UNIVERSITAS INDONESIA EKSISTENSI PERLINDUNGAN PATEN ATAS VAKSIN COVID-19 Proposal Skripsi Oleh: Adzhani Tharifah (1706025592) Fakultas Hukum Program Studi Sarjana Depok Juli 2020 I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Pada tahun 2020, dunia dihadapkan dengan virus Covid-19. Virus ini telah menyebar dan memakan korban jiwa di seluruh dunia yang menyebabkan World Health Organization (“WHO”) menilai Covid-19 sebagai pandemi per 11 Maret 2020.1 Tingkat penularan yang tinggi mendorong para pemimpin bangsa untuk menerapkan berbagai tindakan pencegahan penyebaran, tidak lain di antaranya kebijakan lockdown, social distancing, travel ban, hingga isolasi mandiri bagi penduduk yang baru memasuki suatu daerah. Namun, dengan belum ditemukannya vaksin Covid-19, implementasi kebijakan pemerintah tidak sepenuhnya dapat menghambat peningkatan kasus baru setiap harinya, seperti yang terjadi di Indonesia dan India2. Kondisi yang mengkhawatirkan ini menyebabkan negara-negara di dunia berlomba dalam menemukan vaksin Covid-19. Adapun perlombaan untuk menemukan vaksin Covid-19 sejatinya tidak hanya didasari untuk tujuan kesehatan saja. Tidak dapat dipungkiri terdapat pula tujuan pencarian profit yang umumnya dilakukan oleh perusahaan farmasi ataupun investor swasta yang mendanainya. Hal ini mengingat paten didesain untuk mendorong invensi baru di mana inventor (atau pemegang paten) diberikan hak eksklusif dalam jangka waktu tertentu untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan untuk invensi tersebut.3 Mendapatkan hak eksklusif berarti inventor (atau pemegang paten) memiliki invensi secara utuh dalam jangka waktu tertentu yang mana orang lain harus mendapatkan izin inventor (atau pemegang paten) World Health Organization, “Archived: WHO Timeline - COVID-19,” https://www.who.int/news-room/detail/27-04-2020-who-timeline---covid-19, diakses 4 Juli 2020. 1 2 Indonesia dan India menunjukkan grafik yang meningkat untuk kasus baru Covid-19 dalam 60 hari terakhir. Lih: Google News, “Coronavirus (COVID-19),” https://news.google.com/covid19/map?hl=en-ID&gl=ID&ceid=ID%3Aen, diakses 14 Juli 2020. World Intellectual Property Organization, “Patents” dalam World Intellectual Property Indicators 2019 (Switzerland: WIPO, 2019), hlm. 220, diakses di https://books.google.co.id/books?id=WuG2DwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=paten+covid&hl=en &sa=X&ved=2ahUKEwjMz4y8vLPqAhUNWX0KHTOhB74Q6AEwAnoECAYQAg#v=onepage&q=pa tent&f=false. 3 Universitas Indonesia terlebih dahulu dalam menyelenggarakan paten tersebut.4 Mengingat pasar dari vaksin Covid-19 yang bersifat global, perlindungan paten akan vaksin Covid-19 menjadi suatu pertanyaan global. Pada hakikatnya, perlindungan paten bersifat teritorial. Perlindungan paten pada umumnya hanya berlaku di negara atau wilayah tempat paten dimohonkan dan dikabulkan dengan memperhatikan hukum dan aturan negara atau wilayah yang bersangkutan.5 Dengan kata lain, perlindungan paten tidak dapat berlaku secara universal. 6 Dalam hal permohonan paten ingin diajukan ke banyak negara sekaligus, pengajuan permohonan dapat dilakukan melalui Patent Cooperation Treaty (“PCT”). PCT menyederhanakan proses pengajuan paten di tiap negara dengan meniadakan syarat pengajuan permohonan paten di tiap jurisdiksi secara terpisah. Akan tetapi, keputusan akan pengabulan permohonan paten diserahkan ke masing-masing kantor paten nasional ataupun regional.7 Penulis merangkum adanya empat opsi sehubungan dengan perlindungan paten atas vaksin Covid-19. Sejauh ini, opsi pertama ialah menggunakan PCT. World Intellectual Property Organization (“WIPO”) sendiri telah melansir adanya PATENTSCOPE8 yaitu database yang berfungsi untuk memudahkan akses informasi terkait PCT internasional dan dokumen paten lainnya. Di Indonesia sendiri, PCT atau yang dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai Traktat Kerja Sama pertama kali diratifikasi melalui Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1997. Selanjutnya, PCT diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”) jo Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 38 Tahun 2018 tentang Permohonan Paten. 4 Sujana Donandi, Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia (Intellectual Property Rights in Indonesia), cet. 1 (Yogyakarta: Deepublish, 2019), hlm. 58. 5 World Intellectual Property Organization, “Frequently Asked Questions: Patents,” https://www.wipo.int/patents/en/faq_patents.html, diakses 15 Juli 2020. 6 “There is currently, no universal, international system for the grant of patents.” Lih: Ibid. 7 World Intellectual Property Organization, World Intellectual, hlm. 220. 8 Akses dapat dilakukan di https://patentscope.wipo.int/search/en/search.jsf. Universitas Indonesia Akan tetapi, sistem PCT tidak menghilangkan kekhawatiran negara-negara berkembang perihal akses yang adil terhadap vaksin Covid19. Salah satu organisasi internasional, Oxfam International (“Oxfam”) bahkan mendorong para pembuat kebijakan untuk memastikan vaksin, tes, dan pengobatan terkait Covid-19 untuk bebas dari paten dan didistribusikan secara merata kepada semua negara dan komunitas masyarakat. Direktur Oxfam di Indonesia, Maria Lauranti, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia berperan dalam memperjuangkan kemudahan akses terhadap vaksin secara global, tidak terkecuali pada negara yang berkembang atau terbelakang. Tentunya untuk menjamin keadilan akses tersebut diperlukan kerja sama yang berlaku secara internasional. Tidak hanya itu, pemerintahan pada setiap negara juga harus satu visi dalam memprioritaskan kesehatan rakyat dibandingkan paten dan profit dari perusahaan farmasi.9 Oleh karena itu, European Union (“EU”) mengajukan opsi kedua, yaitu voluntary patent collection dan cross licensing untuk vaksin, pengobatan, dan tes Covid-19 yang dituangkan dalam rancangan resolusi untuk WHO. Yang mana apabila dijadikan mandatory (wajib) di seluruh dunia, produksi dan akses atas vaksin, pengobatan, dan tes Covid-19 menjadi murah.10 Walaupun demikian, menurut Penulis, sangat sulit untuk menjadikan proposal ini bersifat mandatory. Hal demikian mengingat sifat teritorial paten di mana merupakan kebijakan masing-masing negara dalam mengabulkan permohonan paten. Selain proposal dari EU, telah AmBadar&Partners, “International Organization Ask Covid-19 Vaccine Free of Patent and Cheap,” http://ambadar.co.id/patent/international-organization-ask-covid-19-vaccine-free-of-patent-andcheap/, diakses 15 Juli 2020. 9 10 Ibid. Universitas Indonesia dilansir berbagai voluntary patent collection serupa seperti opencovidpledge.org11 ataupun medicinespatentpool.org12. Penulis melihat adanya opsi ketiga berupa pengecualian paten akan suatu invensi. Section 5 Article 27 Point 2 The Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (“TRIPs”) mengenal ketentuan bahwa negara anggota dapat mengecualikan invensi yang dapat dipatenkan di negara tersebut apabila hal ini diperlukan untuk melindungi ordre public atau moralitas, termasuk untuk melindungi manusia atau kesehatan sebagaimana dikutip berikut:13 “Members may exclude from patentability inventions, the prevention within their territory of the commercial exploitation of which is necessary to protect ordre public or morality, including to protect human, animal or plant life or health or to avoid serious prejudice to the environment, provided that such exclusion is not made merely because the exploitation is prohibited by their law.” [garis bawah Penulis] Berdasarkan penjelasan di atas, sudah semestinya bahwa pandemi Covid19 termasuk dalam ranah ordre public yang mana berarti bisa saja suatu negara anggota TRIPs memutuskan tidak dapat dimohonkan paten atas vaksin Covid-19. Opsi terakhir adalah compulsory licensing. Compulsory licensing adalah fleksibilitas kekayaan intelektual yang memperbolehkan pembuat obat secara legal untuk manufaktur dan menjual versi tiruan dari obat paten selama adanya bencana nasional, krisis kesehatan publik, atau ketika ada kebutuhan mendesak. Hal ini menyebabkan harga obat-obatan menjadi menurun secara signifikan. Pemegang paten asli tidak akan 11 Pledge atau ikrar ini dibuat oleh Open COVID Coalition, grup internasional yang terdiri atas para ilmuwan dan ahli hukum yang berkeinginan mempercepat perkembangan dan penyebaran diagnostik, vaksin, terapeutik, alat kesehatan dan solusi perangkat lunak dalam menghadapi krisis kesehatan publik ini. Visi dari Opencovidpledge.org adalah menjadikan penggunaan kekayaan intelektual bebas biaya dalam memerangi pandemi Covid-19 dan untuk meminimalisir dampak dari pandemi. 12 MPP adalah organisasi kesehatan masyarakat yang dilansir oleh PBB yang bertujuan untuk meningkatkan akses dan memfasilitasi perkembangan obat-obatan yang menyelamatkan hidup untuk negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah. 13 World Trade Organization, “Part II — Standards concerning the availability, scope and use of Intellectual Property Rights,” https://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/27-trips_04c_e.htm, diakses 14 July 2020. Universitas Indonesia dirugikan karena akan mendapatkan kompensasi sejumlah tertentu (adequate muneration) dengan memperhatikan nilai ekonomi yang ada. Compulsory licensing pada dasarnya tidak dikenal dalam TRIPs, namun prinsip dasarnya dapat dilihat dalam Article 31 TRIPs yang menyinggung pemakaian paten tanpa seizin pemegang hak paten.14 Adapun di Indonesia, compulsory licensing atau lisensi wajib diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 39 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Lisensi-Wajib Paten (“Permenhumkam No. 39 Tahun 2018”)15. Dapat disimpulkan terdapat berbagai isu kontroversial terkait perlindungan paten atas vaksin Covid-19. Dimulai dari dilema moral perihal perlu atau tidaknya perlindungan paten atas vaksin Covid-19 hingga siapa yang berhak untuk menjadi pemegang paten. Pada kesempatan kali ini, Penulis ingin mengajukan proposal skripsi dengan judul “Eksistensi Perlindungan Paten atas Vaksin Covid-19” untuk mencari jawaban atas isu-isu tersebut. b. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka terdapat dua pokok permasalahan yang akan dibahas, yaitu: 1. Bagaimana menentukan mekanisme perlindungan paten yang tepat untuk vaksin Covid-19? 2. Bagaimana menentukan pihak yang berwenang sebagai pemegang paten untuk vaksin Covid-19? Putu Ayu Sriasih Wesna, “Doha Declaration sebagai Perlindungan Masyarakat atas Akses Obat Esensial di Negara Berkembang Pasca Trips Agreement,” Kertha Wicaksana 14 (2020), hlm. 59. 14 15 Di Indonesia, lisensi wajib-paten menurut Permenkumham No. 39 Tahun 2018 adalah “lisensi untuk melaksanakan Paten yang diberikan berdasarkan keputusan Menteri atas dasar permohonan.” Lih: Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Tata Cara Pemberian Lisensi-Wajib Paten, PM No. 39 Tahun 2018. Universitas Indonesia II. TUJUAN PENELITIAN a. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk membuat ruang diskusi mengenai perlindungan paten atas vaksin Covid-19 yang akan diproduksi secara global dari segi hukum. b. Tujuan Khusus 1. Menganalisis mekanisme perlindungan paten yang tepat digunakan atas vaksin Covid-19. 2. Mengidentifikasi pihak mana saja yang berhak atas hak paten vaksin Covid-19. III. MANFAAT/KEGUNAAN PENELITIAN a. Teoritis 1. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan hukum hak atas kekayaan intelektual (“HAKI”), terutama terkait paten atas invensi yang bersifat universal dan menyangkut kepentingan masyarakat dunia. 2. Memberikan kontribusi bagi peneliti lain dalam bidang penelitian di bidang HAKI. b. Praktis 1. Menyediakan informasi terhadap perusahaan farmasi mengenai perlindungan paten yang dapat dimohonkan untuk produk obatobatan atau vaksin perihal pandemi ke depannya. IV. DEFINISI OPERASIONAL Penulis menggunakan istilah-istilah terkait untuk menunjang penulisan, adapun istilah-istilahnya adalah sebagai berikut: 1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu Universitas Indonesia melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.16 2. Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.17 3. Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.18 4. Pemegang Paten adalah Inventor sebagai pemilik paten, pihak yang menerima hak atas paten tersebut dari pemilik Paten, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak atas Paten tersebut yang terdaftar dalam daftar umum Paten.19 5. Patent Cooperation Treaty (PCT) adalah perjanjian internasional yang ditandatangani oleh lebih dari 150 negara. PCT memungkinkan untuk mendapatkan perlindungan paten atas suatu invensi secara bersamaan di beberapa negara sekaligus dengan mengajukan satu permohonan paten “internasional”, tidak dengan cara mengajukan beberapa permohonan secara terpisah ke kantor paten nasional atau regional. Akan tetapi, pengabulan permohonan paten merupakan otoritas dari kantor paten nasional atau regional yang dikenal dengan sebutan “national phase”.20 6. Compulsory Licensing adalah saat pemerintah mengizinkan pihak lain untuk memproduksi produk atau proses yang telah memperoleh paten tanpa persetujuan pemegang paten asli atau pemerintah berencana untuk 16 Indonesia, Undang-Undang Paten, UU No. 13 Tahun 2016, LN No. 176 Tahun 2016, TLN No. 5922, Ps. 1 angka 1. 17 Ibid., Ps. 1 angka 2. 18 Ibid., Ps. 1 angka 3. 19 Ibid., Ps. 1 angka 6. 20 World Intellectual Property Organization, “PCT FAQs: Protecting your Inventions Abroad: Frequently Asked Questions About the Patent Cooperation Treaty (PCT),” https://www.wipo.int/pct/en/faqs/faqs.html, diakses 16 Juli 2020. Universitas Indonesia menggunakan invensi yang telah memperoleh paten itu sendiri. Fleksibilitas ini diperoleh dari TRIPs.21 7. The Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) adalah instrumen kebijakan yang bertujuan membantu menyelesaikan sengketa dagang di bidang HAKI dan meningkatkan pemanfaatan sistem HAKI dengan cara produktif untuk keuntungan sosial dan ekonomi.22 TRIPs bertujuan untuk mendorong iklim investasi dan perdagangan yang lebih kondusif di antaranya dengan menetapkan standar minimum perlindungan HAKI dalam sistem hukum nasional negaranegara anggota WTO dan menciptakan sistem penyelesaian sengketa HAKI yang efektif di antara para anggota WTO.23 8. World Intellectual Property Organization (WIPO) adalah forum dunia untuk layanan, kebijakan, informasi, dan kerja sama di bidang HAKI. WIPO merupakan badan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang pendanaannya bersifat pribadi yang terdiri dari 193 negara anggota. Misi dari WIPO adalah untuk memimpin perkembangan sistem HAKI yang seimbang dan efektif yang dapat menghasilkan inovasi dan kreativitas untuk kepentingan bersama.24 VI. METODE PENELITIAN Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian yuridis normatif. Hal ini dikarenakan penelitian yang akan dilakukan menekankan pada penggunaan norma-norma hukum secara tertulis serta didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber dan informan. 25 Penulis World Trade Organization, “Compulsory licensing of pharmaceuticals and TRIPs,” https://www.wto.org/english/tratop_e/trips_e/public_health_faq_e.htm, diakses 16 Juli 2020. 21 22 Tim Lindsey, et al., Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, cet. 7 (Bandung: PT. Alumni, 2013), hlm. 35. 23 Ibid., hlm. 37. World Intellectual Property Organization, https://www.wipo.int/about-wipo/en/, diakses 16 Juli 2020. 24 “Inside WIPO: What is WIPO?” 25 Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, cet. 1 (s.l.: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 9-10. Universitas Indonesia ingin menjelaskan perlindungan paten atas vaksin Covid-19 yang akan diproduksi secara global berdasarkan norma-norma hukum secara tertulis. Tipologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Hal ini dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala.26 Penulis ingin menganalisis mekanisme perlindungan paten yang tepat digunakan serta mengidentifikasi pihak mana saja yang berhak atas hak paten vaksin Covid-19. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.27 Hal ini dikarenakan data yang digunakan adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan atau masyarakat serta data yang berasal dari kepustakaan. Selain memperoleh data yang berasal dari kepustakaan, penulis juga memperoleh data dari lapangan secara langsung dengan melakukan wawancara terhadap narasumber. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Adapun bahan hukum primer yang penulis gunakan meliputi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan paten. Bahan hukum sekunder yang kami gunakan dalam penelitian ini berupa buku, laporan, artikel, skripsi, dan jurnal yang berkaitan dengan perlindungan paten, serta bahan hukum tersier berupa kamus. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan wawancara. Studi kepustakaan dilakukan untuk pengumpulan data sekunder, yakni bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, yakni terkait perlindungan paten atas vaksin Covid-19. Sementara untuk data primer, dilakukan wawancara langsung dengan narasumber menggunakan pertanyaan yang bersifat terbuka (basic open ended questions).28 26 Ibid, hlm. 4. 27 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3 (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press): 1986), hlm. 7. 28 Mamudji, Metode Penelitian, hlm. 53. Universitas Indonesia Metode analisis data yang dilakukan adalah metode kualitatif yang mana data diperoleh dari buku, literatur, dan internet. Dengan metode ini, Penulis menghasilkan data deskriptif berupa apa yang dinyatakan sasaran penelitian secara tertulis atau lisan dan perilaku nyata.29 Bentuk hasil penelitian dalam penelitian ini adalah berbentuk deskriptif analitis di mana yang diteliti adalah objek penelitian secara utuh, yaitu perlindungan paten atas vaksin Covid-19. 29 Ibid., hlm. 67. Universitas Indonesia DAFTAR PUSTAKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia. Undang-Undang Paten. UU No. 13 Tahun 2016. LN No. 176 Tahun 2016. TLN No. 5922. Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Permohonan Paten. PM No. 38 Tahun 2018. BUKU Donandi, Sujana. Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia (Intellectual Property Rights in Indonesia). Cet. 1. Yogyakarta: Deepublish, 2019. Mamudji, Sri, et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Cet. . S.l.: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press): 1986. Lindsey, Tim, et al., Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar. Cet. 7. Bandung: PT. Alumni, 2013. World Intellectual Property Organization. “Patents” dalam World Intellectual Property Indicators 2019. Switzerland: WIPO, 2019. Diakses di https://books.google.co.id/books?id=WuG2DwAAQBAJ&printsec=frontcover &dq=paten+covid&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjMz4y8vLPqAhUNWX0KH TOhB74Q6AEwAnoECAYQAg#v=onepage&q=patent&f=false. JURNAL Wesna, Putu Ayu Sriasih. “Doha Declaration sebagai Perlindungan Masyarakat atas Akses Obat Esensial di Negara Berkembang Pasca Trips Agreement.” Kertha Wicaksana 14 (2020). Hlm. 59. Universitas Indonesia INTERNET AmBadar&Partners. “International Organization Ask Covid-19 Vaccine Free of Patent and Cheap.” http://ambadar.co.id/patent/international-organization-ask-covid19-vaccine-free-of-patent-and-cheap/. Diakses 15 Juli 2020. Google News. “Coronavirus (COVID-19),” https://news.google.com/covid19/map?hl=en-ID&gl=ID&ceid=ID%3Aen. Diakses 14 Juli 2020. World Health Organization. “Archived: WHO Timeline - COVID-19.” https://www.who.int/news-room/detail/27-04-2020-who-timeline---covid-19. Diakses 4 Juli 2020. World Intellectual Property Organization. “Frequently Asked Questions: Patents.” https://www.wipo.int/patents/en/faq_patents.html. Diakses 15 Juli 2020. World Intellectual Property Organization. “Inside WIPO: What is WIPO?” https://www.wipo.int/about-wipo/en/. Diakses 16 Juli 2020. World Intellectual Property Organization. “PCT FAQs: Protecting your Inventions Abroad: Frequently Asked Questions About the Patent Cooperation Treaty (PCT).” https://www.wipo.int/pct/en/faqs/faqs.html. Diakses 16 Juli 2020. World Trade Organization. “Compulsory licensing of pharmaceuticals and TRIPs.” https://www.wto.org/english/tratop_e/trips_e/public_health_faq_e.htm. Diakses 16 Juli 2020. World Trade Organization. “Part II — Standards concerning the availability, scope and use of Intellectual Property Rights.” https://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/27-trips_04c_e.htm. Diakses 14 July 2020. Universitas Indonesia