ini, aktor A berusaha untuk mencegah
berbagai tujuan pihak B yang dalam pelaksanaannya akan merugikan atau bermasalah bagi A.
Kekuasaan dalam konsep ini tidak sekedar mengendalikan pengambilan keputusan aktif, tetapi
juga sebagai respon atas kelambanan dalam mengatasi masalah. Mereka yang berkuasa dapat
mengatur untuk mengecualikan isu-isu tertentu dari agenda untuk membelokkan suatu proses
agar menguntungkan kepentingan satu kelompok di atas yang lain.
Dalam bacaan ini bagaimana kekuatan sebagai kendala beroperasi dicontohkan melalui
wacana pengelolaan rusa di sebuah kota di Amerika Serikat bagian timur. Di kota tersebut
terdapat manajer pengelola rusa yang secara efektif dapat membatasi atau mencegah tindakan
yang akan dilakukan pemerintah daerah terkait pengelolaan rusa. Dalam hal ini kita dapat
melihat bahwa ranah tindakan pengelolaan rusa yang dilakukan pemerintah daerah dibatasi
oleh kepentingan dari manajer pengelolaan rusa. Sehingga pandangan ini menyoroti peran
manajer rusa dalam pelaksanaan kekuasaannya demi mengatasi kepentingan pihak lain.
Jika ditelaah lebih jauh kita dapat melihat bahwa tampilan kekuasaan ini memiliki
kekurangan yang cukup menonjol. Dibalik kesederhanaannya dalam melihat kekuasaan,
tampilan kekuasaan sebagai paksaan dan kendala yang sama-sama berpusat pada agen hanya
terbatas pada kekuatan individu sebagai pemilik kekuasaan serta mengabaikan efek dari
kondisi sosial yang berada diantara individu tersebut. Hal tersebut menyebabkan konsep
tersebut menjadi terbatas untuk memahami sifat kekuasaan yang menyebar serta dinamis.
Kondisi tersebut juga menimbulkan sulitnya mengamati dinamika power yang berada dalam
lingkungan dan keadaan yang cukup kompleks, dan akan menjadi kurang relevan dalam
keadaan-keadaan tertentu.
3. Tampilan struktural
Tampilan ini memandang kekuasaan sebagai kekuatan yang berada di luar individu
(misalnya, ras, jenis kelamin, kelas) yang berjalan tanpa disadari untuk mempengaruhi
tindakan orang lain. Konsep ini menyatakan bahwa A dapat menjalankan kekuasaan atas B,
ketika A dapat mempengaruhi B dengan cara yang bertentangan dengan kepentingan B, dan
kekuasaan tersebut dapat dilanggengkan tergantung dengan bagaimana aktor tersebut
memposisikan dirinya dalam struktur sosial. Bagaimana suatu kepentingan didefinisikan
menjadi sangat dipengaruhi dan dibentuk melalui proses stuktural-sosial. Pemahaman dari
kekuasaan ini adalah produksi norma-norma sosial-struktural melalui praktik yang dilakukan
suatu kelompok atau lembaga. Kekuatan masyarakat membentuk preferensi individu, dan
proses pembentukan ini berfungsi untuk membenarkan dan mempertahankan sistem kekuasaan
yang sedang berlangsung.
Berbeda dengan dua tampilan kekuasaan sebelumnya, dimensi kekuasaan ini justru
meyakini bahwa struktur sosial yang didorong secara eksternal dapat mengakibatkan asimetri
kekuasaan yang melembaga. Misalnya dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Schafer dan
Bell (2002) tentang konflik manusia dan satwa liar di Mozambik menunjukkan bahwa
meskipun masyarakat disana tidak memiliki kewenangan resmi untuk mengambil keputusan
dan melaksanakan tindakan yang berkaitan dengan kebutuhan sumber daya mereka, faksi-faksi
tertentu dari masyarakat lokal mampu memanipulasi situasi tersebut untuk memajukan
kepentingan mereka. Jadi, dalam hal ini, struktur kekuasaan direproduksi sebagai individu dan
kelompok yang bermanuver untuk mengambil kendali atas pengelolaan sumber daya, dimana
mereka mampu memposisikan faksinya dalam struktur sosial menjadi aktor yang berpengaruh.
Kondisi tersebut memungkinkan berbagai kelompok untuk dapat memperebutkan posisi
kekuasaan dan menantang hubungan kekuasaan terstruktur yang sudah ada. Sistem sosial dapat
menciptakan '' kesadaran palsu '' di antara yang didominasi dan yang mendominasi. Namun
salah satu kekurangan dari pandangan ini adalah bahwa kesadaran palsu tersebut tidak
diterapkan secara merata pada semua individu.
4. Pandangan realis
Tampilan ini menggabungkan hubungan antara agen (individu) dan struktur sosial dalam
memahami cara kerja kekuasaan. Struktur sosial menjadi pembatas dalam perilaku kepentingan
manusia, dan secara bersamaan struktur sosial tersebut diproduksi oleh manusia itu sendiri.
Artinya individu atau aktor akan terlibat dalam reproduksi berkelanjutan sifat struktural melalui
praktik sistematis dan pada gilirannya sifat struktural akan mempengaruhi perilaku individu
yang berada di luar pengaruh langsung. Dengan demikian, kekuasaan adalah kemampuan untuk
bertindak dalam hubungan sosial yang terstruktur dan telah ditentukan sebelumnya. Melalui
pandangan realis, baik struktur sosial maupun pelaku muncul sebagai unit analisis yang
berinteraksi dan bergantung satu sama lain, pelaksanaan kekuasaan terlihat dengan menyoroti
pentingnya hubungan sosial untuk penataan interaksi.
Tampilan ini terlihat menjadi pilihan yang paling tepat ketika kita mengamati bagaimana
kekuasaan bekerja dalam pengelolaan sumber daya alam. Karena pada dasarnya sisi agen serta
struktur tidak bisa dipisahkan dalam dinamika politik sumber daya alam. Agen akan selalu
menentukan bagaimana bekerjanya struktur diluar mereka, dan struktur pun juga akan
mempengaruhi agen. Hanya saja mungkin dalam penjelasan mengenai tampilan kekuasaan ini
masih diperlukan contoh nyata yang lebih konkrit lagi agar pemahaman mengenai tampilan
kekuasaan realis ini dapat dipahami secara rinci seperti tampilan-tampilan kekuasaan
sebelumnya. Terkadang model tampilan realis ini juga beresiko sedikit bersinggungan dengan
tampilan struktural, sehingga masih diperlukan penggambaran yang jauh lebih jelas.
Berbagai pemahaman yang tentang tampilan-tampilan kekuasaan dan perannya diatas
dalam pengelolaan sumber daya alam mengarahkan kita pada wawasan tentang bagaimana
praktik sumber daya alam akan sangat bergantung pada tindakan aktor atau kelompok tertentu
untuk menciptakan hubungan kekuasaan yang asimetris. Baik tampilan kekuasaan sebagai
paksaan, kendala, struktural, maupun realis, cukup menjelaskan kepada kita bahwa praktik
pengelolaan sumber daya alam pada akhirnya akan selalu berpihak pada kelompok tertentu
yang mampu mengoperasikan kekuasaan mereka pada orang lain pada kondisi dan situasi yang
tepat.
Daftar Pustaka
Raik, D., Wilson, A., & Decker, D. (2008). Power in Natural Resources Management: An
Application of Theory. Society & Natural Resources, 21(8), 729–739.
https://doi.org/10.1080/08941920801905195.
Download