Hubungan Antara Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Siswa di SMA Triguna Utama Ciputat Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) oleh : Ari Nur Husaini 109104000010 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Keperawatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas islam negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menenrima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, Juli 2013 (Ari Nur Husaini) ii PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi dengan Judul : HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI JENIS POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP RISIKO PERILAKU BULLYING SISWA DI SMA TRIGUNA UTAMA CIPUTAT Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Disusun Oleh ; Ari Nur Husaini NIM : 109104000010 Pembimbing I Pembimbing II Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, Msc Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB NIP: 198008022006042001 NIP : 197311061005012003 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2013 M iii LEMBAR PENGESAHAN Skripsi dengan judul HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI JENIS POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP RISIKO PERILAKU BULLYING SISWA DI SMA TRIGUNA UTAMA CIPUTAT Telah disetuji dan dipertahankan dihadapan penguji oleh : Ari Nur Husaini 109104000010 Pembimbing I Pembimbing II Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, MSc NIP. 198008022006042001 Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB NIP . 197311061005012003 Penguji I Penguji II Yenita Agus, M.Kep, Sp.Mat, Ph.D NIP. 197206082006042001 Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB NIP . 197311061005012003 Penguji III Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, MSc NIP. 198008022006042001 iv LEMBAR PENGESAHAN SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Ciputat, Juli 2013 Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM NIP. 19790520 200901 1012 Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. DR.(Hc), dr. M.K, Tadjudin, Sp. And v RIWAYAT HIDUP Nama : Ari Nur Husaini Tempat, Tgl lahir : Sumedang, 14 mei 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Alamat : Dusun Kaum no. 25 RT 03 RW 04 Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Kode pos : 45362 Hp : 085216041866 Email : [email protected] Riwayat Pendidikan : 1. TK Cut Nyak Dhien Tanjungsari (1996-1997) 2. SDN Tanjungsari 2 (1997-2003) 3. MtsN Ciwaringin Cirebon (2003-2006) 4. MAN Model Ciwaringin Cirebon (2006-2009) 5. S-1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2009-2013) vi FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Juni 2013 Ari Nur Husaini, NIM: 109104000010 Hubungan antara Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Siswa di SMA Triguna Utama Ciputat Xii + 85 halaman + 8 tabel + 2 bagan + 8 lampiran ABSTRAK Salah satu kenakalan remaja yang sering terjadi adalah perilaku bullying. Bullying adalah penindasan terhadap seseorang yang lebih kuat kepada yang lebih lemah, dan dilakukan berulang kali baik oleh individu atau kelompok. Bullying memiliki dampak yang buruk, sehingga harus dikurangi kejadiannya. Salah satu yang menyebabkan bullying adalah pola asuh orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat. Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan desain deskirptif korelatif dan teknik sampling stratified random sampling. Jumlah sampel yang digunakan adalah 71. Penelitian dilakukan pada Juni 2013. Pengumpulan data menggunakan data demografi, kuesioner persepsi jenis pola asuh orang tua dan risiko perilaku bullying. Hasil uji instrumen penelitian didapatkan hasil reliabilitas sebesar 0,913 untuk persepsi pola asuh dan 0,915 untuk risiko perilaku bullying. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden 43,7 % memiliki persepsi pola asuh demokratis dan memiliki risiko perilaku bullying rendah sebesar 77,8 %. Hasil uji statistik menggunakan uji Lambda dengan α=0,05 diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat (p value=0,000) dengan nilai r= 0,583. Berdasarkan penelitian ini, sekolah bersama orang tua siswa diharapakan dapat lebih memperhatikan bullying, dan tidak menganggap bullying sebagai hal yang biasa terjadi di sekolah, dan dapat juga melakukan kerja sama dengan bidang keperawatan untuk pencegahan sampai penanggulangan bullying seperti, penyuluhan tentang problem solving, manajemen marah, atau penyuluhan bullying beserta dampak dan cara menanganinya. Kata kunci: Persepsi jenis pola asuh, Perilaku bullying, remaja. Daftar bacaan : 70 (1996-2013) vii ABSTRACT FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE SCHOOL OF NURSING ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduates Thesis, Juny 2013 Ari Nur Husaini, NIM: 109104000010 The Correlation between Student’s Perceptions of Parenting Types with Bullying Behavior among study in SMA Trigua Utama Ciputat Xii + pages + 8 tables + 2 charts + 8 attachments One of adolescent mischief that often happens is bullying behavior. Bullying is oppression against someone stronger to weaker, and done repeatedly either by individuals or groups. Bullying has a bad impact, so it must be reduced. One of the causes of bullying are parenting types. So the purpose of study is This study aimed to examine the relationship between perceptions of patterns in parenting on the risk bullying behavior of students in SMA Triguna Utama Ciputat. The type of this study is quantitative with descriptive correlative design by use stratified random sampling technique among 71 student. The study was conducted in June 2013. Collecting data using demographic data, the questionnaire of perception in parenting patterns and the risk of bullying behavior. The questionnaire of student’s perception of parenting types and the risk of bullying behavior conducted in this study The reliability test showed 0.913 on the student perception questionnaire and 0,915 on risk of bullying behavior questionnaire. The results showed that the majority of respondents (43.7%) have a democratic parenting types and 77,8% of the responden have low risk bullying behavior. Results of statistical tests using Lambda test with α = 0.05 obtained results that there is the significant relationship between the perception of patterns of parenting on risk behavior in high school students bullying Main Triguna Chester (p value = 0.000) r = 0.583. Based on this study, both of parents and teacher are expected to pay more attention to bullying, and do not consider bullying as a common problem in schools. More over the conclusion of this study for nursing have show the need of bullying prevention such as health education about problem solving, anger management , counseling and the bullying management. Keywords: adolescent, bullying behavior, parenting types. References : 70 (1996-2013) viii KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan rahmatnya peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Sholawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada nabi akhir jaman Sayyidina wa Maulana Muhammad SAW, karena perantara beliaulah kita selaku umatnya saat ini dapat mengetahui yang mana hak dan bathil. Berkat kuasa dan kehendak Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul : Hubungan Antara Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Siswa di SMA Triguna Utama Ciputat Dalam menyelesaikan penelitian ini peneliti menemukan cukup banyak hambatan dan kesulitan. Sehingga dalam penelitian ini peneliti mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penelitian dapat terselesaikan. Maka dari itu sudah sepatutnya peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr (Hc). dr. M.K. Tajudin, Sp.And dan Drs. H. Achmad Gholib, MA, selaku Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Waras Budi Utomo, S.Kep.,Ners.,MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. ix 3. Ibu Ns. Eni Nur’aini Agustini S.Kep. Msc sebagai sekertaris program studi ilmu keperawatan dan dosen pembimbing 1 saya yang telah mencurahkan waktu dan pemikiran demi terselesaikanya penelitian ini. 4. Ibu Ernawati S.Kep.,M.Kep, S.KMB sebagai dosen pembimbing 2 saya yang tidak kenal lelah memberikan waktu luang dan masukan-masukan yang berharga demi terselesaikanya penelitian ini. 5. Ibu Ita Yuanita, S,Kp, M.Kep sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan pengarahan dan motivasi untuk lebih baik dari sejak semester 1. 6. Segenap bapak dan ibu dosen di Program studi ilmu keperawatan yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang berharga kepada saya. 7. Segenap staf dan karyawan fakultas dan jurusan yang banyak membantu dalam bidang administrasi. 8. Ibu Dwi Rini Listiowati S.Pd selaku guru bp SMA Triguna Utama Ciputat yang cukup banyak membantu peneliti di lapangan. 9. Seluruh teman – teman psik 2009 yang telah berjuang bersama-sama dalam suka dan duka. 10. Ucapan Terima kasih dan bangga kepada ayahanda H.Isyam Basri dan Ibunda tercinta Hj. Juju Julihati. Yang selalu memberikan doa dan dukungan baik psikis maupun materil, serta didikan dan nasehatnya yang selalu peneliti ingat. 11. Kakak saya Hj.Ane handayani dan suami, Aziz Heikal dan Istri, Serta kedua adik saya Ammy Heryuni dan Annisa Nur (almarhumah). x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ i LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. v ABSTRAK ......................................................................................................... vi ABSTRACT ...................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii DAFTAR ISI ....................................................................................................... x DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................................. 7 C. Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 8 D. Tujuan Penelitian................................................................................. 8 E. Manfaat Penelitian ............................................................................... 9 F. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja ......................................................................... 10 xi 2. Tahap Perkembangan Remaja ....................................................... 11 3. Pertumbuhan dan Perkembangan pada Remaja............................. 12 4. Tugas Perkembangan Remaja ....................................................... 17 5. Kenakalan Remaja ......................................................................... 18 B. Persepsi 1. Pengertian persepsi ........................................................................ 19 2. Jenis-jenis perspsi .......................................................................... 20 3. Syarat terjadinya persepsi .............................................................. 21 4. Proses terjadinya persepsi…………………………………… ...... 21 C. Pola Asuh orang tua 1. Pengertian Pola Asuh orang tua ………………………………. .. 22 2. Jenis Pola Asuh Orang tua……………………………………... .. 24 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua………...29 D. Bullying 1. Definisi Perilaku Bullying ............................................................ 30 2. Bentuk-bentuk Bullying ............................................................... 31 3. Faktor-faktor penyebab terjadi Bullying ...................................... 33 4. Peran-peran dalam Perilaku Bullying ........................................... 37 5. Dampak Bullying .......................................................................... 37 6. Penanggulangan Bullying ............................................................. 39 E. Kerangka Teori .................................................................................. 41 BAB III KERANGKA KONSEP, OPERASIONAL HIPOTESIS, DAN DEFINISI A. Kerangka Konsep .............................................................................. 43 xii B. Hipotesis ............................................................................................ 43 C. Definisi Operasional .......................................................................... 44 BAB IV METODELOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ............................................................................... 46 B. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................ 46 1. Populasi ........................................................................................ 46 2. Sampel .......................................................................................... 46 a. Kriteria Inklusi ......................................................................... 47 C. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 48 D. Instrumen Penelitian .......................................................................... 48 1. Data Demografi ............................................................................. 49 2. Kuisioner Pola Asuh Orang Tua .................................................... 50 3 Kuisioner Risiko Perilaku Bullying ................................................ 51 E. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen .............................................. 52 F. Tahapan Penelitian ............................................................................. 54 G. Pengolahan data................................................................................. 55 1. Data Coding ................................................................................... 55 2. Data Editing ................................................................................... 55 3. Data Structure ................................................................................ 55 4. Data Entry ...................................................................................... 56 5. Data Cleaning ................................................................................ 56 H. Analisa Data ...................................................................................... 56 1. Analisa Univariat ......................................................................... 56 2. Analisa Bivariat ............................................................................ 61 xiii I. Etika Penelitian ................................................................................... 58 BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran umum SMA Triguna Utama Ciputat .................................... 60 B. Analisa Univariat ................................................................................... 60 1. Gambaran Demografi Responden .................................................... 61 a. Jenis Kelamin ................................................................................... 61 b. Kelas................................................................................................. 61 2. Persepsi pola asuh orang tua ............................................................ 62 3. Gambaran Risiko Perilaku Bullying Siswa .................................... 63 4. Analisa Bivariat ................................................................................ 63 BAB VI PEMBAHASAN A. Analisa Univariat ................................................................................... 66 1. Gambaran persepsi jenis pola asuh orang tua siswa di SMA Triguna Utama Ciputat ………………………………………………….......66 2. Gambaran risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat…………………………………………………………….. 70 B. Analisa Bivariat………………………………………………………...73 C. Ketrbatasa Peneliti…………………………………………………….. 77 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………………………. 78 B. Saran …………………………………………………………………..81 xiv DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Definisi Operasional…………………………………………………….. 45 Table 4.2 Distribusi Pernyataan kuisioner Pola Asuh Orang Tua…………………. 54 Table 4.3 Distribusi Pernyataan Kuisioner Risiko Perilaku Bullying……………… 55 Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin……………………… 65 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas ……………………. 66 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua ……………… 67 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Risiko Perilaku Bullying siswa …………………… 68 Tabel 5.5 Hubungan Antara Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying………………………………………………………….69 xv DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Teori………………………………………………………... 42 Gambar 3.1 Kerangka konsep………………………………………………………. 43 xvi DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden 2. Lampiran 2 Data Diri Responden 3. Lampiran 3 Kuisioner Penelitian 4 . Lampiran 4 Hasil Uji Validitas 5. Lampran 5 Hasil Penelitian 6. Lampiran 6 Surat Ijin Uji Validitas 7. Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian 8. Lampiran 8 surat izin studi pendahuluan xvii RIWAYAT HIDUP Nama : Ari Nur Husaini Tempat, Tgl lahir : Sumedang, 14 mei 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Alamat : Dusun Kaum no. 25 RT 03 RW 04 Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Kode pos : 45362 Hp : 085216041866 Email : [email protected] Riwayat Pendidikan : 1. TK Cut Nyak Dhien Tanjungsari (1996-1997) 2. SDN Tanjungsari 2 (1997-2003) 3. MtsN Ciwaringin Cirebon (2003-2006) 4. MAN Model Ciwaringin Cirebon (2006-2009) 5. S-1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2009-2013) xviii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang, dan salah satu tahap dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia yaitu masa remaja. Masa remaja adalah masa dimana terjadi transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, yang mencangkup perubahan baik secara biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Kata remaja yang dalam bahasa inggris adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 2012). Sedangkan batasan usia untuk remaja adalah 12 – 24 (World Health Organization, 2007 dalam Efendi dan Mahfudhi, 2009). Pada remaja terjadi perubahan biologis, hal ini berkaitan dengan anatomi dan fisiologi, dimana dipengaruhi dari fungsi kelenjar hipofisis yang mengelurakan hormon, seperti hormon genotrop yang mempercepat fungsi kematangan sel telur dan sperma, serta mempengaruhi hormon adrenokortikotropik yang berfungsi mempengaruhi kelenjar suprenalis, testosteron, estrogen, yang mempengaruhi pertumbuhan anak sehingga terjadi percepatan pertumbuhan (Monks dan Knoers, 2004). Perubahan fisik ini dapat dilihat pada pertumbuhan tubuh (badan menjadi makin panjang dan tinggi), mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda – tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono, 2012). 1 2 Perkembangan kognitif atau biasa juga disebut perkembangan intelek adalah suatu kemampuan untuk melakukan abstraksi, serta berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru (Ali, 2010). Menurut Santrock (2007), contoh dari perubahan kognitif adalah remaja dapat mengingat sebuah puisi, mengerjakan soal matematika, membayangkan bagaimana menjadi orang terkenal. Maka perkembangan kognitif ini dapat dikatakan sebagai perubahan pemikiran dan intelegensi individu. Perkembangan selanjutnya adalah perkembangan sosio-emosial. Emosi individu biasanya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Remaja biasanya memiliki kondisi emosi yang berkobar-kobar, energi yang besar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna, sehingga sering mengalami perasaan yang tidak aman, tidak tenang, dan khawatir kesepian (Ali, 2010). Sehingga dapat dikatakan bahwa emosi remaja masih labil. Perubahan emosi berkaitan dengan perubahan sosial. Ada dua perubahan sosial yang terjadi, pertama remaja akan lebih dekat dengan teman sebayanya dan memisahkan diri dari orang tua dengan maksud menemukan jati diri, remaja membentuk kelompok dan mengekspresikan segala potensi yang dimiliki sehingga hal ini membuat remaja sangat rentan terhadap pengaruh teman sebaya dalam hal sikap, penampilan, dan perilaku. Perubahan sosial yang kedua adalah remaja mulai menyukai lawan jenis (Monks dan Knoers, 2004). Pada masa ini remaja cenderung ingin mencoba hal – hal baru, baik hal positif maupun negatif, hal negatif yang dicoba salah satunya adalah kenakalan remaja. 3 Menurut Santrock (2007), menjelaskan bahwa Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal. Sedangkan pendapat lain menyebutkan kenakalan remaja adalah perbuatan yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama (Sudarsono, 2012). Selama beberapa tahun terakhir masalah kenakalan remaja menjadi masalah pokok bagi masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di kotakota besar, selain kejadianya terus meningkat, kualitas kenakalanya juga cenderung meningkat, data kriminalitas dari MABES Polri menunjukan bahwa selama tahun 2007, tercatat sekitar 3100 orang pelaku tindak pidana adalah remaja berusia 19 tahun atau kurang, jumlah tersebut pada tahun 2008 dan 2009 masing-masing meningkat mejadi sekitar 3300 remaja dan 4200 remaja (Badan Pusat Statistik, 2010). Dilihat dari barbagai kenakalan remaja di sekolah, salah satu yang sering terjadi adalah perilaku bulying, perilaku bullying sendiri adalah tindakan negatif yang dilakukan seseorang atau lebih, yang dilakukan berulang – ulang dan terjadi dari waktu ke waktu (Olweus, 1993 dalam Hazalden Foundation, 2007). Bullying memiliki arti yang berbeda-beda di setiap negara, tapi pada umumnya kasus bullying sering terjadi antara senior kepada juniornya. Sedangkan definisi kata kerja “to bully” dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary adalah tindakan yang menimbulkan rasa sakit atau menyakiti orang lain untuk kepentingan sendiri. 4 Dalam kenyataan sehari-hari bullying dapat terjadi dalam bentuk penyiksaan atau pelecehan secara fisik, verbal maupun psikologis. Contoh bullying fisik adalah menampar, menimpuk, dan menginjak kaki. Contoh bullying non fisik adalah memaki, dan menghina. Contoh bullying psikologis adalah memandang sinis, dan mempermalukan (Yayasan Sejiwa, 2008). Perilaku ini pada kalangan remaja di sekolah dapat dikatakan sebagai fenomena gunung es, karena kasus-kasus hanya sedikit yang terangkat kepermukaan dan itu juga apabila terdapat kasus yang besar yang dilaporkan, namun pada kenyataanya perilaku ini sudah sangat melekat di dunia pendidikan di Indonesia. Penyebab kasus bullying sedikit yang terangkat ke permukaan adalah sekolah cenderung menutupi kasus bullying seperti senioritas sebab jika diketahui publik, mereka khawatir sekolahnya akan mendapat reputasi buruk (Astuti, 2008). Bullying seringkali dianggap masalah yang sepele, padahal ini merupakan masalah yang cukup serius bagi siswa di Indonesia. Sebuah survei yang dilakukan oleh organisasi Plan Indonesia (2008) yang dilakukan di empat kota besar yakni Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bogor terhadap 1500 siswa SMA dan 75 guru, hasilnya 67,9 persen menganggap terjadi kekerasan di sekolah berupa kekerasan verbal, psikologis, dan fisik, pelaku kekerasan umumnya teman, kakak kelas, adik kelas, guru, dan siswa yang menjadi preman di sekolah (kompas.com). Data lain yang tercatat oleh Yayasan Sejiwa (2008), hasil survei yang dilakukan pada workshop antibullying (2006) pada sekitar 250 peserta, 94,9% peserta yang hadir menyatakan bahwa memang terjadi bullying di sekolah-sekolah di Indonesia. 5 Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya bullying antara lain faktor keluarga, teman sebaya, dan pengaruh media (Quiroz dkk, 2006). Sedangkan menurut pendapat lain menyebutkan ada 7 faktor penyebab terjadinya bullying yaitu perbedaan kelas, tradisi senioritas, senioritas, keluarga yang tidak rukun, situasi sekolah yang tidak harmonis, karakter individu/kelompok, dan persepsi/nilai yang salah atas perilaku korban (Astuti, 2008) Terdapat faktor keluarga, keluarga merupakan sekolah pertama anak, dimana anak mulai mempelajari semuanya dari mulai keluarga yang ada di rumah dan pada akhirnya akan menjadi nilai dan perilaku yang dia anut ( hasil imitasi). Maka dari itu pola asuh penting kaitanya sebagai hal yang mempengaruhi perilaku anak, sehingga dapat dikatakan pola asuh orang tua di rumah dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perilaku bullying. Selain itu, tipe orang tua di rumah yang suka memaki, membandingkan, melakukan kekerasan fisik maka anakpun akan menganggap benar bahasa kekerasan (Haryana, 2004 dalam Yayasan Sejiwa, 2008). Jadi jelas bullying itu dapat mulai tertanam sejak anak masih berusia dini sehingga harus ada upaya yang maksimal untuk mencegah “benih” tersebut tumbuh berkembang dirumah, yang kemudian akan berlanjut ke sekolah. (Priyatna, 2010). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Maghfiroh & Rahmawati (2009), yang dilakukan pada 73 siswa/siswi di Bantul Yogyakarta, mendapatkan hasil ada hubungan negatif antara iklim sekolah dengan kecenderungan perilaku bullying. semakin negatif iklim suatu sekolah makin tinggi kecenderungan perilaku bullying. Sebaliknya semakin positif iklim sekolah maka semakin rendah kecenderungan perilaku bullying. Peneliti menemukan iklim sekolah 6 memberi sumbangan sebesar 21% terhadap kecenderungan perilaku bullying. Atas dasar tersebut peneliti ini menyarankan untuk penelitian berikutnya tentang kecenderungan perilaku bullying dilakukan dengan faktor-faktor lainya seperti pola asuh orang tua, pengaruh teman sebaya dan sebagainya. Peneltitian lainya yang dilakukan oleh Kismartani (2010) menunjukan bahwa secara umum masyarakat mengidentifikasi pola asuh keluarga sebagai faktor yang paling mempengaruhi perilaku bullying. Pola asuh keluarga disini adalah bagaimana pola asuh orang tua terhadap anaknya di rumah. Dampak bullying sendiri akan terjadi dalam jangka waktu lama dan cenderung terbawa sampai dewasa. Bullying menyebabkan seorang anak yang menjadi korban akan terhambat dalam aktualisasi diri. Bullying tidak memberi rasa aman dan nyaman, sehingga akan membuat para korban takut dan terintimidasi, rendah diri, serta tidak merasa berharga, sulit berkonsentrasi dalam belajar, tidak bergerak untuk bersosialisasi dengan lingkungan, tidak ingin sekolah, pribadi yang tidak percaya diri dan sulit berkomunikasi, akan menyebabkan prestasi belajarnya merosot, mungkin pula para korban bullying akan kehilangan rasa percaya diri kepada lingkungan yang banyak menyakiti dirinya (Yayasan Sejiwa, 2008). Selain itu pula kegagalan dalam mengatasi bullying akan menyebabkan tindakan agresi yang lebih jauh (Pearce dan Eliot 2002, dalam Astuti, 2008). Jadi penting untuk menangani bullying agar dapat mencegah dampak buruk yang di timbulkanya. Melihat pemaparan di atas peneliti merasa tertarik untuk meneliti hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat. Persepsi ini untuk melihat 7 bagaimana anak mempersepsikan tentang pola asuh yang orang tua terapkan padanya. SMA Triguna Utama di pilih karena jaraknya dekat dengan tempat tinggal peneliti, sehingga diharapkan akan memudahkan dalam penelitianya dan menghemat biaya. SMA ini tergolong sekolah yang cukup besar, dan berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan dalam hal ini wawancara terhadap guru BP dan 10 orang siswanya didapatkan bahwa terdapat kejadian bullying di sekolahnya seperti bullying fisik, verbal, dan psikologis. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan : 1. Hasil survei yang dilakukan Yayasan Sejiwa terhadap sekitar 250 orang peserta workshop antibullying 2006, menunjukan 94,9% peserta menyatakan terjadi bullying di sekolah – sekolah di Indonesia. Dan dalam survei yang dilakukan oleh Organisasi kemanusian Plan Indonesia (2008) di empat kota besar di Indonesia pada 1500 siswa dan 75 guru, menunjukan bahwa 67,9% menganggap terjadi bullying di sekolah. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya bullying adalah keluarga, teman sebaya dan pengaruh media.( Quiroz dkk, 2006) 3. Penelitian yang dilakukan oleh Kusmartani (2010) menunjukan bahwa faktor pola asuh keluarga adalah yang paling mempengaruhi perilaku bullying. 4. Studi pendahuluan yang dilakukan dengan cara wawancara terhadap guru BP dan 10 orang siswa SMA Triguna Utama Ciputat menyatakan bahwa di sekolahnya terjadi perilaku bullying, meliputi bullying fisik, verbal, dan psikologis. 8 Maka peneliti merumuskan masalah peneltian sebagai berikut, apakah ada hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat? C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran siswa di SMA Triguna Utama Ciputat ? 2. Bagaimana persepsi jenis pola asuh orang tua siswa di SMA Triguna Utama Ciputat ? 3. Bagaiman tingkat risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat ? 4. Bagaimana hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap resiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat ? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi gambaran demografi siswa di SMA Triguna Utama Ciputat. b. Mengidentifikasi persepsi jenis pola asuh orang tua siswa di SMA Triguna Utama Ciputat. c. Mengidentifikasi tingkat risiko Perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat. d. Mengidentifikasi hubungan antara jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat. 9 E. Manfaat Penelitian 1. Ilmu Keperawatan Penelitian ini dapat menjadi referensi dalam penelitian yang akan datang serta dapat menambah wawasan dalam bidang ilmu keperawatan jiwa, anak, maupun keluarga. Serta diharapkan dapat menambah teori yang sudah ada mengenai bagaimana persepsi pola asuh orang tua terhada risiko perilaku bullying. 2. SMA Triguna Utama Dapat mencegah atau mengurangi sedini mungkin dampak buruk dari bullying ketika sudah mengetahui data tentang bullying maupun bagaimana persepsi pola asuh orang tua yang dapat mempengaruhi perilaku tersebut, sehingga dapat memaksimalkan potensi siswa maupun siswi di SMA Triguna Utama Ciputat. Bagi BP juga dapat mempunyai data bagaimana tingkat risiko perilaku bullying di sekolah sehingga dapat meminimalisirnya. 3. Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam konteks keilmuan dan metodologi penelitian yang baik dan benar, serta memberikan pengalaman yang berharga sebagai peneliti pemula. Hasil dari penelitian ini juga dapat digunakan untuk penelitian yang akan datang. F. Ruang Lingkup Penelitian Jenis dari penelitian ini adalah kuantitatif, dengan menggunakan desain deskriptif korelatif. Penelitian ini dilakukan di SMA Triguna Utama Ciputat yang melibatkan kelas X, XI IPA, dan XI IPS. Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Masa remaja adalah salah satu tahap perkembangan manusia, kata remaja (adolescence) berasal dari bahasa latin yaitu “adolescare” yang artinya tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang dimulai dengan adanya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun atau menjelang dewasa muda (Soetjiningsih, 2004). Sedangkan menurut Nototatmojdo (2007) menjelaskan sebagian besar masyarakat sesuai budayanya mengkategorikan remaja pada usia awal 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Menurut Wong, dkk (2009) remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-20 tahun. Berikut beberapa definisi remaja lainya : a. Menurut UU No.1 tahun 1979 tentang kesejehteraan anak, remaja adalah yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah. b. Menurut UU perburuhan tahun 1997, anak dianggap remaja apabila mencapai usia 15-18 tahun. c. Menurut UU perkawinan No.1 tahun 1979, seorang anak dianggap remaja apabila sudah cukup matang, usia 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki 10 11 Jadi dari beberapa pengertian remaja di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah salah satu tahap perkembangan manusia, berupa masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa dimulai pada usia 10 – 22 tahun dan belum menikah. 2. Tahap Perkembangan Remaja Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja, yaitu : a. Remaja awal (early adolescence) Remaja awal ini masih terheran – heran akan perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan–dorongan yang menyertai perubahan–perubahan itu. Dan pada saat ini mereka mulai menyukai lawan jenis dan menjadi lebih mudah terangsang. Mereka memiliki kepekaan yang berlebihan terhadap lawan jenis. b. Remaja madya (middle adolescence) Remaja pada tahapan ini membutuhkan banyak teman-teman sehingga mereka akan merasa senang apabila punya banyak teman dan diterima oleh teman-temanya, selain itu remaja ini mempunyai kecenderungan narsistik, yaitu menyukai diri sendiri dan orang-orang yang sama dengan dirinya. Pada masa ini terjadi kebingungan seperti memilih yang mana yang peka atau tidak peduli, optimis atau pesimis, idealis atau materialis, dan sebagainya, remaja pria juga sudah harus membebaskan dari oedispus complex (perasaan cinta pada ibu sendiri seperti pada masa anak-anak) dengan cara mempererat hubungan dengan teman-temanya. 12 c..Reamaja akhir ( late adolescence) Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa yaitu ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu : 1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek 2) Egonya untuk mencari kesempatan bersatu dengan orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru. 3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi 4) Egosentrisme (memusatkan perhatian pada diri sendiri) menjadi kesimbangan antara kepentingan sendiri dan orang lain 5) Tumbuhnya “dinding” yang menjadi pemisah diri pribadinya dan masyarakat umum (Sarwono, 2012). 3. Pertumbuhan dan perkembangan pada remaja Masa remaja mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, pertumbuhan dan perkembangan itu adalah biologis, kognitif, dan sosioemosional (Santrock, 2007). a. Pertumbuhan biologis Pertumbuhan adalah suatu proses perubahan fisiologis yang bersifat progresif dan kontinu dan berlangsung dalam periode tertentu. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif dan berkisar hanya pada aspek fisik individu (Ali, 2010). Perubahan yang pesat di masa remaja juga biasa disebut dengan masa puberitas. Puberitas adalah sebuah periode dimana kematangan fisik begitu pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang terutama berlangusung di masa remaja awal. Hormon adalah 13 zat kimia yang kuat yang diciptkan oleh kelenjar endokrin dan dibawa keseluruh tubuh melalui aliran darah (Santrock, 2007). Pesatnya perubahan akan menyebabkan kejutan kepada remaja, sebagai contoh pakaian yang dimilki oleh remaja sering kali tidak dapat digunakan lagi, dan harus membeli lagi baju baru. Pada remaja putri ada perasaan seolah-olah belum dapat menerima kenyataan bahwa tanpa dibayangkan sebelumnya payudaranya membesar. Oleh sebab itu seringkali gerak-gerik remaja menjadi canggung dan tidak bebas, gangguan yang terjadi karena pesatnya pertumbuhan fisik seperti ini biasa disebut dengan gangguan regulasi (Ali, 2010). Pertumbuhan fisik meliputi dua hal, yakni internal dan eksternal. Perubahan internal contohnya perubahan alat pencernaan makanan, bertambah besarnya berat dan ukuran jantung dan paru-paru, dan bertambah sempurnanya kelenjar endokrin atau kelamin dan seluruh bagian tubuh. Sedangkan perubahan eksternal contohnya bertambahnya tinggi badan, bertambah lingkar tubuh, ukuran dan panjang lingkar tubuh, ukuran organ seks, munculnya tanda-tanda kelamin sekunder (Hurlock E.B, 1991 dalam Ali, 2010). Selain itu ada juga faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik : a. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu, yaitu 1) Sifat jasmaniah yang diwariskan oleh orang tuanya 14 Anak yang orang tuanya bertumbuh tinggi cenderung lebih lekas menjadi tinggi dari pada anak dengan orang tuanya bertumbuh pendek, dalam hal ini dapat dikatakan juga faktor genetik. 2) Kematangan Faktor kematangan mempengaruhi pertumbuhan fisik, sebagai contoh anak yang berumur tiga bulan walaupun diberikan makanan bergizi supaya menunjang otot kakinya agar dapat berjalan, tidak mungkin berhasil jika usianya sebelum lebih dari sepuluh bulan. b. Faktor Eksternal 1) Kesehatan Anak yang sering sakit-sakitan pertumbuhan fisiknya akan terhambat. 2) Makanan Makanan yang bergizi akan membuat anak tumbuh dengan pesat dibandingkan anak yang tidak mendapatkan makanan yang bergizi. 3) Stimulasi Lingkungan Individu yang tubuhnya sering dilatih oleh lingkungannya untuk meningkatkan percepatan pertumbuhannya, akan berbeda dengan yang tidak mendapatkan latihan (Ali, 2010). Oleh karna adanya faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan individu, maka akan menyebabkan pertumbuhan fisik bervariasi setiap orangnya. b. Perubahan Kognitif Kemampuan pemikiran remaja yang sedang berkembang, membuat cakrawala kognitif yang baru. Pemikiran mereka semakin abstrak, logis, 15 dan idealis, dan lebih cenderung memantau dunia sosial. Menurut Piaget (2001 dalam Gunarsa 2012), remaja termotivasi untuk memahami dunianya karena hal ini merupakan suatu bentuk adaptasi biologis. Remaja secara aktif mengkontruksi dunia kognitifnya sendiri, mereka juga melibatkan gagasan–gagasan baru karena informasi ini dapat meningkatkan pemahaman mereka (Ali, 2010). Ketika mengkontruksikan dunianya yang akhirnya meningkatkan pemahamannya, remaja menggunakan skema. Skema adalah sebuah konsep atau kerangka mengorganisasikan dan kerja mental yang menginterprestasikan diperlukan informasi. untuk Remaja menggunakan dan mengadaptasikan skema kedalam dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah memasukan informasi baru kedalam pengetahuan yang sudah ada, dalam asimilasi skema yang sudah ada tidak mengalami perubahan. Akomodasi adalah menyesuaikan sebuah skema yang sudah ada terhadap masuknya informasi baru (Santrock, 2007). Tahap- tahap perkembangan kognitif Menurut Piaget (dalam Santrock, 2007), individu berkembang melalui empat tahap kognitif, yaitu sensorimotor, pra-oprasional motor, operasi konkret, dan operasi formal. Setiap tahap yang tergantung pada usia ini memiliki cara berfikir yang berbeda, sedangkan remaja sendiri termasuk kedalam tahap operasional formal, yaitu remaja bernalar secara lebih abstrak, idealis, dan logis. 16 c. Perubahan emosional Definisi emosi sendiri menurut Chaplin (1989 dalam Ali, 2010) adalah suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencangkup perubahan- perubahan yang disadari, yang sifatnya mendalam dari perubahan perilaku. Sedangkan Perubahan sosio-emosional adalah perubahan relasi individu dengan orang lain, emosi, kepribadian dan konteks sosial (Santrock, 2007). Dalam hal ini emosi memilki peranan penting dalam tingkah laku individu termasuk dalam masalah sosial ini saling berkaitan. Daniel Goleman (1995 dalam Ali, 2010) mengemukakan sejumlah ciri utama pikiran emosional sebagai bukti bahwa emosi memainkan peranan penting dalam pola pikir maupun tingkah laku individu. Adapun ciri utama pikiran emosional tersebut adalah respon yang cepat tetapi ceroboh, mendahulukan perasaan kemudian pemikiran, memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik, masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang, realitas yang ditentukan oleh keadaan (Ali). Remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobarkobar sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Selain itu perkembangan emosi remaja juga di pengaruhi beberapa faktor, yaitu perubahan jasmani, perubahan pola interaksi dengan orang tua, perubahan interkasi dengan teman sebaya, perubahan pandangan luar, perubahan interaksi dengan sekolah (Ali, 2010). Dengan perbedaan faktor-faktor 17 tersebut perkembangan emosi remaja sangat dimungkin berbeda satu sama lain. d. Perubahan Sosial Perkembangan sosial terjadi karena adanya hubungan sosial yang berubah karena adanya dorongan rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu yang ada disekitarnya. Hubungan sosial ini berawal dari rumah yang kemudian dilanjutkan disekolah dan dilanjutkan lagi ketempat yang lebih luas yaitu pergaulan teman sebaya. Pergaulan adalah juga sesuatu untuk memperkembangkan aspek sosial anak. Seorang anak membutuhkan anak lain atau kelompok yang kira-kira sebaya. Melalui hubungan dengan lingkungan sosialnya, anak sengaja atau tidak sengaja, langsung atau tidak langsung terpengaruh kepribadiannya (Gunarsa, 2004). Ada karakteristik yang unik dari perkembangan sosial remaja, yaitu berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan untuk bergaul, adanya upaya untuk memilih nilai-nilai sosial, meningkatnya kesadaran akan lawan jenis, dan mulai tampak kecenderungan mereka untuk memilih karier tertentu. Akan tetapi perkembangan sosial setiap remaja tentu saja tidak akan sama karena dipengaruhi oleh keluarga, sekolah dan masyarakat (Ali, 2010). 4. Tugas Perkembangan Remaja Tugas perkembangan remaja yaitu memfokuskan pada bagaimana meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan menjadi perilaku dan sikap 18 dewasa. Menurut Havighurst (1961) tugas perkembangan remaja adalah sebagai berikut: a. Mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. b. Mencapai peran sosial pria dan wanita. c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. d. Mencapai dan mengharapkan perilaku sosial yang bertanggung jawab. e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang – orang dewasa lainya. f. Mempersiapkan karir ekonomi. g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga h. Memperoleh peringkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi (Hurlock, 2012) 5. Kenakalan Remaja a. Pengertian kenakalan Remaja : Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency, merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial yang berakibat mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang (Kartono,1997). Menurut Santrock (2007), kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal. Sedangkan menurut Sudarsono (2012), kenakalan remaja adalah perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak 19 remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma – norma agama. Jadi kenakalan remaja adalah segala sesuatu perilaku remaja yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat yang sampai pada tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja. Adapun kenakalan remaja yang sering terjadi di sekolah adalah perilaku bullying. b. Jenis – jenis kenakalan remaja Jensen (1985) membagi kenakalan remaja menjadi 4 jenis, yaitu : a) Kenakalan remaja yang menimbulkan korban fisik pada orang lain. Seperti : perkelahian, pembunuhan, perampokan, dan lain-lain. b) Kenakalan yang menibulkan korban materi : perusakan, pencurian, pemerasan, dan lain-lain. c) Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain. Seperti pelacuran, penyalahgunaan obat, dan lain-lain. d) Kenakalan yang melawan status, Seperti : mengingkari status sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah, dan lain-lain. (Sarwono, 2012) B. Persepsi Walgito (2001) menjelaskan persepsi adalah suatu proses pengoganisasian, penginterpresatasian, terhadap rangsang yang diterima oleh individu, sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Menurut pendapat Maramis (1999) menyebutkan bahwa 20 persepsi adalah daya mengenal barang kualitas atau hubungan dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah pancaindra mendapat rangsang (Sunaryo, 2002). Marliyah (2004) menjelaskan persepsi adalah penafsiran unik terhadap situasi dan bukan merupakan pencarian yang benar terhadap situasi. Sedangkan menurut Seamon dan Kenrick (1994) persepsi adalah sesuatu yang melibatkan proses organisasi dan interprestasi dari stimulus-stimulus untuk memberikan makna-makna tertentu. Menurut Rakhmat (2000) penyimpulan informasi dan penafsiran kesan dari pengalaman akan objek, peristiwa, dan hubunganhubungan yang diperoleh inilah yang akhirnya akan membentuk persepsi (Marliyah, 2004). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah penafsiran individu terhadap stimulus-stimulus yang datang padanya melalui panca indra terhadap situasi. 2. Jenis-jenis Persepsi Ada dua macam persepsi yaitu : a. External perception adalah persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar individu. b. Self-perception adalah persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dari dalam diri individu, dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri (Sunaryo, 2002) 21 3. Syarat Terjadinya Persepsi Persepsi adalah suatu proses yang didahului pengindraan, yaitu dengan diterimanya stimulus oleh reseptor, diteruskan ke otak atau pusat saraf yang di organisasikan dan diinterprestasikan sebagai proses psikologis. Akhirnya individu menyadari apa yang dilihat dan didengarkan. Berikut syarat terjadinya persepsi : a. Adanya Objek : objek → stimulus → alat indra (reseptor). Stimulus berasal dari luar individu (langsung mengenai alat indra/reseptor) dan dari dalam diri individu (langsung mengenai saraf sensoris yang bekerja sebagai reseptor). b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi. c. Adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus. d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf/pusat kesadaran). Dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respons (Sunaryo, 2002). 4. Proses Terjadinya Persepsi Persepsi melewati tiga proses, yaitu : a. Proses Fisik (kealaman) : Objek → stimulus → reseptor atau alat indra. b. proses fisiologis : stimulus → saraf sensoris → otak. c. Proses Psikologis : Proses dalam otak sehingga individu menyadari stimulus yang diterima. Penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2008) menunjukan bahwa semakin positif remaja mempersepsikan pola asuh ayah dan ibunya, maka semakin positif pula perilaku disiplin remaja tersebut. Penyebabnya adalah peran 22 keluarga dapat memberikan dasar pembentukan sikap, watak, tingkah laku, moral dan pendidikan pada anak, yang semua itu mampu di persepsi remaja secara positif, sehingga berdampak positif pula pada kualitas kepribadian remaja, dalam hal ini pada perilaku disiplinya. Hal ini menunjukan bahwa persepsi dapat mempengaruhi perilaku. Hurlock (2005) menyatakan bahwa persepsi individu dapat memotivasi perilakunya lebih lanjut. objek persepsi yang dinilai tidak menyenangkan maka perilakunya negatif, sebaliknya individu yang mempersepsikan suatu objek secara positif, maka akan mengkondisikan individu secara psikologis sebagai motivasi untuk berperilaku positif. C. Pola Asuh Orang Tua 1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak dapat berinteraksi. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian sangatlah besar artinya. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap anak sangat membutuhkan lingkungan keluarga, rasa aman yang diperoleh dari ibu dan rasa terlindung dari ayah. Rasa aman dalam keluarga merupakan salah satu syarat bagi kelancaran proses perkembangan anak, kekhawatiran dan kecemasan yang terlihat pada orang dewasa dan remaja bila ditelusuri ternyata merupakan akibat peristiwa-peristiwa yang berkaitan 23 dengan hilangnya rasa aman pada usia muda (Gunarsa, 2004). Dalam mengasuh anaknya, orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena setiap masing-masing orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu yang beda pula. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara orang tua dengan anak. Selama proses pengasuhan orang tua itulah yang memiliki peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak. Menurut Santrock (2004), mendefinisikan pengasuhan orang tua adalah aktivitas kompleks termasuk banyak perilaku spesifik yang dikerjakan secara individu dan bersama-sama untuk mempengaruhi pembentukan karakter anak. Sedangkan menurut Wahyuningsih dkk (2003), menjelaskan pola asuh sebagai seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Dalam mengasuh anaknya, orang tua cenderung menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh tertentu ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk- bentuk perilaku sosial tertentu pada anaknya. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat (Santrock, 2004). Jadi pola asuh orang tua adalah perlakuan orang 24 tua yang di terapkan pada anaknya, untuk membentuk karakter anak dan dalam mencapai kedewasaan anaknya. 2. Jenis Pola Asuh Orang Tua Pola asuh terbentuk karena adanya dua hal yaitu demandignes dan responsivnes. Demandignes standar yang berkaitan dengan kontrol perilaku yang ditetapkan oleh orang tua kepada anaknya, sedangkan responsiveness adalah respon orang tua kepada anaknya yang berkaitan dengan kehangatan dan dukungan (Baumrind, 1991 dalam Santrock, 2007). Pendapat Baumrind menjelaskan bahwa orang tua sebaiknya tidak bersikap menghukum maupun bersikap menjauh namun sebaiknya orang tua mengembangkan aturan-aturan dan hangat terhadap mereka. Dalam hal ini Baumrind (1971) dalam Fathi (2011) menjelaskan 3 gaya pola asuh yaitu : authoritative, authoritarian, dan permissive. a. Authoritative (Demokratis) Gaya pengasuhan orang tua yang bergaya otoratif. Mendorong remaja untuk mandiri namun masih membatasi dan mengendalikan aksi-aksi mereka. Memberikan komunikasi terbuka dan kehangatan dalam mengasuh. Ciri yang kental pada pola pengasuhan ini adalah diskusi antara anak dan orang tua. Kerja sama yang berjalan baik antara anak dan orang tua. Anak diakui eksistensinya. Kebebasan berekspresi diberikan kepada anak dengan tetap berada dibawah pengawasan orang tua. Pola asuh ini biasa juga disebut pola asuh demokratis. 25 Menurut Cole dan Hall (1970) dalam Rahman (2008), mengemukakan bahwa suasana terbuka dan kondusif yang ada pada pola asuh demokratis menyebabkan remaja menjadi lebih berkembang serta memiliki kemampuan menghadapi konflik yang terjadi dengan orang lain. Hal tersebut dipertegas oleh Shapiro (2001) yang menjelaskan bahwa ayah dan ibu dengan pola asuh demokratis menyebabkan anak tidak tergantung dan tidak berperilaku kekanak-kanakan, mendorong untuk berprestasi, kreatif dan disukai banyak orang serta responsif (Rahman, 2008). b. Authoritarian (Otoriter) Pola asuh ototiter ini bersifat menghukum dan membatasi dimana orang tua sangat memaksakan remaja mengikuti dan menghormati usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tuanya, serta komunikasi tertutup, sehingga tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk berkomunikasi secara verbal. Ciri khas pola asuh ini diantaranya kekuasaan orang tua dominan jika tidak boleh dikatakan mutlak, anak yang tidak mematuhi orang tua akan mendapatkan hukuman yang keras, pendapat anak tidak didengarkan sehingga anak tidak memiliki eksistensi dirumah, tingkah laku anak dikontrol degan sangat ketat. Berdasarkan ciri-ciri tersebut diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa pola asuh otoriter memiliki ciri pokok tidak demokratis dan menerapkan kontrol yang kuat. Hal ini berbeda dengan pola asuh otorotatif (demokratis) yang berciri demokrasi dan menerapkan kontrol. Berbeda pula dengan pola asuh permisif yang berciri demokratis, tetapi tanpa memberikan kontrol. Dengan pendekatan yang tidak demoratis dan pemberian kontrol yang ketat dalam pola 26 asuh otoriter, maka tidak mengherankan pola asuh otoriter memiliki banyak akibat negatif terhadap anak (Widyarini, 2009) Penelitian yang dilkukan oleh Anggaraningtyas dkk (2010) menunjukan hasil bahwa remaja yang mempersepsikan orang tuanya memberikan pola asuh otoriter mempunyai hubungan yang signifikan dengan kecenderungan perilaku agresi. Hal ini sejalan dengan pendapat Steinberg (1993) dalam Hasugian (2012) menjelaskan bahwa remaja yang tumbuh dalam keluarga dengan pola asuh Otoriter (Authoritarian) cenderung menjadi individu yang bergantung pada orang lain, pasif, kurang mampu bersosialisasi, kurang percaya diri, dan kurang berminat pada hal-hal yang menyangkut inteletualitas. Penelitian lain yang dilakukan oleh Asmaliah (2008) menunjukan hasil semakin positif persepsi remaja awal terhadap pola asuh orang tua ototrier maka semakin rendah motivasi berprestasinya, dan semakin negatif persepsi remaja awal terhadap pola asuh. Artinya jika remaja awal ini semakin mempersepsikan bahwa pola asuh yang diterapkan kepadanya adalah otoriter, makan akan semakin rendah motivasi untuk berprestasi dari remaja tersebut. Orang tua dengan pola asuh otoriter tidak menyadari bahwa dengan pola yang lebih banyak menuntut terhadap anak ini telah mengikis kehangatan hubungan dengan anak. Anak tidak menemukan suasana yang memungkinkan untuk mengekspresikan pikiran atau perasaanya. Padahal kehangatan dalam hubungan orang tua dan anak merupakan prasyarat bagi kesejahteraan psikologis bagi anak maupun orang tua (Widyarini, 2009) 27 c. Permissive (permisif / Mengabaikan) Gaya pengasuhan orang tua dimana orang tua memberikan kebebasan penuh kepada anaknya. Cirinya orang tua bersifat longgar, tidak terlalu memberikan bimbingan dan kontrol, perhatian pun terkesan kurang. Kendali anak sepenuhnya terdapat pada anak itu sendri. Pola asuh permisif juga memiliki dampak yang tidak baik juga bagi anak. Menurut Surbakti (2009) Akibat penerapan pola asuh permisif adalah anak akan bertindak sekehendak hati, tidak mampu mengendalikan diri, tingkat kesadaran mereka rendah, menganut pola hidup bebas, nyaris tanpa aturan, selalu memaksakan kehendak, tidak mampu membedakan baik dan buruk, kemampuan berkompetensi yang rendah, tidak mampu menghargai prestasi dan kerja keras, mudah putus asa, daya juang rendah, tidak produktif, dan kemampuan mengambil keputusan rendah. Patterson & Stouthamer (1984) dalam Santrock (2007) menjelaskan bahwa kurangnya pengawasan yang memadai dari orang tua merupakan aspek pengasuhan yang paling sering berkaitan dengan kenakalan remaja. Pendapat ini didukung oleh Surbakti (2009) yaitu akibat penerapan pola asuh permisif remaja akan merasa bebas melakukan apa yang saja sesuai keinginan mereka, pola asuh permisif juga merupakan metode yang paling cepat menghancurkan masa depan remaja. Tipe pola asuh permisif juga membawa dampak lebih buruk dalam hal prestasi belajar dari pada pola asuh otoriter (Palupi dan Wrasasti, 2013). 28 Setelah dijelaskan mengenai berbagai jenis pola asuh, maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh otoritatif (demokrasi) adalah yang paling efektif, seperti pendapat yang diungkapkan oleh Steinberg & Silk (2002) dalam Santrock (2007) pola pengasuhan otoritatif (demokratis) merupakan pola pengasuhan yang paling efektif, karena ; a. Orang tua otoritatif mencapai keseimbangan yang baik antara pengendalian dan otonomi, memberikan peluang kepada anak-anak dan remaja untuk mengembangkan kemandirian sambil memberika standar, batasan dan bimbingan yang diperlukan oleh anak-anak (Rauter & Conger, 1995). b. Orang tua otoritatif cenderung lebih banyak melibatkan anak-anaknya dalam dialog verbal dan membiarkan mereka mengeksprsikan pandanganpandanganya (Kuczynski & Lollis, 2002). Jenis diskusi keluarga seperti ini dapat membantu anak-anak memahami relasi sosial dan hal-hal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang yang kompeten. c. Kehangatan dan keteribatan yang diberikan oleh orang tua yang otoritattif membuat anak lebih bersedia menerima pendidikan orang tua (Sim, 2000) Setiap orang tua tentunya memiliki gaya pengasuhan yang berbeda beda, namun dalam kehidupan sehari-hari orang tua mungkin melakukan kombinasi dari gaya pengasuhan, akan tetapi hanya satu gaya pengasuhan yang dominan (Baumrind 1991, dalam Santrock, 2007) 29 3. Faktor – faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua Ada beberapa hal yang mempengaruhi jenis pola asuh yang digunakan orang tua menurut Hurlock (2012), yaitu : a. Pola asuh yang diterima orang tua waktu masih anak – anak. Orang tua memiliki kecenderungan yang besar menerapkan pola asuh yang mereka terima dari orang tua mereka pada anaknya. b. Pendidikan orang tua Orang tua yang mendapatkan pendidikan yang baik, cenderung menerapkan pola asuh yang lebih demokratis ataupun permisif dibandingkan dengan orang tua yang pendidikanya terbatas. Pendidikan membantu orang tua untuk lebih memahami kebutuhan anak. c. Kelas sosial Perbedaan dari kelas sosial orang tua mempengaruhi pemilihan pola asuh. Orang tua dari kelas sosial menengah cenderung lebih permisif dibandingkan dari orang tua kelas sosial bawah. d. Konsep tentang peran orang tua Setiap orang tua memeiliki konsep tentang bagaimana seharusnya dia berperan. Orang tua dengan konsep tradisional cenderung memilih pola asuh yang ketat dibandingkan orang tua dengan konsep non-tradisional. e. Kepribadian orang tua Kepribadian memepengaruhi bagaimana mereka menginterprestasikan pola asuh yang mereka terapkan. Orang tua yang berkepribadian tertutup dan 30 konservatif cenderung akan memperlakukan anaknya dengan ketat dan otoriter. f. Kepribadian anak Anak yang ekstrovert akan bersikap lebih terbuka terhadap rangsanganrangsangan yang datang padanya dibandingkan anak yang introvert. g. Faktor nilai yang dianut orang tua Seperti paham „equalitarian‟ dimana kedudukan anak sejajar dengan orang tua. Namun kebanyakan di Negara timur, orang tua masih lebih cenderung manghargai kepatuhan anak. h. Usia anak Tingkah laku dan sikap orang tua terhadap anaknya di pengaruh oleh usia anak. Orang tua lebih memberikan dukungan dan dapat menerima sikap ketergantungan anak usia pra sekolah dari pada remaja. D. Bullying 1. Definisi Perilaku Bullying Banyak pakar bullying yang mendebatkan tentang definisi bullying. Definisi yang sering digunakan adalah definisi Olweus (1993 dalam Hazalden Foundation 2007), yang menjelaskan bullying sebagai suatu penindasan tehadap seorang siswa yang dilakukan berulang kali dari waktu ke waktu yang berdampak negatif dan dilakukan oleh satu siswa atau lebih . Sedangkan definisi lain menyebutkan bahwa bullying adalah suatu keadaan dimana terjadi penyalahgunaan kekuasaan/kekuatan yang dilakukan 31 oleh seseorang atau kelompok. Pihak yang kuat disini tidak hanya kuat secara fisik, akan tetapi bisa juga kuat secara mental, dan korban bullying tidak mampu mempertahankan dirinya karena lemah secara fisik maupun secara mental (Yayasan Sejiwa, 2008). Definisi bullying menurut Ken Rigby (dalam Astuti, 2008) adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan kedalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang. Flynt dan Marton (2006), juga menyebutkan perilaku bullying adalah perilaku agresi yang dilakukan secara bebas dengan tujuan melukai orang lain secara penuh dan dilakukan secara terus menerus. Dari beberapa definisi di atas diperoleh kesimpulan bahwa bullying adalah suatu bentuk agresi yang dilakukan oleh orang yang merasa berkuasa kepada orang yang dianggap lemah untuk keuntungan atau kepuasan mereka sendiri baik dilakukan oleh individu atau kelompok dengan tujuan untuk menyakiti korbanya dan dilakukan dengan berulang-ulang. 2. Bentuk – bentuk Bullying Astuti (2008) menjelaskan bentuk-bentuk bullying sebagai berikut : a. Fisik adalah menganiaya secara fisik, seperti menggigit, mengunci, menarik rambut, memukul, menendang, dan mengintimidasi korban di ruangan atau dengan mengitari, memelintir, menonjok, mendorong, 32 mencakar, meludahi, mengancam, merusak barang-barang korban, penggunaan senjata dan perbuatan kriminal. b. Non-Fisik terbagi dalam bentuk verbal dan non-verbal. 1) Verbal: berkata-berkata yang menyakitkan korban, mengatai, memeras, mengancam, menghasut, intimidasi, barkata jorok pada korban, menyebarkan kejelekan korban. 2) Non-verbal, terbagi menjadi langsung dan tidak langsung : a) Tidak langsung : seperti memanipulasi pertemanan, mengasingkan, tidak mengikutsertakan, mencurangi. b) Langsung : seperti gerakan kasar atau membahayakan, menatap dengan sinis, menggeram, atau menakuti. Menurut Yayasan Sejiwa (2008), bentuk-bentuk perilaku bullying adalah fisik, verbal, dan mental/psikologis, contoh bullying mental / psikologis adalah mempermalukan didepan umum, mendiamkan, mengucilkan, meneror lewat sms atau email, memandang yang merendahkan, memelototi, dan mencibir. Sedangkan Olweus (1993) memaparkan contoh tindakan negatif yang termasuk dalam bullying antara lain; a. Mengatakan hal yang tidak menyenangkan atau memanggil seseorang dengan julukan yang buruk. b. Mengabaikan atau mengucilkan seseorang dari suatu kelompok karena suatu tujuan. c. Memukul, menendang, menjegal atau menyakiti orang lain secara fisik. 33 d. Mengatakan kebohongan atau rumor yang keliru mengenai seseorang atau membuat siswa lain tidak menyukai seseorang dan hal-hal semacamnya. 3. Faktor-faktor penyebab terjadinya Bullying Terdapat tujuh faktor yang menyebabkan terjadi bullying menurut Astuti (2008) : a. Perbedaan kelas Seringkali perbedaan kelas menjadi penyebab terjadinya bullying, sebagai contoh perbedaan kelas di sekolah, senior akan cenderung melakukan tindakan bullying kepada juniornya karena merasa berkuasa. Selain itu perbedaan kelas disni juga termasuk perbedaan gender, agama, ekonomi, etnisitas atau rasisme. Sebagai contoh perbedaan kelas ekonomi, seseorang yang berada pada ekonomi yang berbeda dengan tingkatan ekonomi mayoritas kelompoknya cenderung menjadi korban bullying. b. Tradisi senioritas Tradisi yang diwariskan oleh seniornya dahulu seringkali dijadikan alasan melakukan bullying, contohnya seperti tradisi kelas x tidak boleh melewati kelas y, dan apabila dilanggar akan mendapatkan sanksi berupa teguran dan lain sebaginya, dan tradisi ini berlangsung terus menerus. d. Senioritas Penyebab senioritas ini datang dari diri siswanya sendiri dengan alasan untuk menunjukan diri atau mencari popularitas, ajang balas dendam, atau mungkin menunjukan kekuasaan. e. Keluarga yang tidak rukun 34 Masalah yang terjadi pada keluarga seperti perceraian orang tua, kurangnya komunikasi, ketidak harmonisan orang tua, masalah sosial ekonomi, dan lain-lain dapat menjadi penyebab perilaku bullying. f. Iklim sekolah yang tidak harmonis Situasi sekolah sebagai lembaga pendidikan juga dapat menjadi penyebab perilaku bullying, sebagai contoh peraturan sekolah yang tidak ditegakkan, minimnya pengawsan dari guru, dan tidak layaknya bimbingan etika dari guru. g. Karakter individu atau kelompok Dendam, iri hati, adanya hasrat ingin menguasai, ingin mendapatkan popularitas dapat menjadi salah satu penyebab perilaku bullying. h. Persepsi yang salah atas perilaku korban Korban sering merasa bahwa dirinya memang pantas diperlakukan seperti itu (di-bully), sehingga tidak ada usaha untuk menghentikan tindakan itu walaupun dilakukan berulang-ulang. Sedangkan Quiroz dkk (2006) mengemukakan tiga faktor yang dapat menyebabkan perilaku bullying, sebagai berikut : a. Keluarga Anak akan meniru perilaku yang dia lihat dikeluarganya, baik itu orang tua maupun kakak kandungnya, sehingga menjadi nilai atau perilaku yang dia anut, jika anak di besarkan di lingkungan keluarga yang mentoleransi kekerasan atau perilaku bullying maka anak akan beranggapan bahwa perilaku bullying adalah perilaku yang wajar dilakukan untuk membina suatu hubungan 35 atau untuk mencapai apa yang dia inginkan. Menurut Haryana (dalam Yayasan Sejiwa, 2008), karena faktor orang tua di rumah yang tipe suka memaki, membandingkan atau melakukan kekerasan fisik, maka anak pun menganggap benar bahasa kekerasan. Hal ini juga berhubungan dengan bagaimana pola asuh orang tua di rumah. b. Teman sebaya Teman sebaya adalah salah satu penyumbang besar dalam perilaku bullying, disebabkan oleh adanya teman sebaya yang meberikan pengaruh negatif dengan cara menyebarkan ide baik itu secara aktif maupun secara pasif. Selain itu remaja juga cenderung mengikuti apa yang teman sebayanya lakukan (konformitas). Remaja berkeinginan untuk tidak lagi tergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya. c. Pengaruh media Media membawa pengaruh kepada remaja karena remaja cenderung ingin mencoba dan penasaran dengan apa yang dilihatnya, seperti di tv, sebagai contoh perilaku bullying seperti di sinetron – sinetron di Indonesia yang banyak sekali mengajarkan bullying. Sedangkan menurut Gentile & Bushman (2012) menjelaskan sedikitnya ada 6 faktor risiko yang menyebabkan seseorang menjadi pelaku bullying yaitu : a. Kecenderungan dalam permusuhan Dalam kehidupan sehari-hari terkadang permusuhan tidak dapat dihindari, merasa dimusuhi akan membuat anak ingin membalas dendam. 36 b. Kurangnya perhatian Kurangnya perhatian dari orang tua akan menyebabkan si anak mencari perhatian diluar rumahnya dengan cara menunjukan kekuatan dan popularitasnya diluar rumah. c. Gender sebagai laki-laki Seringkali orang beranggapan bahwa gender sebagi laki-laki harus kuat dan tidak dapat dikalahkan oleh laki-laki lain hal ini pada akhirnya akan membeuat orang cenderung agresif secara fisik. d. Riwayat sebagai korban kekerasan Seorang yang pernah menjadi korban kekerasan khususnya dari orang tua cenderung melakukan kekerasan juga kepada temanya diluar rumah. c. Riwayat berkelahi Kadang seseorang yang pernah berkelahi cenderung akan melakukanya lagi, ini bisa terjadi kemungkinan karena mereka senang untuk dipuji. d. Terpapar kekerasan dari media Tv, film, atau video game adalah media yang biasa menjadi contoh perilaku kekerasan pada anak yang pada akhirnya akan ditiru oleh anak, maka dari itu orang tua harus dapat melakukan pendampingan ketika anak dibawah umur sedang menonton tv, film,atau video game agar anak tidak terinspirasi untuk melakukannya. Menurut Nugraha (2012), contoh 37 perilaku bullying yang banyak disaksikan di tv adalah perilaku bullying yang ada pada serial kartun Doraemon. 4. Peran – peran dalam perilaku bullying a. Bully yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin, berinisiatif dan aktif terlibat dalam perilaku bullying. b. Asisten bully, juga terlibat aktif dalam perilaku bullying, namun dia cenderung bergantung atau mengikuti perintah bully. c. Rincofer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut menyaksikan, menertawakan korban, memprofokasi bully, mengajak siswa lain untuk menonton dan sebagainya. d. Defender adalah orang yang berusaha membela dan membantu korban, seringkali akhirnya mereka menjadi korban juga. e. Outsider adalah orang-orang yang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak melakukan apapun, seolah-olah tidak peduli.(Salmivalli et al. 1996). 5. Dampak Bullying Akibat bullying pada diri korban timbul perasaan tertekan oleh perilaku menguasai korban (Rigby,1996;Fontaine,1991;Sharp&Smith, 1994 dalam Astuti, 2007). Akibat bullying bagi korban menyebabkan dirinya mengalami kesakitan fisik dan psikologis, kepercayaan diri self-esteem) yang merosot, malu, trauma, tidak mampu menyerang balik, merasa sendiri, serba salah, dan takut sekolah (school phobia), dimana dia tidak merasa ada yang menolong, dalam kondisi selanjutnya ditemukan bahwa korban kemudian mengasingkan 38 diri dari sekolah, atau menderita ketakutan sosial (social phobia), bahkan cenderung ingin bunuh diri (Astuti) Selain dampak-dampak bullying yang telah dipaparkan diatas, penelitianpenelitian yang dilakukan baik di dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa bullying mengakibatkan dampak-dampak negatif sebagai berikut: a. Gangguan psikologis, misalnya rasa cemas berlebihan dan kesepian (Rigby, 2003). b. Konsep diri sosial korban bullying menjadi lebih negatif karena korban merasa tidak diterima oleh teman-temannya, selain itu dirinya juga mempunyai pengalaman gagal yang terus-menerus dalam membina pertemanan, yaitu di bully oleh teman dekatnya sendiri (Djuwita, dkk , 2005). c. Korban bullying merasakan stress, depresi, benci terhadap pelaku, dendam, ingin keluar sekolah, merana, malu, tertekan, terancam, bahkan ada yang menyilet-nyilet tangannya (Djuwita, dkk , 2005). d. Membenci lingkungan sosialnya, tidak mau berangkat ke sekolah (Forero et all 1999). e. Keinginan untuk bunuh diri (Kaltiala & Heino, 1999). f. Kesulitan konsentrasi, rasa takut berkepanjangan dan depresi (Bond, 2001). g. Cenderung kurang empatik dan mengarah ke psikotis (Banks, 1993). h. Pelaku bullying yang kronis akan membawa perilaku itu sampai dewasa, akan berpengaruh negatif pada kemampuan mereka untuk membangun dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. 39 i. Korban akan merasa rendah diri, tidak berharga (Rigby, 1999). j. Gangguan pada kesehatan fisik: sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batukbatuk, gatal-gatal, sakit dada, bibir pecah-pecah (Rigby, 2003). (www.psychologymania.com) 6. Penanggulangan Bullying Melihat dari dampaknya yang besar sudah seharusnya bullying ini menjadi lebih diperhatikan, di Indonesia program untuk menghentikan bullying belum difikirkan secara khusus oleh sekolah atau Departemen Pendidikan, bagi Departemen Pendidikan penanganan masalah bullying masih merupakan bagian dari peraturan etika sekolah yang berada dibawah wewenang petugas atau guru bimbingan atau penyuluhan, sementara sekolah tidak memasukan bullying ini kedalam program khusus, padahal untuk menangani bullying ini memerlukan metode penanganan khusus, dan dilakukan oleh guru atau petugas khusus yang telah dilatih khusus mengenai bullying (Astuti, 2008). Beberapa contoh metode dan pelatihan yang dilakukan disekolah-sekolah di Amerika serikat, Australia, dan Eropa serta beberapa negara lain : a. Peer partnering / befriending : bagian dari intervensi prososial melaui pemanfaatan peer group untuk mendampingi, menjaga murid-murid yang kecil dan lemah yang rawan menjadi korban bullying, aktivitasnya adalah support dan “pelajaran” agar percaya diri, termpil 40 membuat tugas sekolah, mudah beradaptasi dan membuat pertemanan. b. Peer mentoring : mengenal, bicara, berempati dan mendampingi siswa, lingkungan dan pelajaran yang di perolehnya. Membimbing agar siswa memperoleh self-esteem agar percaya diri, mampu memecahkan masalah dan mempunyai arti bagi orang lain, mentoring bisa dilakukan dengan role play. c. Mengefektifkan mentoring dan mediasi : secara aktif mendengar, membantu memberikan feed back atas masalah yang di hadapi siswa menggunakan metode “saya” yang berfokus pada feeling, dan hindari menyalahkan (blaming). d. Share responsibility : jika ada bullying yang melibatkan kelompok , maka kelompok tersebut harus bertanggung jawab membuat sesuatu memperbaiki sikap terutama pada korban dan komunitasnya e. Supporting network : mengumpulkan, menyeleksi, dan mengelolah data dan informasi terbaru dengan rekan sesama orang tua,guru, murid dan pihak lain yang mengetahui masalah bullying. f. PEACE pack : (p)reparation, (e)ducation,(a)ction (c)oping, (e)valuation. Paket ini melibatkan semua pihak yang berada disekolah, yakni staf, guru, orang tua murid dan murid. g. Melakukan kontrol dan komunikasi dengan anak : mengajak anak untuk mampu berkomunikasi dan mengutarakan pendapat tentang masalah masing-masing sehari-hari. 41 h. Intervensi sosial-kognitif oleh adults & children together-againts violence yang menugaskan orang tua dan orang dewasa untuk melindungi membentuk anak-anak lingkungan dari kekerasan pembelajaran dan yang luka-luka berfokus dengan pada keterampilan fisik dan sosial yang non-agresif (Fuantes & Silva, the community psychologist, vol. 37,#2 spring, 2004 dalam Astuti 2008) E. Kerangka Teori Kerangka teori yang di gunakan dalam penelitian ini adalah teori perilaku Lawrance Green, teori ini menjelaskan bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu : faktor predisposisi ( disposing faktor) adalah faktor yang mempermudah atau mempredisposisi perilaku seseorang, faktor pemungkin (enabling faktor) adalah faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi suatu tindakan , faktor penguat (reinforcing faktor) adalah faktor yang mendorong atau memperkuat perilaku dan berikut skemanya : 42 Remaja ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Batasan usia 10 – 20 tahun Perubahan yang terjadi pada remaja : biologis, kognitif, dan sosioemosional Faktor Predisposisi ï‚· Persepsi jenis pola asuh orang tua (demokratis, otoriter, dan permesif) Faktor Penguat Pengaruh media Iklim sekolah yang tidak harmonis Keluarga yang tidak rukun Persepsi yang salah tentang perilaku korban Risiko perilaku bullying di sekolah Faktor Pemungkin ï‚· Perbedaan kelas ï‚· Tradsisi senioritas ï‚· Senioritas ï‚· Karakter individu atau kelompok Non fisik Fisik verbal Non verbal/psikologis Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian Sumber : Modifikasi Kerangka teori perilaku Lawrence Green( 1980), Quiroz dkk (2006). WHO (2010), Astuti (2008), Baumrind (dalam Fathi, 2011), Santrock (2007),Wong dkk (2009) BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka konsep Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen dari penelitian in adalah persepsi jenis pola asuh orang tua. Sedangkan variabel dependen adalah risiko perilaku bullying siswa. Sehingga kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat Persepsi jenis pola asuh orang tua Gambar 3.1 Kerangka konsep B. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Ada hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat 43 44 C. Definisi Operasional No Variabel 1 Persepsi jenis pola asuh orang tua Definisi Operasional Penafsiran anak tentang jenis perlakuan orang tua yang diterapkan padanya, untuk membentuk karakter anak dan dalam mencapai kedewasaan anaknya. Dalam hal ini terdapat tiga jenis pola asuh orang tua yaitu: demokratis, otoriter, permisif, dan campuran. Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Menghitung skor persepsi pola asuh sebagai berikut : (4) Sangat Sesuai (SS) (3) Sesuai (S) (2) Tidak Sesuai (TS) (1) Sangat Tidak Sesuai (STS). Kuisioner yang digunakan adalah parental authority questionnaire (PAQ) yang dibuat oleh Buri (1991) dan dikembangkan oleh Dwairy dkk (2006), yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. kuisioner ini terdiri dari 30 pernyataan, dan responden harus memilih satu jawaban yang paling sesuai. Setiap jenis pola asuh dibuat 10 pernyataan, sehingga skor tertinggi dari salah satu jenis pola asuh tersebut adalah 40 dan skor terendahnya adalah 10. 1. Skor yang tertinggi pada salah satu dari 3 jenis pola asuh tersebut, menunjukan salah satu jenis pola asuh tersebut(demokratis, otoriter, dan permisif). 2.jika skornya sama untuk dua atau tiga jenis pola asuh tersebut, maka pola asuhnya campuran. Skala Ukur Nominal 45 2 Risiko perilaku bullying Risiko untuk melakukan suatu bentuk agresi yang dilakukan oleh orang yang merasa berkuasa kepada orang yang dianggap lemah untuk keuntungan atau kepuasan mereka sendiri baik dilakukan oleh individu atau kelompok dengan tujuan untuk menyakiti korbanya dan dilakukan dengan berulang-ulang. Bullying ada tiga bentuk, yaitu : fisik,verbal,dan non verbal ( psikologis). Menghitung skor risiko perilaku bullying dengan arah favorable dan unfavorable (sesuai dan tidak sesuai) dengan skala Likert. Penilaian yang favorable adalah sebagai berikut : (4) Sangat Sesuai (SS) (3) Sesuai (S) (2) Tidak Sesuai (TS) (1) Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan unfavorable penilaianya adalah sebagai berikut : (4) Sangat tidak sesuai ( STS) (3) Tidak Sesuai (TS) (2) Sesuai (S) (2) Sangat Sesuai (SS) (STS) Kuisioner yang 1. Tinggi jika skor digunakan adalah ≥ mean (44) kuisioner resiko perilaku bullying yang dibuat oleh 2. Rendah jika, jika Atfiyanah (2013), yang skor < mean (44) direvisi oleh penulis dan sesuai dengan bentukbentuk perilaku bullying, terdiri dari 29 pernyataan. Dengan skor tertinggi adalah 116 dan skor terendah adalah 29 Tabel 3.1 Definisi Operasional Ordinal BAB IV METODELOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini mengkaji hubungan antara perspsi jenis pola asuh orang tua tehadap risiko perilaku bullying pada siswa SMA Triguna Utama Ciputat. Berdasarkan pendekatan penelitian, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif lebih berdasarkan pada data yang dapat dihitung untuk menghasilkan penafsiran kuantitatif yang kokoh (Hikmat,2007). Pada penelitian kuantitatif ini jenisnya adalah deskriptif korelatif. Peneliti menggunakan desain ini karena ingin mengetahui hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua (variabel independen) terhadap resiko perilaku bullying (variabel dependen). B. Populasi dan sampel penelitian 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan unit subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Triguna Utama Ciputat kelas X dan XI yang berjumlah 104 siswa. Kelas XII tidak dapat menjadi responden, karena telah selesai melakukan ujian nasional sehingga sudah sudah tidak ada kegiatan belajar lagi di sekolah tersebut. 2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimilki oleh populasi. Dalam penelitian 46 47 keperawatan kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan ekslusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat dan tidaknya sampel tersebut digunakan (Hidayat, 2007). a.Kriteria inklusi : 1) Siswa kelas X dan XI SMA Triguna Utama Ciputat 2) Bersedia menjadi responden. Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik random sampling yaitu stratified random sampling (pengambilan sampel secara acak stratifikasi). Jika suatu populasi mempunyai unit yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda atau heterogen, maka teknik pengambilan sampel yang tepat digunakan adalah stratified random sampling (Notoatmodjo, 2006). Teknik ini menggunakan perwakilan populasi dari setiap tingkatan atau jenjang dalam hal ini di random masing-masing mewakili kelas X dan XI IPA dan XI IPS. Pengambilan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Sugiyono (2008) dari Isaac dan Michael : ( ) Keterangan : λ = 1,96 (Derajat kepercayaan 95% CI/Confidence Interval dengan alfa (α) sebesar 5%) N = Jumlah Populasi = 104 P = 0,828 (proporsi pola asuh otoriter terhadap perilaku bullying remaja pada penelitian Annisa tahun 2012) 48 Q = 1-P = 1-0,828 = 0,17 d = penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan = 0,05 n = sampel ( ) n = 70,20 dibulatkan menjadi 71 Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu 71 orang. Diketahui jumlah populasi 104, yaitu kelas X berjumlah 46 siswa, XI IPA berjumlah 26 orang siswa. XI IPS sebanyak 32 orang siswa. Maka besar sampel untuk setiap kelas adalah : C. Waktu dan Tempat 1. Waktu Waktu penelitian dilaksanakan pada juni 2013 2. Tempat Peneltian ini dilakukan di SMA Triguna Utama Ciputat. D. Instrument Penelitian Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah kuisioner dalam bentuk skala likert, dimana responden harus menjawab pernyataan yang paling sesuai dengan dirinya. Menurut Azwar (2012), untuk 49 aspek keprilakuan harus selalu dirumuskan dalam arah favorable yaitu berisi konsep keprilakuan yang sesuai atau mendukung atribut yang diukur, selain itu juga diukur dengan arah unfavorable, yaitu yang bertentangan atau tidak mendukung ciri perilaku yang dikehendaki oleh indikator keprilakuanya. Responden memilih jawaban untuk setiap pernyataan yang menunjukan kesetujuan (favourable) atau yang ketidaksetujuan (unfavourable), dengan empat kategori jawaban yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), TS (tidak sesuai), STS (sangat tidak sesuai). Untuk pengumpulan datanya sendiri peneliti akan menggunakan satu data demografi dan dua kuisioner, yaitu : 1. Data demografi, yaitu : a. Jenis kelamin, b. Kelas 2. Kuisioner Pola Asuh Orang Tua Parenteral authority Quistionare ( PAQ) yang dibuat oleh Buri (1991) dan dikembangkan oleh Dwairy dkk (2006), yang peneliti beserta rekannya seorang guru bahasa inggris terjemahkan kedalam bahasa Indonesia, kuisioner ini bertujuan untuk mengetahui jenis pola asuh orang tua mana yang paling dominan digunakan oleh orang tua responden. Pola asuh orang tua sendiri menurut Boumrind (dalam Fathi 2011) ada tiga jenis yaitu : demokratis, otoriter, dan permisif. Kuisioner ini terdiri dari 30 pernyataan, setiap jenis pola asuh digambarkan oleh 10 pernyataan, yang pada akhirnya skor tertinggi yang diperoleh pada salah satu dari tiga pola asuh tersebut menunjukan pola asuh tersebut. 50 Sebagai contoh apabila skor yang diperoleh oleh responden setelah mengisi PAQ didapatkan skor pada pola asuh authoritative (demokratis) adalah 36, sedangkan skor pada authoritarian (otoriter), dan permissive (permisif) adalah 10 dan 12. Maka responden tersebut termasuk pola asuh orang tua authoritative (demokratis) karena skor yang terbesar didapatkan pada pola asuh tersebut. Apabila skor yang didapat ternyata sama pada dua atau tiga jenis pola asuh, maka pola asuh orang tuanya termasuk dalam pola asuh campuran. No Pola asuh 1. Indikator authoritarian ï‚· (Otoriter) ï‚· 2. authoritative ï‚· (otoritatif/ demokratis) ï‚· 3. permissive (permisif) ï‚· ï‚· No Pernyataan Orang tua bersifat 7,12,18,25 membatasi, menghukum dan hanya sedikit melakukan 2, 3, 9, 26, komunikasu verbal Mendesak anak 29 untuk mengikuti 16 petunjuk dan usaha orang tua Mendorong anak 8, 22, 27 untuk bebas tetapi 15 tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan anak Pembuatan aturan 11, 20, 23, 30 dikeluarga 4, 5 diterapkan berdsarkan aturan bersama Orang tua bersifat 6, 14, 19, 24 serba bebas ( 1, 10 membolehkan ) Tidak memberikan pengawasan dan 13,17,21, 28 pengarahan pada tingkah laku anak Jumlah 4 6 4 6 6 4 51 30 Jumlah Table 4.2 Distribusi Pernyataan kuisioner Pola Asuh Orang tua 3. Kuisioner Risiko Perilaku bullying Kuisioner ini digunakan dengan mengetahui risiko siswa dalam melakukan bullying ini dibuat oleh Atfiyanah (2013) yang telah dimodifikasi oleh peneliti, kuisioner ini menggunakan skala model likert yang memilki empat alternatif jawaban yaitu : SS ( sangat sesuai), S ( sesuai), TS ( tidak sesuai), STS ( sangat tidak sesuai). yang terdiri dari 39 pernyataan dngan arah favorable dan unfavorable. No 1 2 3 bullying Verbal Fisik Psikis Indikator ï‚· Mengejek ï‚· Mencela ï‚· Menggoda ï‚· Nama julukan ï‚· Memukul ï‚· Menendan g ï‚· Mendoron g ï‚· Merusak Barang ï‚· Mencuri ï‚· Menganca m Jumlah Favorable 33, 37 22 9,15,19 13,30 Unfavorable 1, 4 7, 11 26, 28 12,25 Jumlah 4 3 5 4 2,21,34 23,29,35 5,17 27,32,38 18 3 20 16 4 4 3 4 6, 10, 39 8, 14, 36 24 31 4 4 39 Table 4.3 Distribusi Pernyataan Kuisioner Risiko Perilaku Bullying Jumlah item pernyataan ada 28. Dihitung mneggunakan skor favorable dengan skor 4 untuk jawaban SS, skor 3 untuk S, skor 2 untuk TS, dan 1 untuk 52 STS. Hasil ukur dari kuisioner ini adalah tinggi dan rendah. Dengan perhitungan menggunakan rumus dari Azwar (2012) : 1. X ≥ mean (44) tinggi 2. X < mean rendah E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Uji Validitas Validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti keandalan instrumen dalam mengumpulkan data dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. (Nursalam, 2008). Uji validitas dapat menggunakkan rumus Pearson Product Moment dengan rumus sebagai berikut : ( √[ ) ( ( ) ][ )( ) ( ) ] Keterangan : = koefisien korelasi = jumlah skor item = jumlah skor total (item) = jumlah responden Hasil penghitungan tiap-tiap item akan dibandingkan dengan tabel nilai product moment. Jika r hitung lebih besar dari table r tabel pada taraf signifikansi 5% maka instrumen yang diujicobakan dinyatakan valid. 53 Peneliti melakukan uji coba pada 34 siswa SMA YADIKA Sumedang karena karakteristiknya sama dengan tempat yang akan diteliti nantinya. Kemudian hasil dari uji coba, hasilnya dianalisa menggunakan rumus Pearson Product Moment dengan bantuan perangkat lunak computer. Dari hasil analisis didapatkan bahwa r tabel (n-2) < r hitung atau 0,349 < r hitung pada semua kuisioner persepsi pola asuh, dan pada risiko perilaku bullying dari 39 item terdapat 11 item yang tidak valid (r table > r hitung) kemudian 11 item tersebut dihilangkan, sehingga terdapat 28 item valid untuk risiko bullying dan sudah mewakili dari bentuk-bentuk bullying. 2. Uji Reabilitas Reabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Teknik pengujian pada penelitian ini menggunakan teknik Alpha Crombach (α), dalam uji reliabilitas r hasil adalah alpha. Ketentuannya apabila r alpha > r tabel maka pertanyaan tersebut reliabel. Sebaliknya apabila r alpha < r tabel maka pertanyaan tersebut tidak reliabel (Notoatmodjo, 2006). Rumus : [ ][ ( ) ] Keterangan : = Koefisien reliabilitas yang dicari k = banyak butir pertanyaan atau banyaknya soal = jumlah varians butir = Varian total 54 Dari hasil uji reabilitas yang dilakukan oleh peneliti di SMA YADIKA Sumedang, terhadap 34 responden, dengan menggunakan bantuan software komputer diperoleh nilai Alpha Cronbach (α) dari variable persepsi pola asuh orang tua sebesar 0,913 (koefisien reabilitas tinggi) dan variable risiko perilaku bullying diperoleh nilai Alpha Cronbach (α) sebesar 0,915 (koefesien reabilitas tinggi), melihat dari nilai yang diperoleh maka dapat dinayatakan bahwa kedua kuisioner tersebut realibel dan dapat digunakan. F. Tahapan penelitian 1. Tahap persiapan : a. Dimulai dengan perumusan masalah. b. Menentukan variable penelitian. c. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan teoritis yang tepat. d. Menentukan lokasi penelitian e. Melakukan studi pendahuluan. f. Menentukan, menyusun, dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu skala jenis pola asuh orang tua dan skala risiko perilaku bullying. g. Mengajukan izin ke sekolah yang akan diteliti. h. Melakukan uji coba alat ukur ( try out) di sekolah berbeda namun kriterianya masih sama yakni setingkat SMA. 2. Tahapan pengambilan data : a. Menjelaskan tujuan penelitian dan melakukan informed consent 55 b. Membagikan kuisioner dan menjelaskan cara pengisianya c. Melakukan skoring terhadap hasil kuesioner yang telah diisi oleh responden d. Menghitung dan mencatat tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel data e. Melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis penelitian 3. Tahapan pembahasan : a. Menginterprestasikan dan membahas hasil analisis statistik berdsaarkan teori. b. Merumuskan hasil penelitian yang diperoleh dan membahasnya. G. Pengolahan data Pengolahan data terdiri dari serangkaian tahapan yang harus dilakukan agar data siap untuk di uji statistik dan dilakukan analisis/interprestasi. 1. Data Coding Data coding yaitu merupakan kegiatan mengklarifikasi data dan memberi kode untuk masing – masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulaknya data. 2. Data Editing Data editing adalah penyuntingan data dilakukan sebelum proses pemasukan data. 3. Data Structure 56 Data structure dikembangkan sesuai dengan analisis yang akan dilakukan dan jenis perangkat lunak yang digunakan. 4. Data Entry Data entry meupakan proses pemasukan data ke dalam program atau fasilitas analisis data. 5. Data Cleaning Data cleaning merupakan proses pembersihan data setelah data di entri (Amran, 2012) H. Analisa data Analisa data yang akan digunakan menggunakan program komputer, yang terdiri dari dua macam analisa data, yaitu univariat dan bivariat. 1. Analisis univariat Analisa Univariat digunakan untuk mejelaskan atau mendeskiripsikan karakteristik masing-masing variabel yang dimiliki. Varabel independen persepsi jenis pola asuh orang tua dan variable dependen risiko perilaku bullying selain itu analisis univariat digunakan juga untuk melihat distribusi frekuensi dari jenis kelamin dan kelas. 2. Analisis Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen. Yaitu untuk mengetahui hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying. Analisa data yang digunakan adalah uji korelasi Lambda. Hasil penelitian dibandingkan p-value dengan signifikan alpha 0,05. Apabila p-value lebih kecil dari alpha (0,05) maka ada hubungan yang bermakna antara variabel 57 independen dengan variabel dependen dan apabila p-value lebih besar dari alpha (0,05) maka tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Uji korelasi Lambda digunakan untuk menguji korelasi dua variabel dimana salah satu variabelnya nominal. Dalam penelitian ini variabel persepsi jenis pola asuh orang tua adalah nominal dan variabel risiko perilaku bullying adalah ordinal. I. Etika penelitian Hidayat (2008) menjelaskan ada tiga masalah etika dalam penelitian keperawatan, yaitu : 1. Informed Consent Informed Consent dilakukan sebelum melakukan penelitian. Informed Consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi responden. Pemberian informed Consent bertujuan agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia untuk menjadi responden atau bagian yang diteliti, maka subjek harus menandatangani lembar persetujuann namun apabila subjek menolak maka peneliti harus menghormati keputusan tersebut 2. Anonimity ( Tanpa Nama) Anonimity, berarti tidak perlu mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data (kuisioner). Peneliti hanya menuliskan kode pada lembar penelitian tersebut. 3. Confidentially (Kerahasiaan) 58 Bagian ini menjelaskan masalah-masalah responden yang harus dirahasiakan dalam penelitian. Kerahasian informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasian oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian. Sedangkan menurut Nursalam (2009), bahwa secara umum prinsip etika penelitian/pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Prinsip manfaat Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan pada subjek. Terlebih lagi jika menggunakan tindakan khusus. 2. Bebas dari eksploitasi Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. Peneliti harus meyakinkan subjek bahwa penelitianya tidak akan merugikan subjek dalam hal apapun. 3. Resiko ( benefits ratio) Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang akan berakibat pada subjek pada setiap tindakan. BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SMA Triguna Utama Ciputat SMA Triguna Utama Ciputat terletak di kota Tangerang Selatan tepatnya di Jalan Ir. Juanda km 2, Ciputat Rt. 02/Rw 04, Kampung Utan, Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, yang berjarak sekitar 8 km dari Pusat Pemerintahan Kota Taengerang Selatan. Secara Topografi SMA Triguna Utama Ciputat berada pada ketinggian 44 m dari permukaan laut. Sebelah barat SMA Triguna Utama Ciputat berbatasan dengan Kecamatan Pamulang. Sebelah timur berbatasan dengan DKI Jakarta. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pondok Aren. Kemudian sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pamulang. Kawasan di SMA Triguna Utama Ciputat ini berbatasan langsung dengan wilayah bisnis dan jasa serta berdekatan dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang merupakan pusat pendidikan islam. Lokasi SMA ini sangat strategis karena merupakan wilayah inti dari pengembangan kota serta pengembangan pendidikan karena memang lokasinya yang sangat berdekatan dengan UIN B. Analisa Univariat 1. Gambaran Demografi Responden Penelitian ini dilakukan pada bulan juni 2013 dengan responden sebanyak 71 orang siswa/siswi di SMA Triguna Utama Ciputat, yang memenuhi kriteria inklusi yang ditentukan sebelumnya. Tehnik pengambilan data dengan menggunakan 3 buah kuisioner, yaitu : data demografi, kuisioner persepsi jenis pola asuh orang tua, dan kuisioner risiko perilaku bullying, dan siswa/siswi yang menjadi responden mengisi sendiri kuisioner tersebut. 60 61 Karakteristik responden disini terdiri dari jenis kelamin dan kelas, yang mana datanya sebagai berikut : a. Jenis Kelamin Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Laki-laki 32 45 Perempuan 39 55 71 100% Total Tabel 5.1 menunjukkan distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin. Hasil ini menunjukkan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 32 orang (45%) dan responden perempuan sebanyak 39 orang (55%). b. Kelas Table 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas Kelas Frekuensi Persentase % X 31 44 XI 40 56 Total 71 100% Tebel 5.2 Menunjukan bahwa distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kelas adalah kelas X berjumlah 31 orang (44%), kelas XI 40 orang (56%) 62 2. Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Variabel persepsi jenis pola asuh orang tua merupakan variabel independen, maksud dari persepsi jenis pola asuh orang tua anak adalah bagaimana penafsiran anak tentang jenis perlakuan orang tua yang diterapkan padanya, untuk membentuk karakter anak dan dalam mencapai kedewasaan anaknya. Pola asuh dibagi menjadi 4, yaitu : demokratis (Authoritatif) , Otoriter (Authoritarian) , Permisif (Permesiive) , dan Campuran. Tabel dibawah ini menggambarkan bagaimana distribusi frekuensi persepsi jenis pola asuh orang tua siswa di SMA Triguna Utama Ciputat. Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Persepsi Jenis Pola Orang tua Siswa di SMA Triguna Utama Ciputat Persepsi Jenis Pola Asuh Jumlah Persentase (%) demokratis 31 43,7 Otoriter 28 39,4 Permisif 6 8,4 Campuran 6 8,4 Jumlah 71 100% Orang tua Tabel 5.3 menunjukan hasil bahwa persepsi jenis pola asuh orang tua yang dominan adalah demokratis sebanyak 31 orang (43,7%), otoriter 28 orang (39,4%), campuran dan permisif masing-masing 6 orang 3. Gambaran Risiko Perilaku Bullying Siswa di SMA Triguna Utama Ciputat Variabel risiko perilaku bullying dibagi menjadi tiga hasil pengukuranya yaitu : tinggi, sedang, dan rendah. Table 5.4 akan menggambarkan bagaimana gambaran distribusi frekuensi risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat 63 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Risiko Perilaku Bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat Risiko Perilaku jumlah Persentase ((%) Tinggi 38 53,5% Rendah 33 46,5 % jumlah 71 100% Bullying Tabel 5.4 menunjukan bahwa bullying terbanyak adalah termasuk kriteria tinggi sebanyak 38 orang (53,5%) dan rendah sebanyak 33 orang (46,5%). C. Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen. Persepsi jenis pola asuh orang tua adalah variabel dependen, dan risiko perilaku bullying adalah variabel independen. Uji bivariat ini menggunakan uji korelaasi Lambda dengan tingkat kemaknaan 0.05 (α = 5%). Analisa hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat akan disajikan pada table 5.5 Tabel 5.5 Hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat persepsi pola asuh * risiko perilaku bullying Crosstabulation risiko perilaku bullying rendah .persepsi pola asuh demokrasi Count Expected Count otoriter Count Expected Count tinggi Total 25 6 31 14.4 16.6 31.0 7 21 28 13.0 15.0 28.0 64 permesif Count 0 6 6 2.8 3.2 6.0 1 5 6 Expected Count 2.8 3.2 6.0 Count 33 38 71 33.0 38.0 71.0 Expected Count campuran Total Count Expected Count Tabel 5.5 menunjukan bahwa jenis persepsi pola asuh orang tua yang paling banyak adalah demokrasi adalah 31 orang dengan tingkat risiko perilaku bullying pada risiko rendah yaitu 25 orang (80,6%) dan pada risiko perilaku bullying rendah 6 orang (19,4%). Jadi pada persepsi pola asuh demokratis paling banyak adalah berisiko rendah terhadap perilaku bullying. Berbeda dengan pola asuh otoriter dan campuran yang mana tingkat risiko perilaku bullying lebih banyak pada tingkat tinggi, sedangkan untuk persepsi pola asuh orang tua permisif ada 6 orang (100%) berisiko perilaku bullying tinggi. Uji statistik yang digunakan untuk melihat hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying adalah uji korelasi Lambda dengan tingkat kemaknaan 0,05 (α = 5%). Dari hasil uji tersebut didapatkan bahwa nilai p = 0,000 lebih kecil dari 0,05 (menunjukan ada hubungan yang signifikan) dan r = 0,576 (kekuatan hubungan sedang), maka ini menunjukan bahwa Ha diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang sedang antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat. BAB VI PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat. Penelitian ini dilakukan pada bulan juni 2013. Penelitian dilakukan dengan sampel sebanyak 71 siswa/siswi SMA Triguna Utama Ciputat. Pengumupulan data menggunakan satu data demografi dan dua macam kuisioner yang terdiri dari kuisioner persepsi jenis pola asuh orang tua dan kuisioner risiko perilaku bullying. Berikut ini dijelaskan mengenai hasil penelitian yang terdiri dari analisa univariat, bivariat, dan keterbatasan penelitian. A. Analisa Univariat 1. Gambaran Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Siswa di SMA Triguna Utama ciputat Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 71 siswa di SMA Triguna Utama Ciputat didapatkan untuk siswa yang mempersepsikan pola asuh orang tuanya demokratis berjumlah 31 orang (43,7%), diikuti pola asuh otoriter 28 orang (39,4%), campuran 6 orang (8,4%), dan permisif 6 orang (8,4%). Disini terlihat bahwa persepsi pola asuh yang paling dominan adalah demokratis dan otoriter. Hurlock (2005) menyatakan bahwa persepsi individu dapat memotivasi perilakunya lebih lanjut. objek persepsi yang dinilai tidak menyenangkan maka perilakunya negatif, sebaliknya individu yang mempersepsikan suatu objek secara positif akan mengkondisikan individu secara psikologis sebagai motivasi 66 67 untuk berperilaku positif. Persepsi pola asuh orang tua yang positif akan membuat dampak yang positif juga. Penyebabnya adalah orang tua dapat memberikan dasar pembentukan sikap, watak, tingkah laku, moral dan pendidikan pada anak, yang semua itu mampu di persepsi remaja secara positif, sehingga berdampak positif pula pada kualitas kepribadian remaja, dalam hal ini pada perilaku disiplinya (Rahman, 2008). Pola asuh sendiri adalah aktivitas kompleks termasuk banyak perilaku spesifik yang dikerjakan secara individu dan bersama-sama untuk mempengaruhi pembentukan karakter anak (Santrock, 2004). Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi pola asuh demokratis dan otoriter adalah yang paling mendominasi. Remaja mempersepsikan pola asuh demokratis, karena remaja oleh orang tuanya didorong untuk mandiri namun masih dibatasi dan dikendalikan aksi-aksinya, diberikan komunikasi terbuka dan kehangatan dalam pengasuhanya. Ciri yang kental pada pola pengasuhan ini adalah adanya diskusi antara anak dan orang tua, kerja sama yang berjalan baik antara anak dan orang tua, anak diakui eksistensinya, dan kebebasan berekspresi diberikan kepada anak dengan tetap berada dibawah pengawasan orang tua (Baumrind, 1971 dalam Fathi, 2011). Pola pengasuhan demokratis memiliki banyak manfaat. Surbakti (2009) menjelaskan tentang manfaat pola asuh demokratis yaitu : dapat menghargai pendapat orang lain, menghormati perbedaan pendapat, membangun dan membina dialog, menghindarkan sikap mau menang sendiri, memupuk persaudaraan dan persahabatan, mengedepankan sikap tenggang rasa, membangun kerja sama, kepemimpinan kolektif, menumbuhkan sikap kritis, 67 68 menghormati kesetaraan peran, menumbuhkan semangat gotong royong, mengembangkan potensi diri. Pola asuh yang paling dominan berikutnya adalah pola asuh ototiter yaitu sebanyak 28 orang (39,4%). Pola asuh ini bersifat menghukum dan membatasi dimana orang tua sangat memaksakan remaja mengikuti dan menghormati usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tuanya, serta komunikasi tertutup, sehingga tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk berkomunikasi secara verbal (Baumrind, 1971 dalam Fathi, 2011). Widyarini (2009) mengemukakan bahwa pola asuh otoroter memiliki ciri pokok tidak demokratis dan menerapkan kontrol yang kuat, maka tidak mengherankan pola asuh otoriter memiliki banyak akibat negatif terhadap anak. Berdasarkan ciri-ciri tersebut diatas, kita dapat menyimpulkan orang tua dengan pola asuh otoriter tidak menyadari bahwa dengan pola yang lebih banyak menuntut terhadap anak ini telah mengikis kehangatan hubungan dengan anak. Anak tidak menemukan suasana yang memungkinkan untuk mengekspresikan pikiran atau perasaanya. Padahal kehangatan dalam hubungan orang tua dan anak merupakan prasyarat bagi kesejahteraan psikologis bagi anak maupun orang tua (Widyarini, 2009). Pola asuh campuran didapatkan peneliti yaitu sebanyak 6 orang (8,4 %), yang terdiri campuran semua jenis pola asuh (demokratis, otoriter, dan permisif) sebanyak 2 orang (33,3%) dan pola asuh campuran yang terdiri dari pola asuh otoriter dan demokratis ada 4 siswa (66,6%), dan tidak ditemukan pada penelitian ini pola asuh demokratis dan permsif atau otoriter dan permisif. 68 69 Pola asuh permisif yang peneliti temukan adalah sebanyak 6 orang (8,4%), ini merupakan persepsi pola asuh paling sedikit dibandingkan dengan persepsi siswa tentang pola asuh lainya. hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Annisa (2012) yang dilakukan di SMK Cikini, yang mana pola asuh ibu permisifnya cukup besar, yaitu 21 orang (23,1%) dari 91 orang responden. Pola asuh permisif adalah gaya pengasuhan orang tua yang memberikan kebebasan penuh kepada anaknya. Cirinya orang tua bersifat longgar, tidak terlalu memberikan bimbingan dan kontrol, perhatian pun terkesan kurang. Kendali anak sepenuhnya terdapat pada anak itu sendri. (Baumrind, 1971 dalam Santrock, 2011). Surbakti (2009) menjelaskan akibat penerapan pola asuh permisif remaja akan merasa bebas melakukan apa saja sesuai keinginan mereka, pola asuh permisif juga merupakan metode yang paling cepat menghancurkan masa depan remaja. Selain itu menurut Palupi dan Puspita (2013) pola asuh permisif menyebabkan dampak yang lebih buruk daripada pola asuh otoriter dalam hal prestasi belajar. Pada masa remaja juga seseorang akan mengalami perubahan hubungan dengan orang tua, yaitu akan mengalami kerenggangan. Kerenggangan ini semakin lama semakin terasa antara kedua belah pihak, hubungan dalam bentuk percakapan semakin jarang. Akhirnya hubungan mereka mengesankan usaha melepaskan diri karena ingin berdiri sendiri. Disini mulailah masa penuh kontraindikasi antara orang tua dan remaja. Disatu pihak remaja merasa tidak dimengerti oleh orang tua. Sebaliknya orang tua tidak mengetahui isi hatinya para remaja. Kesimpangsiuran dalam hal pandangan dan pendapat ini 69 70 menyebabkan kehidupan yang berbeda (Gunarsa, 2012). Maka dari itu penting bagi orang tua untuk melakukan komunikasi yang terbuka dengan remajanya agar remaja merasa lebih dimengerti dan didengarkan, namun tetap memberikan kontrol yang baik. Dalam hubungan orang tua dan remaja yang perlu dicatat dan dijadikan pegangan utama adalah persepsi remaja itu sendiri, bukan pandangan orang tua atau orang dewasa lainya karena jika remaja memandang suatu hal sebagai ketidakadilan, maka dia akan bereaksi sesuai dengan pandanganya itu sendiri, walaupun semua orang mengatakanya sebagai hal yang biasa saja dan adil (Sarwono, 2012). Setiap orang tua tentunya memiliki gaya pengasuhan yang berbeda beda, namun dalam kehidupan sehari-hari orang tua mungkin melakukan kombinasi dari gaya pengasuhan, akan tetapi hanya satu gaya pengasuhan yang dominan (Baumrind 1991, dalam Santrock, 2007). Perbedaan pola asuh terjadi karena banyak faktor, menurut Hurlock (2012) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu : pola asuh yang diterima orang tua ketika masih kecil, pendidikan orang tua, kelas sosial, konsep tentang peran orang tua, kepribadian orang tua, kepribadian anak, faktor nilai yang dianut orang tua, dan usia anak. 2. Gambaran Risiko Perilaku Bullying Siswa di SMA Triguna Utama Ciputat Bullying adalah penindasan tehadap seorang siswa yang dilakukan berulang kali dari waktu ke waktu yang berdampak negatif dan dilakukan oleh satu siswa atau lebih (Olweus, 1993 dalam Hazalden Foundation 2007). Sedangkan definisi lain menyebutkan bahwa bullying adalah suatu keadaan 70 71 dimana terjadi penyalahgunaan kekuasaan/kekuatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Pihak yang kuat disini tidak hanya kuat secara fisik, akan tetapi bisa juga kuat secara mental, dan korban bullying tidak mampu mempertahankan dirinya karana lemah secara fisik maupun secara mental (Yayasan Sejiwa, 2008). Sedangkan risiko perilaku bullying itu sendiri adalah risiko untuk melakukan suatu bentuk agresi yang dilakukan oleh orang yang merasa berkuasa kepada orang yang dianggap lemah untuk keuntungan atau kepuasan mereka sendiri baik dilakukan oleh individu atau kelompok dengan tujuan untuk menyakiti korbanya dan dilakukan dengan berulang-ulang. Maksud dari risiko disini karena perilaku bullying yang ditelitinya belum terjadi dan peneliti melakukan penilaian dari kuisioner yang dibagikan, jadi hasilnya dilihat tingkat risiko atau tingkat kecenderungan dari perilaku bullying. Hasil dari pengkuranya adalah tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, risiko perilaku bullying siswa adalah paling banyak risiko perilaku bullying tinggi yaitu berjumlah 38 siswa (53,5%). Hal ini menunjukan bahwa risiko perilaku bullying siswa yang paling banyak di SMA Triguna Utama Ciputat adalah tinggi Hasil peneltian ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan Annisa (2012) tentang perilaku bullying siswa SMK Cikini, dengan karakteristik responden yang hampir sama, akan tetapi Annisa hanya membaginya menjadi dua, yaitu melakukan bullying dan tidak melakukan bullying, yang hasilnya 56 orang (61,5%) dari 92 orang melakukan bullying, dan yang tidak melakukan 71 72 bullying berjumlah 35 orang (38,5%). Hal ini menunjukan memang terjadi bullying di tingkat SMA/SMK. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang didapatkan oleh Basyiruddin (2010) tentang penalaran moral dan perilaku bullying di santri Madrasah Aliyah Assaadah Serang banten. Pada penelitianya ini skor bullying yang berada pada kategori tinggi hanya 15 orang (19, %) dari 80 responden, dan yang paling banyak justru pada kategori sedang 51 orang (63,3%), peneliti berasumsi bahwa perbedaanya ini karena perbedaan lingkungan, dalam hal ini Basyiruddin (2010) melakukanya di lingkungan pesantren yang lebih positif. Penelitian Maghfiroh & Rachawati (2009) menunjukan bahwa semakin baik iklim/lingkungan sekolah, semakin sedikit kecenderungan perilaku bullying, iklim sekolah sendiri memberikan sumbangan sebesar 21% terhadap perilaku bullying. Pada penelitian ini tingkat risiko perilaku bullying yang tinggi paling banyak pada responden kelas XI yaitu dari 35 responden yang berisiko perilaku bullying tinggi, sebanyak 21 responden (60%) berasal dari responden kelas XI. Artinya kelas XI disini lebih banyak yang berisiko perilaku bullying tinggi dibanding kelas X. Ini sesuai dengan pendapat Astuti (2008), yang menjelaskan bahwa biasanya bullying dilakukan dari senior ke junior, dikarenakan senior merasa lebih berkuasa atau memang meneruskan tradisi yang sudah ada, sehingga berujung pada perilaku bullying. Selain itu kelas XI juga adalah yang menjadi panitian MOS (masa orientasi siswa) yang mana banyak dijadikan ajang pembulian dari mereka kelas X sebagai siswa baru, dan ini sudah dianggap hal biasa di Indonesia. 72 73 Pada penelitian di SMA Triguna Utama ini jumlah responden perempuan lebih banyak dari pada laki-laki yaitu berjumlah 39 orang (55%). Hasilnya akan berbeda apabila penelitian ini dilakukan di SMK yang mana jurusan yang ada didalamnya lebih banyak yang diminati oleh laki-laki. Seperti pada penelitian Annisa (2012) yang dilakukan di SMK Cikini, dimana jumlah responden lakilakinya berjumlah 85,7%. B. Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen. Yaitu untuk mengetahui hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying. Analisa data yang digunakan adalah uji korelasi Lambda. Hasil penelitian dibandingkan p-value dengan signifikan alpha 0,05. Apabila p-value lebih kecil dari alpha (0,05) maka ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen dan apabila p-value lebih besar dari alpha (0,05) maka tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Hasil uji statistik yang peneliti lakukan menunjukan bahwa ada hubungan yang sedang antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadapa risiko perilaku bullying ( p = 0,000, r = 0,576). Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Annisa (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pola asuh ibu denga perilaku bullying remaja dan sesuai juga dengan Penelitian Mayasari (2008) yang mendapatkan bahwa ada hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja siswa kelas XI SMU Laboratorium Malang. Penelitian lainya juga yang sesuai adalah penelitian Eyefni (2011) yang mendapatkan hasil ada hubungan antara pola asuh orang tua terhadap perilaku 73 74 agresif serta Murtiani (2011) ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa siswa yang mempersepsikan pola asuh orang tua demokratis ada 31 orang (43,7 %), dengan risiko perilaku bullying rendah 25 orang (80,6%) dan tinggi 6 orang (19,4%). Siswa yang mempersepsikan pola asuh orang tuanya otoriter ada 28 orang (39,4%), dengan risiko perilaku bullying rendah 7 orang (25%), tinggi 21 orang (75,0%). Siswa yang mempersepsikan pola asuh orang tuanya permisif ada 6 orang (8,4 %) yang mana seluruh dari siswa ini (100%) memiliki risiko perilaku bullying tinggi. Selajutnya siswa yang mempersepsikan pola asuh orang tuanya campuran ada 6 orang (6,4%), dengan risiko perilaku bullying rendah 1 orang (16,7%), dan tinggi 5 orang (83,3%). Pola asuh yang paling ideal yang dapat diterapkan orang tua (ayah dan ibu) dalam pengasuhan remaja adalah pengasuhan demokratis. Cole dan Hall (1970 dalam Rahman, 2008) mengemukakan bahwa suasana terbuka dan kondusif yang ada pada pola asuh demokratis menyebabkan remaja menjadi lebih berkembang serta memiliki kemampuan menghadapi konflik yang terjadi dengan orang lain. Hal tersebut dipertegas oleh Shapiro (2001 dalam Rahman, 2008) yang menjelaskan bahwa ayah dan ibu dengan pola asuh demokratis menyebabkan anak tidak tergantung dan tidak berperilaku kekanak-kanakan, mendorong untuk berprestasi, kreatif dan disukai banyak orang serta responsif. Pola asuh demokratis dari hasil penelitian menunjukan bahwa risiko perilaku bullying rendah sebanyak 80,6 % dan tinggi 19,4%. Hal ini jelas bahwa pola asuh demokratis ini paling banyak risiko perilaku bullying rendah, 74 75 meskipun masih ada yang sedang dan tinggi, ini dikarenakan masih ada faktor lain seperti teman sebaya, lingkungan/iklim sekolah, media, dll. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Annisa (2012) yang menunjukan bahwa sebagian besar yang menerima pola asuh demokratis adalah nonperilaku bullying. Kaitanya dengan persepsi pola asuh yang terjadi pada remaja adalah semakin positif remaja mempersepsikan pola asuh ayah dan ibunya, semakin positif pula perilaku disiplin remaja tersebut. Rahman (2008) menyebutkan bahwa persepsi remaja terhadap pola asuh demokratis ayah dan ibu dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku disiplin remaja, karena peran keluarga dapat memberikan dasar pembentukan sikap, watak, tingkah laku, moral dan pendidikan pada anak, yang semua itu mampu di persepsi remaja secara positif. Persepsi siswa terhadap jenis pola asuh orang tua otoriter menunjukan sebanyak 75% yang memiliki risiko perilku bullying tinggi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Annisa (2012) bahwasanya pola asuh ibu otoriter yang paling banyak perilaku bullying yaitu 82,8%. Penelitian lainya juga menunjukan hal yang sama yaitu persepsi pola asuh otoriter mempunyai hubungan yang signifikan dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja (Anggaraningtyas dkk, 2010). Widyarini (2009) menyebutkan bahwa pola asuh otoriter memiliki ciri pokok tidak demokratis dan menerapkan kontrol yang kuat. Hal ini berbeda dengan pola asuh demokratis yang memberikan kebebasan dan menerapkan kontrol. Berbeda pula dengan pola asuh permisif yang berciri bebas, tetapi tanpa memberikan kontrol. Dengan pendekatan yang tidak demokratis dan 75 76 pemberian kontrol yang ketat dalam pola asuh otoriter, maka tidak mengherankan pola asuh otoriter memiliki banyak akibat negatif terhadap anak (widyarini, 2009). Dibandingkan dengan jenis pola asuh yang lainya, pola asuh demokrasi merupakan pola asuh yang paling memadai diterapkan kepada remaja dan anggota keluarga lainya, karena dalam sistem pola asuh demokrasi aspirasi setiap individu terakomodasi dengan baik sehingga individu dihormati sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya (Surbakti, 2009). Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Steinberg & Silk (2002 dalam Santrock, 2007) pola pengasuhan otoritatif (demokratis) merupakan pola pengasuhan yang paling efektif, karena ; a. Orang tua otoritattif mencapai keseimbangan yang baik antara pengendalian dan otonomi, memberikan peluang kepada anak-anak dan remaja untuk mengembangkan kemandirian sambil memberika standar, batasan dan bimbingan yang diperlukan oleh anak-anak (Rauter & Conger, 1995) b. Orang tua otoritatif cenderung lebih banyak melibatkan anak-anaknya dalam dialog verbal dan membiarkan mereka mengeksprsikan pandanganpandanganya (Kuczynski & Lollis, 2002). Jenis diskusi keluarga seperti ini dapat membantu anak-anak memahami relasi sosial dan hal-hal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang yang kompeten, c. Kehangatan dan keteribatan yang diberikan oleh orang tua yang demokratis membuat anak lebih bersedia menerima pendidikan orang tua (Sim, 2000). 76 77 C. Keterbatasan Peneliti Dalam melakukan penelitian ini masih terdapat keterbatasan peniliti, sehingga masih perlu disempurnakan lagi, berikut adalah keterbatasan peneliti : 1. Penelitian ini dilakukan hanya pada kelas X dan XI karena kelas XII sudah libur setelah menghadapi UN, sehingga tidak menggambarkan risiko perilaku bullying secara keseluruhan di SMA Triguna Utama Ciputat,yaitu kelas X, XI, dan XII. 2. Penelitian ini tidak melihat responden apakah tinggal dengan kedua orang tuanya, hanya salah satu dari orang tua, atau tidak diasuh oleh orang tuanya. 3. Peneltian ini dilakukan setelah siswa melakukan ujian kenaikan kelas, yang dikhawatirkan siswa sudah merasa lelah dan tidak fokus dalam mengisi kuisioner penelitian yang dibagikan. 77 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di SMA Triguna Utama Ciputat, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Jumlah responden perempuan lebih banyak yaitu 39 orang atau (55%) 2. Perspsi pola asuh orang tua siswa yang paling mendominasi adalah demokratis 31 orang (43,7%) dan dilanjutkan otoriter 28 orang (39,4 %) 3. Gambaran tingkat risiko perilaku bullying siswa adalah yang paling banyak tinggi 38 orang (53,3%) 4. Hasil uji statistik menunjukan hubungan yang sedang anatara variabel persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap variabel risiko perilaku bullying (p = 0,000, r = 0, 583). 5. Mayoritas responden yang mempersepsikan jenis pola asuh orang tuanya demokratis, memiliki risiko perilaku bullying rendah berbeda dengan persepsi jenis pola asuh lainya yang mayoritas berada pada tingkat risiko perilaku bullying tinggi. B. Saran 1. Bagi SMA Triguna Utama Ciputat a. Setelah dilihat dari hasil penelitian, tingkat risiko perilaku bullying tinggi cukup banyak yakni hampir setengahnya, maka hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi pihak sekolah untuk melakukan pengawasan yang labih lagi, 78 79 baik itu dari kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, guru bp, maupun penjaga keamanan sekolah, agar ketika nampak indikasi bullying, harus dlakukan minimal peneguran atau larangan melakukan itu, dan harus dirubah pemikiran bahwa bullying adalah perilaku yang wajar di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia, karena mengingat dampak bullying sangat banyak tidak hanya bagi korban, pelaku, bahkan bagi yang menyaksikan bullying sendiri. b. Adanya kerja sama yang baik antara pihak sekolah dengan orang tua. Orang tua juga dapat melaporkan apabila anaknya terindikasi menjadi korban bullying, dan apabila ada laporan seperti itu seyogyanya sekolah cepat tanggap menanganinya agar masalah bullying ini tidak terjadi berlarut-larut atau menjadi budaya disekolah tersebut. c. Menjalin kerja sama dengan bidang keperawatan untuk bersama melakukan pencegahan sampai dengan penanggulangan bullying. 2. Penelitian Selanjutnya a. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa. Maka dari itu, peneliti menyarankan untuk penelian yang akan datang untuk dilakukan penelitian sejenis seperti dilihat bagaimana jika yang mengasuhnya bukan ayah atau ibu kandung atau mungkin tidak tinggal satu rumah. b. Pada penelitian selanjutnya dapat juga melihat pola asuh orang tua yang mana yang paling berpengaruh terhadap perilaku bullying. Selain itu masih ada variabel-variabel lain yang diduga ada hubunganya dengan perilaku bullying yang masih dapat diteliti lebih lanjut. 80 c. Lebih selektif lagi dalam menentukan responden, seperti dilihat bagaimana jumlah anak dalam keluarga tersebut, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua dan lain-lain. d. Penelitian selanjutnya yang akan dilakukan di SMA/SMK sebaiknya memperhatikan juga jadwal akademik sekolah, seperti UN yang mana nantinya sampel akan lengkap dari kelas X,XI, dan XII. Selain itu sebisa mungkin sebaiknya tidak dilakukan saat ujian kenaikan kelas, karena dikhawatirkan akan mengganggu konsentrasi siswa baik dalam ujiannya maupun dalam mengisi kuisioner. Jadi peneliti harus punya perkiraan waktu yang tepat untuk pengambilan data. 3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan a. Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu dibidang keperawatan jiwa, anak, maupun keluarga. Dari hasil penelitian yang menunjukan tingginya risiko perilaku bullying remaja, perawat dapat melakukan upaya-upaya untuk mencegah atau menanggulangi bullying, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan bagi para pelaku atau korban bullying, b. Perawat dapat juga memberikan penyuluhan mengenai manajemen marah, problem solving, atau koping yang baik terhadap masalah. Tidak kalah penting adalah penyuluhan terkait perilaku bullying serta dampaknya bagi remaja, mengingat masih sangat sedikit penanganan bullying di Indonesia. c. Kaitanya dengan keperawatan keluarga adalah pada penelitan ini pola asuh orang tua demokratis menunjukan tingkat risiko bullying rendah yang paling banyak, berbeda denga pola asuh lain yang menunjukan paling banyak risiko 81 tinggi. Maka dari itu dapat juga menjadi pertimbangan ketika melakukan penyuluhan kepada keluarga mengenai jenis-jenis pola asuh serta kelebihan dan kekurangan dari cara pola asuh tersebut maupun pola asuh yag mana yang paling berpengaruh terhadap perilaku bullying. Daftar Pustaka Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga. Jakarta : EGC, 2010. Anggaraningtyas dkk. Hubungan antara Koping Stress dan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku Agresi pada Remaja yang dimoderasi oleh konformitas Teman Sebaya pada Siswa Kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. Skripsi Fakultas Kedokteran Univeristas Sebelas Maret. 2010 Annisa. Hubungan Antara Pola Asuh Ibu Dengan perilaku Bullying Remaja. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia. Depok, 2012. Asmaliah. Hubungan Antara Persepsi Remaja Awal Terhadap Pola Asuh Orang Tua Otoriter dengan motivasi berprestasi di SMPN 13 Malang. Skripsi. Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrohim Malang. 2009 Astuti, Poni Retno. Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak. Jakarta: Grasindo, 2008. Atfiyanah. Hubungan Antara Sensation Seeking dan Konformitas Teman Sebaya Terhadap Kecenderungan Perilaku Bullying Siswa SMA Triguna Tangerang. Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Amran, Yuli. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah, 2012. Azwar, Saifuddin. Penyusunan Skala Psikologi. Edisi 2.Yoyakarta : Pustaka Pelajar, 2012. Basyiruddin, Farkhan. Hubungan antara penalaran moral dengan perilaku bullying para santri madrasah aliyah Pondok Pesantren Assa’adah Serang Banten. Skiripsi S1. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010. Badan Pusat Statistik (BPS). Profil Kriminalitas Reamaja 2010. diunduh pada 20 maret 2013, dari http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/flip_2011/4401003/files/search/searchtex t.xml Dwairy dkk . Parenting Styles In Arab Socieies : A first Cross-Regional Research Study. Jurnal of Cros Cultural Psychologi. Vol. 37 No.3. May 2006 1-18. Sage Publication : 2006. Efendi,Ferry & Mahfudhi .Keperawatan Kesehatan komunitas. Jakarta : Salemba medika, 2009. Ekowarni, E.. Kenakalan Remaja: Suatu Tinjauan Psikologi. Bulletin Psikologi. 2: 24-27,1993. Eyefni, Yeye (2011) Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Agresif pada siswa Kelas 2L2 dan Kelas 2M3 di SMK N 5 padang. Diakses pada 28 agustus 2013, dari http://repository.unand.ac.id/18031/ Fathi, Bunda. Mendidik anak dengan Al-Qur’an sejak janin.Jakarta : Oasis, 2011. Flynt, S.W. Morton, R.C. Alabama. Elementary Principals’ Perception of Bullying. Education, 2, 187-191, 2006. Friedman, M. Marilyn. Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. Jakarta : EGC,1998. Gentile, D. A. & Bushman, B. J. (in press). Reassessing media violence effects using a risk and resilence approach to understanding aggression. Psychology of Popular Media Culture, 2012. Gunarsa Yulia SD.,Singgih D. Gunarsa. Psikologi Remaja. Jakarta : Libri, 2012. Gunarsa, Singgih D. Dari Anak Sampai Usia Lanjut .Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004. Hasugian, Shem Malekhi. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Asuh Orang Tua tipe penelantar Dengan Perilaku Agresif Remaja. Skripsi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. 2012 Hazalden Foundation. Bullying Frequently Asked Questions. Olweus bullying prevention program, 2007. Hidayat, A.Aziz Alimul. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika, 2007. Hikmat, Mahi M. Karya Ilmiah Universitas Al-Ghifari, 2007. dan Metode Penelitian. Bandung : LPPM Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan anak jilid 1. Edisi keenam. Alih bahasa : Tjandrasa & Zakarsih. Jakarta : Erlangga, 2005. B. Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Terjemahan ( edisi kelima). Jakarta : Erlangga, 2012. Islamina, Sabila. menyelesaikan fenomena kenakalan remaja artikel diakses 10 jaunari 2013, dari http://news.detik.com/read/2012/10/04/104232/2054307/471/menyelesaikanfenomena-kenakalan-remaja Indria, Karina ,Nindyawati,dan Ayu Dwi. Kajian Konformitas dan Kreatifitas Affective Remaja. Jurnal Provita Vol.3 No. 1 Mei 2007.Fakultas psikologi Untar Jakarta dan Yayasan Obor, 2007. Kaman,Colleen ,” What country has the most bullies?” artikel diakses pada November 2012, dari http://www.latitudenews.com/story/what-country-hasthe-most-bullies-2/ Kartono,Kartini. Patologi Sosial. Jakarta: CV. Rajawali, 1997. Kismartani, Dian Ade. Studi Deskriptif : Identifikasi Masyarakat Mengenai Faktorfaktor yang Mempengaruhi Bullying. Skripsi S1 Fakultas Psikologi, UNIKA. 2010 Kompas.com. “4 Siswi ini bicara anti “Bullying” di Jerman,” kompas.com , diakses pada februari 2012, dari http://edukasi.kompas.com/read/2011/06/17/08520342/4.Siswi.Ini.Bicara.Anti. Bullying.di.Jerman Maghrfirah , Ufah & Rahmawati Mira Aliza. Hubungan antara iklim sekolah dengan kecenderungan perilaku bullying. psikohumanika vol 1, no.1, 2009. Marliyah, lina, Fransischa IR, Tommy, Suyasa. Persepsi terhadap dukungan orang tua dan pembuatan keputusan karir remaja. Jurnal provitae vol 1, no 1 2004. Monks & Knoers. Psikologi perkembangan.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2004 Mayasari, Elok Dyan . Hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua dengan kenakalan pada siswa kelas XI IPS di SMU Laboratorium Malang. Diakses pada 28 agustus 2013 dari http://library.um.ac.id/freecontents/index.php/pub/detail/hubungan-antara-persepsi-pola-asuh-orang-tuadengan-kenakalan-pada-siswa-kelas-xi-ips-di-smu-laboratrium-malang-elokdyan-mayasari-36261.html Murtiani, Ninik. Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dengan Kenakalan Remaja di RW V Kelurahan sidokare Kecamatan Sidoarjo diakses pada 8 agustus 2013 dari http://www.dianhusada.ac.id/jurnalimg/jurper1-7-nin.pdf Nograhany Widhi K. 5 Kasus Bullying SMA di Jakarta. artikel di akses pada 2 desember 2012 dari http://news.detik.com/read/2012/07/31/105747/1979089/10/3/ Notoatmodjo, Soekidjo. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi. Jakarta : Rineka Cipta, 2006. . Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Edisi Revisi.Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Nursalam, Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan : pedoman skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika, 2008. Nugraha, Arie. Representasi Realitas Bullying Dalam Serial Kartun Doraemon. Tesis Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Universitas Indonesia. Depok, 2012. Oxford University. Oxford Advanced Learner’s Dictionary : Six Editions. New York : Oxford University Press, 2000. Palupi dan Wrasasti. Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dan Persepsi Terhadap Pola Asuh Orang tua dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Psikologi Angkatan 2010 Universitas Airlangga Surabaya. Jurnal psikologi Pendidikan dan Perkembangan UNAIR. 2013 Prayitno. Dasar Teori dan Praktis Pendidikan. Jakarta : Grasindo, 2009. Psychologymania.com. Dampak bullying bagi siswa. Jendela dunia psikologi. Diakses pada 25 februari 2013 dari http://www.psychologymania.com/2012/06/dampak-bullying-bagi-siswa.html Plan Indonesia. Learning without fear thorough fottbal.2011. Artikel diakses pada 11 maret 2013 dari https://plan-international.org/learnwithoutfear/resources/learnwithout-fear-through-football Priyatna, Andi. Let’s End Bullying: Memahami, Mencegah & Mengatasi Bullying. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2010 Puspitasari, Lisa. hubungan antara persepsi terhadap pola asuh orang tua yang otoritatif dengan kecerdasan emosional pada remaja Madya di SMAN 2 Kudus kelas X dan XI. Skripsi. Program Studi Psikologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponogoro. 2012 Quiroz ,Hilda Clarise dkk .” bullying in school : fighting the bully bettle” national school safety center, 2006. Rahman, Istianah A. Hubungan antara persepsi terhadap pola asuh demokratis ayah dan ibu dengan perilaku disiplin remaja. UIN alaudin Makasar : Jurnal Lentera Pendidikan. 2008 Salmivalli, dkk. Bullying as a Group Process : Participant Roles and Their Realations to Social Status Within The groups. In Aggresivve Behavior. Vol 22.1996 Sarwono, S. W. Psikologi Remaja, Edisi Revisi., Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012. Sarwono,Sarlito W & Eko A.Meinarno. Psikologi sosial. Jakarta : Salemba humanika, 2009. Santrock. Jhon W. Life-Span Development. New York : McGraw-Hill, 2002. . Remaja jilid 2, edisi kesebelas. Jakarta : Erlangga, 2007. Senders,CE & Phye GD. Bullying implication for the class room. California : Elsevier academic press, 2004. Soetjiningsih.. Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto, 2004. Suprajitno. Asuhan keperawatan Keluarga.Jakarta : EGC, 2004. Suyanto dan Narwoko. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Media Group, 2004. Sudarsono. Kenakalan Remaja. Jakarta : Rineka Cipta, 2012. Sugiyono. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. 2008. Sunaryo. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC, 2002. Surbakti E.B. Kenalilah Anak Remaja Anda. Jakarta : Elex Media Komputindo. 2009 Wahyuningsih,Wiwit, Jash, Metta Rahmadiana. Mengkomunikasikan moral kepada anak. Jakarta : Elex Media Komputindo, 2003. Widyarini, Nilam. Relasi Orang Tua & Anak. Jakarta : Elex Media Komputindo. 2009 Wiggins, J.A, dan Zanden, J.V. Social Psychology, fifth edition. New York: Mc. Graw-Hill, 1994. Wong, dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Edisi 6, Volume 1. Jakarta : EGC, 2002. Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa). Bullying Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta: Grasindo, 2008. LAMPIRAN 1 INFORMED CONSENT Assalamua’laikum Wr.Wb. Salam sejahtera. Nama : Ari Nur Husaini NIM : 109104000010 Saya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sedang mengerjakan skripsi dengan judul : Hubungan Antara Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat. Dalam rangka pengumpulan data, dengan segala kerendahan hati, saya megharapkan kesedian anda untuk meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner yang telah disediakan. Kerahasiaan jawaban anda akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, jawaban dikatakan benar apabila yang paling sesuai dengan anda. Jadi dimohon diisi dengan sejujur-jujurnya yang paling sesuai dengan anda. Atas bantuan dan kerja sama anda, saya ucapkan terima kasih.Apakah anda bersedia menjadi responden dalam penelitian ini : YA / TIDAK Tertanda (responden) LAMPIRAN 2 Data Diri responden 1. Jenis Kelamin : L / P 2. Kelas : X / XI…… ( IPA / IPS) Petunjuk Pengisian Kuisioner 1. Berikut ini ada tiga macam kuisioner yang harus di isi,yaitu : (1) Parenteral authority Quisionare ( PAQ) untuk megetahui jenis pola asuh yang orang tua terapkan di rumah,(2) Konformitas teman sebaya, (3) risiko perilaku bullying 2. Bacalah setiap pernyataan yang paling sesuai dengan anda dengan tanda checklist ( √) dengan salah satu pilihan jawaban dari 4 macam pilihan, yaitu : SL SR JR TP jika jika jika jika SELALU SERING JARANG TIDAK PERNAH dengan anda dengan anda dengan anda dengan anda 3. Tidak ada jawaban benar atau salah, jawaban dianggap benar jika paling sesuai dengan anda. Contoh No Pernyataan 1 Saya suka belajar setiap malam SL SR JR √ TP LAMPIRAN 3 kuisioner persepsi jenis pola asuh No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Pernyataan SS Orang tua saya berfikir bahwa didalam rumah seorang anak harus punya caranya sendiri untuk tumbuh menjadi dewasa. Meskipun saya tidak setuju dengan orang tua saya, mereka memaksa saya untuk mengikuti apa yang mereka anggap benar, karna mereka menganggap itu untuk kebaikan saya. Setiap kali orang tua saya mengatakan pada saya untuk melakukan sesuatu, mereka mengahrapkan saya untuk melakukanya segera tanpa mengajukan pertanyaan. Setelah kebijakan keluarga ditetapkan, orang tua saya membahasa bersama-sama mengapa kebijakan itu di tetapkan dalam keluarga Orang tua saya mengizinkan saya untuk bertanya ketika aturan dalam keluarga tidak sesuai Orang tua saya berfikir bahwa seorang anak bebas membuat keputusan sendiri dan melakukan apa yang dinginkanya, meskipun tidak sesuai dengan keinginan orang tua. Orang tua saya tidak mengijinkan saya untuk mempertanyakan setiap keputusan yang mereka buat. Orang tua saya ikut langsung dalam aktifitas dan pengambilan keputusan untuk anak – anaknya melalui penalaran dan disiplin. Orang tua saya merasa bahwa untuk mendidik anak-anak mereka dalam berprilaku adalah dengan cara yang mereka inginkan. Orang tua saya berfikir bahwa saya tidak perlu mematuhi aturan dan kebiasaan karna sudah ada lembaga yang mendidik saya Saya mengerti apa yang orang tua inginkan, tapi saya bebas untuk mendiskusikan keinginan saya dengan mereka ketika saya merasa tidak sesuai Menurut orang tua saya, bahwa orang tua yang bijak hrus mengajarkan anak – anaknya untuk menuruti aturan – aturan yang talah ditetaapkan oleh irang tua. Orang tua saya jarang memberi contoh dan pedoman perilaku untuk saya Orang tua saya melakukan apa yang anak – anak inginkan di dalam keluarga, ketika membuat keputusan Orang tua saya selalu memberikan bimbingan dan arahan S TS STS 16 secara rasional dan obyektif Orang tua saya akan marah jika saya tidak setuju dengan mereka. SS 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Orang tua saya berfikir bahwa sebagian besar masalah dalam lingkungan sosial saya akan terselesaikan jika mereka tidak membatasi kegiatan, keinginan, dan pengambilan keputusan saya, karna saya sudah dewasa. Orang tua saya akan menghukum saya jika saya tidak mengikuti keinginan dan harapan mereka Orang tua saya membiarkan saya untuk memutuskan hal terpenting dalam hidup saya tanpa harus meminta persetujuan dari mereka Orang tua saya meminta pendapat anak-anaknya untuk dijadikan pertimbangan ketika membuat keputusan keluarga, tetapi mereka tidak memutuskan sesuatu hanya karna anakanak menginginkanya Meskipun saya tidak setuju dengan orang tua saya, mereka memaksa saya untuk mengikuti apa yang mereka anggap benar, karna mereka menganggap itu untuk kebaikan saya. Orang tua saya tidak beranggapan bahwa mereka bertanggung jawab langsung untuk membimbing perilaku saya. Orang tua saya memberikan arahan dalam perilaku dan kegiatan saya, dan mereka ingin saya mengikutinya, tapi mereka bersedia untuk mendengarkan kepentingan saya dan mendiskusikanya. Orang tua saya membiarkan saya membangun pandangan sendiri mengenai masalah keluarga, dan mereka mengizinkan saya untuk melakukan apa yang saya inginkan Orang tua saya merasa bahwa masalah di masyarkat akan terselesaikan jika orang tua memaksa anaknya untuk mengikuti apa yang orang tua inginkan Orang tua saya selalu mengatakan apa yang mereka inginkan,dan bagaimana mereka mengharapkan saya utnuk melakukanya Orang tua saya member arahan dan perilaku yang jelas utnuk kegiatan saya, tapi mereka juga mengerti ketika saya tidak setuju dengan mereka. Orang tua saya tidak mengarahkan perilaku, kegiatan, dan keinginan dari anak – anak dalam keluarga Saya tahu apa yang orang tua inginkan dan mereka menegaskan bahwa saya memenuhi harapan-harpan itu hanya S TS STS untuk menghormati otoritas mereka. Jika orang tua saya membuat keputusan yang menyakiti saya, mereka bersedia mendiskusikan keputusan itu dan mengakui jika mereka melakukan kesalahan Kuisioner risiko perilaku bullying 30 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Pernyataan SS S TS Saya tidak akan melakukan kekerasan dengan menggunakan kaki (menendang) Saya tidak pernah berniat mengolok-olok teman saya Saya tidak akan mencela teman yang prestasinya tidak bagus Saya berteriak ketika siswa lain sedang belajar Saya suka mengambil uang milik siswa lain tanpa sepengetahuanya Saya tidak akan mengolok-olok teman saya dengan nama panggilan atau julukan Saya akan memberi nama julukan yang buruk kepada siswa yang tidak saya suka, dan itu merupakan hal yang biasa menurut saya. Saya akan meneror siswa lain dengan menggunakan benda tajam Ketika seorang teman menitipkan barang miliknya, saya akan menjaganya dengan baik Saya akan menyenggol teman hingga jatuh Saya senang mengganggu kegiatan siswa lain yang tidak saya suka Saya akan menampar teman yang membuat saya jengkel Sah saja bila mempunyai keinginan untuk mencela orang lain yang lebih rendah tingkatanya daripada saya Ketika berhadapan dengan siswa yang bersikap “songong”, saya akan menendangnya Sebagai siswa yang baik, saya akan memamnggi teman sesuai dengan namanya Saya suka membantu siswa lain belajar dengan tenang Saya akan menyobek buku pelajaran siswa yang menyebalkan Sikap saling menghargai akan selalu saya jaga Saya akan menginjak kaki siswa lain yang menghalangi jalan saya Saya akan memanggil teman dengan nama-nama binatang, karena itu merupakan hal yang wajar menurut saya Saya akan mengototri baju siswa lain yang saya inginkan “bodoh” adalah kata yang tepat ketika saya akan mengejek orang lain Saya akan memukul siswa yang tidak mau mengikuti perintah saya Saya mendukung teman yang suka menendang atau memukul Saya akan mengancam teman agar dia taat dan patuh kepada saya Saya suka menyinggung teman saya dengan perkataan yang tidak baik Saya senang bila dapat merusak kendaraan siswa lain Saya akan mengambil handphone yang saya suka bagaimanapun caranya STS LAMPIRAN 4 UJI VALIDITAS DAN REABILITAS 1. Validitas dan Reabilitas Jenis Pola Asuh Orang Tua Case Processing Summary N Cases Valid a Excluded Total % 34 100.0 0 .0 34 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .913 30 Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation Alpha if Item Deleted VAR00001 72.5294 226.863 .396 .912 VAR00002 73.0000 222.182 .557 .909 VAR00003 72.6176 224.425 .453 .911 VAR00004 72.8529 224.675 .562 .909 VAR00005 72.7353 217.958 .636 .908 VAR00006 73.4412 218.315 .715 .907 VAR00007 72.4706 225.348 .494 .910 VAR00008 72.5588 221.224 .604 .909 VAR00009 72.2941 228.153 .385 .912 VAR00010 73.9706 232.029 .414 .912 VAR00011 72.9118 221.174 .519 .910 VAR00012 72.2941 224.093 .606 .909 VAR00013 73.6176 227.334 .359 .913 VAR00014 72.5294 225.893 .501 .910 VAR00015 72.0882 230.325 .359 .912 VAR00016 72.8824 228.774 .352 .913 VAR00017 72.0000 228.303 .476 .911 VAR00018 73.3235 225.741 .381 .913 VAR00019 72.8824 228.774 .352 .913 VAR00020 72.6471 223.266 .503 .910 VAR00021 72.8529 224.675 .562 .909 VAR00022 73.2353 219.155 .563 .909 VAR00023 72.0000 228.303 .476 .911 VAR00024 72.5294 225.893 .501 .910 VAR00025 72.9118 221.174 .519 .910 VAR00026 73.6176 227.334 .359 .913 VAR00027 72.4706 225.348 .494 .910 VAR00028 73.5000 222.621 .611 .909 VAR00029 72.6176 224.425 .453 .911 VAR00030 73.0000 222.182 .557 .909 2. Validitas dan Reabilitas risiko perilaku bullying Case Processing Summary N Cases Valid a Excluded Total % 34 100.0 0 .0 34 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .897 39 Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation Alpha if Item Deleted VAR00001 65.7647 208.549 .251 .897 VAR00002 65.0882 210.689 .106 .899 VAR00003 64.9706 198.393 .599 .892 VAR00004 65.7059 206.456 .390 .896 VAR00005 65.6176 210.001 .137 .898 VAR00006 65.9412 210.178 .103 .899 VAR00007 65.6471 201.023 .432 .894 VAR00008 65.3529 206.235 .274 .897 VAR00009 65.6765 203.256 .459 .894 VAR00010 66.1176 207.077 .414 .896 VAR00011 65.3824 202.243 .279 .898 VAR00012 65.1471 202.190 .436 .894 VAR00013 65.7059 203.305 .450 .894 VAR00014 66.0588 204.239 .487 .894 VAR00015 65.6471 206.720 .266 .897 VAR00016 65.7647 198.791 .591 .892 VAR00017 65.8824 201.622 .574 .893 VAR00018 65.6176 203.213 .306 .897 VAR00019 65.7647 201.216 .511 .893 VAR00020 65.7059 207.062 .232 .897 VAR00021 65.1176 200.349 .393 .895 VAR00022 65.6471 200.599 .466 .894 VAR00023 65.4706 197.893 .601 .891 VAR00024 65.4412 204.072 .246 .898 VAR00025 65.5588 200.678 .428 .894 VAR00026 65.6471 203.205 .468 .894 VAR00027 65.7941 200.047 .589 .892 VAR00028 65.7941 201.987 .499 .893 VAR00029 65.8235 201.544 .583 .892 VAR00030 66.0294 204.151 .529 .894 VAR00031 66.1176 215.986 -.188 .900 VAR00032 65.8824 203.804 .539 .893 VAR00033 65.6176 203.152 .387 .895 VAR00034 65.7059 199.184 .613 .892 VAR00035 65.7353 197.534 .573 .892 VAR00036 65.7647 196.791 .648 .891 VAR00037 65.8235 198.210 .672 .891 VAR00038 65.9118 202.568 .493 .893 VAR00039 66.2059 207.502 .429 .895 Validitas setelah item tidak valid dibuang Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .915 28 Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation Alpha if Item Deleted VAR00003 45.1176 139.865 .627 .910 VAR00004 45.8529 147.463 .407 .915 VAR00007 45.7941 143.199 .404 .914 VAR00009 45.8235 143.968 .489 .912 VAR00010 46.2647 147.655 .419 .914 VAR00012 45.2941 142.941 .468 .912 VAR00013 45.8529 143.766 .494 .912 VAR00014 46.2059 145.744 .461 .913 VAR00016 45.9118 141.356 .558 .911 VAR00017 46.0294 143.726 .538 .911 VAR00019 45.9118 142.447 .528 .911 VAR00021 45.2647 140.746 .442 .914 VAR00022 45.7941 141.138 .518 .912 VAR00023 45.6176 140.001 .599 .910 VAR00025 45.7059 143.547 .372 .915 VAR00026 45.7941 145.562 .405 .913 VAR00027 45.9412 141.572 .602 .910 VAR00028 45.9412 144.299 .451 .913 VAR00029 45.9706 142.332 .629 .910 VAR00030 46.1765 145.059 .545 .912 VAR00032 46.0294 144.757 .555 .911 VAR00033 45.7647 143.155 .447 .913 VAR00034 45.8529 141.099 .612 .910 VAR00035 45.8824 139.258 .592 .910 VAR00036 45.9118 139.113 .645 .909 VAR00037 45.9706 140.090 .682 .909 VAR00038 46.0588 143.330 .527 .911 VAR00039 46.3529 147.872 .451 .913 LAMPIRAN 5 HASIL PENELITIAN JENIS KELAMIN Frequency Percent Valid Percent 32 39 71 45 55 100 45 55 100 Valid Laki-laki Perempuan Total Cumulative Percent 45 55 100 KELAS Frequency Valid XI X Total Percent 40 31 71 Valid Percent 56 44 100 Cumulative Percent 56 44 100 56 44 100 HASIL UJI NORMALITAS One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Bullying N Pola Asuh 71 71 44.4225 79.2394 1.04289E1 10.29489 Absolute .112 .108 Positive .112 .071 Negative -.070 -.108 Kolmogorov-Smirnov Z .946 .912 Asymp. Sig. (2-tailed) .332 .377 Normal Parameters a Mean Std. Deviation Most Extreme Differences a. Test distribution is Normal. HASIL UJI LAMBDA Case Processing Summary Cases Valid N persepsi pola asuh * Missing Percent N 71 100.0% risiko perilaku bullying Total Percent 0 .0% N Percent 71 100.0% persepsi pola asuh * risiko perilaku bullying Crosstabulation risiko perilaku bullying rendah persepsi pola asuh demokratis Count 6 31 14.4 16.6 31.0 7 21 28 13.0 15.0 28.0 0 6 6 2.8 3.2 6.0 1 5 6 Expected Count 2.8 3.2 6.0 Count 33 38 71 33.0 38.0 71.0 Count Expected Count permesif Count Expected Count campuran Total Total 25 Expected Count otoriter tinggi Count Expected Count Directional Measures Asymp. Std. Approx. Value Nominal by Nominal Lambda Symmetric persepsi pola asuh Dependent Error a b T Approx. Sig. .466 .093 4.639 .000 .375 .103 3.073 .002 risiko perilaku bullying Dependent Goodman and persepsi pola asuh Kruskal tau Dependent risiko perilaku bullying Dependent a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on chi-square approximation .576 .110 3.732 .000 .199 .069 .000 c .382 .106 .000 c KEMENTERIAN AGAMA UNT\TERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN ) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN Telp. : (62-21)74716718 Fax : (62-21) 7404985 Website : www.uinjkt.ac.id; E-mail : [email protected] Jl. Kertamukti No. 5 Pisangan Ciputat 15419 Ciputat, Nomor : Un.0llFl0/KM.01.2&t,%tZAtS Juni 2013 Lampiran : : Permohonan Izin Uji Validitas dan Retibilitas Hal Kepada Yang Terhormat, Kepala Sekolah SMA Yadika Kabupaten Sumedang di Sumedang Assalamu'alaikum Wr. Wb. Dalam rangka penyelesaian tugas akhir perh.rliahan mahasiswa diperlukan pen)rusunan Skripsi yang berjudul "Hubungan Antara Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Buliying Siswa di SMA Triguna Utama Ciputat ". Sehubungan dengan itu kami mohon diberikan izin melaksanakan uji validitas dan relibilitas atas nama : Nama Ari NurHusaini NIM r09104000010 Semester VIII Program Studi IImu Keperawatan Fakultas K^edokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah lakarta Demikian atas perhatian dan bantuan saudara kami ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Widjajakusumah, AIF., PFK Tembusan: Dekan FKIK KEMENTERIAN AGAMA UMYERSTTAS rSLAM NEGERT ( rirN ) SYARIF HIDAYATULLAII JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN Telp. : (62-21) 74716718 Fax : (62-21\ 7404985 Website : www.uinjkt.ac.id; E-mail : [email protected] Jl. Kertamukti No. 5 Pisangan Ciputat 15419 , Nomor Lampiran Hal : Un.0l/Fl0/KM.0l .2l*.ulq /2013 Ciputat, Juni 2013 :- : Permohonan Izin Penelitian Kepada Yang Terhorma! Kepala Sekoiah SMA Triguna Utama di Ciputat Assalamu'alaikum Wr. Wb. Dalam rangka penyelesaian tugas akhir perkuliahan mahasiswa diperlukan penyusunan Skripsi yang berjudul "Hubungan Antara Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Siswa di SMA Triguna Utama Ciputat ". Sehubungan dengan penelitian atas nama : itu kami mohen diberikan izin melaksanakan Nama Ari Nur Husaini NtM 109r04000010 Semester VM Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Demikian atas perhatian dan bantuan saudara kami ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. .Djauhari Widjajakusumah, AIF-, PFK Tembusan: Dekan FKIK -t KEMENTERHN AGAMA LTNTVERSTTAS rSLAM NEGERT ( UrN ) SYARIF HIDAYATT]LLAI{ JAI(ARTA FAKT]LTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN Telp. : (62-21) 74716718 Fax : (62-21) 7404985 Website : www.uinjkt.ac.id; E-mail : [email protected] Il. Kertamukti No. 5 Pisangan Ciputat 15419 Nomor : Un.01lFl0/KM.0l.2l Lampiran Hal : : Ciputat, Maret 2013 /2013 - Permohonan Izin Studi Pendahuluan Kepada Yang Terhormat, Kepala Sekolah SMK Triguna Utama di Ciputat Assalamu'alaikum Wr. Wb. Dalam rangka penyelesaian tugas akhir perkuliahan mahasiswa diperlukan penyusunan Skripsi yang berjudul "Hubungan Antara Pengaruh Teman Sebaya Dengan Kecenderungan Perilaku Bullying". Sehubungan dengan itu kami mohon diberikan izin melaksanakan studi pendahuluan atas nama : Nama Ari Nur Husaini NIM 109104000010 Semester VUI Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UN Syarif Hidayatullah Jakarta Demikian atas perhatian dan bantuan saudara kami ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. A.n. Dekan tu Dekan idang ademik, Pe /Or. ff Vf Oi auhari Widj aj akusumah, . Tembusan: Dekan FKIK I ::i:'1:H>- . AIF., PFK