Uploaded by mardiahputri543

ce14eb22899d90a83d801e5d74ff6e3f

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Muskuloskeletal
2.1.1 Definisi
Muskuloskeletal adalah sistem kompleks yang merupakan penunjang bentuk
tubuh dan bertanggung jawab terhadap pergerakan melibatkan otot-otot dan kerangka
tubuh, dan termasuk sendi, ligamen, tendon, dan saraf.
2.1.2 Anatomi Sistem Muskuloskeletal
Kerangka pada bagian tubuh manusia terdapat dua bagian yakni kerangka aksial
yang berguna untuk membentuk sumbu tubuh dan kerangka apendikular yang
berguna sebagai pendukung anggota badan. Kerangka apendikular terdiri dari tulang
pada lengan, kaki, bahu, dan juga panggul. Sedangkan, otot dan ligament berfungsi
sebagai pengikat atau penghubung tulang-tulang pada tubuh manusia. Jaringan
fibrosa ikat fibrosa yang ada pada ototlah yang sangat berperan dalam penyatuan
tulang.
2.1.3 Ruas Tulang Belakang
Terdapat 33 tulang dengan bentuk tidak beraturan pada tulang belakang.
Ruas-ruas tulang belakang dihubungkan satu sama lain oleh sendi yang sangat kecil.
Sendi tersebut memungkinkan gerakan dan memberikan stabilitas pada tulang
belakang. Di antara ruas-ruas tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan yang
bekerja sebagai peredam kejut.
5
6
2.1 Gambar Sumsum Tulang Belakang dan Saraf Spinal
Ruas-ruas tulang belakang memiliki sedikit perbedaan bentuk, tergantung
letaknya. Tujuh ruas pada leher (tulang leher) lebih kecil dibandingkan ruas tulang
belakang lainnya. Kondisi tersebut memungkinkan lebih banyak gerakan. Tulang
punggung atas terdiri dari 12 ruas tulang belakang yang memiliki sendi tambahan
tempat melekatnya tulang rusuk. Lima ruas tulang pinggang besar dan kokoh, karena
area ini menanggung sebagian besar berat dari tubuh kita. Sakrum terdiri dari lima
ruas tulang belakang yang menyatu. Sementara, tulang ekor terdiri dari empat tulang
belakang yang juga menyatu, masing-masing tulang belakang terdiri dari tulang leher
belakang, tulang punggung atas, tulang pinggang (bagian belakang perut), sacrum
7
(tulang kelangkang) dan tulang tungging atau tulang ekor.
2.1.4 Otot
Otot adalah alat gerak aktif. Otot tersusun atas dua macam elemen dasar, yaitu
filament aktin dan filament myosin tebal. Kedua filament ini membentuk myofibril.
Otot memiliki kemampuan untuk berkontraksi. Apabila sedang berkontraksi maka
akan terjadi pemendekan otot namun apabila otot sedang berelaksasi maka akan
terjadi pemanjangan otot.
2.2 Musculoskeletal Disorders (MSDs)
2.2.1 Definisi
Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan penyakit yang paling sering di
laporkan di antara sekian banyak penyakit yang di akibatkan oleh pekerjaan, MSD
mendapatkan presentase sebanyak 53% yang berujung pada kehilangan hari kerja
sebesar 37% menurut Data statistic The Health and Safety Executive (HSE) 2009/10
(Elyas, 2012). Musculoskeletal Disorders atau Kelainan Muskuloskeletal mengacu
pada kondisi-kondisi yang melibatkan saraf, tendon, otot, dan struktur pendukung
tubuh lainnya. Dapat dikatakan adanya kelainan karena terdapatnya perbedaan antara
keadaan struktur penyangga tubuh tersebut dengan keadaan normal.
Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu :
1.
Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila
pemberian beban dihentikan.
2.
Keluhan tetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun
8
pemberian beban kerja telah dihenTeikan , namun rasa sakit pada otot tersebut terus
berlanjut.
2.2.2
Etiologi dan Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem
muskuloskeletal antara lain:
1. Faktor pekerjaan:
•
Peregangan Otot yang Berlebihan
Melakukan pekerjaan seperti mengangkat, mendorong, menarik dan menahan
beban yang berat menyebabkan peregangan otot yang berlebihan. Pengerahan
tenaga menjadi lebih dari kekuatan optimum otot. Semakin banyak kekuatan
yang harus diterapkan dalam pengerahan tenaga, semakin cepat otot akan
kelelahan atau menjadi tegang. Paparan berlebihan atau terlalu lama
mengerahkan tenaga yang kuat dapat menyebabkan kejang, nyeri dan
kerusakan otot. Juga dapat mengiritasi tendon, sendi dan cakram, yang
mengarah ke peradangan serta penyempitan pembuluh darah dan sara.
Peningkatan kompresi saraf dari tekanan yang dikenakan oleh tendon
meradang atau kontraksi otot dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf
(carpal tunnel syndrome). Sebelumnya dilaporkan bahwa sekitar 74% cedera
tulang belakang disebabkan oleh aktivitas mengangkat (lifting activities).
Sedangkan 50-60% cedera pinggang disebabkan karena aktivitas mengangkat
dan menurunkan material (Tarwaka, 2004)
•
Aktivitas Berulang
9
Pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus dapat menimbulkan keluhan
musculoskeletal. Hal ini terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban
kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
Sendi yang paling rentan terhadap cedera karena pekerjaan berulang adalah
pergelangan tangan, jari, bahu, dan siku. Dan dapat menyebabkan penyakit
seperti tendonitis dan epicondylitis(CCOHS, 2014).
•
Sikap kerja tidak alamiah
Biasa juga disebut dengan awkward position adalah sikap kerja yang
menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah
sehingga menimbulkan keluhan muskuloskeletal, misalnya punggung terlalu
membungkuk, kepala terlalu lama terangkat, mengambil barang di tempat
yang tinggi. Bisa juga karena bekerja untuk waktu yang lama dengan
mempertahankan posisi yang sama seperti mengemudi selama beberapa jam,
posisi kerja berdiri atau duduk terlalu lama. Umumnya karena karakteristik
tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan
dan keterbatasan pekerja (Grandjean, 1993). Apabila sikap kerja seperti ini
dilakukan dalam waktu yang lama maka akan meningkatkan resiko penyakit
muskuloskeletal. Di Indonesia, sikap kerja tidak alamiah ini lebih banyak
disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja
dengan ukuran tubuh pekerja.(Riyadina, et al. 2008)
2. Faktor Lingkungan
•
Tekanan
10
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh,
Sikap duduk yang keliru akibat kursi yang tidak sesuai dengan antropometri
tubuh, atau karena kesalahan posisi, dapat menambah tekanan pada punggung
bawah dan merupakan penyebab utama masalah punggung (Soedarjatmi,
2003). Apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang
menetap.
•
Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah.
yang menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat
tinggi dan menimbulkan rasa nyeri otot (Suma’mur, 1996). Dari hasil
penelitian yang lain didapat pula getaran pada mesin yang digunakan dengan
bantuan tangan untuk mengoperasikan dapat menyebabkan penyakit carpal
tunnel syndrome dimana adanya gangguan pada saraf yang berhubungan
dengan pekerjaan yang mempunyai paparan getaran dalam jangka waktu
panjang secara berulang (Nurhikmah, 2011)
•
Suhu
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan
dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya menjadi lamban, sulit bergerak
yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot (NIOSH, 1997). Demikian
juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu
tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam
tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan,
11
akan terjadi kekurangan suplai oksigen kerja otot. Akibatnya, peredaran darah
kurang lancar, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi
penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot.
3. Faktor Manusia
•
Umur
Pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada umur 30 tahun
dan semakin meningkat pada umur 40 tahun ke atas. Hal ini disebabkan secara
alamiah pada usia paruh baya kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun
sehingga resiko terjadinya keluhan pada otot meningkat. (Cindyastira, 2014)
•
Jenis kelamin
Otot-otot wanita mempunyai ukuran yang lebih kecil dan kekuatannya hanya
dua pertiga (60%) daripada otot-otot pria terutama otot lengan, punggung dan
kaki. Dengan kondisi alamiah yang demikian maka wanita mempunyai tingkat
risiko terkena gangguan muskuloskeletal lebih tinggi. Perbandingan keluhan
otot antara wanita dan pria adalah 3 dibanding 1.
•
Ukuran tubuh / antropometri
Meskipun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa
tubuh mempengaruhi terjadinya keluhan otot. Misalnya wanita yang gemuk
mempunyai risiko keluhan otot dua kali lipat dibandingkan wanita kurus.
Ukuran tubuh yang tinggi pada umumnya juga sering menderita sakit
punggung. Kemudian orang-orang yang mempunyai ukuran lingkar
12
pergelangan tangan kecil juga lebih rentan terhadap timbulnya gangguan
muskuloskeletal.
•
Kesehatan / kesegaran jasmani
Pada umumnya keluhan otot lebih jarang ditemukan pada orang yang
mempunyai cukup waktu istirahat dalam aktivitas sehari-harinya. Pekerja
yang tidak terbiasa berolahraga memiliki resiko lima kali lebih besar
menderita gangguan musculoskeletal dibanding yang sering berolahraga.
(Deyyas and Tafese, 2014)
2.2.3 Diagnosis dan Gejala Klinis
Mendiagnosis gangguan musculoskeletal dimulai dengan anamnesis yang
mencakup identifikasi faktor – faktor resiko, terutama di tempat kerja dan yang
dilakukan sehari - hari. Diagnosis gangguan musculoskeletal dikonfirmasi dengan
melakukan laboratorium dan elektronik tes yang menentukan kerusakan otot atau
saraf. Jenis tes yang bisa dilakukan adalah, electroneuromyography (ENMG) dan
Magnetic resonance imaging (MRI). (CCOHS, 2014).
Rasa nyeri merupakan gejala umum yang berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal. Dalam beberapa kasus, dapat juga terjadi kekakuan sendi,
ketegangan otot, kemerahan, dan pembengkakan pada area yang terkena. Gangguan
musculoskeletal dapat berkembang dari tahap ringan sampai berat. Tahapan
perkembangannya meliputi:
1.
Tahap awal: rasa sakit dan kelelahan pada anggota tubuh yang terkena selama
melakukan pekerjaan, tetapi hilang saat malam hari atau saat libur kerja. Pada tahap
13
ini tidak mengurangi performa kerja.
2.
Tahap peralihan: rasa sakit dan kelelahan terjadi lebih awal dalam jam kerja dan
tetap terasa di malam hari. Terjadi penurunan kapasitas dalam melakukan ppekerjaan
repetitif.
3.
Tahap akhir: rasa sakit, kelelahan, dan kelemahan terjadi saat sedang
beristirahat. Terjadi ketidakmampuan untuk tidur dan mengerjakan tugas-tugas
ringan.
2.3
Ergonomi
Menurut Suma’mur dalam Jurnal Ilmiah Aviasi Langit Biru, ergonomi adalah
ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan
terhadap orang atau sebaliknya, dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi
yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya
(Santosa dan Hermawan, 2009). Sumber lain menyatakan bahwa ergonomi
merupakan suatu cabang ilmu bersifat multi-disipliner yang diartikan sebagai aturan
dalam bekerja (Adiputra, 2004). Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi
adalah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia untuk
menurunkan stres yang akan dihadapi.
Tujuan dari ergonomi adalah untuk menciptakan suatu kombinasi yang paling
serasi antara sistem peralatan kerja dengan manusia sebagai tenaga kerja.Sehingga
tercipta tenaga kerja yang sehat, aman, nyaman dan produktif serta efisien. Adapun
dua misi pokok ergonomi adalah (Setiadi dan Sugiarmadji, 2009):
14
a.
Penyesuaian antara penggunaan peralatan kerja dengan kondisi tenaga kerja.
Kondisi tenaga kerja yang disesuaikan adalah aspek fisik atau antropometri
(ukuran anggota tubuh : tangan, kaki, dan tinggi badan) dan kemampuan
intelektual atau berpikir.
b. Apabila peralatan kerja dan tenaga kerja tersebut sudah cocok maka kelelahan
dapat dicegah dan hasilnya lebih efisien. Hasil suatu proses kerja yang efisien
berarti memperoleh produktivitas kerja yang tinggi.
Manusia dalam kehidupannya tentu akan melakukan kerja atau aktivitas. Oleh
karena itu manusia harus memerhatikan beberapa prinsip kerja secara ergonomi, yaitu
: (Setiadi dan Sugiarmadji, 2009)
1.
Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri
secara bergantian. Sikap duduk yang diharapkan adalah duduk tegak agar
punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas.
2.
Tempat duduk yang dibuat harus sedemikian rupa sehingga tidak membebani
melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang tidak
digunakan untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada paha.
3.
Gunakan tenaga seefisien mungkin, beban yang tidak perlu harus dikurangi atau
dihilangkan.
4.
Panca indera dapat dimanfaatkan sebagai alat kontrol, bila lelah harus istirahat
(jangan dipaksa) dan bila lapar atau haus harus makan/minum (jangan ditahan).
5.
Jantung digunakan sebagai parameter untuk menentukan beban kerja yang
dilakukan.
15
6.
Kemampuan seorang bekerja dalam satu hari adalah 8-10 jam, lebih dari itu
efisien dan kualitas kerja menurun.
Hal tersebut di atas dimaksudkan untuk mencegah terjadinya keluhan sakit pada
pinggang, kelelahan, nyeri bahu dan punggung, nyeri lutut dan kaki, keluhan pada
lengan dan tangan, gangguan sirkulasi darah dan mencegah keluhan kesemutan yang
dapat mengganggu aktivitas.
Menurut Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI, penerapan ergonomi
di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat bekerja selalu dalam keadaan sehat,
nyaman, selamat, produktif, dan sejahtera. Penerapan ergonomi dapat diberlakukan
dalam kehidupan sehari-sehari saat bekerja atau beraktivitas, karena diharapkan dapat
mengurangi keluhan yang timbul akibat kerja. Keluhan yang timbul akibat kerja
antara lain kelelahan, stres, postur tubuh yang tidak nyaman sehingga mengakibatkan
nyeri pinggang, pegal pada pergelangan tangan, dan trauma tulang belakang (Santosa
dan Hermawan, 2009). Oleh karena itu, penerapan ergonomi sangatlah penting.
Pelaksanaan ergonomi memberikan beberapa manfaat, yaitu menurunnya angka
sakit akibat kerja, menurunnya kecelakaan kerja, biaya pengobatan dan kompensasi
berkurang, stres akibat kerja berkurang, produktivitas membaik, alur kerja bertambah
baik, rasa aman karena bebas dari gangguan cedera, dan kepuasan kerja meningkat
(Adiputra, 2004). Pendekatan ergonomi total dapat menurunkan beban kerja dilihat
dari penurunan denyut nadi kerja sebesar 10,61%. Penurunan kelelahan 53.97%,
keluhan sistem muskuloskeletal 48,01%. Konsekuensinya, terjadi peningkatan
produktivitas sebesar 48.84% (Artayasa, 2006)
Download