Uploaded by User99780

FEB-Manajemen-Kevan Liasta Tarigan-12010120120056 (Catatan Kritis)

advertisement
NOTA PASTORAL 2009
Orang Muda Menggugah Dunia
Pengantar
01.
Pada tahun 2009 Keuskupan Agung Semarang mengambil fokus pastoral melibatkan
orang muda untuk pengembangan umat. Fokus ini merupakan satu rangkaian fokus pastoral
yang dijabarkan dari Arah dasar Keuskupan Agung Semarang (Ardas KAS) 2006-2010. Oleh
karena itu, melibatkan orang muda untuk pengembangan umat merupakan lanjutan dari
pengembangan keluarga sebagai basis hidup beriman (2007), serta melibatkan anak dan
remaja untuk pengembangan umat (2008).
02.
Orang muda selalu menjadi penggerak perubahan. Sejarah bangsa Indonesia dari masa
perjuangan sampai pada masa reformasi ditandai dengan keterlibatan orang muda. Gereja pun
dibangun dan ditumbuhkan oleh orang-orang muda. St. Paulus yang tahun ini kita kenang
secara istimewa adalah pribadi muda yang dengan penuh kobaran jiwa mewartakan Yesus
yang wafat dan bangkit. Sekarang ini banyak kegiatan orang muda dalam kehidupan
menggereja. Kegiatan-kegiatan orang muda ini ikut menggerakkan dinamika kehidupan Gereja,
karena orang muda ”berada di jantung hati Gereja” (Nota Pastoral KAS 2003). Hal ini pantas
disyukuri.
03.
Orang muda hidup dalam dunia yang ditandai dengan arus globalisasi. Globalisasi yang
yang dimotori tehnologi dan ekonomi di samping membawa kemudahan juga menawarkan pola
hidup yang ditandai dengan persaingan bebas. Dalam suasana itu, mereka yang kalah akan
tersingkir. Situasi seperti ini ikut menentukan gerak keterlibatan orang muda dalam Gereja dan
masyarakat.
04.
Nota Pastoral tahun 2009 ini disampaikan kepada seluruh umat – khususnya orang
muda – sebagai ajakan untuk terlibat dalam tugas perutusan Gereja untuk mewartakan
Kerajaan Allah yang memerdekakan. Nota Pastoral ini terdiri dari : I. Orang muda dan dunianya;
II. Tanggung Jawab Gereja; III. Meneladan St. Paulus, Gelora Orang Muda, untuk menggugah
Dunia.; IV. Melibatkan Orang Muda dalam Pengembangan Hidup beriman; dan V. Sapaan
Pastoral.
I. Orang Muda dan Dunianya
05.
Ada banyak cara dan ilmu untuk menemukan hakekat orang muda. Dalam konteks
kehidupan sosial hakekat orang muda dapat ditelusuri dengan menengok kiprah orang muda
dalam perjalanan sejarah. Berpangkal dari kiprah orang muda dalam sejarah itulah akan
dirumuskan jati diri orang muda.
A. Usia
06.
Dari segi usia, orang muda adalah mereka yang usianya di antara 13–35 tahun dan
belum menikah.1 Rentang usia yang panjang ini merupakan masa yang menentukan
perkembangan manusia untuk meraih kedewasaan fisik, moral, emosional dan spiritual.
B. Dunia Orang Muda
a. Masa Pencarian
07.
Masa muda adalah masa pembentukan jatidiri. Pada masa ini seseorang akan
menegaskan identitas, kepribadian dan keunikannya. Maka tidaklah mengherankan, pada
masa ini muncul aneka macam pikiran ataupun tindakan yang seringkali membuat orang lain
terkaget-kaget. Proses pencarian ini akan berhenti ketika orang muda menemukan pijakan yang
tepat bagi hidupnya.
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
1
b. Berkelompok
08.
Orang muda suka berkelompok. Ada aneka macam kelompok hobi yang diikuti oleh
orang-orang muda, seperti komunitas sepeda ”onthel”, komunitas pecinta binatang, dan
komunitas pecinta alam. Banyak pula kelompok-kelompok rohani, olah raga, musik, teater,
diskusi yang terdiri dari orang muda. Kecenderungan berkelompok ini tidak hanya terjadi dalam
dalam dunia yang kasad mata, tapi juga dalam dunia maya dalam bentuk milis ataupun blogblog komunitas pertemanan.
c. Masa Aktualisasi Diri
09.
Masa muda adalah masa aktualisasi diri. Serupa tempat air yang sudah penuh, orang
muda ingin membagikan kepada semua apa yang ia punya. Dengan gagah berani, bahkan
seringkali tidak memikirkan nyawanya, orang muda melabrak ketidakberesan-ketidakberesan
yang mewujud dalam kemapanan-kemapanan semu. Sebaliknya, serupa juga dengan tempat
yang kosong orang muda selalu mencari pemenuhan diri. Sejarah telah membuktikan bahwa
banyak tokoh tampil pada usia muda. Dalam usia mudanya mereka mampu menelorkan ide-ide
gemilang dan mewujudkannya dalam tindakan yang penuh pengorbanan sampai menjadi
tonggak sejarah bangsa ini. Sebagai contoh dapat disebut, Boedi Utomo dengan Sumpah
Pemuda th. 1928, dan Bung Karno sang Proklamator.
d. Gelisah dengan Kemapanan
10.
Dalam diri para muda tersimpan segala energi untuk mengubah tatanan dunia menuju
suatu idealisme demi kebaikan semua orang. Kemapanan semu menggelisahkan orang muda
dan memunculkan keprihatinan yang kemudian melahirkan keterlibatan. Sejarah Indonesia
mencatat nama-nama penggugat kemapanan yang tidak mencerminkan keadilan dan
kebenaran, misalnya pada tahun 1998 mahasiswa turun ke jalan, berdemonstrasi menggugat
kemapanan semu Orde Baru dan melahirkan Orde Reformasi.
e. Inspiratif
11.
Orang muda kaya dengan ide-ide segar dan inspiratif, sekalipun sering mengagetkan.
Namun bila ide ini disikapi dengan arif dan ada ruang untuk mewujudkannya, ide ini akan
berkembang menjadi inspirasi yang menggugah, menggerakkan dan mengubah. Ini nampak
misalnya pada sosok Sutomo, (3 Oktober 1920 - 7 Oktober 1981) yang akrab dikenal dengan
nama Bung Tomo. Pada tanggal 10 November 1945 Bung Tomo mengumandangkan pidato
yang membakar semangat arek-arek Soeroboyo. Pidato itu amat dikenal dengan
semboyannya, rawe-rawe rantas, malang-malang tuntas. Semboyan itu menggugah segala
semangat dan niat para prajurit muda dan bangsa ini untuk membela kemerdekaan dari
tantangan tentara Inggris.
f. Spontan
12.
Orang muda spontan dan tanggap terhadap situasi. Setelah tentara Amerika Serikat
menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 8 Agustus 1945, para
pejuang muda dan anggota tentara PETA secara spontan menangkap situasi ini sebagai
peluang untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, Chaerul Saleh,
Shodanco Singgih dan pemuda lainnya membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke
Rengasdengklok supaya tidak terpengaruh oleh Jepang. Peristiwa ini dicatat dalam sejarah
bangsa Indonesia sebagai peristiwa Rengasdengklok yang melahirkan teks Proklamasi. Pada
jaman sekarang ini spontanitas tersebut tetap terjaga dan mewujud dalam aneka macam
bentuk, khususnya dalam membela masalah-masalah kemanusiaan. Ketika terjadi gempa di
Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tahun 2006 serta banjir di daerah Solo dan sekitarnya pada
bulan Desember 2007, banyak orang muda secara spontan menjadi relawan untuk menolong
para korban.
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
2
g. Kokoh dalam Prinsip
13.
Orang muda seringkali dipandang bersikap keras kepala. Namun secara lebih positif hal
itu dapat dipandang sebagai keteguhan orang muda dalam berprinsip dan ketekunannya dalam
memperjuangkan kebenaran dan keadilan bagi kesejahteraan semua orang. Dengan amat
mudah hal ini ditemukan dalam diri pejuang-pejuang pergerakan. Para pejuang merelakan
keluarga, waktu, tenaga dan seluruh pikirannya untuk perjuangan demi kesatuan dan
kemerdekaan Indonesia. Sampai sekarang ini kekokohan dalam prinsip itu masih ada dalam
diri orang muda.
h. Dinamis dan kreatif
14.
Dunia orang muda adalah dunia yang selalu bergerak. Mereka bergerak untuk
menemukan tempat berlabuh yang sesuai. Maka tidak mengherankan bila seringkali pelabuhan
ini tidaklah panjang waktunya, sementara, sampai ditemukan tempat berlabuh yang lebih
nyaman dan menyejukkan hati. Pelabuhan itu dapat berupa kawan, organisasi, tempat kerja,
pendidikan dan calon pasangan hidup. Di satu sisi dinamika ini dapat membawa mereka pada
situasi ambang dan membawa kekhawatiran pada orang yang menyaksikan. Di sisi lain situasi
itu memberi ruang positif pada pertumbuhan kreativitas orang muda dalam mengelola sejarah
hidupnya. Bantuan yang memadai akan memampukan orang muda merangkai serpihanserpihan kreativitas itu menjadi kristal-kristal pemahaman yang membangkitan daya hidup dan
menggerakkan kehidupan menuju kesejahteraan bersama. Pada saatnya mereka akan siap
menjadi pemimpin kehidupan.
i. Berhasrat akan Nilai-Nilai Ideal
15.
Banyak orang mengatakan bahwa orang muda selalu bersikap idealis. Sikap ini sering
dipandang secara negatif, karena mereka hanya berhenti pada tataran ide, tidak realistis.
Namun justru idealisme inilah yang membuat orang muda berani bermimpi atau bercita-cita.Tak
jarang sebuah penemuan dan pergerakan yang membawa perubahan diawali oleh mimpi.
Idealisme itu janganlah dipatahkan tetapi dikembangkan sampai suatu tindakan yang
membawa perubahan dalam masyarakat.
.
j. Saat Pembelajaran
16.
Masa muda adalah masa yang paling baik untuk mendapatkan dan menyerap aneka
macam pendidikan. Dalam masa inilah orang muda belajar merasakan, melihat, mengalami dan
melakukan sesuatu sehingga nalar, gerak hidup dan hati mereka bertumbuh dengan baik.
Semakin baik dan benar pendampingan yang diperoleh, orang muda akan bertumbuh menjadi
pribadi yang dewasa dan bijaksana. Untuk itu, perlu tersedia fasilitas pendidikan formal dan non
formal yang berkualitas dan didukung oleh orang-orang yang penuh dengan dedikasi.
Pendidikan yang bermutu akan memberikan ruang yang kondusif bagi orang muda untuk
tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang dewasa dan mampu menyikapi dunianya
dengan bijaksana.
C.
Orang Muda Hidup di Era Wajah Ganda globalisasi
17.
Dunia terus berubah. Perubahan ini seiring dengan perkembangan kreasi dan inovasi
manusia dalam bidang tekhnologi. Tekhnologi sendiri seharusnya merupakan buah dari
perpaduan akal budi yang jernih, hati nurani yang benar, kehendak yang bebas dan imajinasi
yang hidup. Tekhnologi dikembangkan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan hidup manusia.
Namun sayangnya, tidak semua manusia dapat menikmati capaian teknologi itu. Tidak sedikit
yang justru menjadi korban dari perubahan dan perkembangan ini. Korban ini akan makin besar
bila kemajuan ini hanya berorientasi pada keuntungan semata dan menyingkirkan nilai-nilai
kemanusiaan. Globalisasi tekhnologi diiringi dengan globalisasi ekonomi. Perpaduan kedua hal
itu sering menggoncang martabat manusia bahkan mengubah kenyataan hidup manusia.
Disadari atau pun tidak disadari manusia menjadi rakus sehingga mudah mengeksploitasi
sesama dan alam lingkungan demi keuntungan pribadi dan kelompoknya.
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
3
18.
Itulah sebabnya globalisasi teknologi yang dibarengi oleh globalisasi ekonomi dapat
dikatakan mempunyai wajah ganda. Di satu sisi teknologi menolong hidup manusia, tetapi di
sisi lain ternyata juga mengancam tata kehidupan manusia sebagai citra Allah di dunia. 2
Sebagai contoh dapat disebut penemuan mesin-mesin industri. Kehadiran mesin ini amat
menguntungkan tetapi juga memunculkan banyak pengangguran karena tenaga kerja manusia
tidak terpakai lagi. Pantas disyukuri bahwa globalisasi dapat mengantar umat manusia dalam
membangun solidaritas antarbangsa. Persoalan-persoalan kemanusiaan di suatu negara
tertentu menggerakkan solidaritas masyarakat di negara lain. Berita tentang gempa di Jogja
dan Klaten, misalnya, dengan segera didengar oleh bangsa lain. Didorong oleh semangat
solider pada korban, mereka pun segera datang membantu.
19.
Di lain sisi, di era globalisasi ini pergerakan hidup manusia menjadi semakin cepat.
Kondisi itu memunculkan rasa was-was karena banyak orang yang tidak dapat mengikutinya.
Mereka yang tidak mampu mengikuti gerak perkembangan itu akan tersingkir. 3 Inilah yang
disebut marginalisasi. Situasi ini membangkitkan ketidakadilan di segala bidang. Jurang kaya
dan miskin, kuat dan lemah, berkuasa dan ditindas semakin dalam. Dunia menjadi medan bagi
kultur “homo homini lupus” (manusia adalah serigala bagi sesamanya), bukan lagi medan bagi
kultur “homo homini socius” (manusia adalah sahabat bagi sesamanya).
20.
Dunia terbagi dalam kelompok masyarakat yang tidak adil seperti yang tampak pada
model piramida pendapatan di bawah ini.4
A € 3% orang yang kaya raya dan pada umumnya juga
berkuasa
B € 17% orang kelas menengah yang hidup lebih daripada
cukup dan pada umumnya juga dapat disebut relatif kaya
C € 40% orang hidup pas-pasan, dapat memenuhi kebutuhankebutuhan pokok mereka tetapi selalu terancam masuk kelompok
miskin mutlak kalau tertimpa oleh musibah (penyakit, kecelakaan,
pengangguran, dsb.)
D € 40% orang melarat mutlak yang tidak dapat hidup secara
layak dan kecil peluangnya untuk keluar dari keadaan ini.
21.
Selain memunculkan tatanan yang tidak adil, globalisasi juga menggoncang dan
mengubah budaya suatu bangsa. Era global ini mempermudah perjumpaan antar budaya. 5
Masyarakat sebuah bangsa yang tidak mempunyai akar tradisi yang kuat akan dengan mudah
mengalami goncangan kala bertemu dengan budaya bangsa lain dan cenderung ingin
mengganti budayanya atau minimal mencontek budaya lain yang dianggap lebih maju.
22.
Globalisasi berdampak pada gaya hidup manusia juga. Manusia menjadi lebih mudah
berpindah. Perpindahan ini bukan sekedar perpindahan manusia, barang atau pun uang, tetapi
juga gaya hidup. Gaya hidup mudah sekali berubah. Orang mudah merasa jenuh. Situasi ini
mendapat dukungan dari semakin banyaknya produk-produk yang cepat usang. Produsen
dengan kreatif membuat iklan mengenai barang baru. Orang mudah mengganti barang lawasnya dengan barang baru. Muncul pandangan bahwa keberadaan seseorang diakui bila selalu
“up to date” atau “harga diriku ada karena aku selalu punya barang paling baru”.6
23.
Pada tingkat kolektif situasi ini menciptakan suatu masyarakat dengan ciri mudah
membuang (throw away society). Yang dibuang tidak hanya barang-kebendaan tetapi juga nilainilai, relasi-relasi, dan ikatan-ikatan tradisional seperti nilai perkawinan dan ikatan keluarga.
Seseorang menjadi tidak mudah untuk membuat komitmen, terutama komitmen
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
4
dalam jangka yang panjang. Sementara itu, pada tataran pribadi orang cenderung berpusat
pada dirinya sendiri. Orang cenderung semakin individualis dan kurang memperhatikan
kepentingan orang-orang lain. Bahkan seringkali orang tidak peduli terhadap apa yang terjadi
pada orang-orang di sekitarnya.
II. Panggilan Dan Tanggung Jawab Gereja
24.
Situasi--situasi baru masyarakat modern yang amat sekular dan timpang sebagaimana
diuraikan pada bagian sebelumnya menjadi tantangan tersendiri bagi karya pastoral Gereja.
Situasi tersebut menantang Gereja untuk hadir menjadi tanda keselamatan dan menjadi relevan
dalam kehidupan7. Orang muda sebagai bagian yang terpisahkan dari Gereja dipanggil untuk
terlibat secara aktif menggugah dunia dan membawanya menjadi ruang lingkup yang
mewujudkan hadirnya karya penyelamatan Allah.
A. Mewartakan Kabar Suka Cita
25.
Dengan Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, Gereja menempatkan dirinya di tengah
dunia. Apa yang terjadi dengan dunia selalu akan menyentuh Gereja. “Kegembiraan dan
harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa
saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid
Kristus juga.”8 Seturut dengan panggilannya sebagai murid-murid Kristus, Gereja terus menerus
dipanggil untuk mewartakan kabar sukacita. Gereja dipanggil untuk mengusahakan
“penyelidikan terhadap tanda-tanda zaman dan menafsirkannya dalam cahaya Injil”9 dan
“bermaksud menyapa semua orang, untuk menyinari misteri manusia, dan untuk bekerja sama
dalam menemukan pemecahan soal-soal yang paling penting pada zaman sekarang.” 10
B. Menyikapi Masalah-masalah Sosial
26.
Ajaran Sosial Gereja menegaskan tanggungjawab Gereja atas masalah-masalah sosial.
Ensiklik Paus Leo XIII pada tahun 1891, Rerum Novarum, membahas kemiskinan para buruh
sebagai masalah sosial dan tugas Gereja untuk menolong dalam semangat kasih.11 Pada tahun
1961 Paus Yohanes XXIII dalam ensiklik Mater et Magistra semakin tajam menempatkan
Gereja di medan pergolakan sosial dalam dunia yang semakin sekular. Dikatakan dalam
ensiklik itu bahwa “Tugas Gereja terutama untuk menyucikan jiwa-jiwa dan berusaha agar
mereka ambil bagian dalam harta kekayaan surga. Namun Gereja juga ikut prihatin mengenai
kebutuhan hidup manusia sehari-hari. Dalam hal itu, Gereja tidak hanya memprihatinkan apa
yang perlu untuk hidup, Gereja juga ikut mengusahakan kesejahteraan dan kemajuan dalam
berbagai bidang kebudayaan sesuai dengan tuntutan zaman.”12
27.
Pernyataan ini menegaskan, bahwa dewasa ini iman harus menjadi nyata dan hidup
dalam usaha-usaha sosial dan sekular. Ensiklik ini memotret kenyataan hubungan-hubungan
dan interaksi sosial hidup bersama yang semakin kompleks dan menunjukkan sifat
internasional perikehidupan manusia. “… Salah satu ciri utama yang agaknya cukup mencolok
pada zaman sekarang yakni berkembangnya hubungan-hubungan sosial, ikatan-ikatan timbal
balik, yang kian hari makin besar jumlahnya, dan yang menimbulkan banyak dan bermacammacam perserikatan dalam kehidupan maupun kegiatan para warga negara. …”13
C. Mengusahakan Perdamaian di Bumi
28.
Pacem in Terris (Paus Yohanes XXIII, 1963) mengungkapkan, “Kemajuan akhir-akhir ini
di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh cukup mendalam atas peri kehidupan
manusia. Kemajuan itu mendorong umat manusia di seluruh dunia untuk menggalang kerja
sama dan menjalin perserikatan satu dengan yang lain justru saat sekarang ini, yang ditandai
oleh perkembangan sepesat itu dalam hal sumber daya materiil, perjalanan antar negeri, dan
informasi teknis. Akibatnya ialah: pertumbuhan luar biasa hubungan-hubungan antar
perorangan, antara keluarga-keluarga, dan antara perserikatan-perserikatan penengah yang
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
5
termasuk berbagai negara. makin besarlah ketergantungan timbal balik antar negara di bidang
ekonomi. Ekonomi-ekonomi nasional tahap demi tahap menjadi begitu saling tergantung,
sehingga sedang lahirlah semacam perekonomian dunia berdasarkan integrasi serentak
perekonomian negara-negara. Akhirnya kemajuan sosial, tata tertib, keamanan dan
perdamaian tiap negeri mau tak mau berkaitan dengan kemajuan sosial, tata tertib, keamanan,
dan perdamaian tiap negeri lain.” 14 Dengan demikian, Mater et Magistra dan Pacem in Terris
menegaskan kembali makna iman dalam usaha nyata.
29.
Hal serupa ditegaskan dalam sinode para Uskup pada tahun 1971 yang menghasilkan
dokumen Iustitia in mundo. Para Uskup menyoroti jangkar hidup Gereja yang berpusat pada
tanggung jawabnya di dalam dunia. “Bagi kami,” demikian dokumen itu menyebut, “keterlibatan
demi keadilan dan partisipasi dalam perubahan dunia merupakan unsur konstitutif dari
pewartaan kabar gembira, yaitu pengutusan Gereja untuk penebusan umat manusia dan untuk
pembebasannya dari segala keadaan penindasan.” 15
D. Melahirkan Komunitas Pengharapan
30.
Seluruh dokumen tadi mengerucut pada simpul Gereja sebagai komunitas
pengharapan. Sebagai komunitas pengharapan, Gereja diajak untuk tidak percaya begitu saja
kepada ideologi-ideologi besar, entah itu komunisme atau kapitalisme, yang menawarkan
jawaban terhadap masalah-masalah dunia yang kompleks. Sebagaimana diketahui komunisme
telah memberikan janji-janji kosong dan kapitalisme tidak mengindahkan segi-segi
kemanusiaan dan moral. Bukankah ketidakadilan terhadap bangsa manusia dan terhadap
lingkungan merupakan akibat dari sistem ini? 16 Selanjutnya, dengan identitas sebagai
komunitas pengharapan itu, Gereja mengajak siapa saja yang berkehendak baik untuk
membaharui komitmen dan mencari jalan untuk mengembangkan tindakan-tindakan kreatif,
dengan mendasarkan diri pada prinsip-prinsip moral Kristiani.17
31.
Dalam konteks Asia ditemukan pengalaman pergulatan Gereja sebagai bagian dari
kawasan yang terpinggirkan dalam arus globalisasi tetapi terus bergerak untuk mewujudkan
cita-cita Injil. Berangkat dari usaha memberi tanggapan terhadap dokumen-dokumen dari
Federation of Asian Bishops’ Conferences (FABC), Thomas C. Fox menunjukkan bahwa Gereja
Asia dengan pengalamannya di dalam mengolah berbagai situasi dan krisis-krisis yang
diakibatkannya mampu menampilkan wajah Gereja sebagai komunitas pengharapan. Gereja
Asia menjadi Gereja yang dapat hidup bersama dengan berbagai tradisi kebudayaan Asia dan
dengan berbagai komunitas beragama di Asia. Selain itu Gereja Asia juga terlibat aktif
mengatasi situasi miskin-marjinal yang nyaris selalu hadir di seluruh pelosok Asia. Hal ini
diupayakan melalui dialog dengan tiga realitas Asia, yaitu dengan agama-agama, kebudayaan
dan masyarakat miskin.18
32.
Di tengah rusaknya keadaban publik bangsa, Gereja Indonesia bertekad untuk ikut serta
membangun habitus baru bangsa, dengan menampilkan budaya alternatif dalam ketiga poros
yang mengatur kehidupan publik, yaitu Negara, Masyarakat Pasar, dan Masyarakat Warga.
Budaya alternatif itu dilakukan dengan membangun keberpihakan kepada yang kecil, lemah,
miskin dan tersingkir, menawarkan semangat solidaritas bagi semua orang, serta
mengedepankan dialog serta budaya damai (bdk. Nota Pastoral KWI 2004, no. 18). Upaya
tersebut dilakukan dengan mendorong pengembangan komunitas-komunitas basis menjadi
komunitas-komunitas yang terbuka serta terlibat dalam kehidupan berbangsa dan dimotori oleh
“kaum muda sebagai pemimpin dalam upaya mengembangkan keadaban publik” (SAGKI 2005,
no. 10).
33.
Demikianlah dalam berbagai kesulitan dan tantangan hidup zaman ini, Gereja
berkomitmen mau turut bertanggung jawab terhadap situasi yang melingkupi hidupnya dan
menopang terus keberlangsungan dunia yang terguncang oleh berbagai macam perkara.
Gereja mau menjadi tanda keselamatan dari Allah. 19 Cita-cita ini tentu saja membutuhkan usaha
konkritisasi terus-menerus sebagaimana dikatakan oleh teolog Michael Amaladoss: “suatu
komunitas umat Allah; komunitas kebebasan tanpa dominasi politik atau kultural;
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
6
komunitas yang ditandai dengan solidaritas dan semangat berbagi dalam keadilan dan
kesederajadan di mana tidak akan ada lagi kemiskinan dan eksploitasi”.20 Untuk mewujudkan
cita-cita ini dibutuhkan komitmen dan konsistensi dari semua anggota Gereja.
III. Meneladan St. Paulus, Gelora Orang Muda, untuk Menggugah Dunia
34.
St. Paulus adalah seorang yang mempunyai komitmen yang tinggi sekaligus konsisten
dalam usaha mecari dan menemukan karya penyelamatan Allah. Ia terus berusaha mencari
dan menemukannya dengan mengembangkan pengetahuan dan pengalamannya dengan
Allah. Ketika berjumpa dengan Yesus, ia menemukan kepenuhan karya penyelamatan Allah
tersebut. Perjumpaan ini semakin meneguhkan komitmen hidupnya untuk mewartakan karya
penyelamatan Allah dan menggugah sekaligus mengubah dunia.
A. Paulus Pribadi yang Cerdas
35.
Paulus lahir di Tarsus. Kota Tarsus berada di luar Palestina. Orang Yahudi yang tinggal
di sana biasa disebut Yahudi diaspora. Tarsus merupakan kota yang unggul dalam
pengembangan budaya Yunani atau yang sering disebut Helenisme. Penduduk kota ini berasal
dari berbagai ras dan budaya. Orang-orang yang tinggal di sana umumnya terpelajar. Paulus
mendapat pendidikan dalam hukum Taurat dan agama Yahudi dari Gamaliel (lih. Kis 22:3). Jadi
masa muda Paulus adalah masa untuk belajar menjadi dewasa dan beriman.
36.
Paulus pun berkembang menjadi pribadi yang cerdas, setia mencari dan
memperjuangkan imannya. Ia maju dalam agama Yahudi dan budaya Yunani. Ia terampil dalam
menulis surat, mengajar, terlibat dalam perdebatan-perdebatan. Paulus juga selalu berkobarkobar dalam mewartakan dan membela iman sebagai keyakinan yang benar dan mulia. Di
samping cerdas dalam berpikir dan berkata-kata, ia mengerti sepenuhnya bagaimana cara
mewujudkan gagasan menjadi tindakan yang efektif. Tindakan ini selalu mengarah pada
pembentukan komunitas/jemaat orang beriman.
B. Paulus mencari kepenuhan iman
37.
Sebelum mengimani Yesus Kristus Saulus adalah seorang Yahudi tulen. Saulus berasal
dari suku Benyamin, yang berarti ia adalah orang Ibrani asli. Bahkan tentang ketaatan terhadap
Taurat, ia adalah orang Farisi. Militansinya ditampakkan pada pilihannya untuk menganiaya
jemaat (Flp 3:4 – 6). Itulah Saulus, seorang Laskar Taurat. Di mata Saulus, kesalehan dan
kesucian hidup tampak dan ditandai dengan sikap loyal kepada Agama Yahudi dan Hukum
Taurat Musa. Orang akan memperoleh keselamatan kalau melaksanakan seluruh hukum
Taurat dengan tepat. Saulus menganggap bahwa orang Yahudi-Kristen tidak setia pada Hukum
Taurat dan ini dapat melemahkan Yudaisme dari dalam. Ia juga tidak habis pikir mengapa orang
Kristen percaya bahwa Yesus adalah mesias padahal Yesus sudah mati di salib. Begitu kukuh
sikap Saulus sehingga hatinya berkobar-kobar untuk menangkap dan menganiaya murid-murid
Tuhan. Ia meminta surat kuasa dari Imam Besar yang akan ditunjukkannya kepada majelis
Yahudi di Damsyik. Dengan bekal surat kuasa dari Mahkamah Agama ia berangkat ke Damsyik
bersama dengan rombongannya oleh karena getaran panggilan suci yang sama pula, yaitu
menjaga kemurnian Agama Yahudi dan kesucian Kitab Taurat Musa. Saulus akan menangkap
baik laki-laki maupun perempuan yang mengikuti jalan Tuhan untuk dibawa ke Yerusalem (Kis
9:1 – 2).
38.
Dalam perjalanannya ke Damsjik Saulus mengalami perjumpaan dengan Yesus yang
menjadi awal perubahan dalam hidupnya (Kis 9). Perjumpaan dengan Yesus yang bangkit
sangat mengusik dan menggoncang hati Paulus. Dalam Kis 9:9 dikatakan, ”Tiga hari lamanya
ia tidak dapat melihat dan tiga hari lamanya ia tidak makan dan minum.” Ia pun mendapat kasih
karunia Allah melalui Ananias utusan-Nya sehingga ia dapat melihat, bangun dan dibaptis (lih.
Kis 9:18). Pengalaman perjumpaan ini mengubah hidup Paulus; dari seorang penganiaya
jemaat ia menjadi pewarta Kristus sang Mesias (Kis 9:22). Ia yang semula berkiblat kepada
Taurat, kini menjadikan Kristus arah hidupnya. Ia yang dahulu yakin bahwa keselamatan dapat
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
7
diperoleh dengan melakukan Hukum Taurat secara tepat kini ia mengalami bahwa keselamatan
itu telah terpenuhi dalam diri Yesus yang wafat dan bangkit. Ia yang dulu hidup dengan
berpegang pada Yudaisme, sekarang mengarahkan dirinya kepada Yesus Kristus sebagai
pegangan hidupnya. Inilah pengalaman akan Allah. Paulus mengalami kasih Allah dalam diri
Yesus yang wafat dan telah bangkit. Kasih Allah itu begitu besar sehingga Ia tidak menuntut
balas dan menghukum Paulus yang telah menganiaya-Nya. Paulus mengalami karya
penyelamatan Allah. Ia menemukan dirinya berada di tangan Allah dan menjadi sadar
sepenuhnya akan penyelenggaraan ilahi dalam seluruh hidupnya.
C. Paulus Rasul Penggugah Dunia
39.
Bagi Paulus, pengalaman perjumpaan dengan Yesus yang bangkit menjadi pengalaman
perutusan. Yesus yang dia benci dan para pengikut-Nya dia aniaya, mendatangi Paulus dengan
penuh kasih.”Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu,
apa yang harus kauperbuat." (Kis 9:6). Yesus tidak membalas kekejaman Paulus terhadap
pengikut-Nya. Ia bahkan memilih Paulus menjadi salah satu utusan-Nya. Setelah menyepi
selama sekitar 7 tahun, Paulus makin terikat pada Yesus. Ia pun mengatakan bahwa ”telah
ditangkap oleh Yesus Kristus” (Flp 3:12). Ia menjadi sosok yang penuh komitmen dalam
mewartakan hidup yang berakar dan berdasar pada Kristus. (Bdk. Kis 9; Ef 3:17).
40.
Pewartaaan Paulus mengembangkan kekristenan. Umat Kristen berkembang menjadi
gerakan keagamaan baru dengan Kristus sebagai pusatnya. Agama Kristen kemudian dikenal
oleh kalangan yang lebih luas hingga melintasi batas-batas geografis dan kultural. Paulus
menjalankan karya kerasulannya dengan cara-cara baru yang brilian, inkulturatif, dan
kontekstual (bdk. Kis 17:22-25), serta melibatkan semakin banyak orang. Hal ini
mengungkapkan secara impresif sosok Paulus yang tak pernah kehabisan akal dan
mengusahakan segala sesuatu sampai tapal batas paling depan (bersemangat frontier).
41.
Melalui pewartaan Paulus Kekristenan menjadi semakin dinamik dan relevan dalam
lapangan kehidupan manusia. Ini semua terjadi karena talenta-talenta Paulus tidak hanya
tinggal menjadi potensi, tetapi sungguh diusahakan untuk menjadi aksi. Paulus menjadi sarana
yang terhubung efektif dengan Allah supaya “semakin melimpahnya ucapan syukur bagi
kemuliaan Allah” (2Kor 4:15) di tengah kehidupan manusia. Pewartaan iman Paulus akan kasih
Allah dalam diri Yesus ini sungguh menggugah dunia. Hal ini bukan hanya berasal dari
kemampuan akal budi Paulus, tetapi terutama berkat kasih karunia Allah yang ditangkap dalam
keheningan batinnya.
IV. Melibatkan Orang Muda dalam Pengembangan Hidup Beriman
42.
Umat Allah Keuskupan Agung Semarang bertekad untuk ikut serta membangun habitus
baru bangsa. Upaya itu dilaksanakan dalam Keluarga sebagai basis hidup beriman (tahun
2007), dalam diri anak dan remaja (tahun 2008) dan dalam diri orang muda (tahun 2009)
dengan melibatkan mereka untuk pengembangan umat. Agar orang muda katolik semakin
berperan dalam hidup menggereja dan bermasyarakat, dibutuhkan pola-pola pelibatan dan
pengembangan orang muda yang sungguh dilaksanakan dengan setia.
A. Ruang lingkup Pelibatan
a. Pengalaman akan Allah
43.
Dasar dari perutusan dalam Gereja ialah pengalaman akan Allah yang memanggil.
Sebagaimana Paulus yang mendasarkan perutusannya pada pengalaman ditangkap oleh
Kristus, keterlibatan orang muda dalam kehidupan umat juga perlu didasarkan pada
pengalaman akan Allah yang menyapanya melalui Yesus Kristus. Untuk itu, orang muda perlu
mengembangkan perjumpaan dengan Allah, supaya semakin menghayati perutusannnya
sebagai perutusan dari Allah. Pengalaman akan Allah memang dapat dicari, namun terutama
ini merupakan rahmat dari Allah sendiri. Pencarian dapat dilakukan dengan mempelajari dan
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
8
mendalami seluruh keyakinan imannya. Sebagaimana Paulus berusaha mencari kepenuhan
rahmat keselamatan Allah, orang muda perlu mengembangkan kemauan untuk belajar dan
mempelajari imannya. Mempelajari iman bukanlah sesuatu yang kuno dan sok suci. Ini yang
akan menjadi pondasi dasar hidup kita di dunia. Namun kita sadar bahwa tidaklah cukup
mengandalkan usaha manusiawi. Pengalaman akan Allah juga merupakan rahmat. Sebagai
rahmat, pengalaman itu perlu dimohon. Manusia perlu mengosongkan diri dan hadir sebagai
ciptaan yang mengandalkan karya Allah supaya Allah sendiri mengisi pengalamannya. Untuk
menggapai hal ini diperlukan keheningan. Keheningan bukan sekedar tidak bersuara atau diam,
namun juga sampai masuk pada batinnya sendiri dan sampai pada kesatuan erat dengan Allah.
Banyak hal besar lahir dalam keheningan.
44.
Secara konkret pengembangan pengalaman akan Allah dapat dilakukan dengan belajar
mendengarkan Sabda Tuhan yang tertulis dalam Kitab Suci. Keakraban orang muda dengan
Sabda Tuhan yang tertulis dalam Kitab Suci akan membuat orang muda semakin mampu
menyelami kehendak-Nya. Pengalaman akan Allah juga dapat dipupuk dengan doa-doa,
terutama melalui liturgi, khususnya S. Ekaristi, ”puncak dan sumber pengungkapan iman
Gereja” (LG 11). Melalui keikutsertaan secara aktif dalam perayaan Ekaristi yang dimahkotai
dengan menyambut Kristus yang hadir dalam S. Ekaristi, orang muda dapat semakin
merasakan kasih Allah yang memberikan diri bagi manusia dan mengundang manusia untuk
terlibat dalam perutusan-Nya. Cinta akan Ekaristi dapat dipupuk dengan aneka devosi S.
Ekaristi khususnya melalui Adorasi pada S. Maha Kudus. Dengan demikian, melalui S. Ekaristi
Allah dialami sebagai Allah yang mengasihi manusia dan mengutus manusia untuk berbagi
kasih dengan sesamanya.
b. Diri Pribadi
45.
Orang muda perlu terlibat dan akrab dengan dirinya sendiri. Keterlibatan dan keakraban
ini perlu untuk mencapai karakter dan jatidirinya sebagai orang katolik sehingga mampu
mengarungi dunia dengan mandiri dan bertanggungjawab. Hal ini menjadi mendesak kala kita
sadari bahwa dunia mengeliligi orang muda dengan tawaran-tawaran yang berebut untuk
menarik orang muda menjadi “penganut”nya. Kenyataan ini seringkali membuat orang muda
ada dalam situasi ambang, bahkan tidak jarang mengalami kesepian dan mencoba melarikan
diri pada hal-hal yang negatif.
46.
Pertama-tama keterlibatan dan keakraban itu dijalankan dengan masuk di dalam dirinya
dan meyakini bahwa hidupnya adalah anugerah Allah. Keyakinan tersebut akan menggerakkan
setiap pribadi untuk menanggapi anugerah Allah itu dalam ungkapan maupun perwujudan
imannya. Karenanya seseorang dapat bersyukur sekaligus menghargai hidupnya dan berusaha
untuk menjaga kehidupan. Orang muda perlu mensyukuri aneka keistimewaan dan talenta yang
dianugerahkan Tuhan kepadanya. Keberanian untuk menemukan keistimewaan hidupnya
merupakan bekal dasar untuk melangkah.Talenta dan keistimewaan ini perlu
ditumbuhkembangkan dengan keberanian untuk bereksplorasi, membangun kreasi dan refleksi
supaya semakin terampil dalam mengarungi dunia. Maka di sini orang muda diundang untuk
belajar dan belajar agar mencapai sesuatu yang lebih dalam kerangka karya penyelamatan
Allah. Orang muda juga diundang untuk berani mengakui kekurangan-kekurangan yang ada
dalam dirinya. Pengakuan ini akan membantu dirinya untuk terbuka pada rahmat Allah yang
menyempurnakan, pada bantuan orang lain serta mendorongnya untuk terus berusaha
mengatasi kekurangan yang ada.
47.
Keterlibatan pada pribadi ini dapat dilakukan setiap saat dalam keseharian orang muda.
Baik kalau setiap hari orang muda dapat menyediakan waktu hening barang 15-30 menit untuk
mengendapkan dan merefleksikan seluruh perjalanan selama sehari.
c. Keluarga
48.
Keluarga merupakan basis untuk mengembangkan hidup beriman dan keterlibatan
hidup beriman orang muda. Keluarga dibangun atas dasar iman akan Allah yang menghendaki
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
9
hadirnya persekutuan cinta antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan perkawinan. Karena
itu keluarga menjadi media dasar untuk mengembangkan iman dan cinta. Setiap pribadi perlu
merasakan cinta dalam keluarga sekaligus menjaga cinta itu tetap hidup dalam keluarga.
Dengan demikian imannya kepada Allah sang sumber cinta akan diteguhkan. Cinta
mengandaikan kerelaan untuk berbagi bahkan berkorban. Cinta selalu mempunyai dimensi
sosial. Seseorang yang hidup dalam cinta akan mudah berbagi cinta pada yang lain. Keluarga
menjadi ruang pertama bagi sosialisasi cinta seorang anak manusia. Keterlibatan dalam lingkup
ini menuntut orang muda untuk selalu menghidupkan komunikasi iman dan cinta yang dialogis
dan mendalam di antara anggota keluarga. Maka perlulah kiranya orang muda dan setiap
anggota keluarga mempunyai waktu untuk bertemu, berbagi pengalaman dan berdoa bersama
agar saling meneguhkan iman dan cinta setiap anggotanya. Kita mengubah kebiasaan, “maaf
tidak ada waktu”menjadi “aku ada waktu untukmu”.
d. Gereja
49.
Gereja merupakan persekutuan orang beriman pada Yesus Kristus yang wafat dan
bangkit. Persekutuan ini mengandaikan interaksi yang mendalam setiap orang di dalamnya.
Dalam Gereja kita mewarisi iman pada Bapa, Putera dan Roh Kudus; sebagai Gereja kita
menyuburkan iman. Maka tidaklah benar kalau dikatakan, “Gereja No, Yesus Yes” atau bahkan
dengan salah dikatakan “Yesus Yes, Kristianitas No”. Iman akan Yesus yang wafat dan bangkit
adalah iman Gereja. Tidak dapat dibayangkan mengimani Yesus yang seperti itu tanpa iman
Gereja dan melepaskan diri dari kesatuan dengan Gereja. Persekutuan iman ini dibangun atas
dasar warisan iman sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci dan dirumuskan dalam ajaranajaran Gereja, diungkapkan dalam aneka perayaan liturgi, serta diwujudkan melalui aneka
kegiatan bersama dan keterlibatan dalam masyarakat. Setiap anggota Gereja diundang untuk
ikut terlibat dan bertanggungjawab atas kehidupan Gereja dan bukan sebagai penonton yang
dapat meninggalkan persekutuan bila tidak suka. Keterlibatan setiap anggota menentukan
gerak dan arah kehidupan Gereja.
50.
Orang muda perlu terlibat aktif dalam seluruh keprihatinan Gereja. Keterlibatan itu dapat
diwujudkan dengan menjadi salah satu pengurus Gereja entah tingkat lingkungan, wilayah
ataupun paroki, maupun dalam aneka macam kegiatan yang ada. Peran serta orang muda
dapat pula dilaksanakan dengan menghidupkan komunitas-komunitas orang muda maupun
terlibat dalam kegiatan lingkungan, wilayah maupun paroki. Kehadiran dan sumbang sih orang
muda akan memberikan warna bagi gerak hidup Gereja.
e. Panggilan hidup sebagai imam, bruder dan suster
51.
Dalam rangka keterlibatan orang muda dalam pengembangan hidup umat, pantaslah
dipertimbangkan pula panggilan hidup sebagai imam, bruder dan suster. Perkembangan umat
Allah Keuskupan Agung Semarang diwarnai dengan tumbuh suburnya panggilan menjadi
imam, bruder dan suster, baik yang bekerja di Keuskupan Agung Semarang maupun mereka
yang bekerja di wilayah Keuskupan lain di Indonesia. Bahkan tidak sedikit imam, bruder dan
suster yang berasal dari Keuskupan Agung Semarang menjalankan perutusan di luar negeri.
Inilah salah satu sumbangan Keuskupan Agung Semarang bagi Gereja pada umumnya.
Mereka inilah orang-orang yang tertangkap oleh Kristus dan mau membaktikan hidupnya bagi
Gereja. Oleh karena itu, dalam rangka pencarian jatidiri pantaslah orang muda
mempertimbangkan kemungkinan untuk menanggapi panggilan Tuhan sebagai imam, bruder
dan suster dalam Gereja.
f. Masyarakat
52.
Orang muda hidup dalam masyarakat yang sedang berubah. Perubahan masyarakat
sebagai akibat globalisasi membawa dampak positif tetapi sekaligus negatif bagi kehidupan
bersama. Dalam situasi seperti ini orang muda diundang untuk aktif mengubah dan
menggerakkan kehidupan masyarakat menuju tatanan dunia yang adil dan damai. Dengan
demikian orang muda ikut serta dalam karya Kristus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
10
dunia ini. Karena itu tidak dapat tidak orang muda mesti berperan serta dalam perjuangan untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran serta melestarikan keutuhan ciptaan. Keterlibatan pada
masyarakat ini menjadi perwujudan dari imannya.
53.
Keterlibatan ini perlu dibangun sejak dini dan dalam relasi yang mendalam dengan
semua pihak yang berkehendak baik. Ada banyak wadah yang membantu keterlibatan ini sejak
dini, misalnya gerakan kepanduan atau pramuka, karangtaruna. Sekarang ini pun tumbuh
aneka macam gerakan orang muda yang menaruh perhatian pada keadilan sosial dan
kemasyarakatan. Gerakan-gerakan peduli lingkungan hidup yang saat ini berkembang pantas
untuk dilibati, karena di dalam komunitas itu terkumpul orang-orang dari berbagai agama, suku
dan ras. Selain itu juga gerakan lintas iman dapat menjadi salah satu alternatif yang patut untuk
diikuti.
54.
Pantas disyukuri bahwa banyak orang muda katolik yang peduli dengan persoalanpersoalan sosial. Kala gempa menimpa Yogyakarta dan Klaten dan banjir melanda eks
karesidenan Surakarta dan Pati, ribuan orang muda terlibat sebagai relawan. Selain itu tidak
sedikit pula orang muda katolik yang aktif dalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan
yang peduli pada dialog agama, lingkungan hidup, pembelaan hak asasi manusia, budaya dan
lain-lain.
B. Langkah-langkah Pelibatan
a. Data orang Muda
55.
Pertama-tama, perlulah diperhatikan data mengenai orang muda. Data akan sangat
berguna untuk melihat seberapa besar keterlibatan orang muda dan langkah-langkah apa yang
dapat dilakukan. Data tersebut dapat meliputi jumlah orang muda, minat yang sedang
berkembang, siklus aktivitas mereka. Siklus aktivitas menjadi penting karena kebanyakan orang
muda masih dalam masa studi. Akan sangat sulit melibatkan mereka bila mereka ada dalam
masa aktif studi, apalagi bila sedang menghadapi ujian.
b. Fokus Pelibatan
56.
Setelah menemukan data, ditentukan fokus. Fokus akan menjadi kerangka besar bagi
pelibatan orang muda. Fokus yang jelas akan memudahkan pengukuran tingkat
keberhasilannya. Pemilihan fokus ini akan lebih berhasil guna bila sejak awal orang muda diajak
untuk terlibat dalam proses pemilihannya. Sebagai sebuah contoh, sejak akhir tahun 2002
Komisi Kepemudaan KAS mengambil fokus pendampingan pada pembangunan karakter,
pembangunan komunitas dan pembentukan spiritualitas orang muda KAS. Sekarang ini orang
mudah untuk berubah, atau pun beralih dari satu hal ke hal lain. Tidak adanya fokus akan
mengombang-ambingkan karya pastoral ini. Fokus yang jelas akan menjaga konsistensi karya
sekaligus memudahkan penentuan metode dan aktivitas yang tepat.
c. Mengatur langkah-langkah
57.
Langkah-langkah merupakan kendaraan menuju tujuan yang diharapkan sekaligus
menjadi perwujudan dari fokus yang telah dipilih. Langkah-langkah perlu dibuat secara terinci
dengan memperhitungkan kemungkinan untuk menjangkau sebanyak mungkin orang sekaligus
mampu diwujudkan oleh orang muda dan pribadi-pribadi yang terlibat.
d. Menentukan metode dan aktivitas
58.
Ada banyak sekali metode dan aktivitas yang dapat dimanfaatkan untuk pelibatan ini.
Contohnya retret, rekoleksi, ceramah, outbound, training, workshop, pertemuan-pertemuan
kelompok doa, pentas seni, teater, diskusi, sharing dll. Metode ini dipilih dan diwujudkan dalam
aneka aktivitas yang sesuai dengan kapasitas dan minat orang muda.
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
11
e. Memberi Kesempatan
59.
Kesempatan merupakan masa yang ditunggu oleh orang muda. Bila ada kesempatan
orang muda akan menghasilkan sesuatu yang melebihi perkiraan. Untuk itu ada dua catatan
penting. Pertama, perlunya memberi ruang pada orang muda untuk mengembangkan imaginasi
(= kemampuan untuk merangkai impian dan harapan), eksplorasi (=daya untuk menjelajahi
segala sesuatu yang diperlukan), kreasi (=gerak untuk memulai mencipta sesuatu yang baru
atau memodifikasi hal-hal yang sudah ada) dan refleksi (=proses pembatinan seluruh aktivitas
yang dilalui). Kedua, diperlukan kerelaan untuk hadir, menemani dan mendampingi tanpa
memaksakan kehendak.
C. Pendampingan
60.
Pendampingan dan penyertaan menjadi hal yang mutlak penting. Untuk dapat mewarisi
estafet pengelolaan dan pengembangan Gereja, orang muda masih membutuhkan pribadipribadi yang bersedia untuk menemani orang muda menemukan pemahaman yang baik dan
penerapan yang sesuai dengan zamannya. Pendampingan yang diupayakan kiranya lebih
bersifat menjadi teman dan partner dialog atau mentor bagi orang muda. Dengan demikian,
orang muda dapat belajar dari anggota Gereja yang aktif dan bertanggungjawab.
61.
Melalui proses pendampingan dan kesempatan untuk terlibat, orang muda dapat
menimba pengetahuan yang pada gilirannya akan berguna bagi mereka dan Gereja sendiri.
Demi pengembangan pemahaman mengenai seluk-beluk iman kristiani sendiri, perlulah kiranya
kepada orang muda ini ditawarkan wacana-wacana, baik yang berkaitan langsung dengan iman
maupun yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial kemasyarakatan, yang dapat
digunakan oleh orang muda untuk berbuat lebih nyata sebagai bagian dari Gereja.
62.
Prinsip utama yang perlu diperhatikan kiranya adalah kerjasama dialogis antara pihakpihak yang memiliki kepentingan, baik itu antara orang muda dengan Dewan Paroki atau yang
lain. Dalam dialog tersebut, diharapkan orang muda dapat mengutarakan maksud kegiatan
yang dimiliki, dan para penyandang dana pun mengetahui tujuan dari kegiatan-kegiatan yang
dilakukan orang muda. Harapannya, muncul sebuah gerakan yang sinergis sebagai upaya
estafet pengelolaan dan pengembangan Gereja itu sendiri.
63.
Dalam pendampingan baik kalau dicatat apa yang pernah disepakati dalam Temu Raya
Orang Muda KAS th. 2005. Dalam temu raya itu disepakati perlunya keterlibatan orang muda
dalam dunia pendidikan, politik, lingkungan hidup dan perekonomian. Pertama, menciptakan
kesadaran pada orang muda akan pentingnya pendidikan demi hidup dengan mengelola semua
kegiatan dalam kerangka reflektif (pembatinan, pemaknaan dan mencari arti kehidupan serta
bertindak secara bertanggungjawab.) Kedua, perlunya pembelajaran politik yang berkelanjutan
dengan menyelenggarakan pelatihan politik. Ketiga, membangun kesadaran orang muda
terhadap lingkungan hidup dengan menyelenggarakan berbagai macam pembekalan kecintaan
pada lingkungan hidup. Keempat, pembentukan karakter orang muda dalam berekonomi
dengan menyelenggarakan pelatihan kewirausahaan dan pembekalan- pembekalan dalam
bidang ekonomi. Selain itu pantas juga diperhatikan kesepakatan Pertemuan Nasional Orang
Muda Katolik di Cibubur tahun 2005. Dalam pertemuan itu orang muda bersepakat untuk terlibat
dalam pelestarian lingkungan, menolak korupsi dan mengembangkan pendidikan nilai.
V. Sapaan Pastoral
A. Orang muda
64.
Upaya Umat Allah Keuskupan Agung Semarang untuk ikut serta membangun habitus
baru dalam diri orang muda dengan melibatkan mereka untuk pengembangan umat hanya akan
terlaksana bila orang muda sendiri berperanserta sebagai subyek aktif. Oleh karena itu, orang
muda diundang untuk berani masuk dalam kedalaman pribadi baik dalam hubungannya
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
12
dengan diri sendiri, sesama dan Allah, serta mengalami Allah dalam kehidupan sehari-hari. Saat
ini banyak keterlibatan orang muda yang pantas dipuji dalam kehidupan menggereja, entah
dengan keterlibatan dalam komunitas orang muda, dalam pelayanan-pelayanan liturgis maupun
pelayanan-pelayanan karitatif. Tak tertutup pula kemungkinan keterlibatan orang muda dalam
pengembangan umat dengan menanggapi panggilan Tuhan sebagai imam, bruder dan suster.
65.
Keterlibatan orang muda dalam pelayanan di masyarakat, entah melalui gerakangerakan sosial kemasyarakatan, gerakan-gerakan cinta lingkungan maupun dalam gerakangerakan sosial-politik pantaslah disyukuri. Namun tetap disadari bahwa perutusan Gereja untuk
menghadirkan Kerajaan Allah yang memerdekakan belumlah selesai. Kaum muda diundang
untuk lebih aktif dalam pengembangan komunitas-komunitas pengharapan, baik di lingkup
paroki maupun di lingkup masyarakat dalam kerjasama dengan mereka yang berkehendak baik.
Secara khusus pantaslah sapaan ditujukan pada orang-orang muda yang tinggal di parokiparoki pedesaan, orang-orang muda petani, yang dengan rela hati mengembangkan kehidupan
pertanian sebagai komunitas alternatif di tengah kemajuan zaman. Upaya-upaya mereka
pantaslah dipuji dan didukung agar paroki-paroki pedesaan dan dunia pertanian pada umumnya
tidaklah ditinggalkan orang.
B. Orang Tua
66.
Diharapkan para orangtua mendampingi anak-anaknya untuk mencapai jatidirinya,
imannya. Orangtua perlu mendorong anak-anaknya untuk terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan
Gereja. Orangtua menjadi teladan bagi orang muda untuk menemukan hidup, merasakan cinta
sekaligus bersosialisasi. Maka baik kalau orang tua berusaha sedemikian rupa menyediakan
ruang dan waktu untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya, baik dari sekedar cerita-cerita
pengalaman harian sampai dengan komunikasi iman.
C. Rama Paroki dan Pengurus Dewan Paroki hingga wilayah dan lingkungan:
67.
Para Rama Paroki dan Pengurus Dewan Paroki serta pengurus wilayah dan lingkungan
diundang untuk memberi kesempatan bagi kiprah orang muda, remaja dan anak-anak.
Diharapkan bahwa pengurus paroki memberi kesempatan bagi orang muda terlibat dalam
aneka kegiatan. Kesempatan yang diberikan harus dilengkapi dengan kepercayaan,
pendampingan dan kerjasama yang baik. Perlu juga dipikirkan dalam program kerja Dewan
Paroki program kaderisasi orang muda sehingga tersedia rasul-rasul Kristus yang setia dan
berani mewartakan kabar gembira Injil Tuhan.
D. Pendamping Orang muda
68.
Para teman muda yang terlibat dalam pendampingan orang muda diharapkan dapat
menjadi ’teman seperjalanan’ dan dapat menyebut ’aku ada untuk kamu’. Semoga para
pendamping dapat menemani dan menghantar orang muda menemukan iman dan jatidirinya.
Mengingat dinamika orang muda perlu pula untuk mengembangkan metode-metode
pendampingan orang muda yang selaras dengan kebutuhan mereka.
E. Aktivis Komunitas-komunitas orang muda
69.
Sekarang ini bermunculan organisasi-organisasi maupun komunitas-komunitas yang
banyak diminati orang muda. Komunitas-komunitas ini diharapkan dapat saling
mengembangkan asah, asih dan asuh satu sama lain. Organisasi dan komunitas yang ada
dapat menjadi sarana belajar yang mengantar orang muda pada penemuan dan pengalaman
akan Allah. Komunitas-komunitas orang muda diharapkan mampu berjejaring dengan
komunitas-komunitas yang lain. Hal itu akan semakin menampakkan Gereja sebagai communio
yang hidup. Komunitas-komunitas kaum muda dapat memanfaatkan sarana-sarana yang telah
disiapkan oleh Keuskupan untuk orang muda seperti Youth Center KAS di Salam, Arena
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
13
Pengembangan Kaum Muda (APKM) di Jl. Kaliurang Km. 23, Camping Ground di Gua Maria
Kerep, Wisma Wijaya Kusuma di Kopeng dan Pastoran Tawangmangu.
F. Para pekerja media massa
70.
Dunia sekarang banyak dipengaruhi oleh media massa. Tidak jarang hal yang
disampaikan oleh media massa menjadi pencitraan diri orang-orang yang membaca,
mendengar atau juga melihatnya. Para pekerja media masa diharapkan membantu pencitraan
orang muda yang beriman dan mau memperjuangkan hidupnya, mandiri, bertanggungjawab,
solider, jujur dan selalu memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
G. Pengelola Rumah-rumah pembinaan kaum muda
71.
Keuskupan Agung Semarang menyediakan tempat, fasilitas dan fasilitator bagi orang
muda. Selain itu banyak pula rumah-rumah pembinaan yang disediakan oleh tarekat-tarekat
dan para awam. Para pengelola rumah-rumah pembinaan diharapkan bersedia
mengembangkan materi dan metode pendampingan yang dibutuhkan selaras dengan iman
kristiani dan mampu menampilkan ciri kekatolikan.
H. Penyelenggara Pendidikan Katolik
72.
Sekolah, Akademi dan Universitas Katolik merupakan lembaga formal yang terpanggil
untuk mendidik orang muda. Dengan kekatolikan yang disandang, penyelenggara pendidikan
katolik perlu untuk terus menimba dan menampilkan semangat Yesus Kristus sebagai guru
utama. Maka pendidikan yang ditawarkan perlu mengantar peserta didik untuk sampai pada
kematangan iman dan kedewasaan pribadi.
I. Para Rama, biarawan dan biarawati
73.
Orang muda sedang dalam proses pencarian jatidirinya. Mereka terbuka akan panggilan
hidup sebagai imam, bruder dan suster. Kehadiran dan kepedulian para imam, biarawan dan
biarawati di antara orang muda akan memberikan gambaran tentang panggilan khusus di dalam
hidup mereka. Maka baik kiranya para rama, biarawan dan biarawati untuk selalu menjaga
komunikasi yang mendalam dengan orang muda dengan berani hadir dan menjadi teman bagi
orang-orang muda.
J. Para seniman dan pengembang musik
74.
Sekarang ini banyak seniman dan musikus berminat mengembangkan dan berusaha
menghidupkan liturgi dan kehidupan beriman orang katolik. Para seniman dan musikus
diharapkan senantiasa mengembangkan musik katolik (pengembangan khasanah lagu-lagu
rohani dan liturgi) serta pelbagai bentuk kegiatan seni yang menjadi wadah kreativitas orang
muda.
K. Pengelola asrama dan tempat kos
75.
Pengelola asrama diharapkan mengelola asrama menjadi media yang kondusif bagi
pengembangan iman dan kedewasaan setiap pribadi yang tinggal di sana. Baik juga sekiranya
disediakan pendampingan yang berkesinambungan. Demikian pula para pengelola tempat kos
diharapkan untuk menekankan dan menjaga norma-norma masyarakat dan tentunya normanorma katolik kepada anak kosnya.
Penutup
76.
Demikianlah catatan-catatan pemikiran yang dikembangkan untuk melibatkan orang
muda untuk pengembangan umat. Catatan-catatan ini bukanlah pedoman baku namun
merupakan bahan pembelajaran bersama. Akhirnya terima kasih pada semua pihak,
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
14
khususnya pada orang muda yang telah terlibat aktif dalam menggugah dunia serta
mengembangkan hidup beriman. Semoga tahun ini menjadi tahun kebangkitan orang muda
untuk terlibat aktif dalam menggugah dunia dan mengembangkan hidup beriman. Marilah kita
berpegang pada keyakinan iman kita bahwa ”Allah yang memulai pekerjaan baik di antara kita
akan menyelesaikannya” (bdk. Flp 1:6).
Daftar Pustaka:
Amaladoss, Michael, (1995), Globalization and Mission” dalam Jeevadhara 25, 1995, hlm. 59.
Banawiratma, JB, SJ dan Muller, J, SJ, (1993), Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan
sebagai Tantangan Hidup Beriman, Yogyakarta: Kanisius.
Beth Jones, Laurie, (1997), Yesus Chief Executive Officer, Jakarta: Mitra Utam.
Dewan Karya Pastoral KAS, Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang 2006-2010.
Fox, Thomas, C., (2003), Pentecost in Asia: A New Way of Being Church, Quezon City:
Claretian Publications.
Groenen, C, OFM, (1984), Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius.
Hardawiryana, R, SJ, (Ed.). (1993), Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor.
Harvey, David, (1990), The Condition of Postmodernity, Oxford: Basil Blackwell.
Held, David. (2000), Global Transformation, Cambridge: Polity.
Hollenbach, David, (2003), The Global Face of Public Faith, Washington: Georgetown
University Press.
Komisi Internasional untuk Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan, (2001), Buku
Pegangan bagi Promotor Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan, Yogyakarta:
Kanisius.
Komisi Kepemudaan KAS, (2006), Dari Temu Raya sampai SAGKI, dalam YCNews.
Komisi Kepemudaan KAS,(2004), Membangun Komunitas yang Berdaya Pikat dan Berdaya
Tahan, Salam, Youth Center KAS.
Komisi Kepemudaan KWI, (1999), Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda, Jakarta:KWI.
Konferensi Wali Gereja Indonesia, (2006), Bangkit dan Bergeraklah, dalam dokumentasi
Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2005, Jakarta: Obor.
Sam Gregg, Globalization and the Insights of Catholic Social Teaching, dalam
http://www.acton.org/publicat/m_and_m/2001_spring/gregg.html
Shelton, Charles M, SJ, (1988), Moralitas Kaum Muda: Bagaimana Menanamkan
Tanggungjawab Kristiani, Yogyakarta: Kanisius.
Sindhunata, (1983), Dilema Usaha Manusia Rasional, Jakarta: Gramedia.
Sindhunata, (2003), Dilema Globalisasi, Basis 1-2, Januari-Februari.
Suharyo, I, (2004), Komunitas yang Belajar Bersama dan Berharap, Basis 5-6, Mei-Juni, hlm.
52-53.
Susan George,(2003), The Lugano Report: On Preserving Capitalism in the Twenty-first
Century, London: Pluto. Dikutip oleh Bernhard Kieser dalam karangannya
“Marginalisasi Memacu Kesadaran Umum,” dalam Basis 5-6, Mei-Juni 2004, hlm. 40
Tirimanna, Vimal, Catholic Theology in Asia: Challenges and New Developments, dalam
http://www.uni-tuebingen.de/INSeCT/cd/asia-tirimanna.html
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
15
CATATAN
1
Komisi Kepemudaan KWI, Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda, Jakarta, KWI, 1999, hlm. 4
Bdk. Sindhunata, Dilema Usaha Manusia Rasional, Jakarta: Gramedia, 1983
3
Mengenai situasi ini, misalnya kita tinjau pandangan Susan George dalam karyanya The Lugano Report. Dikutip
oleh Bernhard Kieser dalam karangannya “Marginalisasi Memacu Kesadaran Umum,” dalam Basis 5-6, Mei-Juni
2004, 40 dari buku: Susan George, The Lugano Report: On Preserving Capitalism in the Twenty-first Century,
London: Pluto, 2003
4
Diambil dari J.B. Banawiratma, SJ dan J. Muller, SJ, Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan sebagai
Tantangan Hidup Beriman, Yogyakarta: Kanisius, 1993, hlm. 127
5
Lih. David Harvey, The Condition of Postmodernity, Oxford: Basil Blackwell, 1990, 240-259. Bandingkan
keterangan dari David Harvey tersebut dengan konsepsi time-space distanciation dari Anthony Giddens dalam
bukunya: The Consequences of Modernity (ibid.). Adapun konsep de-teritorialisasi dan trans-nasionalisme
diungkapkan oleh Ulrich Beck yang dikutip Sindhunata dalam karangannya “Dilema Globalisasi,” dalam Basis 1-2,
Januari-Februari 2003, 6
6
Bdk. ibid.
7
Lih. David Hollenbach, The Global Face of Public Faith, Washington: Georgetown University Press, 2003. Lih.
pula dan bdk. David Held, Global Transformation, Cambridge: Polity, 2000, 17.
8
Gaudium et Spes art. 1
9
Gaudium et Spes art. 4
10
Gaudium et Spes art. 10
11
Sam Gregg, “Globalization and the Insights of Catholic Social Teaching,” dalam
http://www.acton.org/publicat/m_and_m/2001_spring/gregg.html
12
Mater et Magistra art. 3
13
Mater et Magistra art. 59
14
Pacem in Terris art. 130
15
Iustitia in mundo art. 6
16
Lih. Komisi Internasional untuk Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan, Buku Pegangan bagi Promotor
Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan, Yogyakarta: Kanisius, 2001, 29-86
17
I. Suharyo, “Komunitas yang Belajar Bersama dan Berharap,” dalam Basis 5-6, Mei-Juni, 2004, 52-53. Bdk. Nota
Pastoral-Nota Pastoral dan Surat Gembala-Surat Gembala yang diterbitkan Konferensi Waligereja Indonesia
beberapa tahun terakhir.
18
Thomas C. Fox, Pentecost in Asia: A New Way of Being Church, Quezon City: Claretian Publications, 2003, 202206; Bdk. Vimal Tirimanna, “Catholic Theology in Asia: Challenges and New Developments,” dalam
http://www.uni-tuebingen.de/INSeCT/cd/asia-tirimanna.html
19
Bdk. Lumen Gentium art. 17
20
Michael Amaladoss, “Globalization and Mission,” dalam Jeevadhara 25, 1995, 59.
2
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
16
Catatan Kritis atas Nota Pastoral
Poin :
9. Poin ini tidak relevan lagi. Masa aktualisasi pada era ini tidak perlu
menggunakan cara fisik seperti pada zaman revolusi lagi yang seringkali
mengancam nyawa. Karena globalisasi pada era ini sudah sangat maju,
permasalahan yang ada dapat diselesaikan dengan nilai-nilai positif yang
bersifat global, tanpa menggunakan fisik.
Mota Kaş toGaff vccs ¥eçam @aG,a Kaş toGaff @QS – flimaff
17
Download